DISTOSIA BAHU
oleh :
Berliana Islamiati Hydra 1740312052
Firlando Riyanda 1740312251
Preseptor:
dr. Roza Sri Yanti, Sp.OG (K)
KATA PENGANTAR
1
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan Case Report Session (CRS) yang berjudul “Distosia
Bahu.” CRS ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Roza Sri Yanti, Sp.OG (K) selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yag telah
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga CRS
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.1. Latar Belakang
Distosia bahu adalah suatu keadaan darurat obstetri dengan hasil luaran yang
berpotensi kurang baik. Setelah kepala lahir, pelahiran bahu dan badan tidak mudah
karena impaksi bahu bayi dengan panggul ibu. Biasanya distosia bahu merupakan istilah
bawah untuk melahirkan bahu anterior. Insidensi distosia bahu bervariasi berdasarkan
berat janin, terjadi pada 0,6% - 1,4% kelahiran dimana berat bayi antara 2500 gram –
4000 gram. Pada bayi dengan berat lahir 4000 gram – 4500 gram, tingakt kejadian
distosia bahu meningkat menjadi 5% - 9%.1 Insidensi juga bervariasi tergantung pada
Distosia bahu juga dikaitkan dengan risiko tinggi komplikasi fisik maupun
psikologis pada ibu dan bayi baru lahir. Komplikasi pada ibu umumnya meliputi ruptur
uteri, perdarahan post partum (11%), dan kerusakan jaringan lunak serviks dan vagina
(3,8%).1 Secara psikologis ibu mungkin mengalami depresi setelah melahirkan, sindroma
stress paska trauma, dan mungkin memiliki masalah pada interaksi ibu-bayi.2
Konsekuensi yang segera terjadi pada janin termasuk asfiksia dan aspirasi
mekonium. Pada persalinan, cedera pleksus brakialis umumnya terjadi pada 4% - 15%
bayi baru lahir.1 Pleksus brakialis merupakan jaringan saraf utama yang mempersarafi
ekstremitas atas, mulai dari leher, meluas ke aksila, dan bisa juga cedera karena
peregangan yang berlebihan pada leher selama proses persalinan. Sebagian besar cedera
pleksus brakialis pulih dalam waktu 6 hingga 12 bulan. Kasus lain mungkin memerlukan
operasi untuk memulihkan fungsinya, tetapi kurang dari 10% yang mengalami cedera
permanen. Cedera pada tulang melibatkan klavikula, lebih jarang, melibatkan humerus.4
3
Kejadian distosia bahu semakin menjadi ketakutan sendiri bagi dokter, perawat,
bidan, dan tenaga medis lainnya karena seringkali merupakan peristiwa kegawatan
obstetri yang tidak bisa diprediksi dan dicegah. PErtolongan pada Distosia bahu juga
merupakan kompetensi 3 di SKDI tahun 2012 sehingga penulis merasa akan sangat
berguna bila membahas Case Report Session mengenai Distosia Bahu, baik untuk
memprediksi dan mendiagnosis kasus distosia bahu serta dapat memberikan pertolongan
pengetahuan tentang DIstosia Bahu yang nantinya dapat diterapkan pada saat bekerja di
Penulisan Case Report Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
karena terjadi dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk
4
melahirkan bayi. Distosia bahu merupakan suatu kegawatdaruratan obstetri karena
terbatasnya waktu persalinan, terjadi trauma janin, dan komplikasi pada ibu1,2.
Bayi yang dikandung oleh seorang ibu dengan diabetes mellitus, obesitas, riwayat
Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat
Tawarkan untuk dilakukan operasi Caesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi”
janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu menderita
diabetes, janin besar (> 4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan
Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau
Kepala janin telah lahir, namun masih menekan vulva dengan kencang.
