Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

DISTOSIA BAHU

oleh :
Berliana Islamiati Hydra 1740312052
Firlando Riyanda 1740312251

Preseptor:
dr. Roza Sri Yanti, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2018

KATA PENGANTAR
1
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan hidayah-

Nya penulis dapat menyelesaikan Case Report Session (CRS) yang berjudul “Distosia

Bahu.” CRS ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan

klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Roza Sri Yanti, Sp.OG (K) selaku

pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yag telah

membantu dalam penulisan CRS ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CRS ini masih memiliki banyak

kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga CRS

ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Maret 2018

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

2
1.1. Latar Belakang

Distosia bahu adalah suatu keadaan darurat obstetri dengan hasil luaran yang

berpotensi kurang baik. Setelah kepala lahir, pelahiran bahu dan badan tidak mudah

karena impaksi bahu bayi dengan panggul ibu. Biasanya distosia bahu merupakan istilah

untuk menggambarkan kelahiran dengan manuver tambahan kecuali traksi ringan ke

bawah untuk melahirkan bahu anterior. Insidensi distosia bahu bervariasi berdasarkan

berat janin, terjadi pada 0,6% - 1,4% kelahiran dimana berat bayi antara 2500 gram –

4000 gram. Pada bayi dengan berat lahir 4000 gram – 4500 gram, tingakt kejadian

distosia bahu meningkat menjadi 5% - 9%.1 Insidensi juga bervariasi tergantung pada

kriteria yang digunakan untuk diagnosis.2,3

Distosia bahu juga dikaitkan dengan risiko tinggi komplikasi fisik maupun

psikologis pada ibu dan bayi baru lahir. Komplikasi pada ibu umumnya meliputi ruptur

uteri, perdarahan post partum (11%), dan kerusakan jaringan lunak serviks dan vagina

(3,8%).1 Secara psikologis ibu mungkin mengalami depresi setelah melahirkan, sindroma

stress paska trauma, dan mungkin memiliki masalah pada interaksi ibu-bayi.2

Konsekuensi yang segera terjadi pada janin termasuk asfiksia dan aspirasi

mekonium. Pada persalinan, cedera pleksus brakialis umumnya terjadi pada 4% - 15%

bayi baru lahir.1 Pleksus brakialis merupakan jaringan saraf utama yang mempersarafi

ekstremitas atas, mulai dari leher, meluas ke aksila, dan bisa juga cedera karena

peregangan yang berlebihan pada leher selama proses persalinan. Sebagian besar cedera

pleksus brakialis pulih dalam waktu 6 hingga 12 bulan. Kasus lain mungkin memerlukan

operasi untuk memulihkan fungsinya, tetapi kurang dari 10% yang mengalami cedera

permanen. Cedera pada tulang melibatkan klavikula, lebih jarang, melibatkan humerus.4

3
Kejadian distosia bahu semakin menjadi ketakutan sendiri bagi dokter, perawat,

bidan, dan tenaga medis lainnya karena seringkali merupakan peristiwa kegawatan

obstetri yang tidak bisa diprediksi dan dicegah. PErtolongan pada Distosia bahu juga

merupakan kompetensi 3 di SKDI tahun 2012 sehingga penulis merasa akan sangat

berguna bila membahas Case Report Session mengenai Distosia Bahu, baik untuk

keilmuan penulis maupun untuk diterapkan ke masyarakat agar dapat mencegah,

memprediksi dan mendiagnosis kasus distosia bahu serta dapat memberikan pertolongan

terhadap persalinan distosia bahu.

1.1 Tujuan Penulisan


Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis

tentang Distosia Bahun serta pengaplikasiannya dalam mendiagnosa dan menatalaksana

kasus Distosia Bahu.

1.2 Manfaat Penulisan


Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan

pengetahuan tentang DIstosia Bahu yang nantinya dapat diterapkan pada saat bekerja di

pusat layanan kesehatan.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan Case Report Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan

mengacu pada berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Distosia bahu adalah suatu keadaan dibutuhkannya tambahan manuver obstetrik

karena terjadi dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk
4
melahirkan bayi. Distosia bahu merupakan suatu kegawatdaruratan obstetri karena

terbatasnya waktu persalinan, terjadi trauma janin, dan komplikasi pada ibu1,2.

