Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

OTOMIKOSIS

Disusun oleh:
Avilla Ane Lukito
03013033

Pembimbing:
Dr. Budhy Parmono, Sp.THT-KL, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 8 MEI 2017 – 10 JUNI 2017

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
“Otomikosis” dengan tepat waktu. Penulisan referat ini disusun dalam rangka
melaksanakan tugas kepaniteraan klinik ilmu kesehatan THT di RSUD Kota
Cilegon.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Budhy Parmono,
Sp.THT-KL, M.Kes dan dr. Puji Sulastri, Sp.THT yang membimbing selama penulis
berada di RSUD Kota Cilegon. Penulis menyadari referat ini masih jauh dari kata
sempurna. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran agar referat ini
menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya. Penulis
memohon maaf sebesar-besarnya jika masih banyak kesalahan dan kekurangan.

Penulis

1
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................ 1
1.3 Tujuan.................................................................................. 2
1.4 Manfaat............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 3
2.1 Anatomi dan fisiologi telinga.............................................. 3
2.2 Otomikosis.......................................................................... 7
2.2.1 Etiologi Otomikosis.................................................. 8
2.2.2 Epidemiologi Otomikosis......................................... 8
2.2.3 Gejala klinis Otomikosis........................................... 9
2.2.4 Penegakan diagnosis Otomikosis.............................. 9
2.2.5 Tatalaksana Otomikosis............................................ 10
BAB III KESIMPULAN........................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otomikosis adalah infeksi jamur pada saluran telinga luar pada pasien
dengan kekebalan yang normal. Infeksi ini biasanya menunjukkan pertumbuhan
saprofitik yang tidak berbahaya.(1) Penyakit ini adalah penyakit yang umum
ditemukan diseluruh belahan dunia dan biasanya banyak ditemukan di zona tropik
dan subtropik. Prevalensinya cukup rendah yaitu 9 % dari keseluruhan pasien
yang menunjukkan gejala dan tanda otitis eksterna serta menunjukkan 30,4% dari
seluruh pasien yang memiliki gejala otitis maupun inflamasi pada telinga. (2)
Biasanya gejala otomikosis dikarakterisasi dengan gatal, dan atau nyeri telinga
pada kondisi tertentu serta terkadang diikuti dengan gangguan pendengaran.(3)
Penyebab tersering dari penyakit ini adalah dari genus Aspergillus dan
Candida.(4,5,6,7) Tidak jelas bahwa jamur tersebut adalah agen infektif sejati atau
spesies kolonisasi sebagai hasil dari imunitas lokal sekunder host terhadap infeksi
bakteri. Banyak faktor yang dikemukakan sebagai predisposisi terjadinya
otomikosis, termasuk cuaca yang lembab, adanya serumen, instrumentasi pada
telinga, status pasien yang immunocompromised , dan peningkatan pemakaian
preparat steroid dan antibiotik topikal.(8) Sebenarnya pengobatan dari otomikosis
sendiri mudah, namun sangat menantang karena tingkat rekurensi yang tinggi dari
pasien, terutama yang tinggal di lingkungan yang beresiko tinggi.
Berikut ini akan dibahas tentang anatomi telinga itu sendiri, karakteristik,
gejala klinis, faktor-faktor predisposisi dari otomikosis, sehingga kita dapat
mendiagnosa dan memberi pengobatan secara cepat dan tepat.

