Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan data WHO 2005 menunjukkan bahwa dunia

kekurangan 2 juta perawat. Untuk seluruh negara maju, kebutuhan

Perawat diperkirakan mencapai 1 juta Perawat Pada tahun 2020.

Kebutuhan tenaga Perawat di negara maju seperti Amerika, Canada,

Eropa, Australia, Jepang dan Timur Tengah melonjak dengan drastis

sejak tahun 1980. Diperkirakan bahwa kebutuhan tenaga di Amerika

ditahun 1980 sekitar 200.000 perawat, dan kebutuhan ini akan

melonjak menjadi 500.000 Perawat ditahun 2020 untuk mendukung

kebutuhan pelayanan kesehatan di Amerika.

Lembaga pendidikan perawat di Indonesia sekitar 400 akademi

setiap tahun menghasilkan 21.800 orang berdasarkan data

Pusdiknakes. Dari jumlah tersebut, apabila ingin bersaing dengan

perawat dari negara lain, lulusan perawat di sini harus berstandar

internasional. (Suprijanto Rijadi, 2005).

Berdasarkan data dari profil kesehatan provinsi Sulawesi Selatan

2006 tercatat rasio tenaga keperawatan dan kebidanan di Sulsel

hingga tahun 2008 mencapai 100 per 100.000 penduduk yang

tersebar di 401 Puskesmas dan 45 Rumah Sakit. Namun bila dirinci

menurut jenisnya maka di Sulsel, pada tahun yang sama tercatat

jumlah perawat sebanyak 66,52 orang dengan jumlah lulusan

terbanyak berasal dari D-3 keperawatan (65,29%) dan SPK sebesar


2

40,83%. Proporsi tenaga perawat 41,64% dari seluruh tenaga

kesehatan dan rasio perawat per 100.000 penduduk sebesar 112,06

per 100.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan target pencapaian

2010 sebesar 117,5 per 100.000 penduduk maka Sulsel belum

mencapai target. Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa

perawat memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

pelayanan, namun terkadang perawat kurang dapat menjalankan

perannya dengan baik karena kurang memperoleh kepuasan kerja

sebagai faktor yang sangat penting dalam peningkatan kualitas

pelayanan. (Sudarianto, 2009).

Dari hasil pengambilan data awal di RSU Sawerigading Palopo

dengan melihat langsung pada Lampiran Surat Keputusan Direktur

Rumah Sakit Umum Daerah Batara Guru Belopa tahun 2007 sampai

2010 bahwa jumlah perawat yang telah Pegawai Negri Sipil (PNS)

adalah sebanyak 49 orang.

Menurut Hanung Dwi Setyaningsih, masa kerja lebih dari 9

tahun, maka sebagian besar perawat mempunyai pengetahuan

tentang praktek asuhan keperawatan baik (92,68%), sikap terhadap

praktek asuhan keperawatan baik (82,93%), serta perawat telah

melaksanakan praktek keperawatan dengan baik (90,24%). Terlepas

dari itu, banyak perawat-perawat pemula yang masih belum mampu

melaksanakan standar asuhan keperawatan dengan baik.

Standar asuhan keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000),


3

mengacu pada tahapan proses keperawatan terdiri dari lima standar

yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi

dan evaluasi. Implementasi bagian yang penting dalam asuhan

keperawatan di mana implementasi adalah inisiatif dari rencana

tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Adapun dari

pelaksanaannya adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan atau menfasilitasi koping.

(Yono, 2011).

Pengembangan standar praktek keperawatan di Indonesia

merupakan tanggung jawab PPNI karena tekanan dan tuntutan

kebutuhan terhadap kualitas asuhan keperawatan makin tinggi.

Tujuan dan manfaat standar keperawatan pada dasarnya mengukur

kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas menejemen organisasi.

Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan

kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang

bertanggung jawab mengembangkan standar asuhan keperawatan

dan bagaimana proses pengembangan tersebut. (Nursalam, 2006).

Mutu pelayanan di rumah sakit sangat ditentukan oleh pelayanan

keperawatan atau asuhan keperawatan. (Depkes.RI, 2006). Perawat

sebagai pemberi jasa keperawatan merupakan ujung tombak

pelayanan di rumah sakit, sebab perawat berada dalam 24 jam

memberikan asuhan keperawatan. Tanggung jawab yang demikian


4

berat belum ditunjang dengan sumber daya manusia yang memadai,

sehingga kinerja perawat sering menjadi sorotan baik oleh profesi lain

maupun pasien atau keluarganya.

Dalam menjalankan fungsi dan perannya, perawat selalu

memandang bahwa keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan

profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio,

psiko, sosial dan spiritual yang komprehensif ditujukan pada individu,

keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam seluruh

proses kehidupan manusia. (Nursalam, 2006).

Pendidikan program SI Keperawatan adalah suatu pendidikan

yang bertujuan menghasilkan perawat praktisi pemula (SI

Keperawatan) yang mana dikembangkan dengan landasan keilmuan

yang cukup dan landasan keprofesian yang kokoh. (Ariani, 2004).

Memiliki landasan profesi yang kokoh, bermakna menumbuhkan dan

membina sikap, tingkah laku dan kemampuan profesional

keperawatan untuk melakukan praktik asuhan keperawatan, tahap

profesi atau pengalaman belajar klinik merupakan upaya untuk

memberikan kesempatan pada peserta didik menerapkan ilmu yang di

pelajari di kelas kekeadaan nyata guna mendapatkan pengalaman

nyata untuk mencapai kemampuan profesional (Intelektual, Teknikal,

dan Interpersonal). (Nursalam 2006).

Dari pengambilan data tentang gaya kepemimpinan kepala


5

ruangan RSUD Batara Guru Belopa, sebagian besar kepala ruangan

memiliki kecendrungan gaya demokrasi yaitu (69,4%), kecendrungan

gaya partisipasif (13,9%), dan kecendrungan gaya otokratik (16,7%).

Sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan sosial

ekonomi masyarakat, tuntutan masyarakat semakin mengerti terhadap

pelayanan kesehatan. Kompleksnya masalah kesehatan yang

dihadapi oleh masyarakat menuntut dikembangkannya pendekatan

dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang paripurna. (Nursalam,

2000).
Masyarakat dapat menentukan pilihan untuk mendapat

pelayanan yang lebih baik, dengan tersedianya fasilitas kesehatan

swasta. Akhir-akhir ini animo masyarakat untuk mencari pelayanan

kesehatan pada rumah sakit swasta semakin meningkat. Hal ini

disebabkan pelayanan di rumah sakit swasta dianggap lebih baik

daripada rumah sakit pemerintah. Pelayanan di rumah sakit

pemerintah belum memuaskan harapan pasien. Masih banyak pasien

dan keluarganya yang mengeluhkan ketidakpuasannya terhadap

pelayanan di rumah sakit pemerintah (Nani Wijaya, Seminar Nasional

“Standar Praktek dan Perkembangan Keperawatan Terkini”,

September 2000).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :


6

1. Bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala ruangan di RSUD

Batara Guru Belopa?