Kepala janin telah lahir, namun bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2.6 Penanganan
Diperlukan asisten dalam penanganan distosia bahu, sehingga hal pertama yang
harus dilalakukan adalah meminta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan
sebelum memastikan bahu posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum
melewati pintu atas panggul akan semakin sulit untuk dilahirkan bila dilakukan tarikan
pada kepala. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketegangan
yang menyulitkan bahu posterior untuk masuk ke panggul dengan cara episiotomy yang
6
luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus tidak diperbolehkan
Selain pemahaman yang baik mengenai mekanisme persalinan, waktu adalah hal
lain yang berkontribusi dalam keberhasilan pertolongan persalinan pada kasus distosia
bahu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteri umbilikalis dengan laju 0,04
unit/menit. Jadi, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia, tersedia waktu
sekitar 4-5 menit untuk melakukan maneuver melahirkan bahu sebelum terjadi hipoksia
pada otak.
Posisikan ibu telentang, kedua paha dalam keadaan fleksi sehingga lutut menjadi
sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (posisi McRobert).
Lakukan episiotomi yang cukup lebar. Posisi McRobert dan episiotomi akan
bahu anterior agar dapat masuk di bawah simfisis. Kemudian lakukan tarikan pada
Langkah ini akan melahirkan bahu anterior. Setelah itu langkah selanjutnya sama
7
Gambar 2.2 Manuver McRobert
Diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada diameter oblik
atau transversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi
dilakukan dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina,
tekan daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik atau transversa.
Lebih baik jika pemutaran tersebut membuat punggung bayi ke arah anterior karena
Saat dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan
8
Gambar 2.3 Manuver Rubin
tangan yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan
Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan fleksikan sendi siku (tekan fossa
kubiti). Pegang lengan bawah dan buat gerakan mengusap ke arah dada bayi.
Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi
arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal untuk melahirkan bahu
anterior.
Bahu melalui panggul tidak dalam gerak lurus, namun berputar seperti sekrup. Hal
ini adalah dasar pemutaran bahu akan mempermudah proses melahirkannya. Manuver
Wood dilakukan dengan memakai dua jari tangan yang berseberangan dengan
punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan
9
kiri) yang diletakkan di bagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi 180
derajat, sehingga bahu posterior menjadi anterior dan posisinya berada di arkus pubis,
sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu
posterior. Dalam posisi tersebut, bahu anterior akan mudah untuk dilahirkan.
10
Gambar 2.4. Melahirkan bahu posterior
2.7 Komplikasi1,3
Hipoksia otak
Atonia uteri
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.LO
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia
Alamat : Koto Laweh, Kecamatan Koto besar
Tgl. Masuk RS : 23 Februari 2018
11
ANAMNESIS (Autoanamnesis , 23 Februari 2018, jam 09.00 WIB)
Keluhan Utama
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 2 jam yang lalu
12
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis di keluarga disangkal.
Riwayat alergi makanan dan obat-obatan di keluarga disangkal, riwayat asthma di
keluarga disangkal. Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga disangkal.
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan darah : 100/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 72x/menit
- Pernapasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,50C
-Berat badan : 84 Kg
-Tinggi badan : 160 cm
-IMT : 32.81
13
Status Generalis
Kepala
Bentuk kepala : Normosefali, tidak ada deformitas
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, deformitas (-)
Mata : Kelopak oedem (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tak
langsung +/+
Telinga : Normotia, deformitas (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan
mastoid (-), sekret (-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-),
mukosa hiperemis (-)
Bibir : Simetris (-), sianotik (-), mukosa lembab
Mulut : Tonsil tenang T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula ditengah, oral
higiene baik
Leher
Bentuk : Simetris, normal
KGB : Tidak teraba membesar
Trakhea : Lurus di tengah
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar
Thoraks
Dinding dada : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Paru – paru
Inspeksi : Gerakan kedua hemithoraks simetris saat inspirasi dan ekspirasi.
Palpasi : Gerakan dada simetris, tidak ada hemitoraks tertinggal, vokal
fremitus kedua hemithoraks sama, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, tidak ada tanda radang
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V, 2 cm sebelah medial garis
midklavikularis kiri
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Ekstermitas : akral hangat pada ujung- ujung jari tangan dan kaki, oedem tungkai
-/-
Palpasi :
LI : TFU 39 cm, TBJ 4030 gram, teraba 1(satu) bagian besar janin, tidak keras,
tidak melenting, yang merupakan bokong janin
LII : Kanani : teraba bagian- bagian kecil janin; kiri : teraba 1(satu) bagian keras
seperti papan yang merupkan punggung janin
LIII : Teraba 1(satu) bagian besar, bulat, keras, melenting, yang merupakan
kepala janin
LIV : Konvergen
Auskultasi :
Denyut jantung janin (+ 160 bpm)
Genital :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
Pemeriksaan dalam
Vaginal Toucher: pembukaan 0 cm, portio tebal lunak sebesar ibu jari kaki orang
dewaasa, arah posterior, ketuban (-).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
15
DIAGNOSIS
G4P3A0H2 Gravid aterm + KPD 2 jam
PENATALAKSANAAN
- Observasi KU, VS, His, Djj
- IVFD RL 500 cc 28 tpm
- Induksi persalinan dengan Oxytocin, Oxy 1/2 ampul dalam IVFD RL 500cc, 10 tpm,
naik 5 tpm tiap 30 menit max 60 tpm sampai his adekuat
D. FOLLOW UP
23-02-2018 (pukul 12.10 WIB)
S: gerak janin (+), Nyeri pinggang ke ari-ari (+), Keluar lendir bercampur darah (+)
O: KU / Kes : sedang / CM
TD : 110/80 mmHg N: 84 x/m RR: 20 x/m S : 36,7oC
Abdomen: His 4-5 x/30”/cukup, Djj : 150-155 bpm
Genital: Pembukaan 2-3 cm, portio lunak, penipisan 50%, presentasi kepala, UUK
kiri, ketuban (-) sisa jernih
A: G4P3A0H2 Parturient aterm kala I fase latent + KPD 2 jam
P: Observasi keadaan umum, tanda vital, His. Djj
Ikuti persalinan
16
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan suatu kasus wanita 35 tahun yang kemudian didiagnosa dengan
diagnosa P4A0H3 post partus pervaginam dengan kala II memanjang e.c Distosia bahu.
Pasien ini didiagnosa dengan P4A0H3 post partus pervaginam dengan kala II memanjang
e.c Distosia bahu. Usia kehamilan yang aterm pada kasus ini tidak dapat dibuktikan dari
HPHT karena pasien lupa HPHT-nya tetapi dapat dibuktikan melalui pemeriksaan tinggi
Distosia bahu ditemukan karena tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik
dan traksi yang cukup untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir. Ditemukan pula
Turtle sign yaitu ketika kepala bayi tiba-tiba tertarik kembali ke perineum ibu setelah
keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti seokor kura-kura yang menarik
kepala kembali ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini dikarenakan bahu depan bayi
terperangkap di tulang pubis ibu, sehingga menghambat lahirnya tubuh bayi. Hal ini
menyebabkan persalinan yang lama atau kala II memanjang yang secara objektif
17
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat
Saat tanda-tanda distosia bahu terlihat pada saat persalinan pasien makan penangannan
18
*Perubahan yang terjadi pada panggul
Rubin manoeuvre
Adduksi dari bahu depan dengan melakukan penekanan pada bagian belakang
bahu. Bahu ditekan didekatkan ke dada, atau tekanan dilakukan pada skapula
bagian bahu depan.
Pikirkan tindakan episiotomi.