1.2 Perumusan masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penyusun ingin
menjelaskan tentang definisi otomikosis, etiologi, epidemiologi, faktor
presdisposisi, gejala klinis, cara menegakkan diagnose dan penatalaksanaan.
1.3 Tujuan

1
1. Untuk mengetahui secara rinci tentang otomikosis
2. Untuk mengetahu bagaimana penegakan diagnosa dan penatalaksanaan
yang tepat terhadap otomikosis

1.4 Manfaat
Referat ini dapat menambah wawasan mengenai otomikosis sehingga dapat
menambah referensi tentang definisi, etiologi, epidemiologi, gejala klinis,
penegakan diagnosa dan penatalaksanaan dengan tepat. Dengan penatalaksanaan
yang tepat, dapat mengurangi angka kejadian otomikosis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi telinga(9)


Telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan manusia. Terdiri dari
3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.(9)

Gambar 1. Anatomi telinga

Aurikula dan meatus akustikus eksternum membentuk telinga luar. Telinga


luar berfungsi untuk mengumpulkan dan memperkuat suara, yang kemudian
ditransmisikan ke telinga tengah. Bentuk asimetris aurikula eksternum
mengenalkan penundaan pada jalur suara yang membantu pelokalan suara.
Meatus akustikus eksternum (external auditory canal) dibentuk oleh tulang rawan
dan tulang (temporal). Ukuran kanal sekitar 4 cm (dari tragus) ke membran
timpani dan melengkung dalam bentuk S. Kondil mandibula berada di bagian
anterior bagian tulang meatus akustikus eksternum (kanal pendengaran eksternal).
Fungsi utama telinga tengah (rongga timpani) adalah konduksi suara
tulang melalui transferensi gelombang suara di udara yang dikumpulkan oleh
aurikel ke cairan telinga bagian dalam. Telinga tengah mendiami bagian petrosa

3
dari tulang temporal dan dipenuhi dengan udara sekunder akibat komunikasi
dengan nasofaring melalui tuba Eustachius. Rongga timpani (telinga tengah)
memanjang dari membran timpani ke jendela oval dan mengandung unsur-unsur
konduksi tulang dari malleus, incus, dan stapes. Dinding rongga timpani
kompleks dengan asosiasi penting, sebagai berikut:
 Dinding lateral mengandung membran timpani
 Dinding posterior berisi antrum mastoid dan berkomunikasi dengan sel
udara mastoid
 Dinding medial berisi jendela oval, di posterior dan dipisahkan oleh
tanjung adalah jendela bundar. Dinding ini juga disebut dinding labirin
 Dinding anterior juga disebut dinding karotid, karena sepiring tipis tulang
memisahkan kanal karotis dan rongga timpani. Dinding ini dilubangi oleh
cabang timpani dari arteri karotid interna dan nervus petrosal dalam
(menghubungkan pleksus simpatis karotis ke pleksus timpani di rongga
timpani) dan juga menampung tuba Eustachius
 Atap rongga timpani adalah dinding tegmental.
 Lantai telinga tengah adalah dinding vena jugularis
Membran timpani (TM) adalah membran oval, tipis, semi transparan yang
memisahkan telinga luar dan tengah (rongga timpani). Membran timpani dibagi menjadi
2 bagian: pars flaccida dan pars tensa. Manubrium malleus melekat kuat pada membran
timpani medial, dimana manubrium menarik membran timpani secara medial, sebuah
cekungan terbentuk. Apeks dari cekungan ini disebut umbo. Daerah membran timpani
yang lebih tinggi dari umbo disebut flaccida pars; Sisa membran timpani adalah pars
tensa.

