Anda di halaman 1dari 9

AL FATAHILLAH_17702251026

PROLIFERASI ISU-ISU DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEJURUAN


ABAD KE-21

Oleh :

Prof. Slamet PH, MA, Med, MA, MLHR, PhD

1. Karakteristik Abad Ke-21


Abad ke-21 merupakan era disrupsi yang kontroversial, ada orang-orang yang
pesimis dan ada yang optimis. Yang diperlukan dalam era disrupsi adalah tingkat
kesiapan yang memadai untuk menghadapinya, baik sistemnya, kelembagaannya,
manusianya, maupun budayanya.
Abad ke-21 adalah era kegandrungan terhadap globalisasi karena lema (kosakata)
ini selalu hadir dalam setiap seminar, diskusi, dan tulisan-tulisan di media cetak dan
elektronik. Globalisasi adalah proses pemondialan berbagai hal yang riil dan abstrak,
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Globalisasi cenderung memperkuat
dominasi Negara-negara lebih maju, misalnya Amerika Serikat, Eropa, Jepang,
Singapore, Korea Selatan, Taiwan, dan Tiongkok (China). Pada awalnya, globalisasi
dimulai dari kooperasi tetapi dalam kenyataannya cenderung kompetisi dan
cenderung mengarah kepada bentuk-bentuk kolonisasi baru (neocolonialism) oleh
negara-negara maju dalam bentuk neoliberalism, neocapitalism, neocortic, dan
sebagainya untuk tidak disebut semuanya. Mereka telah mendekte dan membangun
ketertundukan Indonesia terhadapnya akibat lilitan hutang, lemah diplomasi, kalah
cerdas ilmu dan teknologi (academic poverty) dan akhirnya terjadi academic
hegemony yang berujung menjadi pemeluk asing dan ketidakseimbangan dalam
segala hal (ekonomi, politik, kemanusiaan, kebudayaan, dsb.). Aturan-aturan
supranasional yang sangat merugikan dan mengurangi kedaulatan Indonesia adalah
prinsip-prinsip kesepakatan perdagangan bebas oleh World Trade Organisasion
(WTO), yaitu: prinsip cross border (bebas pemasokan), prinsip consumption abroad
(bebas membeli barang/jasa asing), prinsip commercial presence (bebas
membuat/mendirikan kantor/perusahaan), prinsip presence of natural person (tenaga
asing boleh bekerja di negara tuan rumah), prinsip most favored
nations/nondiscriminatory (penawaran berlaku untuk semua anggota WTO), prinsip
national treatment (pemasok asing diperlakukan sama dengan pemasok lokal dari
negara tuan rumah). Catatan: Negara-negara yang indeks kesiapannya tinggi untuk
menghadapi globalisasi adalah Swis, Singapore, Swedia, dan Uni Emirat.
Abad ke-21 memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Aliran gagasan, informasi, data raksasa (big data), orang, uang, barang, dan jasa
mampu melintasi batas-batas Negara dengan kecepatan yang akseleratif.
2. Persaingan ketat dan kerjasama erat dan ini memerlukan manusia tepat pikir,
manajemen dan kepemimpinan strategik hebat, technoscience dan teknologi
canggih dan mutakhir, kemampuan beraliansi strategis, diplomasi, dan
profesionalisme.

1
AL FATAHILLAH_17702251026

3. interdependensi antar bangsa semakin kuat karena kesepakatan-kesepakatan yang


dibuat bersama antar bangsa.
4. Jaringan informasi kompleks dan akses informasi sangat cepat dengan
kecanggihan teknologi yaitu internet.
5. Hilangnya batas maya antar bangsa akibat ICT.
6. Kecenderungan ke arah konformisme akibat norma-norma, kesepakatan, standar,
prinsip global dan sejumlah prakondisi esensial yang diperlukan untuk
melaksanakan norma-norma global.
7. semakin kuatnya trio globalisasi yaitu liberalisasi ekonomi, demokratisasi politik,
dan universalisasi budaya.
8. Berteknologi canggih dan mutakhir.
9. Era modal manusia karena era global membutuhkan manusia-manusia yang
mampu dan sanggup menghadapi tantangan global
10. Dekade kesadaran pembangunan berkelanjutan (17 SDGs) karena berbagai
permasalahan : sosio-kultural, lingkungan, dan ekonomi.
11. Era global diwarnai oleh knowledge economy sehingga kegiatan ekonomi makin
didominasi oleh sektor jasa yang menggunakan sistem dan teknologi canggih dan
mutakhir.
12. Dalam bukunya yang berjudul “21st Century Skills”, Trilling & Fadel (2009)
meramalkan bahwa abad ke-21 membutuhkan tiga kategori skills, yaitu: learning
and innovation skills, digital literacy skills, and career and life skills.

