Anda di halaman 1dari 14

PAROTITIS

No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 1/3

PUSKESMAS
POASIA dr. Juriadi Paddo, M.Kes.
NIP.19660303 200212 1 006

1. Pengertian Parotitis adalah peradangan pada kelenjar parotis. Parotitis dapat


disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, atau kelainan
autoimun, dengan derajat kelainan yang bervariasi dari ringan
hingga berat. Salah satu infeksi virus pada kelenjar parotis, yaitu
parotitis mumps (gondongan) sering ditemui pada layanan tingkat
pertama dan berpotensi menimbulkan epidemi di komunitas.
2. Tujuan Penatalaksanaan kasus parotitis sesuai standar terapi.

3. Kebijakan Keputusan Kepala Puskesmas Nomor/……..tentang Parotitis


4. Referesi  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.
02.02 /Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinik bagi
Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinik bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.
5. Gambaran klinis  Parotitis mumps
 Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang
bawah
 Bengkak berlangsung tiba-tiba
 Rasa nyeri pada area yang bengkak
 Onset akut, biasanya < 7 hari
 Gejala konstitusional: malaise, anoreksia, demam
 Biasanya bilateral, namun dapat pula unilateral
 Parotitis bakterial akut
 Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang
bawah
 Bengkak berlangsung progresif
 Onset akut, biasanya < 7 hari
 Demam
 Rasa nyeri saat mengunyah
 Parotitis HIV
PAROTITIS
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 2/3

PUSKESMAS
POASIA dr. Juriadi Paddo, M.Kes.
NIP.19660303 200212 1 006

 Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang


bawah
 Tidak disertai rasa nyeri
 Dapat pula bersifat asimtomatik
 Parotitis tuberkulosis
 Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang
bawah
 Onset kronik
 Tidak disertai rasa nyeri
 Disertai gejala-gejala tuberkulosis lainnya
 Parotitis autoimun (Sjogren syndrome)
 Pembengkakan pada area di depan telinga hingga rahang
bawah
 Onset kronik atau rekurens
 Tidak disertai rasa nyeri
 Dapat unilateral atau bilateral
 Gejala-gejala Sjogren syndrome, misalnya mulut kering, mata
kering
 Penyebab parotitis lain telah disingkirkan
6. Diagnosis Diagnosis parotitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
7. Penatalaksanaan  Parotitis mumps
 Nonmedikamentosa
- Pasien perlu cukup beristirahat
- Hidrasi yang cukup
- Asupan nutrisi yang bergizi
 Medikamentosa
- Pengobatan bersifat simtomatik (antipiretik, analgetik)
 Parotitis bakterial akut
 Nonmedikamentosa
PAROTITIS
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 3/3

PUSKESMAS
POASIA dr. Juriadi Paddo, M.Kes.
NIP.19660303 200212 1 006

- Pasien perlu cukup beristirahat


- Hidrasi yang cukup
- Asupan nutrisi yang bergizi
 Medikamentosa
- Antibiotik
- Simtomatik (antipiretik, analgetik)
 Parotitis akibat penyakit sistemik (HIV, tuberkulosis, Sjogren
syndrome) Tidak dijelaskan dalam bagian ini.
8. Output Tata laksana kasus parotitis sesuai standar terapi Puskesmas.

9.Rekaman Historis Perubahan


NO Yang Dirubah Isi Perubahan Tgl. Mulai Diberlakukan
RINITIS AKUT
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 1/3

dr. Juriadi Paddo, M.Kes.


PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

1. Pengertian Rinitis akut adalah peradangan pada mukosa hidung


yangberlangsung akut (<12 minggu). Hal ini dapat disebabkan oleh
infeksi virus, bakteri, ataupun iritan. Radang sering ditemukan
karena manifestasi dari rinitis simpleks (common cold), influenza,
penyakit eksantem (seperti morbili, variola, varisela, pertusis),
penyakit spesifik, serta sekunder dari iritasi lokal atau trauma.
2. Tujuan Penatalaksanaan kasus parotitis sesuai standar terapi.

