Hipertensi Gerontik Topin 2018
Hipertensi Gerontik Topin 2018
Disusun oleh :
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatif,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstruksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi renspon pembuluh darahterhadap rangsang
vasokonstriktor. Individu dengan Hipertensi sangat sensitive terhadap noepinifrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsangan emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivits
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah keginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat, yang pada gilirnnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut mencetuskan keadaan hipertensi.
(Bruner & Suddhart, 2001, hal. 898).
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stadium hipertensi Menurut Sjaifoellah Noer, (2001) terdiri dari:
1. Stadium 1 (ringan)
Tekanan sistolik antara 140 – 159 mmHg. Tekanan diastolik antara 90-99 mmHg.
2. Stadium 2 (sedang)
Tekanan sistolik antara 160 – 179 mmHg. Tekanan diastolik antara 100 – 109 mmHg.
3. Stadium 3 (berat)
Tekanan sistolik antara 180 – 209 mmHg. Tekanan diastolik antara 110 – 119 mmHg.
4. Stadium 4 (sangat berat)
Tekanan sistolik lebih atau sama dengan 210 mmHg. Tekanan diastolik antara > 120
mmHg.
Klasifikasi ini tidak untuk seseorang yang memakai obat antihipertensi dan tidak sedang
sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan diastolik terdapat pada kategori yang berbeda. Maka
harus dipilih kategori yang tinggi untuk mengklasifikasi status tekanan darah seseorang.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi menurut Tambayong (2000) yang mungkin terjadi pada hipertensi adalah
sebagai berikut :
1. Payah jantung (gagal jantung)
2. Pendarahan otak (stroke)
3. Hipertensi maligna : kelainan retina, ginjal dan cerabrol
4. Hipertensi ensefalopati : komplikasi hipertensi maligma dengan gangguan otak.
5. Infark miokardium
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup
oksigen kemiokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melalui pembuluh darah tersebut.
6. Gagal ginjal
Karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal,
glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke unit-unit fungsional
ginjal. Nefron terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kemataian. Dengan
rusaknya membran glomerulus,proteinakan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang,menyebabkan edema,yang sering dijumpai pada
hipertensi kronik.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa hipertensi
menurut Doenges (2000) antara lain :
1. EKG : Hipertropi ventrikel kiri pada keadaan kronis lanjut.
2. Kalium dalan serum : meningkat dari ambang normal.
3. Pemeriksaan gula darah post prandial jika ada indikasi DM.
4. Urine :
a. Ureum, kreatinin : meningkat pada keadaan kronis dan lanjut dari ambang normal.
b. Protein urine : positif
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Engram (1999), penatalaksanaanya antara lain :
1. Pengobatan hipertensi sekunder mendahulukan pengobatan kausal.
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan obat
hipertensi.
3. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan seumur hidup.
4. Pengobatan dengan menggunakan standar triple therapy (STT) terdiri dari:
a. Diuretik, misalnya : tiazid, furosemid, hidroklorotiazid.
b. Betablocker : metildopa, reserpin.
c. Vasodilator : dioksid, pranosin, hidralasin.
d. Angiotensin, Converting Enzyme Inhibitor.
5. Modifikasi gaya hidup, dengan :
a. Penurunan berat badan.
b. Pengurangan asupan alkohoL.
c. Aktivitas fisik teratur.
d. Pengurangan masukan natrium.
e. Penghentian rokok.
H. PENGKAJIAN
Pengkajian data dasar (Doenges, 2000)
1. Aktivitas : lemah, letih, lesu, takipnea, peningkatan HR, perubahan irama jantung.
2. Sirkulasi : riwayat hipertensi, palpitasi, kenaikan TD perubahan warna kulit, suhu
dingin, pucat, sianosis, diaporesis.
3. Integritas ego : ansietas, depresi, marah, gelisah, otot muka tegang, peningkatan pola
bicara.
4. Makanan/cairan :BB normal/obesitas, edema.
5. Neurosensori : pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, epistaksis.
6. Nyeri : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala, nyeri abdomen.
7. Pernapasan : dispnea takipnea, riwayat merokok, bunyi nafas tambahan.
8. Eliminasi : gangguan gunjal saat ini atau yang lalu.
9. Keamanan : gangguan koordinasi, hipotensi postural.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”, Edisi 8, Vol 2, Jakarta:
EGC
Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Noer Sjaifoellah. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: FKUI
Sustiani, Lanny, Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto. 2003. Stroke. Jakarta ; PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Tambayong Jon. 2000. “Patofisiologi Untuk Keperawatan”, Jakarta, EGC