2. Bagainamakah tingkat kinerja perawat di RSUD Batara Guru

Belopa?
3. Adakah hubungan antara gaya kepemimpinan kepala ruangan

dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan di RSUD Batara Guru Belopa?


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan kepala

ruangan terhadap kinerja perawat dalam melakukan Asuhan

Keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan kepala ruangan di

RSUD Batara Guru Belopa.


b. Untuk mengetahui kinerja perawat di RSUD Batara Guru

Belopa.
c. Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan kepala

ruangan terhadap kinerja perawat di RSUD Batara Guru

Belopa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bentuk penerapan teori yang telah peneliti terima

setelah mengikuti kuliah.


b. Sebagai bahan referensi atau sumber data untuk penelitian

sejenis selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
7

informasi bagi perawat tentang pentingnya perilaku positif

dalam melaksanakan asuhan keperawatan.


b. Institusi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi, bahan masukan bagi manajemen rumah sakit

dalam mengevaluasi tindakan, menentukan kebijakan-

kebijakan serta meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

yang terkait dengan pelaksanaan standar asuhan

keperawatan.
c. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dalam

proses belajar mengajar mengenai faktor yang mempengaruhi

gaya kepemimpinan kepela ruangan terhadap kinerja perawat

dalam melaksanakan standar asuhan keperawatan dan

menambah khasanah kepustakaan di perpustakaan STIKES

Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo.


d. Bagi Profesi
Sebagai bahan masukan untuk pertimbangan penelitian

dimasa mendatang untuk perkembangan iptek keperawatan.


e. Bagi Pasien
Dari hasil penelitian ini selanjutnya dapat meningkatkan mutu

pelayanan kepada pasien, sehingga pasien merasa aman dan

nyaman selama perawatan.


f. Bagi Peneliti
1. Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah.
2. Mengetahui hubungan perilaku terhadap pelaksanaan

standar asuhan keperawatan.


8

3. Mendapatkan pengalaman langsung dalam melakukan

penelitian dan memperkaya pengetahuan sebagai peran

perawat peneliti.
E. Relevansi Penelitian
Mutu pelayanan keperawatan sangat berkaitan dengan kinerja

perawatan. Kinerja perawat yang buruk sangat mempengaruhi citra

pelayanan rumah sakit dan merupakan salah satu hambatan terhadap

pengembangan profesi keperawatan. Untuk meningkatkan kinerja

perawat dibutuhkan manajemen keperawatan yang baik, terutama

yang berkaitan dengan manajemen asuhan keperawatan yang

dipimpin oleh kepala ruangan. Keberhasilan kepala ruang perawatan

dalam mengatur staf/perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan dapat diukur dengan standar asuhan keperawatan.

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan PPNI 2000).

BAB II
9

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan Dalam Keperawatan


1.Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses yang

mempengaruhi aktivitas kelompok terorganisasi dalam upaya

menyusun dan mencapai tujuan. Anggota kelompok tersebut

mempunyai tanggung jawab yang berbeda, yang masing-masing

saling mempengaruhi kegiatan kelompok. (Swanburg, 2000).

Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk

membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki

tanggungjawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui

tujuan organisasi. (Nasution, 2001).


Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk

mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan

pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai

tujuan tertentu pada situasi tertentu. (Luthans, 2005). Menurut

(George R. Terry, 2006) merumuskan bahwa kepemimpinan itu

“adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya

diarahkan mencapai tujuan organisasi”.


Seorang pemimpin mempunyai tugas untuk membantu

bawahan dalam mencapai tujuan-tujuan mereka dan menyediakan

petunjuk atau dukungan yang diperlukan untuk memastikan

bahwa tujuan tersebut sejalan dengan tujuan organisasi secara

keseluruhan. (Wahjono, 2010).


Seorang pemimpin dalam kepemimpinan selalu mempunyai
10

misi atau tujuan yang harus dicapai. Tujuan ini baru dapat

direalisasi bilamana terdapat kerjasama diantara pemimpin

dengan para bawahannya. Kerja sama yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan tersebut, disebabkan terbatasnya kemampuan

fisik, mental dan waktu dari seseorang. Dengan demikian maka

diadakanlah pembagian kerja diantara orang-orang yang ada

ikatan formil dalam organisasi.


Pemimpin merupakan unsur yang sangat menentukan lancar

tidaknya suatu organisasi dalam mewujudkan tujuannya,

kepemimpinan merupakan inti dan penggerakan daripada

administrasi dan manajemen.


Pemimpin adalah seseorang yang membimbing serta

mengarahkan orang-orang dalam suatu kelompok untuk bekerja

mencapai tujuan sampai berhasil dengan penuh rasa tanggung

jawab. Dengan demikian, maka setiap pemimpin selamanya

berhubungan dengan suatu aksi dari sekelompok orang yang

bekerjasama dalam ikatan yang teratur untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

2. Teori Kepemimpinan

Terdapat berbagai pendapat tentang teori kepemimpinan

yang berbeda satu dengan yang lainnya tentang terjadinya atau

lahirnya seorang pemimpin dikalangan para ahli administrasi dan

manajemen. namun dari sekian banyak teori kepemimpinan yang


11

mungkin timbul disini akan ditampilkan 3 teori kepemimpinan,

yaitu :

a. Teori Genetis (Pembawaan Kelahiran/Keturunan)


Ajaran teori pembawaan kelahiran bersumber kepada

pendapat yang mengatakan bahwa munculnya seorang

pemimpin karena pembawan kelahiran/keturunan. Inti dari

teori ini seseorang akan menjadi pemimpin karena ia memang

memiliki darah pemimpin, ia telah dilahirkan dengan bakat

kepemimpinan yang diturunkan dari orang tuanya.


b. Teori Sosial (Kemasyarakatan)
Ajaran atau teori sosial berpegang pada prinsip bahwa

pada hakekatnya setiap orang dapat menjadi pemimpin.

Penganut aliran ini berpendapat bahwa pemimpin bukan milik

atau monopoli dari suatu kelompok/golongan orang-orang

tertentu saja. Teori sosial berkeyakinan bahwa seseorang

memiliki kecakapan dan kemampuan menjadi pemimpin

karena pendidikan dan latihan yang diperoleh. Seseorang

mampu menjadi pemimpin karena tekun dalam praktek dan

mendapat dukungan dari masyrakat, serta adanya

kesempatan yang tepat untuk menunjang timbulnya seorang

pemimpin yang mengagumkan dan disegani.


c. Teori Ekologi (Pengaruh Lingkungan)
Pandangan teori ini merupakan gabungan dari teori

genetis dan teori sosial, yaitu seseorang hanya akan berhasil

menjadi pemimpin yang baik, apabila ia pada waktu lahir

memiliki bakat kepemimpinan, bakat-bakat kepemimpinan


12

tersebut harus dikembangkan dengan pendidikan yang teratur

dan pengalaman yang cukup. Di samping itu juga dapat

menunjukan prestise/kebanggaan, harga diri yang tinggi.