2.2 Faktor Predisposisi

Faktor resiko terjadinya distosia bahu antara lain3:

 Makrosomia (> 4000 gr)

 Bayi yang dikandung oleh seorang ibu dengan diabetes mellitus, obesitas, riwayat

distosia bahu sebelumnya dan kehamilan post term.

 Kelainan bentuk panggul.

2.3 Pencegahan Distosia Bahu

Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat

dilakukan dengan cara3,4:

 Tawarkan untuk dilakukan operasi Caesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi”

janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu menderita

diabetes, janin besar (> 4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan

sebelumnya, kala II memanjang dengan janin besar.

 Identifikasi dan obati diabetes pada ibu

 Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau

fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera pada janin.

 Perhatikan waktu dan segera meminta pertolongan jika distosia diketahui.

2.4 Manifestasi Klinis

Tanda klinis terjadinya distosia bahu meliputi:


1. Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan traksi yang cukup
untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir
5
2. Turtle sign adalah ketika kepala bayi tiba-tiba tertarik kembali ke perineum ibu
setelah keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti seokor kura-kura
yang menarik kepala kembali ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini
dikarenakan bahu depan bayi terperangkap di tulang pubis ibu, sehingga
menghambat lahirnya tubuh bayi.

Gambar 2.1 Turtle Sign


2.5 Diagnosis

Distosia bahu dapat dikenali jika didapatkan adanya3,4:

 Kepala janin telah lahir, namun masih menekan vulva dengan kencang.

 Kepala janin telah lahir, namun bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.

 Dagu tertarik dan menekan perineum.

 Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu.

2.6 Penanganan

Diperlukan asisten dalam penanganan distosia bahu, sehingga hal pertama yang

harus dilalakukan adalah meminta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan

sebelum memastikan bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum

melewati pintu atas panggul akan semakin sulit untuk dilahirkan bila dilakukan tarikan

pada kepala. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketegangan

yang menyulitkan bahu posterior untuk masuk ke panggul dengan cara episiotomy yang

6
luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus tidak diperbolehkan

karena meningkatkan reisko terjadinya ruptur uteri4.

Selain pemahaman yang baik mengenai mekanisme persalinan, waktu adalah hal

lain yang berkontribusi dalam keberhasilan pertolongan persalinan pada kasus distosia

bahu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteri umbilikalis dengan laju 0,04

unit/menit. Jadi, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia, tersedia waktu

sekitar 4-5 menit untuk melakukan maneuver melahirkan bahu sebelum terjadi hipoksia

pada otak.

Secara sistematis, tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut1,3,4.

1. Langkah pertama: Manuver McRobert

 Posisikan ibu telentang, kedua paha dalam keadaan fleksi sehingga lutut menjadi

sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (posisi McRobert).

Lakukan episiotomi yang cukup lebar. Posisi McRobert dan episiotomi akan

mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk kedalam panggul.

 Tekan suprasimfisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangan untuk menekan

bahu anterior agar dapat masuk di bawah simfisis. Kemudian lakukan tarikan pada

kepala janin ke arah posterokaudal.

 Langkah ini akan melahirkan bahu anterior. Setelah itu langkah selanjutnya sama

dengan pertolongan persalinan presentasi kepala.

7
Gambar 2.2 Manuver McRobert

2. Langkah kedua: Manuver Rubin

 Diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada diameter oblik

atau transversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi

posisi oblik atau transversa untuk mempermudah melahirkannya. Maneuver ini

dilakukan dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina,

tekan daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik atau transversa.

Lebih baik jika pemutaran tersebut membuat punggung bayi ke arah anterior karena

kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan

dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi kearah posterior.

 Saat dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan

membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya mengecil. Dengan bantuan

tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal

dengan baik untuk melahirkan bahu anterior.

8
Gambar 2.3 Manuver Rubin

3. Langkah ketiga: Melahirkan bahu posterior atau manuver Wood

 Identifikasi posisi punggung bayi sebelum melahirkan bahu posterior. Masukkan

tangan yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan

kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina.

 Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan fleksikan sendi siku (tekan fossa

kubiti). Pegang lengan bawah dan buat gerakan mengusap ke arah dada bayi.

Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi

bahu anterior masuk ke bawah simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke

arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal untuk melahirkan bahu

anterior.

 Bahu melalui panggul tidak dalam gerak lurus, namun berputar seperti sekrup. Hal

ini adalah dasar pemutaran bahu akan mempermudah proses melahirkannya. Manuver

Wood dilakukan dengan memakai dua jari tangan yang berseberangan dengan

punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan
9
kiri) yang diletakkan di bagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi 180

derajat, sehingga bahu posterior menjadi anterior dan posisinya berada di arkus pubis,

sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu

posterior. Dalam posisi tersebut, bahu anterior akan mudah untuk dilahirkan.

Gambar 2.3 Manuver Wood

10
Gambar 2.4. Melahirkan bahu posterior

2.7 Komplikasi1,3

Komplikasi pada Janin

 Fraktur tulang (klavikula dan humerus)

 Cedera pleksus brakialis

 Hipoksia otak

Komplikasi pada Ibu

 Perdarahan akibat laserasi jalan lahir maupun akibat episiotomi

 Atonia uteri

BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.LO
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia
Alamat : Koto Laweh, Kecamatan Koto besar
Tgl. Masuk RS : 23 Februari 2018

11
ANAMNESIS (Autoanamnesis , 23 Februari 2018, jam 09.00 WIB)

Keluhan Utama
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang melalui IGD RSUD Sungai Dareh dengan keluhanKeluar air-air yang
banyak dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu.
Keluar lendir bercampur darah (-)
Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)
HPHT : lupa, TP : -
Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), ppv (-)
Riwayat hamil tua : mual (-), muntah (-), ppv (-)
Riwayat menarche usia 13 tahun, siklus haid teratur 1x 28 hari, lamanya 6-7 hari,
ganti duk 2-3 x/ hari, nyeri haid (-).
Riwayat ANC (-)

Riwayat kehamilan dan persalinan/nifas/KB/ginekologi


Kehamilan pertama : Spontan, perempuan, 4200 gram, ditolong bidan,
meninggal
Kehamilan kedua : Spontan, perempuan 3400 gram ditolong bidan, usia 10
tahun
Kehamilan ketiga :spontan, laki-laki, 4200 gram, ditolong bidan, usia 7 tahun
Kehamilankeempat saat ini
Riwaya kontrasepsi (+) KB suntik
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis disangkal. Riwayat asthma,
dan alergi makanan maupun obat-obatan disangkal. Pasien belum pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya. Belum pernah mendapat tindakan operasi sebelumnya.

12
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis di keluarga disangkal.
Riwayat alergi makanan dan obat-obatan di keluarga disangkal, riwayat asthma di
keluarga disangkal. Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga disangkal.

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan & Kebiasaan


Pasien tidak merokok. Kebiasaan minum alkohol dan penggunaan obat-obatan
tertentu disangkal.
Suami pasien merokok, terkadang meroko di dalam rumah dan didekat pasien
Menikah 1 kali tahun 2007
Riwayat tumbuh kembang baik
Riwayat imunisasi TT (-)

PEMERIKSAAN FISIK (23 Februari 2018, jam 09.00 WIB)

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan darah : 100/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 72x/menit
- Pernapasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,50C
-Berat badan : 84 Kg
-Tinggi badan : 160 cm
-IMT : 32.81

13
Status Generalis
Kepala
Bentuk kepala : Normosefali, tidak ada deformitas
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, deformitas (-)
Mata : Kelopak oedem (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tak
langsung +/+
Telinga : Normotia, deformitas (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan
mastoid (-), sekret (-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-),
mukosa hiperemis (-)
Bibir : Simetris (-), sianotik (-), mukosa lembab
Mulut : Tonsil tenang T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula ditengah, oral
higiene baik

Leher
Bentuk : Simetris, normal
KGB : Tidak teraba membesar
Trakhea : Lurus di tengah
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar

Thoraks
Dinding dada : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
 Paru – paru
Inspeksi : Gerakan kedua hemithoraks simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
Palpasi : Gerakan dada simetris, tidak ada hemitoraks tertinggal, vokal
fremitus kedua hemithoraks sama, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, tidak ada tanda radang
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V, 2 cm sebelah medial garis
midklavikularis kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Ekstermitas : akral hangat pada ujung- ujung jari tangan dan kaki, oedem tungkai
-/-

PEMERIKSAAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


14
Pemeriksaan luar
Abdomen :
Inspeksi :
Tampak buncit sesuai usia kehamilan aterm, tidak tampak tanda radang dan
sikatrik, linea nigra (+), striae alba (-)

Palpasi :
LI : TFU 39 cm, TBJ 4030 gram, teraba 1(satu) bagian besar janin, tidak keras,
tidak melenting, yang merupakan bokong janin
LII : Kanani : teraba bagian- bagian kecil janin; kiri : teraba 1(satu) bagian keras
seperti papan yang merupkan punggung janin
LIII : Teraba 1(satu) bagian besar, bulat, keras, melenting, yang merupakan
kepala janin
LIV : Konvergen

Auskultasi :
Denyut jantung janin (+ 160 bpm)
Genital :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
Pemeriksaan dalam
Vaginal Toucher: pembukaan 0 cm, portio tebal lunak sebesar ibu jari kaki orang
dewaasa, arah posterior, ketuban (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan lab (23 Februari 2018)


Hb : 9,9 gr/dl
Leukosit : 6.520 /UL
Trombosit : 264.000 /UL
Hematokrit : 33 %
GDS : 100 mg/dl

15
DIAGNOSIS
G4P3A0H2 Gravid aterm + KPD 2 jam

PENATALAKSANAAN
- Observasi KU, VS, His, Djj
- IVFD RL 500 cc 28 tpm
- Induksi persalinan dengan Oxytocin, Oxy 1/2 ampul dalam IVFD RL 500cc, 10 tpm,
naik 5 tpm tiap 30 menit max 60 tpm sampai his adekuat

D. FOLLOW UP
23-02-2018 (pukul 12.10 WIB)
S: gerak janin (+), Nyeri pinggang ke ari-ari (+), Keluar lendir bercampur darah (+)
O: KU / Kes : sedang / CM
TD : 110/80 mmHg N: 84 x/m RR: 20 x/m S : 36,7oC
Abdomen: His 4-5 x/30”/cukup, Djj : 150-155 bpm
Genital: Pembukaan 2-3 cm, portio lunak, penipisan 50%, presentasi kepala, UUK
kiri, ketuban (-) sisa jernih
A: G4P3A0H2 Parturient aterm kala I fase latent + KPD 2 jam
P: Observasi keadaan umum, tanda vital, His. Djj
Ikuti persalinan

23-02-2018 (pukul 12.30 WIB)


 Lahir bayi laki-laki spontan pervaginam BB 4800 gram, PB 52 cm, A/S 3/7 dengan
distosia bahu dilakukan manuver Mc Robert, Massanti , dan clockscrew wood
 Plasenta lahir dengan sedikit penarikan dengan ukuran 17 x 16 x 2.5 cm, berat 500
gram, PJTP 50 cm
 Laserasi perineum grade II, perdarahan 200 cc
A : P4A0H3 post partus pervaginam dengan kala II memanjang e.c diatosia bahu

16
BAB IV

DISKUSI

Telah dilaporkan suatu kasus wanita 35 tahun yang kemudian didiagnosa dengan

diagnosa P4A0H3 post partus pervaginam dengan kala II memanjang e.c Distosia bahu.

Selanjutnya akan dibahas:

1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat.

Pasien ini didiagnosa dengan P4A0H3 post partus pervaginam dengan kala II memanjang

e.c Distosia bahu. Usia kehamilan yang aterm pada kasus ini tidak dapat dibuktikan dari

HPHT karena pasien lupa HPHT-nya tetapi dapat dibuktikan melalui pemeriksaan tinggi

fundus uteri 39 cm serta taksiran berat anak 4030 gr.