Tidak boleh menekan fundus
19
d. Rotation of the posterior shoulder – Wood’s screw manoeuvre14,15
Digunakan 2 jari untuk menekan bagian depan bahu belakang dan
memutarnya hingga 1800 atau oblique, dapat diulang jika diperlukan. Manuver ini
pada dasarnya untuk merotasi bahu posterior ke posisi anterior.
Pada prateknya, manuver disimpaksi anterior dan manuver wood dapat
dilakukan secara simultan dan berulang.
20
f. Episiotomy 14,15
Prosedur ini secara tidak langsung membantu penanganan distosia bahu, dengan
memungkinkan penolong untuk meletakkan tangan penolong ke dalam vagina untuk
melakukan manuver lainnya.
memungkinkan posisi janin bergeser, dengan ini diharapkan terjadi disimpaksi bahu.
Dengan tekanan ringan pada bahu posterior, bahu anterior mungkin menjadi semakin
terimpaksi (dengan gravitasi), tetapi akan membantu membebaskan bahu posterior. Selain
itu, posisi ini memungkinkan akses yang mudah ke bahu posterior untuk manuver rotasi
21
3. Apa penyebab Distosia Bahu pada kasus ini.
Faktor predisposisi dari distosia bahu pada pasien ini adalah makrosomia dimana
diketahui berat bayi lahir adalah 4800 gram dengan panjang 52 cm. Makrosomia
dideskripsikan sebagai bayi besar, didasarkan pada berat bayi setelah lahir. Makrosomia
tidak dapat didiagnosis secara pasti sebelum lahir. Definisi makrosomia menggunakan
22
variasi cutt-of berkisar antara 4000 gram hingga 5000 gram. Bayi besar memiliki
kemungkinan untuk menjadi distosia bahu, tetapi mencoba menentukan bayi besar sangat
sulit, seperti menggunakan manuver Leopold akan sangat tidak akurat dakam menentukan
Penyebab makrosomia belum diketahui pasti ada pasien ini, namun pasien
memiliki riwayat berat bayi lahir > 4000 gram pada dua kehamilan sebelumnya. Pasien
juga memiliki IMT >30 yang menurut penelitian dapat menjadi fakto risiko makrosomia
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
23
Pada kasus ini dilakukan penanganan distosia bahu yaitu, meminta pertolongan,
Faktor predisposisi distosia bahu pada kasus ini adalah makrosomia, obesitas,
DAFTAR PUSTAKA
24
4. Arulkumaran S, Symonds IM, Fowlie A eds (2003). Oxford Handbook of
Obstetrics and Gynaecology. Oxford: Oxford University Press: 388-9.
5. Cuningham, F Gary. 2006. Bab 19 Distosia: kelaianan presentasi, posisi, dan
perkembangan janin. Dalam: Obstetri William Edisi 21 Vol 1. Jakarta : EGC: 506-
10
6. Manuaba, Chandradinata. Manuaba, Fajar. dan Manuaba, I.B.G. 2007. Pengantar
Kuliah Obsetri. Jakarta:EGC.
7. Politi, S.,D’Emidio, L.,Cignini, P., et al. 2010. Shoulder dystocia: an Evidence-
Based approach. Journal of Prenatal Medicine 2010; 4 (3): 35-42. Diakses 8 Mei
2012 avaible from : UR L:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279180/pdf
8. Rayburn, William F,. Carey, J Christopher, 2001. Bab 9 : Komplikasi-komplikasi
Intrapartum. Dalam: Obsetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika: 193-4
9. Hoffman, Matthew K., Bailit, Jennifer K., Branch, Ware., et al. 2011. A
Comparison of Obsetric Manuevers for the Acute Management of Sholder
Dystocia. American College of Obstricians and Gynecologist. Vol. 117, No. 6,
June 2011.
10. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2005. Shoulder
dystocia.Guideline No. 42. London: RCOG
11. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2012. Shoulder dystocia.
Green-top Guideline No. 42 2nd Edition. London: RCOG
12. Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
13. Sarwono Prawirohardjo . 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
25