4
Gambar 2. Membran Timpani
Getaran udara yang dikumpulkan oleh aurikula dipindahkan ke membran
timpani, yang kemudian mentransmisikan suara ke ossicles. Bangunan ini terdiri
dari malleus, inkus dan stapes. Unsur-unsur tulang ini berfungsi untuk
mentransmisikan dan memperkuat gelombang suara dari udara ke perilymph
telinga dalam. Gelombang suara yang ditransmisikan ke membran timpani
mendorongnya secara medial, malleus menarik incus melalui sendi sinovialnya,
incus kemudian menyebabkan footplate stapes bergeser dari jendela oval (fenestra
vestibuli), menyebabkan gelombang tekanan pada cairan telinga bagian dalam.
Konduksi tulang ini menguatkan 10 kali gelombang suara dari udara.
Tabung pendengaran (tabung eustachius) adalah komunikasi antara telinga
tengah dan nasofaring. Fungsinya untuk menyamakan tekanan pada membran
timpani. Kontraksi tensor veli palatini dan salpingopharyngeus di luar rongga
timpani (telinga tengah) melebar dan membuka tabung pendengaran.
Telinga bagian dalam, juga disebut rongga labirin, berfungsi untuk
konduksi suara ke sistem saraf pusat (SSP) dan juga membantu keseimbangan.
Transduksi pendengaran, konversi energi akustik (mekanik) ke energi
elektrokimia, berlangsung di dalam rongga labirin. Rongga labirin pada intinya
terbentuk dari labirin membran yang terbungkus labirin tulang osseus. Labirin
osseus adalah rangkaian rongga tulang di dalam tulang temporal petrous. Labirin

5
osseus terdiri dari kanal cochlea, vestibule, dan semicircular. Rongga tulang ini
dilapisi periosteum dan mengandung perilymph. Vestibuli fenestra atau jendela
oval adalah lubang di dinding lateral vestibulum labirin osseus (tulang). Ini
mengartikulasikan dengan footplate stapes dari telinga tengah dan
mentransmisikan ke dalam telinga dalam yang berisi cairan.
Aparatus vestibular adalah vestibulum membran dan terdiri dari utrikulus
dan sakulus. Ini "organ otolitik" merasakan percepatan linear pada bidang
horizontal dan vertikal. Utrikulus lebih dekat di dekat kanal semisirkular, dan
sakulus dekat dengan koklea. Orientasi utrikulus sebagian besar aksial dan
akselerasi pada bidang horizontal. Sebaliknya, sakulus berorientasi pada bidang
koronal dan akselerasi pada bidang vertikal. Di dalam organ ini ada sel-sel
rambut. Silia sel-sel ini terkait dengan substansi membran yang mengandung
butiran kalsium karbonat, atau "otolit." Gerakan kepala menginduksi geser sel
rambut.
Ada 3 kanal berbentuk lingkaran setengah lingkaran. Masing-masing berdiri di
sudut kanan ke 2 kanal lainnya. Kanal semisirkular superior, posterior, dan lateral
duduk di belakang dan lebih superior dari ruang. Pada salah satu ujung kanal
masing-masing adalah ampula. Kanal ini terbuka ke vestibulum (utrikulus).
Fungsi mereka mencakup kemampuan untuk merasakan kecepatan rotasi dalam 3
dimensi. Fungsi ini dicapai melalui cristae ampullaris, mechanoreceptor dalam
batas ampullae membran. Aliran endolymphatic berubah di dalam substansi kanal
setengah lingkaran yang dirasakan oleh para ahli mekanis ini, dan informasi ini
ditransmisikan ke saraf vestibular. Kemampuan untuk mendeteksi percepatan
sudut dalam 3 dimensi sangat penting untuk menjaga keseimbangan.
Koklea adalah organ penting pendengaran di dalam telinga bagian dalam.
Osseus cochlea berbentuk seperti cangkang siput, dengan 2,5 putaran kanal
melingkar. Koklea berkomunikasi dengan bagian depan yang bertulang. Dasarnya
dilubangi untuk transmisi filamen dari bagian koklea saraf vestibulocochlear
(nervus kranial VIII). Dalam koklea tulang terletak koklea membran, dimana
energi suara melalui gelombang tekanan ditransfer dari telinga tengah ke
endolymph koklea. Energi yang tercipta dalam media cair ini diubah menjadi

6
energi listrik yang ditransmisikan ke SSP melalui saraf koklea. Di skala vestibuli,
atau ruang superior, dipisahkan dari saluran koklea oleh membran vestibular
(Reissner membrane) dan mengandung perilymph. Bilik ini berasal dari sekitar
jendela oval (yang berkomunikasi dengan telinga tengah dan footplate stapes) dan
spiral menuju puncak modiolus, helicotrema, di mana ia berkomunikasi dengan
skala timpani. Saluran cochlear didefinisikan dengan baik oleh membran
vestibular superior dan membran basilar inferior. Organ membran ini mengandung
endolymph dan organ spiral (Corti). Skala timpani, atau ruang inferior, dipisahkan
dari saluran koklea (di atas) oleh membran basilar dan mengandung perilymph.
Berbeda dengan skala vestibuli, skala timpani dimulai pada puncak modiolus,
helicotrema, dan angin ke jendela bundar (fenestra cochleae), yang ditutupi oleh
membran timpani sekunder.
Transduksi suara terjadi pada koklea selaput melalui organ spiral (Corti).
Organ spiral terdiri dari 4 baris sel rambut yang berada di membran basilar. Sel-
sel rambut ini memiliki stereocilia bercabang ke luar ke dalam membran tectorial.
Transmisi suara terjadi setelah transmisi ke telinga tengah melalui membran
timpani. Begitu gelombang suara mencapai rongga timpani (telinga tengah),
energi ditransmisikan oleh footplate stapes yang menggeser jendela oval secara
medial ke ruang depan. Cairan kemudian mengalir di dalam skala vestibuli
koklea, mentransmisikan tekanan ke membran basilar. Akhirnya, transmisi itu ke
skala timpani, menggeser membran jendela bundar kembali ke telinga tengah.
Aliran perilymph ini di dalam koklea menyebabkan mobilitas sel rambut.

2.2 Otomikosis
Otomikosis (dikenal juga dengan Singapore Ear), adalah infeksi telinga
yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis
auditorius eksternus. Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis dan
subtropis.(2) Infeksi ini dapat bersifat akut dan subakut, dan khas dengan adanya
inflammasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya
pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang
berbentuk hifa, disertai supurasi, dan nyeri.(10)

7
2.2.1 Etiologi otomikosis
Faktor predisposisi terjadinya otomikosis, meliputi ketiadaan serumen,
kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature, dan trauma lokal, yang
biasanya sering disebabkan oleh cotton buds dan alat bantu dengar. Serumen
sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang berfungsi menekan
pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air misalnya berenang dan berselancar
sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan ulang dengan air
yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis auditorius
eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga.
Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita eksema, rhinitis allergika, dan
asthma.(11,12,13)
Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat
saprofit, terutama Aspergillus niger. Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A.
fumigatus, Allescheria boydii, Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan
Candida Spp. Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder
dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang
diterapi dengan kortikosteroid dan berenang.(14)
Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini mejadi
jamur yang patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum
dimengerti. Beberapa dari faktor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya
infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan
kuantitatif dari serumen, faktor sistemik (seperti gangguan imun tubuh,
kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia), faktor lingkungan (panas,
kelembaban), riwayat otomikosis sebelumnya, otitis media sekretorik kronik, post
mastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas pada
telinga.(8)

2.2.2 Epidemiologi otomikosis


Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada
daerah dengan cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah

8
raga air. Kebanyakan 90 % infeksi jamur ini disebabkan oleh Aspergillus spp, dan
selebihnya adalah Candida spp. Angka prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9
% dari seluruh pasien yang mengalami gejala dan tanda otitis eksterna.
Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah dengan cuaca panas, dan banyak
literatur menyebutkan otomikosis berasal dari negara tropis dan subtropis.(2)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis
dijumpai lebih banyak pada wanita ( terutama ibu rumah tangga ) daripada pria.
Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada
penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga
sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya. (15) Tetapi berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan 55,8 %nya
merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan wanita.(16)

2.2.3 Gejala klinis otomikosis


Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna
pada umumnya, yakni dikarakterisasi dengan gatal, dan atau nyeri telinga pada
kondisi tertentu serta terkadang diikuti dengan gangguan pendengaran.(3) Pada
liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini
ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun telinga
sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus.
Bila meluas sampai kedalam, sampai ke membran timpani, maka akan dapat
mengeluarkan cairan serosa hingga mukopurulen. Pada pemeriksaan telinga yang
dicurigai otomikosis, didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal,
pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan
kulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada dinding kanalis, dan area
melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis eksterna atau pada membran
timpani.(17)

2.2.4 Penegakan diagnosis otomikosis


Cara menentukan diagnosa otomikosis sebagian besar berdasarkan
anamnesis dan dibuktikan melalui pemeriksaan fisik yang spesifik. Beberapa

9
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari
keluhan gatal dan atau nyeri telinga.
Adanya keluhan nyeri di dalam telinga, rasa gatal, adanya sekret yang
keluar dari telinga. Faktor yang paling penting adalah kecenderungan beraktifitas
yang berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan sebagainya.
(3,11,12,13)
Gejala khas otomikosis yaitu terasa gatal atau sakit di liang telinga dan
daun telinga menjadi merah, skuamous dan dapat meluas ke dalam liang telinga
sampai 2/3 bagian luar. Didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal,
pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan
kulit.(18)
Pada pemeriksaan laboratorium dengan preparat langsung diambil skuama
dari kerokan kulit liang telinga dan diperiksa dengan KOH 10 %. Jika benar
otomikosis, akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat
ditemukan spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.(18) dapat Skuama dibiakkan
pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh
dalam satu minggu berupa koloni filament berwarna putih. Dengan mikroskop
tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma dan
spora berjejer melekat pada permukaannya.(18)

2.2.5 Tatalaksana otomikosis


Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering ,
jangan lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan
barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-
kotoran telinga harus sering dibersihkan.(17,18)
Pengobatan yang dapat diberikan seperti larutan asam asetat 2-5 % dalam
alkohol yang diteteskan kedalam liang telinga biasanya dapat menyembuhkan.
Tetes telinga siap beli seperti VoSol ( asam asetat nonakueus 2 % ), Cresylate ( m-
kresil asetat ) dan Otic Domeboro ( asam asetat 2 % ) bermanfaat bagi banyak
(19)
kasus. Banyak juga ahli THT yang sering memakai fungisida topikal spesifik,
seperti preparat yang mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti
jamur yang diberikan secara sistemik.(17) Ada juga yang menyebutkan keefektifan

10
povidon iodine terhadap otomikosis.(20) Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
penggunaan anti jamur tidak secara komplit mengobati proses dari otomikosis ini,
oleh karena agen-agen diatas tidak menunjukkan keefektifan untuk mencegah
otomikosis ini relaps kembali. Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa, selain
memberikan anti jamur topikal, juga harus dipahami fisiologi dari kanalis
auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan tidak melakukan manuver-manuver
pada daerah tersebut, mengurangi paparan dengan air agar tidak menambah
kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat ketika menderita otitis.

11
BAB III
KESIMPULAN

Otomikosis (dikenal juga dengan Singapore Ear), adalah infeksi telinga


yang disebabkan oleh jamur yang superficial pada kanalis auditorius eksternus.
Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis dan subtropis.(2) Penyebab
tersering dari penyakit ini adalah dari genus Aspergillus dan Candida.(4,5,6,7)
Biasanya gejala otomikosis dikarakterisasi dengan gatal, dan atau nyeri telinga
pada kondisi tertentu serta terkadang diikuti dengan gangguan pendengaran.(3)
Pengobatan yang dapat diberikan seperti larutan asam asetat 2-5 % dalam
alkohol yang diteteskan kedalam liang telinga biasanya dapat menyembuhkan.
Banyak juga ahli THT yang sering memakai fungisida topikal spesifik, seperti
preparat yang mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur
yang diberikan secara sistemik.(17) Ada juga yang menyebutkan keefektifan
povidon iodine terhadap otomikosis.(20)

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boies LR, Highler PA. Boies: Buku ajar penyakit THT. 6 th
edition. 1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 358.
2. Moghadam AY, Asadi MA, Dehghani R, Mahmoudabadi AZ, Rayegan F,
Hooshyar H, Khorshidi A. Eveluating the effect of a mixture of alcohol
and acetic acid for otomycosis therapy. Jundishapur Journal of
Microbiology 2010. 3(2). 66-70.
3. Da Silva Pontes ZBV, Silva ADF, De Oliveira Lima E, De Holanda Guerra
M, Oliveira NMC, De Fatima Farias Peixoto Carvalho M. Otomycosis: a
retrospective study. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 2009. 75(3).
367-70
4. Ngyi Szigeti G, Sedaghati E, Mahmoudabadi Zarei A, Naseri A, Kocsube
S. Species assignment and antifungal susceptibilities of black aspergilli
recovered from otomycosis cases in Iran. Mycoses. 2011;55:333–8.
5. Mishra GS, Mehta N, Pal M. Chronic bilateral otomycosis caused by
Aspergillus niger. Mycoses. 2004;47(1-2):82–4.
6. Harima N, Inoue T, Kubota T, Okada O, Ansai S, Manabe M, et al. A case
of otomycosis caused by Aspergillus sclerotiorum. J Dermatol.
2004;31(11):949–50.
7. Ogunleye AO, Awobem AA. Trends of ear syringing at Ibadan, Nigeria.
Afr J Med Med Sci. 2004;33(1):35–7.
8. Anwar K, Gohar MS. Otomycosis; clinical features, predisposing factors
and treatment implications. Pak J Med Sci 2014. 30(3).
9. Bhatt RA. Ear Anatomy. J Drug and Disease 2016. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview#a2
10. Kaur R, Mittal N, Kakkar M, Aggarwal AK, Mathur MD. Otomycosis: a
clinicomycologic study. J Ear Nose Throat J 2000. 79(8). 606-9
11. Amigot SL, Gomez CR, Luque AG, Ebner G. Microbiological study of
external otitis in Rosario City, Argentina. J Mycoses 2003. 46. 312-5
12. Jackman A. Case report topical antibiotic induced otomycosis. Int J Pediatr
Otorhinolaryngol 2005. 69. 957-60
13. Sih T. Otitis Externa. J Passages de Paris 2005. 2. 166-71

13
14. Kazemi A, Majidinia M, Jaafari A, Mousavi SAA, Mahmoudabadi AZ,
Alikhah H. Etiologic agents of otomycosis in the north-western area of
Iran. J Jundishapur Microbiol 2015. 8(9)
15. Mahmoudabadi AZ. Mycological studies in 15 cases of otomycosis.
Pakistan Journal of Medical Sciences 2006. 22(4). 486-8
16. Hueso Gutiérrez P1, Jiménez Alvarez S, Gil-Carcedo Sañudo E, Gil-
Carcedo García LM, Ramos Sánchez C, Vallejo Valdezate LA.
Presumption diagnosis: otomycosis, a 451 patients study. J Acta
Otorrinolaringol Esp 2005. 56(5). 181-6
17. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R et al. Otomikosis dalam Kapita Selekta
Kedokteran. 2001. Jakarta: Media Aesculapius, 3(1),75.
18. Boel T. Mikosis Superfisial. J USU 2003. Availabe at:
http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf
19. Ho T, Vrabec JT, Yoo D, Coker NJ. Otomycosis : Clinical features and
treatment implications. The Journal of Otolaryngology-Head and neck
Surgery 2006.
20. Mofatteha MR, Yazdib ZN, Yousefic M, Namaeic MH. Comparison of the
recovery rate of otomycosis usingbetadine and clotrimazole topical
treatment. Braz J Otorhinolaringol 2017.

14

Anda mungkin juga menyukai