Akhir-akhir ini Pearson-Learning Curve Report (2014) menyatakan bahwa SDM


dunia harus memiliki 21st Century Skills berikut: (1) leadership, (2) digital literacy,
(3) communication, (4) emotional intelligence, (5) entrepreneurship, (6) global
citizenship, (7) problem solving, dan (8) teamworking.
Dapat disarikan bahwa abad ke-21 menuntut dilakukan : Restrukturisasi
(resistemisasi/ revitalisasi/rekonfigurasi/reformasi) adalah penataan ulang sistem
(struktur) yang sudah ada untuk diselaraskan dengan tuntutan-tuntutan abad ke-21 dan
ini memerlukan perubahan-perubahan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
Rekulturisasi adalah penataan ulang kultur/budaya yang ada agar selaras dengan
tuntutan abad ke-21. Refigurisasi adalah penataan ulang figur dalam mind set, heart
set, skill set, dan action set nya agar diperoleh orang-orang yang tepat untuk
menghadapi tantangan abad ke-21.

2. Isu-isu Nasional
Tentang isu-isu nasional, akhir-akhir ini serentetan peristiwa nista yang ingin
merapuhkan, menggerus, mengikis, dan menggulung Indonesia sangat marak,
merebak, bahkan membahana, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri. Yang dari dalam negeri, perdamaian antar umat mulai terusik yang muncul
dalam riak-riak permusuhan, ujar kebencian, dan pengucilan fihak lain akibat
kurangnya apresiasi terhadap perbedaan SARA, kebhinekaan yang kurang di tunggal
ika kan sehingga perlu perajutan dan perawatan, kelabilan ketahanan nasional,
sempitnya wawasan nusantara, lemahnya kohesi sosial, miskinnya pengetahuan

2
AL FATAHILLAH_17702251026

sejarah tentang pembentukan Indonesia yang berakibat kehilangan obor, kurangnya


rasa memiliki/handarbeni dan ini memperlemah rasa nasionalisme, menganganya
kesenjangan (keadilan ekonomi, pendidikan, sosial, dsb.).
Negara-negara asing tertarik menjadikan Indonesia sebagai destinasi kolonisasi
baru, yang dilakukan secara agresif. Konspirasi dari luar negeri (perang syaraf dan
proxy war/perang tak berbentuk/nabok nyilih tangan) terasa semakin kuat untuk
memperlemah keindonesiaan dan pembelokan berbagai kehidupan agar tidak selaras
dengan jati diri keindonesiaan. Penguasaan berbagai sumber ekonomi dan sektor-
sektornya oleh asing dan segelintir orang Indonesia semakin kuat, baik sektor primer,
sekunder, tersier, maupun kuarter, misalnya: (1) pertambangan (85% tembaga dan
emas, 75% batu bara, bauksit, nikel, timah, dan 70% migas; (2) perbankan nasional
50,6% dan yang swasta hampir 100%; (3) telekomunikasi yaitu telkomsel 35%, XL
Axiata 66,5%, Indosat 65%, Hutchison Tri 60%; (4) perkebunan kelapa sawit 40%;
dan (5) sektor bisnis yang akan dibuka untuk asing yaitu pelabuhan 49%, operator
bandara 100%, jasa kebandaraan 49%, terminal darat 49%, dan periklanan 51%
(Sumber: Kompas 7/11/2013). Berbagai retail/grosir stores telah didominasi oleh
kapitalis asing yang berkartel dengan pengusaha dalam negeri, seperti Carefour,
Makro, dan Lotte, dan ini mematikan ribuan toko masyarakat. Pulau Madura, tandus
tanahnya, tetapi dibawahnya lautan migas dan ini sudah dikapling-kapling habis oleh
para kapitalis asing. Proyek infrastruktur Kalimantan akan segera dilaksanakan oleh
Tiongkok dengan tenaga kerjanya, kereta api cepat Jakarta-Bandung oleh Tiongkok,
blok Cepu & Bojonegoro oleh Tiongkok, perusahaan migas dan pupuk Merauke oleh
Tiongkok. Akhir-akhir ini marak diberitakan bahwa sejumlah airport, pelabuhan laut,
jalan tol, dan sejumlah pulau ditawarkan ke investor asing untuk mengelolanya dan
bahkan membelinya. Yang sudah lama adalah penguasaan sektor primer, khususnya
mineral/pertambangan oleh Freeport, Newmont, migas oleh Exxon dan Cevron,
perusahaan rokok Djarum oleh Amerika Serikat, Gudang Garam oleh Jepang, dan
sebagian besar perkebunan telah dikelola oleh pihak asing. Sementara itu, industri
strategis yang dikuasai oleh pihak asing adalah teknologi komunikasi dan industri
transportasi (khususnya otomotif). Kita bisa bertanya “mengapa Indonesia belum bisa
membuat sepeda motor”, padahal industri-industri strategis yang dimiliki Indonesia
(tidak dikuasai asing) mampu membuat tercengang dunia. Misalnya, PT PAL mampu
membuat kapal-kapal pesiar gegantik, PT Pindad mampu membuat sniper dengan
keakuratan jarak 2 km, dan PT DI mampu membuat pesawat terbang. Jelas, ini semua
memprihatinkan dan diperlukan kebijakan-kebijakan investasi asing yang
menguntungkan Indonesia. Jika dominasi asing dibiarkan, Indonesia akan didekte
oleh pihak asing dan terusik kedaulatannya. Siap-siaplah menjadi jongos dirumahnya
sendiri.
Bahkan ada kebijakan-kebijakan yang mengarah ke balkanisasi masyarakat
karena dijebol kedaulatannya oleh kekuatan-kekuatan asing yang berkartel dan
beroligopoli dengan para pengusaha Indonesia yang dilakukan secara terstruktur,
sistematis, dan mematikan. Importasi yang melemahkan ekonomi rakyat misalnya
garam yang diimpor dari (Ausie), singkong (Thailand), jagung (India), bawang
(Vietnam), kedelai (USA), dan kentang (Newzealand).

3
AL FATAHILLAH_17702251026

3. Isu-isu Pendidikan Nasional


Jika ingin mengidentifikasi isu-isu, maka dimulai dari outcome, mundur ke
output, mundur ke proses, mundur ke input, dan berakhir pada konteks. Sebaliknya,
jika ingin melakukan langkah – langkah pemecahan persoalan (penyiapan), maka
arahnya dibalik, yaitu dimulai dari konteks ke input, ke proses, ke output, dan
berakhir pada outcome. Inilah cara berpikir sistem yang runtut, utuh dan benar
(Slamet PH, 2000). Enam (6) isu pendidikan nasional berikut mendesak untuk
diselesaikan agar tidak membuat blunder penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pertama, pendidikan nasional kurang memperhatikan pemberian bekal dasar
untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Menurut Slamet PH (2014; 2013; 2010,
2009, 2000), manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia yang memiliki dimensi-
dimensi kualitas dasar (daya pikir, daya hati, dan daya fisik), kualitas instrumental
(ilmu, teknologi, seni, olah raga, kewirausahaan), kualitas keindonesiaan (Pancasila,
UUD 45, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika), dan kualitas global yaitu daya saing, dan
penguasaan instrumen-instrumen global.
Kualitas dasar daya pikir memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut: berpikir
induktif, berpikir deduktif, berpikir ilmiah, berpikir logis, berpikir kritis, berpikir
kreatif, berpikir inovatif, berpikir divergen, berpikir sebab-akibat, berpikir alternatif,
berpikir lateral, berintuisi tinggi, terampil mengambil keputusan, versalitas berpikir,
dan berpikir sistem, untuk tidak disebut semuanya.
Kualitas dasar daya hati (kecerdasan spiritual, moral/etikal, emosional,
estetikal) memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut: iman dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, kejujuran, cinta kasih dan kasih sayang, tanggung jawab, bijak dan
bajik, empati, toleransi, kebersamaan, prakarsa/inisiatif, promotif tidak hanya proaktif
dan aktif apalagi hanya reaktif, membangun teamwork yang (kompak, cerdas,
dinamis, harmonis, dan lincah), selalu membangun keindahan cita rasa melalui seni
(suara, musik, tari, kriya, lukis, dan sebagainya), terusmenerus melakukan inovasi dan
improvisasi demi perbaikan selanjutnya, dan sebagainya.
Kualitas dasar daya fisik (kinestetikal) mencakup kesehatan, kebugaran,
kekokohan stamina, ketahanan, keenerjikan, dan keterampilan (kecepatan, kecekatan,
dan ketepatan).
Kualitas instrumental mencakup penguasaan ilmu-ilmu monodiplin,
antardisiplin, oligodisiplin, multidisiplin, dan lintasdisiplin, ilmu-ilmu lunak
(ekonomi, sosial, politik, antropologi, seni, dan sebagainya) serta terapannya
(kemenejemenan, kepemimpinan, keorganisasian, dan sebagainya) dan ilmu-ilmu
keras (matematika, fisika, kimia, biologi, astronomi) serta terapannya yaitu teknologi
(konstruksi, manufaktur, telekomunikasi, transportasi, bio, energi, dan bahan).
Kualitas keindonesiaan menuntut agar pengembangan manusia Indonesia
mengakar pada kebutuhan dan jati diri Indonesia, yaitu kekayaan alam yang
melimpah (tanah subur, mineral/tambang, gas bumi, minyak, batubara, air, udara, dan
sebagainya), sektor primer (pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan/kelautan,
dan sebagainya), sektor sekunder (industri, perusahaan, dan sebagainya), sektor
tersier/jasa langsung (bank, transportasi, dan sebagainya).

4
AL FATAHILLAH_17702251026

Kualitas global/mondial menuntut agar manusia Indonesia mampu dan sanggup


berkolaborasi dan bersaing secara sehat di tingkat regional dan internasional.

Kedua, peran Pemerintah cq Kemendikbud sebagai regulator, fasilitator, dan


pelindung dalam bidang pendidikan terkesan mosaik dan lemah, padahal pada tataran
akar rumput mempersepsi Kemendikbud itu ”etatis” karena masih kuatnya
paternalisme. Peran sebagai regulator dapat dikatakan bahwa banyak regulasi bidang
pendidikan yang kurang tepat, tidak lengkap, saling berbenturan, salah secara
beruntun karena sepersusuan acuan yang salah, misalnya kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (UU 20/2003 tentang Sisdiknas.

Ketiga, kekurangan guru kejuruan produktif diatasi dengan kebijakan baru yang
disebut keahlian ganda. Seorang guru boleh memiliki dua keahlian meskipun sangat
berbeda bidangnya. Seorang guru matematika boleh mengajar bidang kejuruan
otomotif yang hanya dilatih satu-dua bulan di bidang otomotif. Kalau tetap
bersikukuh bahwa guru adalah profesi, maka kebijakan ini merupakan bentuk
deprofesionalisasi profesi guru, alias amatiran. Padahal, seorang calon guru kejuruan
produktif harus memperoleh sarjana pendidikan empat (4) tahun (jika tepat waktu)
dan mengikuti PPG satu (1) tahun.

Keempat, menurut Surat Kabar Harian Kompas 19 Januari 2018, terdapat


kelebihan sarjana pendidikan yang sangat banyak. Tahun 2016, lulusan sarjana
pendidikan sebanyak 254.669 orang, padahal kebutuhan guru pada tahun 2017 hanya
27.241 orang. Tidak hanya itu, lulusan sarjana pendidikan yang dapat mengikuti
pendidikan profesi guru sebagai prasyarat untuk menjadi guru hanya 2.309 orang.