3. Kebijakan Keputusan Kepala Puskesmas Nomor/……..tentang Rinitis Akut


4. Referesi  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.
02.02 /Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinik bagi
Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
5. Gambaran Keluhan
klinis 1. Keluar ingus dari hidung (rinorea)
2. Hidung tersumbat
3. Dapat disertai rasa panas atau gatal pada hidung
4. Bersin-bersin
5. Dapat disertai batuk

6. Diagnosis  Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


fisik.
 Klasifikasi berdasarkan etiologi:
 Rinitis Virus
- Rinitis simplek (pilek, selesma, common cold, coryza)
Rinitis simplek disebabkan oleh virus. Infeksi biasanya
terjadi melalui droplet di udara. Beberapa jenis virus yang
berperan antara lain, adenovirus, picovirus, dan
subgrupnya seperti rhinovirus, dan coxsackievirus. Masa
inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu.
- Rinitis influenza
Virus influenza A, Batau C berperan dalam penyakit ini.
RINITIS AKUT
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 2/3

dr. Juriadi Paddo, M.Kes.


PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

Tanda dan gejalanya mirip dengan common cold.


Komplikasi berhubungan dengan infeksi bakteri sering
terjadi.
- Rinitis eksantematous
Morbili, varisela, variola, dan pertusis, sering berhubungan
dengan rinitis, dimana didahului dengan eksantema sekitar
2- 3 hari. Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering
dijumpai dan lebih berat.
 Rinitis Bakteri
- Infeksi non spesifik
Rinitis bakteri primer. Infeksi ini tampak pada anak dan
biasanya akibat dari infeksi pneumococcus, streptococcus
atau staphylococcus. Membran putih keabu-abuan yang
lengket dapat terbentuk di rongga hidung, dan apabila
diangkat dapat menyebabkan pendarahan / epistaksis.
Rinitis bakteri sekunder merupakan akibat dari infeksi
bakteri pada rinitis viral akut.
- Rinitis Difteri
Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, dapat
berbentuk akut atau kronik dan bersifat primer pada
hidung atau sekunder pada tenggorokan. Harus dipikirkan
pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak
lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan karena
cakupan program imunisasi yang semakin meningkat.
 Rinitis Iritan
Disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat
iritatif seperti ammonia, formalin, gas asam dan lain-lain.
Dapat juga disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa
hidung selama masa manipulasi intranasal, contohnya pada
pengangkatan corpus alienum. Pada rinitis iritan terdapat
reaksi yang terjadi segera yang disebut dengan “immediate
RINITIS AKUT
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 3/3

dr. Juriadi Paddo, M.Kes.


PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

catarrhalreaction” bersamaan dengan bersin, rinore, dan


hidung tersumbat. Gejalanya dapat sembuh cepat dengan
menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama
beberapa hari jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan
bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi yang terjadi.
7. Penatalaksa  Non medikamentosa
naan  Istirahat yang cukup
 Menjaga asupan yang bergizi dan sehat
 Medikamentosa
 Simtomatik: analgetik dan antipiretik (Paracetamol),
dekongestan topikal, dekongestan oral (Pseudoefedrin,
Fenilpropanolamin, Fenilefrin).
 Antibiotik: bila terdapat komplikasi seperti infeksi sekunder
bakteri, Amoksisilin, Eritromisin, Sefadroksil.
 Untuk rinitis difteri: Penisilin sistemik dan anti-toksin difteri.
8. Output Tata laksana kasus rhinitis akut sesuai standar terapi
Puskesmas.

9.Rekaman Historis Perubahan


NO Yang Dirubah Isi Perubahan Tgl. Mulai Diberlakukan
SERUMEN
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 1/2

dr. Juriadi Paddo, M.Kes.


PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

1. Pengertian Serumen adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa,


epitel kulit yang terlepas, dan partikel debu yang terdapat pada
bagian kartilaginosa liang telinga. Bila serumen ini berlebihan
maka dapat membentuk gumpalan yang menumpuk di liang
telinga, dikenal dengan serumen prop.
2. Tujuan Penatalaksanaan kasus parotitis sesuai standar terapi.