Distosia bahu ditemukan karena tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik

dan traksi yang cukup untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir. Ditemukan pula

Turtle sign yaitu ketika kepala bayi tiba-tiba tertarik kembali ke perineum ibu setelah

keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti seokor kura-kura yang menarik

kepala kembali ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini dikarenakan bahu depan bayi

terperangkap di tulang pubis ibu, sehingga menghambat lahirnya tubuh bayi. Hal ini

menyebabkan persalinan yang lama atau kala II memanjang yang secara objektif

perpajangan waktu perlahiran kepala-badan lebih dari 60 detik.

17
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat

Saat tanda-tanda distosia bahu terlihat pada saat persalinan pasien makan penangannan

dilakukan berdasarkan ALARMER :

Ask for help


Lift / hyperflexed Legs
Anterior shoulder disimpaction
Rotation of the posterior shoulder
Manual removal posterior arm
Episiotomy
Roll over onto “all fours”

a. Ask for help - Meminta bantuan


 Diperlukan suatu sistem untuk memanggil bantuan pada keadaan darurat sehingga
peralatan dan personel dibutuhkan siap sedia.
 Diperlukan penolong tambahan untuk melakukan manuver McRoberts dan
penekanan suprapubik.
 Menyiapkan penolong untuk resusitasi neonatus.

b. Lift / hyperflexed Legs - Kaki hiperfleksi (manuver McRoberts) 14,15


 Singkirkan bantal atau penahan dari bgaian belakang ibu dan membantu ibu untuk
berpindah ke posisi yang datar.
 Disiapkan masing-masing satu penolong di setiap sisi kaki ibu untuk membantu
hyperfleksi kaki dan sekaligus mengabduksi panggul.
 Distosia bahu biasanya dapat dilepaskan dengan hanya menggunakan manuver ini.

18
*Perubahan yang terjadi pada panggul

c. Anterior shoulder disimpaction - Disimpksi bahu depan 14,15


Tekanan Suprapubis - (Mazzanti manoeuvre)
 Bahu bayi yang terjepit didorong menjauh dari midline ibu, ditekan pada atas
simfisis pubis ibu.
 Penekanan pada suprapubis menggunakan tumit telapak tangan.
 Tekanan suprapubik ini dilakukan untuk mendorong bahu posterior bayi agar
dapat dikeluarkan dari jalan lahir
 Jangan melakukan penekanan pada fundus.
 Pada kombinasi dengan manuver McRoberts, penekanan suprapubis dapat
melahirkan bayi pada 91% kasus.

Rubin manoeuvre
 Adduksi dari bahu depan dengan melakukan penekanan pada bagian belakang
bahu. Bahu ditekan didekatkan ke dada, atau tekanan dilakukan pada skapula
bagian bahu depan.
 Pikirkan tindakan episiotomi.
 Tidak boleh menekan fundus

19
d. Rotation of the posterior shoulder – Wood’s screw manoeuvre14,15
Digunakan 2 jari untuk menekan bagian depan bahu belakang dan
memutarnya hingga 1800 atau oblique, dapat diulang jika diperlukan. Manuver ini
pada dasarnya untuk merotasi bahu posterior ke posisi anterior.
Pada prateknya, manuver disimpaksi anterior dan manuver wood dapat
dilakukan secara simultan dan berulang.

e. Manual removal posterior arm – Mengeluarkan lengan posterior secara manual14,15


Biasanya lengan fleksi pada siku. Jika tidak, tekanan pada fossa antekubiti dapat
membantu fleksi lengan. Tangan bayi dipegang dan disapukan melewati dada dan
dilahirkan. Manuver ini dapat menyebabkan fraktur humerus, tetapi tidak menyebabkan
kerusakan saraf permanen.

20
f. Episiotomy 14,15
Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu, dengan
memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke dalam vagina untuk
melakukan manuver lainnya.

g. Roll over onto “all fours” 14,15


Mengubah ibu ke posisi “all fours” meningkatkan dimensi pelvis dan

memungkinkan posisi janin bergeser, dengan ini diharapkan terjadi disimpaksi bahu.

Dengan tekanan ringan pada bahu posterior, bahu anterior mungkin menjadi semakin

terimpaksi (dengan gravitasi), tetapi akan membantu membebaskan bahu posterior. Selain

itu, posisi ini memungkinkan akses yang mudah ke bahu posterior untuk manuver rotasi

atau mengeluarkan lengan posterior secara manual.