Menurut Ordway Tead (2007) bahwa ada 10 sifat-sifat yang

dianggapnya perlu ada pada seorang pemimpin, sifat-sifat itu

antara lain adalah :


a. Energy
Pemimpin umumnya memiliki keuletan yang mengagumkan,

kegiatan dan kecerdasan yang melebihi manusia biasa.

d. Selera Memimpin
Pemimpin memiliki selera, tujuan-tujuan, kekuatan dan

keyakinan tentang apa yang akan dilaksanakan, dan dengan

cara bagaimana mencapainya.


e. Enthusiasme

Pemimpin memiliki tujuan yang sehat dan baik belum cukup

untuk menimbulkan semangat untuk itu pada bawahannya

harus digerakan, baik emosinya maupun harapan dan

tekadnya. Semangat adalah alat yang penting untuk seorang

pemimpin, akan tetapi ia harus dapat memberi arah dan

semangat pada orang-orangnya itu.

f. Ramah-tamah

Hal ini perlu untuk dapat menimbal-balikan simpati orang-

orangnya itu.

g. Integritet
Orang-orang akan memberikan kepercayaan mereka kepada

pemimpin mereka, apabila mereka yakin dan percaya, bahwa


13

ia akan menepati janjinya.


h. Kemahiran Teknis
Dalam setiap hal si pemimpin hendaklah berpengertian yang

cukup tentang teknologi dan cara mencapai tujuannya, guna

memberi pimpinan, semakin ia mengerti hal-hal teknis itu,

semakin mudah ia menghadapi persoalannya pada

perusahaannya.
i. Sanggup Mengambil Keputusan
Guna mencapai hasil yang nyata, pemimpin harus mengambil

keputusan baik dalam mencapai persoalan yang besar

maupun kadang-kadang dalam persoalan yang kecil, proses

mengambil keputusan itu adalah menimbang-nimbang

berbagai faktor, mungkin pula berbagai pendapat dari kepala-

kepala bagiannya dan sebagainya dengan pengumpulan

segala bahan keterangan dan faktor yang cukup.


j. Intelligensi

Adalah syarat yang mutlak pada seorang manajer tidak perlu

diragu-ragukan.

k. Kecakapan Mengajar
Akan tetapi selain dari hal-hal tersebut diatas berperan

sebagai guru penting pula. Si pemimpin dapat mengharapkan

bantuan yang besar dari bawahannya, apabila mereka

mengerti bahwa tujuannya itu adalah untuk kepentingan

mereka pula.
l. Iman Yang Kuat
Pimpinan harus berani menanggung resiko dari

kepemimpinannya, jika perlu dengan mengorbankan segala


14

yang berharga baginya.

Menurut Nasution (2001), Pemimpin merupakan salah satu

pilar untuk menggerakkan organisasi, ada empat pilar untuk

menggerakkan suatu organisasi Menurut Nasution yaitu :


1. yaitu produk yang dihasilkan
2. proses yang dilakukan dalam menghasilkan produk
3. organisasi yang digerakkan oleh seorang pemimpin
4. serta adanya komitmen diantara para pemimpin di dalam

suatu organisasi

B. Gaya Kepemimpinan

Gaya diartikan sebagai suatu cara penampilan karakteristik atau

tersendiri. gaya sebagai hak istimewa yang tersendiri dari si ahli

dengan hasil akhir yang dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan,

(Follet, 2002).
Gaya kepemimpinan dapat diidentifikasi berdasarkan perilaku

pemimpin itu sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya

pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya, oleh karena itu

kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang

digunakan, (Wahjono, 2010).


Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman bertahun-tahun

dalam kehidupannya, oleh karena itu kepribadian seseorang akan

mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya

kepemimpinan seseorang cenderung sangat bervariasi dan berbeda-

beda. Menurut para ahli ada beberapa gaya kepemimpinan yang

dapat diterapkan dalam suatu organisasi antara lain:

1. Gaya Kepemimpinan Menurut Likert


15

Likert mengelompokan gaya kepemimpinan dalam empat

sistem yaitu:

a. Sistem Otoriter-Eksploitatif

Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan

yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan

melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan

satu arah ke bawah (top-down).

b. Sistem Benevolent-Authoritative

Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu,

memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi

tidak selalu dan membolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin

memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang

pengambilan keputusan meskipun masih melakukan

pengawasan yang ketat.

c. Sistem Konsultatif

Pemimpin mempunyai kepercayaan terhadap bawahan cukup

besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk

memotivasi bawahan dengan kadang-kadang menggunakan

ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan

membolehkan keputusan spesifik dibuat oleh bawahan.

d. Sistem Partisipatif

Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap

bawahan, selalu memamfaatkan ide bawahan, menggunakan


16

insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua

arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.

2. Gaya Kepemimpinan Menurut Robert House

Berdasarkan teori motivasi pengharapan, Robert House

mengemukakan empat gaya kepemimpinan yaitu :

a. Directive

Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana

melaksanakan suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa

pemimpin berorientasi pada hasil.

b. Supportive

Pemimpin berusaha mendekatkan diri dengan bawahan dan

bersikap ramah terhadap bawahan.

c. Participative

Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan

masukan dan saran dalam rangka pengambilan keputusan.

d. Achievement Oriented

Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan

mengharapkan bawahan berusaha untuk mencapai tujuan

tersebut seoptimal mungkin, (Sujak, 2000).

3. Gaya Kepemimpinan Menurut Ronald Lippits Dan Rapiph K.

White

Menurut Ronald Lippith dan Rapiph K. White, ada tiga gaya

kepemimpinan yaitu: otoriter, demokrasi dan partisipasi.


17

a. Otoriter

Pemimpin melakukan kontrol yang maksimal terhadap

bawahan, membuat keputusan sendiri dan menentukan tujuan

kelompok.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Wewenang mutlak berada pada pimpinan

2. Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan


3. Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
4. Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada

bawahan
5. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau

kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat


6. Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
7. Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan

saran, pertimbangan atau pendapat


8. Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
9. Lebih banyak kritik daripada pujian
10. Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan

tanpa syarat
11. Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
12. Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
13. Kasar dalam bertindak
14. Kaku dalam bersikap
15. Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul

oleh pimpinan

b. Demokratis

Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan

kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja

sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan

cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan


18

bersama antara pimpinan dan bawahan.


Gaya kepemimpinan ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

1. Wewenang pimpinan tidak mutlak

2. Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang

kepada bawahan
3. Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
4. Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan

bawahan
5. Komunikasi berlangsung timbal-balik
6. Pengawasan dilakukan secara wajar
7. Prakarsa dapat datang dari bawahan
8. Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan

saran dan pertimbangan


9. Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih

bersifat permintaan daripada instruktif


10. Pujian dan kritik seimbang
11. Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan

dalam batas masing-masing


12. Pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar
13. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan

bertindak
14. Terdapat suasana saling percaya, saling hormat

menghormati dan saling menghargai


15. Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung

secara bersama-sama

c. Partisipasi

Kepemimpinan gaya Partisipasi adalah kemampuan

mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk

mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan yang

dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.


Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:
19

1. Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada

bawahan
2. Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
3. Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
4. Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan
5. Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan
6. Prakarsa selalu berasal dari bawahan
7. Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
8. Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan

kelompok
9. Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan

kelompok
10. Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh

perorangan
4. Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Kekuasaan Dan Wewenang

Menurut Gillies (1999), gaya kepemimpinan berdasarkan

wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi 4 yaitu :

a. Otoriter

Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada

tugas/pekerjaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan power

dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang

akan dicapai dalam pengambilan keputusan. Informasi

diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi dengan

reward dan punishment.

b. Demokratis

Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan

kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan

pribadinya untuk mendorong ide dari staf , memotivasi


20

kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana

dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan

seluas-luasnya dan terbuka.

c. Partisipatif

Merupakan gabungan antara otokratik dan demokrasi,

yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisa masalah

dan mengusulkan tindakannya. Staf diminta saran dan

kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap

usulnya. Keputusan akhir oleh kelompok.

d. Bebas Tindak

Merupakan pimpinan offisial, karyawan menentukan

sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi.

Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan

caranya sendiri.
Lester R. Bitel (2000), menyebutkan bahwa semua gaya

kepemimpinan ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-

masing. Pemimpin yang sukses adalah yang mampu

menyesuaikan diri dengan situasi.


Dalam penelitian ini, peneliti memilih gaya kepemimpinan

berdasarkan wewenang dan teori Ronald Lippits dan Ralph K.

White. Kedua teori ini dapat digunakan untuk menilai

kecendrungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan

memodifikasi pertanyaan sesuai dengan situasi perawatan.


C. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
21

Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut

ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. (As’ad,

2000).
Menurut Darokah (2001) kinerja adalah suatu catatan

keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan kerja atau seluruh

aktivitas kerja pada periode waktu tertentu. Heider (1958)

menjelaskan bahwa kinerja seseorang sangat ditentukan oleh

motivasi dan kemampuan yang dimiliki. Apabila salah satu dari

komponen tersebut rendah, maka kinerja yang dihasilkan akan

rendah.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Kopelman (1988) dalam buku Managing Productivity in

Organization mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil interaksi

antara motivasi dan kemampuan yang dirumuskan sebagai

berikut:
P=M xA
P = performance
M = motivation
A = ability
Dari rumus tersebut dapat dinyatakan bahwa orang yang

memempunyai motivasi tinggi tetapi kemampuan rendah atau

kemampuan tinggi tetapi motivasi rendah akan menghasilkan

kinerja yang rendah. (Kopelman 1988).


Disamping motivasi dan kemampuan, kinerja dipengaruhi juga

oleh lingkungan kerja. Meskipun seseorang mempunyai

kemampuan dan motivasi yang tinggi, tapi mungkin saja ada

faktor penghalang yang bisa menghambat prestasinya. Faktor


22

penghambat dapat disebabkan oleh lingkungan seperti:

kelengkapan dan peralatan, kondisi kerja, teman kerja dan

peraturan yang mendukung. (Muchlas 1997).


Menurut Nursalam (2006) faktor internal yang memperlambat

perkembangan peran perawat secara profesioanl adalah sebagai

berikut :

a. Anthetical terhadap perkembangan keperawatan

Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum

dilaksanakan pendidikan keperawatan secara profesional,

perawat lebih cenderung untuk melaksanakan perannya

secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka

cendrung menolak perubahan atau suatu yang baru dalam

melaksanakan perannya secara profesioanal.

b. Rendahnya rasa percaya diri

Perawat belum mampu menjadikan dirinya sebagai

sumber informasi bagi klien. Rendahnya rasa percaya diri

tersebut disebabkan oleh rendahnya penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang memadai, sehingga hal ini

menempatkan perawat sebagai second class citizen.

c. Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset

keperawatan

Pengetahuan dan ketrampilan perawat terhadap riset

sangat rendah.Hal ini ditunjukkan dari rendahnya hasil riset di

bidang keperawatan, hanya 10% dari jumlah perawat yang


23

mampu melaksanakan riset. Rendahnya penguasaan riset

sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu

keperawatan.

d. Rendahnya standar gaji

Gaji perawat khususnya yang bekerja di institusi

pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan

dengan negara lain. Rendahnya gaji perawat berdampak

terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan yang profesioanal.

e. Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di

institusi kesehatan

Masalah ini sangat mempengaruhi bagi pengembangan

profesi keperawatan, karena sistem sangat berpengaruh

terhadap terselenggaranya pelayanan yang baik.

3. Penilaian Kerja

Penilaian prestasi kerja adalah suatu sistem yang digunakan

untuk menilai dan mengetahui apakah karyawan telah

melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan.

(Soeprihanto, 2003).
Tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui keadaan ketrampilan dan kemampuan setiap

karyawan secara rutin.


b. Digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia
24

khususnya penyempurnaan kondisi kerja, mutu dan hasil

kerja.
c. Digunakan sebagai pengembangan dan pendayagunaan

personalia seoptimal mungkin.


d. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat

antara atasan dan bawahan.


e. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang

personalia.
f. Hasil penilaian kinerja dapat dimanfaatkan bagi penelitian dan

pengembangan dibidang personalia.


4. Standar Asuhan Keperawatan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun (2000),

dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien

digunakan standar asuhan keperawatan yang baku.

Standar asuhan keperawatan yang diterbitkan oleh meliputi :

a. Standar I : Pengkajian keperawatan

Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang

lengkap dan dikumpulkan secara terus-menerus. Data

kesehatan harus bermanfaat bagi semua anggota tim

kesehatan.

Komponen pengkajian keperawatan meliputi:

- Pengumpulan data, kriterianya: Menggunakan format yang

baku, sistematis, diisi sesuai item yang tersedia,

aktual/terbaru dan absah/valid.


- Pengelompokan data meliputi: data biologis, data

psikologis, data social dan data spiritual.


b. Standar II : Diagnosa keperawatan
25

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data

status kesehatan pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan

norma fungsi kehidupan pasien. Kriteria diagnosa

keperawatan adalah: Diagnosa keperawatan dihubungkan

dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan

pasien, dibuat sesuai dengan wewenang perawat,

komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan gejala/tanda

(PES) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE), bersifat

aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi,

bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien

kemungkinan besar terjadi, dapat ditanggulangi oleh perawat.

c. Standar III : Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan

diagnosa keperawatan dan komponennya meliputi: prioritas

masalah, tujuan asuhan keperawatan harus spesifik, bisa

diukur, bisa dicapai, realistik dan ada batas waktunya serta

memuat rencana tindakan,

d. Standar IV : Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana

tindakan yang ditentukan dengan maksud agar kebutuhan

pasien terpenuhi secara maksimal yang mencakup aspek

peningkatan, pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan

kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya.