Kelima, isu-isu kebijakan pendidikan nasional yang awet (terulang-ulang)


adalah kesenjangan-kesenjangan dalam: (1) pemerataan kesempatan yang mencakup
persamaan kesempatan, aksesbilitas, dan keadilan/kewajaran; (2) kualitas/mutu
pendidikan (kualitas dasar, instrumental, keindonesiaan, dan global); (3)
relevansi/keselarasan pendidikan dengan kebutuhan anak didik, keluarga, masyarakat
sekitar, pembangunan nasional di berbagai sektor dan sub-sub sektornya; (4) efisiensi
pendidikan (internal dan eksternal); dan (4) tata pemerintahan pendidikan yang baik
(partisipasi, transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum, profesionalisme, dan
sebagainya). Kesenjangan-kesenjangan tersebut diakibatkan oleh kemiskinan
struktural (kebijakan dan anggaran yang tidak tepat), kemiskinan kultural (rendahnya
kesadaran orang tua anak tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan anaknya),
kemiskinan ekonomi orang tua anak, dan letak geografi yang tidak menguntungkan.

Keenam, isu lain yang juga sering terulang-ulang adalah implementasi kebijakan
pendidikan nasional. Banyak kritik yang dilontarkan terhadap pendidikan nasional
yaitu bahwa the devil of education in Indonesia is actually at the detail of
implementation level. Terlepas benar atau tidaknya kritikan tersebut, Kemendikbud

5
AL FATAHILLAH_17702251026

tidak boleh berasumsi bahwa dengan meluncurkan kebijakan baru dari pusat ke
daerah dengan sendirinya akan dilaksanakan oleh daerah. Aturan, arahan, bimbingan,
dan fasilitasi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikan di
daerah harus dilaksanakan mengingat desentralisasi dan otonomi pendidikan di
Indonesia sampai saat ini masih dalam proses pencarian format tata pemerintahan
yang tepat. Selain itu, implementasi pendidikan nasional membutuhkan komunikasi
kebijakan yang dilakukan secara (merata, akurat, dan konsisten), sumber daya yang
memadai (manusia, uang, sarana dan prasarana, bahan, informasi, dsb), dan struktur
organisasi yang kondusif/tidak menghambat.

4. Isu-isu Pendidikan Kejuruan


Secara umum, pendidikan kejuruan saat ini menunjukkan gejala-gejala berikut:
(1) hanya menyelenggarakan fungsi tunggal yaitu menyiapkan siswanya untuk
bekerja pada bidang tertentu sebagai karyawan, (2) lemah dalam menyiapkan peserta
didiknya untuk menjadi wirausahawan, (3) lambat daya tanggapnya terhadap
kebutuhan tenaga kerja, (4) belum optimal keselarasannya dengan dunia kerja, dan (5)
belum ada kepastian jaminan terhadap lulusannya untuk memperoleh pekerjaan yang
layak. Berikut diuraikan tujuh (7) isu terpilih yang perlu menjadi prioritas
Kemendikbud cq Direktorat PSMK untuk diselesaikan.
Pertama, idealnya kualitas lulusan SMK harus terampil, luwes, melek teknologi,
dan selaras dengan kebutuhan dunia kerja sebagai pekerja atau wirausahawan. Dalam
kenyataan, lulusan SMK saat ini belum sepenuhnya seperti yang dimaksud. Kedua,
kebanyakan SMK saat ini menyiapkan siswanya hanya untuk bekerja pada bidang
keahlian tertentu sebagai pekerja/karyawan/pegawai. Ketiga, SMK kurang cepat
tanggap terhadap tuntutan-tuntutan pembangunan ekonomi tingkat lokal, nasional,
regional, dan internasional. Keempat, keselarasan antara dunia SMK dan dunia kerja
dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu, belum terorganisir secara
formal. Kelima, pembalikan proporsi siswa SMA:SMK dari 70%:30% menjadi
30%:70% menuntut SMK mampu menjamin lulusannya memperoleh pekerjaan yang
layak. Keenam, fungsi Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
(Direktorat PSMK) sangat gemuk yaitu menyelenggarakan sembilan (9) kelompok
bidang keahlian kejuruan, empat puluh delapan (48) program keahlian, dan seratus
empat puluh dua (142) kompetensi keahlian. Ketujuh, pembaruan, apakah sifatnya
vital, berarti revitalisasi (reformasi, rekonfigurasi, resistemisasi, restrukturisasi) atau
tidak vital, yang berarti inovasi, merupakan keniscayaan karena kehidupan adalah
proses pembaruan. Tanpa pembaruan, siapapun atau organisasi apapun akan
terbelakang.

5. Tujuan Pendidikan Kejuruan


Berdasarkan isu-isu pendidikan kejuruan sebagaimana disebut sebelumnya, maka
tujuan pendidikan kejuruan dapat didefinisikan sebagai berikut. Tujuan pendidikan
kejuruan adalah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya selaras dengan
potensi dan kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, kebutuhan masyarakat
lokal, dan kebutuhan berbagai sektor ekonomi dan sub-sub sektornya, baik sektor

6
AL FATAHILLAH_17702251026

primer, sekunder, tersier, maupun kuarter. Mengacu pada definisi tersebut, maka
pekerjaan berikutnya adalah menyusun indikator-indikatornya, yang mencakup:
terpenuhinya kedaulatan potensi dan kebutuhan peserta didik, terakomodasinya
pengembangan potensi ekonomi lokal, berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan
tenaga kerja dalam berbagai sektor ekonomi dan sub-sub sektornya, baik sektor
primer, sekunder, tersier, dan kuarter. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan
kejuruan tersebut, diperlukan kebijakan-kebijakan pendidikan kejuruan yang mampu
mewujudkan tujuan pendidikan kejuruan yang telah ditetapkan.

6. Kebijakan Pendidikan Kejuruan


Usulan-usulan kebijakan berikut dapat dipertimbangkan sebagai opsi-opsi untuk
memperbaiki pendidikan kejuruan di masa yang akan dating :
1. Konsep Penyelarasan Pendidikan Kejuruan dan Dunia Kerja
Keselarasan adalah kondisi himpitan optimal antara pendidikan kejuruan dan
dunia kerja yang dicapai melalui regulasi kerjasama, negosiasi kepentingan kedua
belah pihak yang dilakukan secara sukarela dengan mempertimbangkan
kebutuhan masing-masing berdasarkan persediaan dan permintaan tenaga kerja
dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu.
2. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang/rencana induk/master
plan/peta jalan/road map pendidikan kejuruan berdasarkan data-data persediaan
dan permintaan tenaga kerja saat ini dan perkiraan ke depan, dengan tetap
mengacu pada prinsip keselarasan/ketergatukan (link and match) dunia
pendidikan kejuruan dengan dunia kerja;
3. Pemetaan supply-demand tenaga kerja secara agregatif (nasional), disagregatif
(propinsi dan kabupaten/kota), dan secara regional dan internasional untuk
memetakan ulang pengelompokan (perumpunan) pendidikan kejuruan agar benar-
benar selaras dengan permintaan tenaga kerja, pengembangan jiwa
kewirausahaan, dengan tetap memperhatikan potensi dan kedaulatan peserta didik
(hilangkan kata spektrum pendidikan kejuruan, karena istilah ini salah);
4. Model-model Penyelarasan untuk Mendekatkan Pendidikan Kejuruan dengan
Dunia Kerja
Berikut disampaikan model-model penyelarasan yang dapat diterapkan di SMK,
yang tentu saja disesuaikan dengan konteks/jenis kejuruan masing-masing, yaitu:
pendidikan sistem ganda (PSG), magang, pendidikan kooperatif, pengalaman
lapangan/praktek industri, internship, teaching factory/teaching industry,
entrepreneurship/technopreneurship, dan laboratorium kewirausahaan
(inkubator);
5. Bentuk Keterlibatan Dunia Kerja dalam Dunia Pendidikan Kejuruan
Bentuk-bentuk keterlibatan dunia kerja dalam dunia pendidikan kejuruan yang
dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: (1) diatur melalui peraturan
perundang-undangan; (2) dilakukan secara sukarela, dengan prinsip untung-
untung, dan (3) bentuk lain yang disepakati bersama kedua belah pihak, dunia
pendidikan kejuruan dan dunia kerja.
6. Pembuatan Peraturan Bersama Kemendikbud dan KADIN tentang
Penyelarasan/Link & Match dan Kerja Sama Dunia Pendidikan Kejuruan dengan
Dunia Kerja;
7. Pembentukan badan/majelis kemitraan independen sebagai penyatuwadahan
(pewadahtunggalan) pemangku kepentingan yang beranggotakan unsur-unsur

7
AL FATAHILLAH_17702251026

praktisi industri, KADIN, Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia, asosiasi


profesi, pemerintah, praktisi pendidikan kejuruan, akademisi/pakar pendidikan
kejuruan, dan perserikatan buruh;
8. Pembuatan sistem informasi persediaan dan permintaan tenaga kerja yang mampu
mengendalikan supply-demand tenaga kerja Indonesia dan ini dibuat secara
kolaboratif oleh kementerian-kementerian terkait, KADIN, APINDO, Asosiasi-
Asosiasi Profesi Kejuruan, Serikat Pekerja, dan para pemangku kepentingan
lainnya;
9. Pembentukan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda pada Sekolah Menengah Kejuruan
sebagai realisasi dari kebijakan penyelarasan dan kerjasama dunia pendidikan
kejuruan dengan dunia kerja. Tidak perlu menemukan roda baru, yang diperlukan
adalah mengkaji ulang dan memperbaiki Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Sistem Ganda pada Sekolah Menengah Kejuruan, untuk diselaraskan
dengan tuntutan-tuntutan baru terhadap pendidikan kejuruan;
10. Pengembangan SMK multifungsi untuk memperbesar kontribusi SMK dan
memaksimalkan pemanfaatan sumber daya sekolah untuk menghindari
underutilized resources. SMK multifungsi mencakup: (a) penyiapan lulusan agar
bermutu tinggi sehingga dapat dicontoh oleh dan diimbaskan ke SMK-SMK lain;
(b) pengembangan/tempat meretas wirausahawan peserta didik (kepengusahaan);
(c) tempat praktek SMK-SMK lain; (d) pusat pelatihan (bagi siapa saja yang ingin
meningkatkan keterampilannya); (e) pusat produksi (production center),
khususnya produk unggulan berkhas/kespefikan lokal; (f) pusat pengembangan
teaching factory; (g) pengembangan teaching industry; (h) pusat pengembangan
bahan pelatihan (center of training materials development); (i) mitra industri
dalam pelatihan (training partner for industry); (j) akademi komunitas
(community college: tempat transit ke PT/transfer education), career education,
continuing education; (k) lembaga sertifikasi profesi (LSP) dan tempat uji
kompetensi (TUK); (l) pusat informasi pasar kerja/bursa kerja khusus; dan (m)
penyiapan tenaga kerja terampil, luwes, melek teknologi, dan berkarakter yang
dibutuhkan oleh negara-negara lain (TKI); dan
11. Pembuatan kebijakan-kebijakan kemitraan SMK dan dunia kerja yang mencakup:
kerja sama pendidikan kejuruan dengan dunia kerja; penyelarasan SMK, KKNI,
SKN, dan SKKNI; sinkronisasi kurikulum SMK dan kebutuhan dunia kerja;
pembelajaran di SMK dan pelatihan di dunia kerja; sistem penilaian dan
sertifikasi berbasis kompetensi; kualifikasi dan kompetensi pendidik di SMK dan
pelatih di industri; pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan kejuruan;
bimbingan praktik di SMK dan praktek di industri; manajemen dan organisasi
kerja sama SMK dengan dunia kerja; pengelolaan pendanaan pendidikan
kejuruan; monitoring dan evaluasi berbasis kompetensi; administrasi kerja sama
SMK dengan dunia kerja; pengembangan unit produksi (income generating
activities); studi penelusuran (tracer study) lulusan SMK; dan pementaan ulang
pendidikan kejuruan.

7. Kritik dan Saran


Dengan tanpa mengurangi rasa hormat, berikut beberapa kritik dan saran dari saya
sebagai mahasiswa dengan segala keterbatasan pengetahuan yang saya miliki

8
AL FATAHILLAH_17702251026

Kritik:
Banyaknya kosakata yang terlalu sulit dipahami bagi kami sebagai mahasiswa
yang tentunya masih perlu banyak menggali ilmu.

Saran :
Alangkah baiknya apabila penggunaan istilah-istilah sulit lebih disederhanakan
agar kiranya para pendengar dapat lebih cepat memahami apa yang disampaikan
tanpa terlebih dahulu menerjemahkan kata-kata sulit tersebut.

Anda mungkin juga menyukai