21
3. Apa penyebab Distosia Bahu pada kasus ini.

Faktor predisposisi dari distosia bahu pada pasien ini adalah makrosomia dimana

diketahui berat bayi lahir adalah 4800 gram dengan panjang 52 cm. Makrosomia

dideskripsikan sebagai bayi besar, didasarkan pada berat bayi setelah lahir. Makrosomia

tidak dapat didiagnosis secara pasti sebelum lahir. Definisi makrosomia menggunakan

22
variasi cutt-of berkisar antara 4000 gram hingga 5000 gram. Bayi besar memiliki

kemungkinan untuk menjadi distosia bahu, tetapi mencoba menentukan bayi besar sangat

sulit, seperti menggunakan manuver Leopold akan sangat tidak akurat dakam menentukan

berat bayi, dan USG pun tidak jauh lebih baik.

Penyebab makrosomia belum diketahui pasti ada pasien ini, namun pasien

memiliki riwayat berat bayi lahir > 4000 gram pada dua kehamilan sebelumnya. Pasien

juga memiliki IMT >30 yang menurut penelitian dapat menjadi fakto risiko makrosomia

sehingga terjadi distosia bahu.

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

 Pada pasien ini ditegakkan diagnosis distosia bahu berdasarkan pemeriksaan

fisik saat persalinan kala II.

23
 Pada kasus ini dilakukan penanganan distosia bahu yaitu, meminta pertolongan,

melakukan tindakan Mc Roberts, penekanan supra pubis, dan manuver

melahirkan lengan posterior.

 Faktor predisposisi distosia bahu pada kasus ini adalah makrosomia, obesitas,

riwayat berat bayi lahir > 4000 gram, dan multiparitas

 Perlunya dilakukan investigasi lebih dalam untuk dapat memprediksi dan

mencegah terjadinya distosia bahu mulai dari analisis faktor predisposisi,

pemeriksaan fisik abdomen, dan pemeriksaan penujang berupa USG.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG et al (2014). Abnormal Labor. Williams Obstetric, 24th ed. New


York: Mc.Graw Hill Publishing Division.
2. Paat J, Suparman E (2015). Persalinan distosia pada remaja di bagian obstetric-
ginekologi BLU RSUP Prof.Dr. Kandou Manado. Jurnal e-clinic, Vol.3 (2)
3. Siswishanto R (2014). Distosia Bahu. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

24
4. Arulkumaran S, Symonds IM, Fowlie A eds (2003). Oxford Handbook of
Obstetrics and Gynaecology. Oxford: Oxford University Press: 388-9.
5. Cuningham, F Gary. 2006. Bab 19 Distosia: kelaianan presentasi, posisi, dan
perkembangan janin. Dalam: Obstetri William Edisi 21 Vol 1. Jakarta : EGC: 506-
10
6. Manuaba, Chandradinata. Manuaba, Fajar. dan Manuaba, I.B.G. 2007. Pengantar
Kuliah Obsetri. Jakarta:EGC.
7. Politi, S.,D’Emidio, L.,Cignini, P., et al. 2010. Shoulder dystocia: an Evidence-
Based approach. Journal of Prenatal Medicine 2010; 4 (3): 35-42. Diakses 8 Mei
2012 avaible from : UR L:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279180/pdf
8. Rayburn, William F,. Carey, J Christopher, 2001. Bab 9 : Komplikasi-komplikasi
Intrapartum. Dalam: Obsetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika: 193-4
9. Hoffman, Matthew K., Bailit, Jennifer K., Branch, Ware., et al. 2011. A
Comparison of Obsetric Manuevers for the Acute Management of Sholder
Dystocia. American College of Obstricians and Gynecologist. Vol. 117, No. 6,
June 2011.
10. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2005. Shoulder
dystocia.Guideline No. 42. London: RCOG
11. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2012. Shoulder dystocia.
Green-top Guideline No. 42 2nd Edition. London: RCOG
12. Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
13. Sarwono Prawirohardjo . 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

25

Anda mungkin juga menyukai