26

e. Standar V : Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik,

sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan

pasien.

Kriteria evaluasi meliputi: setiap tindakan keperawatan

dilakukan evaluasi, evaluasi akhir menggunakan indikator

yang ada pada rumusan tujuan, hasil evaluasi harus dicatat

dan dikomunikasikan, evaluasi melibatkan pasien, keluarga

dan tim kesehatan lain.

f. Standar VI : Catatan Asuhan keperawatan

Catatan asuhan keperawatan dilakukan secara individual.

Kriteria catatan asuhan keperawatan adalah: dilakukan

selama pasien dirawat, dapat digunakan sebagai bahan

informasi, komunikasi dan laporan, dilakukan segera setelah

tindakan dilakukan, penulisan harus jelas dan ringkas, sesuai

dengan pelaksanaan proses keperawatan, menggunakan

formulir yang baku. Dengan standar asuhan keperawatan

tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah.

D. Kerangka konsep Penelitian

Pelayanan keperawatan memberikan dampak yang besar

terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit. Posisi perawat di

rumah sakit menjadi sangat penting karena perawat menentukan


27

kualitas pelayanan khususnya pelayanan keperawatan. Hal tersebut

menuntut kinerja perawat yang baik sehingga mutu pelayanan

keperawatan sesuai dengan harapan pasien dan standar asuhan

keperawatan.

Kinerja perawat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

1. Faktor internal : latar belakang (umur, pendidikan, masa kerja),

kemampuan/ketrampilan, demografi, sikap, kepribadian,

kejenuhan kerja.

2. Faktor eksternal : kepemimpinan (gaya kepemimpinan), sistem

imbalan, struktur (kerja sama), suasana lingkungan kerja, fasilitas.

3. Motivasi perawat : meliputi faktor internal dan eksternal.

Dari uraian tersebut, maka kerangka konseptual penelitian adalah

sebagai berikut:
Kinerja Perawat dalam
Inevendent melaksanaka standar
asuhan keperawatan

Gaya Kepemimpinan
Devendent
Kepala Ruangan

a. Variabel Independent (bebas)


Adalah faktor yang dianggap sebagai faktor yang

mempengaruhi variabel dependent/terikat. Pada penelitian ini

variabel independent adalah kinerja Perawat dalam melaksanakan

standar asuhan keperawatan meliputi :


1. Pengkajian keperawatan
2. Diagnosa keperawatan
28

3. Perencanaan keperawatan
4. Intervensi keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
6. Catatan Asuhan keperawatan
b. Variabel Dependent (terikat)

Adalah faktor yang dipengaruhi oleh variabel independent.

Pada penelitian ini variabel dependent adalah Gaya

Kepemimpinan kepala ruangan didalam mengambil suatu

keputusan meliputi :

1. Demokratik
a. Defenisi : Pemimpin menghargai karakteristik dan

kemampuan bawahan serta melibatkan

pemikiran bawahan
b. Alat ukur : Kuisioner
c. Skala ukur : Nominal
d. Hasil ukur : kriteria hasil ukur diberikan berdasarkan

jawaban yang di berikan oleh responden


2. Partisipatif
a. Defenisi : Gabungan antara otokratik dengan demokratik,

dimana pemimpin menyampaikan hasil

analisa masalah dan mengusulkan tindakan,

staf diminta saran dan kritik serta

mempertimbangkan respon staf terhadap

usulan keputusan terakhir oleh kelompok


b. Alat ukur : Kuesioner
c. Skala ukur : Nominal
d. Hasil ukur :kriteria hasil ukur diberikan berdasarkan

jawaban yang di berikan oleh responden


3. Otokratik
a. Defenisi : Pemimpin melakukan kontrol yang maksimal

terhadap bawahan, membuat keputusan


29

sendiri dan menentukan tujuan kelompok.


b. Alat ukur : Kuesioner
c. Skala ukur : Nominal
d. Hasil ukur : kriteria hasil ukur diberikan berdasarkan

jawaban yang di berikan oleh responden

BAB III
METODE PENELITIAN
30

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang peneliti gunakan adalah Cross Sectional

Study dengan menggunakan variabel-variabel baik sebagai variabel

independen dan variabel dependen dilakukan pada saat bersamaan

atau sekaligus. (Notoadmodjo, 2005).

B. Kerangka Kerja Penelitian

Hasil interaksi motivasi perawat dengan faktor internal maupun

faktor eksternal akan menghasilkan kinerja. Untuk meningkatkan

motivasi kerja, sehingga kinerja perawat optimal diperlukan seorang

pemimpin. Kepala ruangan merupakan manajer tingkat pertama yang

bertugas memberikan arahan, supervisi, koordinasi dan memotivasi

langsung kepada perawat. Dalam melaksanakan tugas tersebut

kepala ruangan memiliki pola perilaku atau gaya kepemipinan

demokrasi, pratispasi, dan otoriter.


Dari uraian tersebut, maka kerangka kerja dari penelitian ini adalah

sebagaiberikut.
31

Variabel Independen Variabel Dependen

Demokratik
Kinerja Gaya partisipatif
Perawat Kepemimpinan Otoriter
Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

C. Populasi Dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti. (A. Aziz Alimul Hidayat,

2007). yang menjadi objek peneliti adalah kepala ruangan dan

semua perawat lulusan DIII dan S I yang sudah Pegawai Negeri

Sipil yang telah bekerja >1 tahun sebanyak 49 orang.


2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (A.

Aziz Alimul Hidayat, 2007)


Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik total

sampling dengan menggunakan 2 jenis sampel, yaitu:

a. Kepala ruangan
1. Kriteria inklusi
a. Kepala ruangan yang bersedia untuk berpartisipasi

dalam penelitian ini


b. Kepala ruangan yang sudah berstatus PNS
2. Kriteria eksklusi
a. Memiliki lebih dari satu gaya kepemimpinan.
b. Besar sampel kepala ruangan menggunakan total
32

populasi kepala ruangan yang bekerja di ruang

perawatan berjumlah 13 orang


b. Kelompok perawat
1. Kriteria inklusi

a. Perawat yang bertugas di ruang perawatan.


b. Memiliki latar belakang pendidikan minimal DIII, dan SI
2. Kriteria eksklusi
a. Mampu melaksanakan standar asuhan kepepawatan
b. Besar sampel perawat menggunakan total populasi

perawat yang bekerja di ruang perawatan berjumlah

36 orang

D. Tempat Dan Waktu


1. Lokasi penelitian adalah di Rumah Sakit Umum Daerah Batara

Guru Belopa. Rumah Sakit ini beralamat di Jln.Tomakaka – Lebani

sekitar 2 km sebelah Utara jantung Kota Belopa.


2. Waktu Pelaksanaan pada tanggal 09 Mei sampai dengan 09 Juni

2011
E. Pengumpulan Dan Analisa Data

Pada bagian ini peneliti akan memberikan gambaran sekilas

mengenai pengumpulan data analisa data yaitu pengumpulan data

yang dilakukan dalam dua tahap yaitu :

1. Tahap pertama adalah mengumpulkan data tentang

kecenderungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dan tahap

kedua adalah mengumpulkan data tentang kinerja perawat.

Pengukuran kinerja perawat di dalam melaksanakan asuhan

keperawatan yang diukur pada dokumentasi keperawatan


a. Instrumen

Instrumen yang digunakan ada dua macam yaitu:


33

1. Instrumen pertama adalah kuesioner untuk

mengidentifikasi gaya kepemimpinan kepala ruangan.

Kuesioner ini menggunakan kuesioner model Paul Hersey

dan Kenneth H. Blanchard yang dimodifikasi sesuai

dengan ciri dari masing-masing gaya kepemimpinan

demokratik, partispatif dan otokratik. Kuesioner ini berupa

pilihan alternatif tindakan pada situasi tertentu dan

jawaban yang diberikan responden dinilai sesuai kode

yang telah ditentukan. Pilihan terbanyak merupakan

kecenderungan gaya kepemimpinan kepala ruangan.


1. Kode 1 = demokratik
2. Kode 2 = partisipasi
3. Kode 3 = otokratik
Kuisioner karakteristik perawat meliputi: pendidikan, umur,

masa kerja, status perkawinan, dan jumlah anak.


Pemberian kode sebagai berikut :
a. Pendidikan, kode 1 = SI, 2 = DIII
b. Umur, kode 1 = 21 - 35 tahun, 2 = 36 – 41 tahun
c. Masa kerja, kode 1 = 1 tahun, 2 = 2 - 4 tahun
d. Status perkawinan, kode 1 = belum kawin, 2 = kawin
e. Jumlah anak, kode 1= belum punya anak, 2 = 1 - 4

anak
2. Instrumen kedua adalah untuk mengukur kinerja perawat.

Instrumen ini berupa lembaran observasi terhadap kinerja

perawat dalam melakukan Asuhan Keperawatan

Lembaran observasi ini berdasarkan atas kriteria standar

asuhan keperawatan yang diterbitkan oleh (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia tahun 2000).


Kriteria pengukuran kinerja perawat yaitu:
34

a. Kode 1 = baik, bila skore > 75%


b. Kode 2 = cukup, bila skore 50% - 75%

F. Masalah Etika
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan ijin kepada

Direktur dan komisi etik keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah

Batara Guru Belopa, untuk mendapatkan persetujuan. Masalah etik

meliputi :
1. Lembar persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti.

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta

dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan

data. Jika perawat bersedia diteliti, maka mereka harus

menandatangi lembaran persetujuan tersebut. Jika perawat

tersebut menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa

dan tetap menghormati perawat tersebut.


2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan perawat peneliti tidak mencantumkan

namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi

nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.


3. Confidentiallity (kerahasiaan)
Kerahasiaan perawat dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.


G. Keterbatasan
1. Pengumpulan data dengan quesioner memungkinkan

jawabannya kurang valid karena dipengaruhi oleh sikap dan

harapan-harapan pribadi yang bersifat subyektif dari para

responden.
35

2. Singkatnya waktu yang menyebabkan peneliti jarang berada di

lokasi yang dijadikan tempat penelitian.


3. Kemampuan peneliti masih sangat terbatas (peneliti pemula).

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Batara

Guru Belopa selama kurang lebih 1 bulan yang dilaksanakan mulai

tanggal 09 Mei sampai 09 Juni 2011, dengan mengambil sampel

sebanyak 49 perawat dengan pendidikan strata satu (S I) dan diploma

tiga (D III) yang telah pegawai negeri sipil (PNS). Desain penelitian

yang peneliti gunakan adalah Cross Sectional Study dengan

menggunakan variable Indevenden dan variable dependen dilakukan

pada saat bersamaan, setelah dilakukan penelitian gaya

kepemimpinan kepala ruangan dan kinerja perawat dalam


36

melaksanakan standar asuhan keperawatan dengan jumlah sampel

49 responden diperoleh hasil dan data disajikan dalam bentuk table

disertai penjelasan sebagai berikut :

1. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian beserta data yang terkait dengan penelitian. Analisa

Univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat distribusi

frekuensi baik yang diteliti maupun tidak diteliti.

a. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir


Tabel 4.1 : Distribusi perawat menurut Pendidikan terakhir Di
Rumah Sakit Umum Daerah Batara Guru Belopa Tahun 2011
Pendidikan Frekuensi Persentase
Strata satu (SI) 3 6.1
Diploma Tiga (DIII) 46 93,9
Total 49 100
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 4.1, dari 49 responden jumlah responden

yang berpendidikan SI adalah 3 (6,1%), dan Jumlah responden

yang berpendidikan DIII adalah 46 (93,9%), berdasarkan data

tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat

(kepala ruangan maupun perawat pelaksana) di Rumah Sakit

Umum Daerah Batara Guru Belopa adalah berpendidikan DIII

dan sebagian kecil lainnya adalah berpendidikan SI.


b. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Tabel 4.2 : Distribusi perawat menurut Masa Kerja Di Rumah
Sakit Umum Daerah Batara Guru Belopa Tahun 2011
Masa Kerja Frekuensi Persentase
37

Satu tahun 40 81,6


Empat tahun 9 18,4
Total 49 100
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 4.2, dari 49 responden jumlah responden

yang memiliki masa kerja selama satu tahun adalah 40 (81,6%),

dan Jumlah responden yang memiliki masa kerja selama empat

tahun adalah 9 (18,4%), berdasarkan data tersebut dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar perawat (kepala ruangan

maupun perawat pelaksana) di Rumah Sakit Umum Daerah

Batara Guru Belopa adalah memiliki masa kerja selama satu

tahun, dan sebagian kecil lainnya adalah memiliki masa kerja

empat tahun.
c. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.3 : Distribusi perawat menurut Umur Di Rumah


Sakit Umum Daerah Batara Guru Belopa
Tahun 2011
Umur Frekuensi Persentase
20 - 35 tahun 27 55,1
36 - 41 tahun 22 44,9
Total 49 100
Sumber : Data Primer 2011

Berdasarkan tabel 4.3, dari 49 responden jumlah responden

yang berumur 20 – 35 tahun adalah 27 (55,1%), yang berumur

36 – 41 tahun adalah 22 (44,9%), berdasarkan data tersebut

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat (kepala

ruangan maupun perawat pelaksana) di Rumah Sakit Umum

Daerah Batara Guru Belopa besar perawat dalam usia

pertengahan dan merupakan usia produktif.