3. Kebijakan Keputusan Kepala Puskesmas Nomor/……..tentang


4. Referesi  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.
02.02 /Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinik bagi
Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinik bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.
5. Gambaran  Keluhan
klinis  Rasa penuh pada telinga
 Pendengaran berkurang
 Rasa nyeri pada telinga
 Keluhan semakin memberat bila telinga kemasukan air
(sewaktu mandi atau berenang)
 Beberapa pasien juga mengeluhkan adanya vertigo atau
tinitus
 Pemeriksaan Fisik
 Otoskopi: obstruksi liang telinga luar oleh material berwarna
kuning kecoklatan atau kehitaman. Konsistensi dari serumen
dapat bervariasi.
 2. Tes penala: normal atau tuli konduktif
6. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
SERUMEN
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 2/2

dr. Juriadi Paddo, M.Kes.


PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

7. Penatalaksa  Penatalaksanaan
naan  Non-medikamentosa: Evakuasi serumen
- Bila serumen lunak, dibersihkan dengan kapas yang
dililitkan pada pelilit kapas.
- Bila serumen keras, dikeluarkan dengan pengait atau
kuret. Apabila dengan cara ini serumen tidak dapat
dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu
dengan tetes Karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3
hari.
- Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam
liang telinga sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma
pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya,
dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang
suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.
 Medikamentosa
- Tetes telinga Karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3
hari untuk melunakkan serumen.
8. Output Tata laksana kasus serumen sesuai standar terapi Puskesmas.

9.Rekaman Historis Perubahan


NO Yang Dirubah Isi Perubahan Tgl. Mulai Diberlakukan
OTITIS MEDIA AKUT
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 1/3
dr. Juriadi Paddo, M.Kes.
PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

1. Pengertian Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-
sel mastoid yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.
2. Tujuan Penatalaksanaan kasus parotitis sesuai standar terapi.

3. Kebijakan Keputusan Kepala Puskesmas Nomor/……..tentang Otitis Media


Akut
4. Referesi  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.
02.02 /Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinik bagi
Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinik bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.
5. Gambaran  Keluhan (tergantung stadium OMA yang sedang dialami)
klinis  Stadium oklusi tuba
 Telinga terasa penuh atau nyeri, pendengaran dapat
berkurang.
 Stadium hiperemis
 Nyeri telinga makin intens, demam, rewel dan gelisah (pada
bayi / anak), muntah, nafsu makan hilang, anak biasanya
sering memegang telinga yang nyeri.
 Stadium supurasi
 Sama seperti stadium hiperemis
 Stadium perforasi
 Keluar sekret dari liang telinga
 Stadium resolusi
 Setelah sekret keluar, intensitas keluhan berkurang (suhu
turun, nyeri mereda, bayi / anak lebih tenang. Bila perforasi
permanen, pendengaran dapat tetap berkurang.
 Pemeriksaan Fisik
OTITIS MEDIA AKUT
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 2/3
dr. Juriadi Paddo, M.Kes.
PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

 Suhu dapat meningkat


 Otoskopi
 Hasil otoskopi
Stadium OMA Tampilan
Stadium oklusi tuba Membran timpani suram,
retraksi, dan refleks cahayanya
hilang
Stadium hiperemis Membran timpani hiperemis dan
edema
Stadium supurasi Membran timpani menonjol ke
arah luar (bulging) berwarna
kekuningan
Stadium perforasi
• Perforasi membran timpani
• Liang telinga luar basah atau
dipenuhi sekret

Stadium resolusi
• Membran timpani tetap
perforasi atau utu
• Sekret di liang telinga lua

 Tes penala
Dapat ditemukan tuli konduktif, yaitu: tes Rinne (-) dan tes
Schwabach memendek pada telinga yang sakit, tes Weber
terjadi lateralisasi ke telinga yang sakit.
6. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
7. Penatalaksa  Medikamentosa
naan  Topikal i. Pada stadium oklusi tuba, terapi bertujuan
OTITIS MEDIA AKUT
No. Dokumen :