38

d. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pernikahan


Tabel 4.4 : Distribusi perawat menurut Status Perkawinan Di
Rumah Sakit Umum Daerah Batara Guru Belopa
Tahun 2011
Status Perkawinan Frekuensi Persentase
Belum kawin 12 24,5
Kawin 37 75,5
Total 49 100
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 4.4, dari 49 responden jumlah responden

yang belum kawin adalah 12 (24,5%), dan jumlah responden

yang sudah kawin adalah 37 (75,5), berdasarkan data tersebut

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat (kepala

ruangan maupun perawat pelaksana) di Rumah Sakit Umum

Daerah Batara Guru Belopa telah kawin, dan sebagian kecil

lainnya belum kawin.


e. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak
Tabel 4.5 : Distribusi perawat menurut Jumlah Anak Di Rumah
Sakit Umum Daerah Batara Guru Belopa Tahun 2011
Jumlah Anak Frekuensi Persentase
Tanpa Anak 12 24,5
1 - 4 anak 37 75,5
Total 49 100
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 4.5, dari 49 responden jumlah responden

yang belum mempunyai anak adalah 12 (24,5%), yang telah

mempunyai 1 - 4 anak adalah 37 (75,5%), berdasarkan data

tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat

(kepala ruangan maupun perawat pelaksana) di Rumah Sakit

Umum Daerah Batara Guru Belopa adalah memiliki 1 - 4 anak,


39

dan sebagian kecil adalah belum mempunyai anak.


2. Analisis Univariat
a. Data khusus

Data khusus dalam penelitian ini meliputi kecenderungan

gaya kepemimpinan kepala ruangan keperawatan dan kinerja

perawat Rumah Sakit Umum Daerah Batara Guru Belopa.


Tabel 4.6 : Distribusi Kecenderungan Gaya Kepemimpian
Kepala Ruangan Di Rumah Sakit Umum Daerah
Batara Guru Belopa Tahun 2011
No Ruangan Gaya Kepemimpinan
1 ICU Demokratik
2 OK Otokratik
3 Interna Partisipatif
4 Anak Demokratik
5 Bedah Otokratik
6 Kelas I Demokratik
7 Kelas II Demokratik
8 VIP Demokratik
9 Poliklinik Bedah Partisipatif
10 Poliklinik Anak Partisipatif
11 Poliklinik Umum Partisipatif
12 Poliklinik Interna Partisipatif
13 IRD Demokratik
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 4.6, dari 13 responden jumlah responden

kepala ruangan yang memiliki gaya kepemimpinan demokratik

sebanyak 6 responden, kepala ruangan yang memiliki gaya

kepemimpinan partisipatif sebanyak 5 responden, dan kepala

ruangan yang memiliki gaya kepemimpinan otokratik sebanyak

2 responden.

b. Distribusi kinerja perawat


Penilaian kinerja perawat diperoleh dari hasil observasi

terhadap asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan

dengan menggunakan lembaran observasi (Departemen


40

Kesehatan tahun 2000).


Kinerja perawat ruang Rumah Sakit Umum Daerah Batara Guru

Belopa seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.7: Distribusi perawat menurut Kinerja dalam


melaksanakan Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit
Umum Daerah Batara Guru Belopa Tahun 2011

Kinerja Perawat Jumlah Persentase


Baik 22 61,1
Cukup 14 39,9
Total 36 100,0
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 4.7, dari 36 responden jumlah responden

yang memiliki kinerja baik adalah 22 (61,1%), yang memiliki

kinerja cukup adalah 14 (39,9%), berdasarkan data tersebut

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat (perawat

pelaksana) di Rumah Sakit Umum Daerah Batara Guru Belopa

adalah memiliki kinerja baik, dan sebagian kecil adalah memiliki

kinerja cukup.

c. Distribusi Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan

Terhadap Kinerja Perawat


Untuk mendapatkan data tentang hubungan antara gaya

kepemimpinan kepala ruangan terhadap kinerja perawat, maka

perlu dikelompokan dan dihubungkan kedua data tersebut

seperti pada tabel berikut :


Tabel 4.8 : Distribusi Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan
Dengan Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah
Batara Guru Belopa Tahun 2011.

Gaya Kinerja Perawat


Kepemimpinan Total
Baik Cukup
Demokratik 16 9 25
72.7% 64.3% 69.4%
41

Partisipatif 3 2 5
13.6% 14.3% 13.9%
Otokratik 3 3 6
13.6% 21.4% 16.7%
Total 22 14 36
100.0% 100.0% 100.0%
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 4.8, dapat diketahui bahwa gaya

kepemimpinan demokratik mempunyai kinerja perawat yang

baik yaitu 16 (72.7%), dan kinerja perawat yang cukup yaitu 9

(64.3%). Gaya kepemimpinan partisipasif mempunyai kinerja

perawat yang baik yaitu 3 (13.6%), dan kinerja perawat yang

cukup yaitu 2 (14.3%). Gaya kepemimpinan otokratik

mempunyai kinerja perawat yang baik yaitu 3 (13.6%), dan

kinerja perawat yang cukup yaitu 3 (21.4%).


Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan nilai

signifikan  = 0,5 menunjukkan bahwa nilai p = 0,818 (>0,5).

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara gaya

kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat.

B. Pembahasan
1. Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan
Kepala ruangan perawatan merupakan manajer tingkat

pertama mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam

mengelola pelayanan keperawatan kepada pasien. Kepala

ruangan mempunyai tugas dalam mempengaruhi, menggerakan

dan mengarahkan perawat agar dapat bekerja dengan baik.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, setiap kepala ruangan

memiliki karakter tersendiri sesuai dengan cara yang dianggap


42

baik.
Kepala ruangan Rumah Sakit Umum Daerah Batara Guru

Belopa, sebagian besar mempunyai gaya demokratik (69,4%).

Gaya kepemimpinan demokratik menekankan pada pentingnya

kerja sama antara pemimpin dan staf/bawahannya. Hal ini

dipengaruhi oleh situasi kerja yang melibatkan berbagai tim

kesehatan lain yang menuntut saling bekerja sama untuk

meningkatkan mutu pelayanan.


Kepala ruangan yang memiliki gaya kepemimpinan

partisipatif (13,9%), gaya kepemimpinan partisipatif mampu

memadukan antara gaya otokratik dengan demokratik. Dalam

kondisi yang gawat kepala ruangan menggunakan gaya

otokrtaik dengan memberikan intruksi agar perawat mampu

memberikan asuhan keperawatan yang cepat dan tepat. Kepala

ruangan tersebut juga melibatkan perawat bawahanya dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran

bersama.
Gaya kepemimpinan otokratik (16,7%), dimana wewenang

dan keputusan lebih banyak dipegang oleh kepala ruangan dan

dalam memberikan tugas-tugas diberikan secara intruktif. Hal ini

sangat berkaitan dengan kondisi pasien yang sangat

membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat. Keterlambatan

dalam menangani pasien akan berdampak terhadap proses

penyembuhan dan bahkan dapat menyebabkan pasien

meninggal. Menghindari kelalaian dan mencegah kelambanan


43

dalam memberikan asuhan keperawatan, maka beberapa

kepala ruangan cenderung menggunakan otoriter dalam

mengatur staf/perawat.
2. Kinerja Perawat
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu

mendorong staf/bawahan bekerja sebaik mungkin sehingga

mencapai tujuan yang diharapkan. Kinerja perawat di Rumah

Sakit Umum Daerah Batara Guru Belopa, sebagian besar

memiliki kinerja baik (61,1%), dan cukup (38,9%).


Hal ini menunjukan bahwa perawat Rumah Sakit Umum Daerah

Batara Guru Belopa memiliki motivasi dan kemampuan yang

cukup baik.
3. Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan

Terhadap Kinerja Perawat.

Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa gaya

kepemimpinan demokratik mempunyai kinerja perawat yang

baik yaitu 16 (72.7%), dan kinerja perawat yang cukup yaitu 9

(64.3%). Gaya kepemimpinan partisipasif mempunyai kinerja

perawat yang baik yaitu 3 (13.6%), dan kinerja perawat yang

cukup yaitu 2 (14.3%). Gaya kepemimpinan otokratik

mempunyai kinerja perawat yang baik yaitu 3 (13.6%), dan

kinerja perawat yang cukup yaitu 3 (21.4%).


Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan nilai

signifikan  = 0,5 menunjukkan bahwa nilai p = 0,818 (>0,5).

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara gaya

kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat.


44

Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Dwi

Lestarianto (2007) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara gaya

kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat.


Dalam teori perilaku menyatakan bahwa, seorang

pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin dan perilaku

bawahan supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif, ini

berarti bahwa pemimpin dapat dipelajari dan bukan bawaan

sejak lahir. (Whitaker 2000).


Teori situasi (contingency) mengasumsikan bahwa tidak

satupun gaya kepemimpinan yang paling baik, tetapi sangat

tergantung pada situasi, bentuk organisasi, pekerjaan dan

tingkat kematangan bawahan. Ditunjang oleh teori transformasi,

bahwa pemimpin mampu melakukan kepemimpinannya dalam

situasi yang sangat cepat berubah atau krisis. Oleh karena itu

sangat dibutuhkan pemimpin yang siap menghadapi kondisi

kritis sekalipun, sehingga pemimpin rumah sakit betul-betul

telah disiapkan baik fisik maupun mental. Persiapan tersebut

secara tidak langsung diproses dari pengalaman kerja yang

bertahun-tahun dan bekal pengetahuan melalui pelatihan.

Dengan demikian kepala ruangan sebagai manejer tingkat

bawah dan sebagai individu memiliki sifat dasar dan kepribadian

sehingga memiliki kecendrungan karakteristik tersendiri, namun

dengan bekal pengalaman mampu menerapkan perilaku


45

kepemimpinan yang efektif dan mampu memahami karakterisitik

dari masing-masing individu.


Bila pemimpin hanya tergantung pada bawahan, dimana

setiap tindakan selalu melibatkan bawahan seperti pada gaya

kepemimpinan demokratik akan menyebabkan proses

pengambilan keputusan menjadi terlambat. Hal ini kurang tepat

diterapkan di rumah sakit. Berdasarkan penelitian ini, bahwa

pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat memadukan

antara gaya kepemimpinan otokratik dengan demokratik seperti

pada gaya kepemimpinan partisipatif. Bawahan memerlukan

pengawasan yang ketat dengan memberikan intruksi dalam

situasi yang darurat dan sangat perlu dilibatkan dalam

pengambilan keputusan. Situasi yang demikian nampak

meningkatkan kedisiplinan dan motivasi kerja bawahan.


Demikian halnya bila pemimpin menonjolkan otoritasnya

dengan memberikan intruksi tanpa memperhatikan ide dan

pendapat bawahan seperti gaya kepemimpinan otokratik, tidak

akan meningkatkan motivasi bawahan. Hal ini menyebabkan

kinerja bawahan cenderung berkisar dalam kategori cukup.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian maka dapat disimpulkan


46

beberapa hal sebagai berikut :

1. Gaya kepemimpinan kepala ruangan RSUD Batara Guru Belopa

memiliki kecendrungan gaya demokratik 25 (69,4%), partisipatif 5

(13,9%), otokratik 6 (16,7%).

2. Kinerja perawat di RSUD Batara Guru Belopa relatif baik 22

(61,1%), cukup 14 (38,9%).


3. Kinerja perawat di RSUD Batara Guru Belopa sangat terkait

dengan pengawasan melalui kepala ruangan, tingkat pendidikan

perawat, tersedianya sarana dan prasarana serta kondisi rumah

sakit sangat mendukung.

4. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

gaya kepemimpinan demokratik mempunyai kinerja perawat yang

baik yaitu 16 (72.7%), dan kinerja perawat yang cukup yaitu 9

(64.3%). Gaya kepemimpinan partisipasif mempunyai kinerja

perawat yang baik yaitu 3 (13.6%), dan kinerja perawat yang

cukup yaitu 2 (14.3%). Gaya kepemimpinan otokratik mempunyai

kinerja perawat yang baik yaitu 3 (13.6%), dan kinerja perawat

yang cukup yaitu 3 (21.4%).

5. Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan nilai signifikan 

= 0,5 menunjukkan bahwa nilai p = 0,818 (>0,5). Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara gaya

kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat.


B. Saran
1. Kepala ruangan sebagai manejer berfungsi mempengaruhi dan

memotivasi perawat dalam penerapan asuhan keperawatan,


47

jangan hanya menerapkan gaya kepemimpinan demokratik atau

otoriter, tetapi juga mampu memadukan kedua gaya

kepemimpinan demokratik dan otokratik sesuai dengan gaya

kepemimpinan partisipatif dengan memperhatikan situasi dan

tingkat kematangan perawat, sehingga dengan demikian dapat

terjalin hubungan yang baik antara kepala ruangan dan perawat

didalam melakukan standar asuhan keperawatan.


2. Dalam meningkatkan kinerja perawat perlu ditunjang dengan

memperhatikan reward baik material maupun non material.


3. Peningkatan tingkat pendidikan perawat dapat dijadikan prioritas

pertama dalam meningkatkan kinerja perawat dalam melakukan

standar asuhan keperawatan yang maksimal.


4. Di dalam melakukan asuhan keperawatan bawahan memerlukan

pengawasan yang ketat oleh kepala ruangan, yaitu dengan

memberikan intruksi dalam situasi yang darurat sehingga

bawahan perlu untuk dilibatkan di dalam pengambilan keputusan.

Situasi yang demikian dapat meningkatkan kedisiplinan dan

motivasi kerja bawahan dalam melaksanakan asuhan

keperawatan.
5. Di dalam mengambil suatu keputusan sebaiknya kepala ruangan

tidak hanya menonjolkan gaya kepemimpinan otoriternya,

melainkan juga mampu menerapkan gaya kepemimpinan

demokratik dan partisipasif dimana perawat diikut sertakan dalam

mengambil suatu keputusan, sehingga dengan demikian dapat

tercipta asuhan keperatawan yang baik.


48

Anda mungkin juga menyukai