No. Revisi :-
SPO Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 3/3
dr. Juriadi Paddo, M.Kes.
PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

membuka kembali tuba eustachius. Obat yang diberikan


adalah:
- Berikan tetes mata Tetrakain-HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
pada mata yang terkena benda asing.
- Gunakan kaca pembesar (lup) dalam pengangkatan
benda asing.
- Angkat benda asing dengan menggunakan lidi kapas
atau jarum suntik ukuran 23G.
- Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah ke
tepi.
- Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan Povidon Iodin pada
tempat bekas benda asing. ii. Pada stadium perforasi,
diberikan obat cuci telinga:
- H2O2 3%, 3 kali sehari, 4 tetes di telinga yang sakit,
didiamkan selama 2 – 5 menit.
- Asam asetat 2%, 3 kali sehari, 4 tetes di telinga yang
sakit.
- Ofloxacin, 2 kali sehari, 5 – 10 tetes di telinga yang sakit,
selama maksimal 2 minggu
 Oral Sistemik: antibiotik, antihistamin (bila terdapat tanda-
tanda alergi), dekongestan, analgetik / antipiretik
8. Output Tata laksana kasus otitis media akut sesuai standar terapi
Puskesmas.

9.Rekaman Historis Perubahan


NO Yang Dirubah Isi Perubahan Tgl. Mulai Diberlakukan

OTITIS MEDIA SUPURATIF


KRONIK
SPO No. Dokumen :

No. Revisi :-
Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 1/2

dr. Juriadi Paddo, M.Kes.


PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

1. Pengertian Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah peradangan kronik


telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat
keluarnya sekret dari telinga lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
maupun hilang timbul. Terdapat dua tipe OMSK, yaitu OMSK tipe
aman (tanpa kolesteatoma) dan tipe bahaya (dengan
kolesteatoma).
2. Tujuan Penatalaksanaan kasus parotitis sesuai standar terapi.

3. Kebijakan Keputusan Kepala Puskesmas Nomor/……..tentang Otitis Media


Supuratif Kronik
4. Referesi  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.
02.02 /Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinik bagi
Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
5. Gambaran  Keluhan
klinis  Keluar cairan dari liang telinga secara terus menerus atau
hilang timbul lebih dari 2 bulan
 Riwayat pernah keluar cairan dari liang telinga sebelumnya.
 Cairan dapat berwarna kuning / kuning-kehijauan /
bercampur darah / jernih / berbau
 Gangguan pendengaran
 Pemeriksaan Fisik, Otoskopi:
 OMSK tipe aman (tubotimpani)
- Perforasi pada sentral atau pars tensa berbentuk ginjal
atau bundar
- Sekret biasanya mukoid dan tidak terlalu berbau
- Mukosa kavum timpani tampak edema, hipertrofi,
granulasi, atau timpanosklerosis
 OMSK tipe bahaya
- Perforasi atik, marginal, atau sental besar (total)
OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIK
SPO No. Dokumen :

No. Revisi :-
Tanggal Terbit :
Januari 2016

Halaman : 2/2

dr. Juriadi Paddo, M.Kes.


PUSKESMAS
NIP.19660303 200212 1 006
POASIA

- Sekret sangat berbau, berwarna kuning abu-abu, purulen,


dan dapat terlihat kepingan berwarna putih mengkilat
- Kolesteatoma
6. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
7. Penatalaksa  Non-Medikamentos
naan  Membersihkan dan mengeringkan saluran telinga dengan
kapas lidi atau cotton bud. Obat cuci telinga dapat berupa
NaCl 0,9%, Asam Asetat 2%, atau Hidrogen Peroksida 3%.
 Medikamentosa
 Antibiotik topikal golongan Ofloxacin, 2 x 4 tetes per hari di
telinga yang sakit
 Antibiotik oral:
Dewasa:
- Lini pertama : Amoxicillin 3 x 500 mg per hariselama 7
hari, atauAmoxicillin-Asam clavulanat 3 x 500 mg per hari
selama 7 hari, atauCiprofloxacin 2 x 500 mg selama 7 hari.
- Lini kedua : Levofloxacin 1 x 500 mg per hari selama 7
hari,atauCefadroxil 2 x 500 – 100 mg per hari selama 7
hari.
Anak:
- Amoxicillin – Asam clavulanat 25 – 50 mg/kgBB/hari,
dibagi menjadi 3 dosis per hari, atau
- Cefadroxil 25 – 50 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi 2 dosis
per hari.
8. Output Tata laksana kasus otitis media supuratif kronik sesuai standar
terapi Puskesmas.

9.Rekaman Historis Perubahan


NO Yang Dirubah Isi Perubahan Tgl. Mulai Diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai