PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan gigi pada penderita down syndrom dan autis telah lama diabaikan. Jumlah
penderita down syndrom dan autis di Indonesia oleh WHO diperkirakan antara 5-9%, yang
berarti 7-11 juta dari seluruh penduduk Indonesia, tetapi data yang tepat belum ada. kurangnya
kemampuan, termasuk perawatan oleh dokter gigi. Kebutuhan perawatan gigi dari penderita
down syndrom dan autis ini tidak banyak berbeda dari perawatan penderita normal lainnya,
tetapi tata pelaksanaan perawatan biasanya lebih sulit. Penerimaan perawatan gigi dapat
dipengaruhi oleh satu atau lebih permasalahan medis, mental, fisik, dan emosi. Kebutuhan dasar
perawatan gigi pada penderita down syndrom dan autis dapat dicapai jika objek dan sumber
permasalahan yang terdapat di masyarakat dapat diketahui, dan dapat ditangani melalui hasil-
hasil suatu studi sistematis dari permasalahan yang menyangkutnya. Kesulitan pelaksanaan
perawatan gigi pada penderita down syndrom dan autis dapat diatasi jika dokter gigi memperoleh
pengetahuan yang baik dari kondisi manifestasi fisik dan psikologis pasien. Tindakan perawatan
gigi dan mulut dari penderita down syndrom dan autis ini dapat ditempuh dengan cara yang sama
pada penderita (anak) normal. Sebagian besar penderita down syndrom dan autis ini mempunyai
kesehatan mulut yang buruk dari penderita normal.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kelainan pada anak terjadi akibat perkembangan abnormal yang dialami oleh anak
tersebut dalam fase tumbuh kembangnya, fase ini tidak hanya terbatas pada keadaan postnatal
dari anak tersebut, tetapi kondisi prenatal juga berpengaruh penting terhadap perkembangan
abnormal yang dialami oleh anak.
Perkembangan dilukiskan sebagai suatu proses yang dinamis, oleh karena itu jika terjadi
ketidak dinamisan perkembangan maka akan terjadi gangguan perkembangan. Gangguan
perkembangan ini sering disebut sebagai kecacatan atau handicap. Kecacatan dapat berupa fisik,
cacat mental, cacat motorik, cacat social dan lain sebagainya. Tidak jarang kecacatan itu
dianggap sebagai kesalahan orang tua, misalnya: anak yang lahir dengan tangan yang tidak
normal dihubungkan dengan dosa orangtua yang pernah mencelakakan orang lain dan memotong
tangannya pada saat istrinya sedang hamil.
Gangguan perkembangan antara lain meliputi gangguan fisik dan psikomotorik,
gangguan fungsi intelektual dan gangguan yang nampak pada prilaku psikososial dan moral yang
dicakup dalam pengertian devisiensi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam penjelasan
sebagai berikut:
1. DOWN SYNDROM
Down Syndrom merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental
anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk
akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadinya pembelahan.
Kelainan kromosom ini dipengaruhi oleh umur ibu, kelainan kehamilan, kelainan endokrin
pada ibu.
a. Gambaran Umum Rongga Mulut Anak Down Syndrom
1) Oral Hygiene
Sesuai dengan meningkatnya usia, baik pada lidah maupun bibir terbentuk celah dan
fissure. Ini merupakan hasil dari mouth breathing yang kronis. Pembentukan fissure pada
lidah dapat menjadi berat dan merupakan faktor konstribusi pada terjadinya halitosis.
Pasien diinstruksikan untuk menyikat pada saat menyikat gigi. Pernapasan mulut kronik
2
lainnya dapat menurun dalam saliva dengan mengeringnya mulut. Terjadi penurunan
pembersihan alamiah pada kavitas mulut dapat menjadi faktor konstribusi pada
perkembangan karies. Pernapasan melalui mulut dapat menyebabkan iritasi pada sudut
mulut ( angular cheilitis ).
2) Keadaan Jaringan Lunak
Menurunnya muscule tone umumnya ditemukan pada down syndrom. Hal ini
mempengaruhi otot-otot kepala dan rongga mulut sesuai dengan otot-otot tengkorak yang
lebar. Menurunnya muscule tone pada bibir dan pipi memepengaruhi tekanan yang tidak
seimbang pada gigi dan tekanan pada lidah menjadi lebih besar. Hal ini menyebabkan
terjadinya open bite pada penderita down syndrom. Selain itu, berkurangnya muscule tone
menyebabkan efisiensi mengunyah dan natural cleansing dari gigi. Kemungkinan makanan
tertinggal pada gigi setelah makan yang diakibatkan oleh pengunyahan yang tidak sempurna.
Insiden dari mouth breathing sangat tinggi disebabkan oleh jalan nasal yang kecil. Lidah
dapat protrusi dan membesar atau makroglosia atau berfissura pada permukaan dorsal 2/3
anterior dengan panjang dan kedalaman yang bervariasi. Pada penderita down syndrom, hal
ini dapat terjadi dengan kombinasi geographic tongue. Permukaan dorsal lidah biasanya
kering dan merekah serta tepinya mempunyai pola cetakan gigi yang dinamakan scalloped
tongue. Kebiasaan menjulurkan lidah selama waktu minum, menghisap dot, makan, dan
bicara terjadi pada lidah hipotonus. Jaringan lidah pada bagian tengah bersifat hipotonus
dengan cekungan berlebihan dibagian 2/3 anterior lidah dan hipotonus pada frenulum lidah.
Makroglosia sebenarnya sangat jarang ditemukan, makoglosia hanya relatif ditemukan
bilamana lidah berukuran normal tetapi ukuran rongga mulut yang kecil disebabkan karena
tidak berkembangnya pertumbuhan dari wajah bagian tengah.
Pada pemeriksaan palatum penderita down syndrom terlihat sempit dengan cekungan
yang tajam. Cekungan tersebut normal tingginya, namun ukuran dari palatum durum yang
abnormal tebal. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya ruangan pada kavitas oral untuk
lidah, yang akan mempengaruhi fungsi bicara dan mastikasi.
Keadaan jaringan keras
Erupsi gigi pada anak down syndrom biasanya tertunda. Waktu erupsi berbeda-beda bagi
anak down syndrom dan beberapa anak, gigi primernya tidak erupsi hingga berumur 2
tahun. Pada beberapa kasus masalah erupsi dapat disebabkan oleh gingival hiperplasia yang
3
dihasilkan dari beberapa medikasi seperti phenytoin dan cyclosporin. Pemeriksaan gigi
secara rutin pada saat anak down syndrom berumur satu tahun dapat membantu dalam
mengidentifikasi ketidakteraturan pola erupsi gigi.
Bruksism terjadi pada anak down syndrom dan dapat dipicu oleh maloklusi gigi,
disfungsi TMJ dan tidak berkembangnya nervus kontrol. Mikrodontia dan malformasi gigi
juga dapat ditemukan. Crowding yang berat dapat terjadi pada penderita down syndrom
yang telah erupsi semua gigi permanennya.
b. Masalah Kesehatan Rongga Mulut Pada Down Syndrom
Orang-orang dengan sindrom down tidak memiliki masalah rongga mulut yang unik.
Akan tetapi, beberapa masalah cenderung sering terjadi dan bisa menjadi parah. Perwatan
professional secara dini dan perawatan harian di rumah dapat mengurangi keparahannya dan
membuat penderita down syndrom memiliki perbaikan kesehatan rongga mulut.
1. Penyakit Periodontal
Merupakan masalah rongga mulut yang paling utama pada penderita sindrom down,
dimana anak cepat mengalami penyakit periodontal. Sebagai akibatnya, kehilangan
banyak gigi permanen anterior di usia muda. Faktor lain yang mendukung termasuk oral
hygiene buruk, maloklusi, bruksism, bentuk akar yang konus, dan respon host yang
abnormal, karena sistem imun yang menurun.
2. Karies Gigi
Anak-anak dan dewasa muda penderita sindrom down memiliki insidensi lebih tinggi
terkena karies dibandingkan dengan orang tanpa cacat mental. Beberapa gambaran
rongga mulut anak dengan down syndrom menunjukkan bahwa erupsi gigi sulung dan
permanen yang terlambat, kehilangan gigi permanen dan ukuran gigi yang kecil dengan
space atau jarak satu sama lain yang memberikan kemudahan untuk menghilangkan plak.
3. Maloklusi
pada sebagian besar penderita sindrom down ditemukan maloklusi karena erupsi dari gigi
permanen yang terganggu dan tidak berkembangnya maksilla. Kecilnya maksilla
menyebabkan terjadinya open bite, posisi gigi yang jelek dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya penyakit periodontal dan karies gigi.
4. Anomali Gigi
Keadaan anomali gigi umumnya terjadi pada down syndrom misalnya kongenitalis
4
missing teeth lebih sering terjadi pada penderita down syndrom daripada populasi umum.
Gigi yang lebih sering tanggal umumnya insisivus lateral dan premolar kedua rahang
bawah.
c. Penanganan Gigi Dan Mulut Pada Penderita Down Syndrom
Pada penderita down syndrom dapat ditemukan adanya perubahan mental dan fisik yang
akan berpengaruh pada rongga mulut sebelum menentukan perawatan, medical history
pasien harus sdiketahui. Konsultasi antara dokter, keluarga dan perawat sangat penting
unutk mendapatkan medical history yang akurat. Selain itu, harus ditentukan siapa yang
akan dimintai informed consent untuk pelaksanaan perawatan pasien down syndrom.
Secara umum penanganan gigi dan mulut untuk down syndrom yang dapat dilakukan dokter
gigi:
Speech Pathologist dapat menolong untuk mengajari posisi lidah dan meningkatkan
penyesuaian terhadap otot-otot orofacial. Pada kasus-kasus berat, pembedahan lidah dapat
diindikasikan.
1. Alat orthodonsi diperlukan unutk mengawasi pencabutan gigi pada saat penanganan
crowding.
2. Ahli anastesi diperlukan pada kasus-kasus tertentu yang memerlukan perawatan yang
lebih luas, dengan obat-obatan anastesi, baik sedasi ringan maupun anastesi umum.
3. Ahli gizi menginstruksikan kepada orang tua atau penjaga anak tentang makanan
siplemen, sehubungan dengan keterbatasan otot-otot pengunyahan anak down syndrom.
Secara khusus penanganan gigi dan mulut anak down syndrom yang dapat dilakukan
dokter gigi:
a) Tindakan Preventif
Pemberian fluor
Pemberian fluor secara sistemik pada anak down syndrom dapat berbentuk cairan,
tablet maupun obat kumur. Pemberian fluor dengan topikal diberikan setelah
pembersuhan gigi yang rutin.
b) Kontrol Plak
Dalam hal ini perlu diperhatikan diet anak down syndrom termasuk disini adalah
kualitas makanan dan macam makanannya. Meskipun umumnya anak down syndrom
cepat menelan makanannya dengan hanya sedikit mengunyahnya, tetapi sisa
5
makanan sering kali masih terkumpul disekitar giginya, terlebih dengan keadaan
hipotonia ototnya, maka sulit dicapai self cleansing yang baik. Untuk itu obat kumur
dapat digunakan unutk membantu membersihkan sisa makanan tersebut, disamping
obat kumur berperan sebagai antiseptik.
c) Scalling dan Root Planing
Keberadaan calculus supra dan subgingiva, inflamasi gingiva dan poket periodontal
(lebih besar atau sama dengan 5 mm) dan kehilangan tulang alveolar ditemukan pada
anak-anak (10 – 19 tahun) dengan down syndrom pada grup kontrol berdasarkan usia
dan jenis kelamin. Anak-anak down syndrom menderita oleh karena inidensi yang
tinggi dari penyakit Rapid Destructive Periodontitis yang dapat disebabkan oleh
faktor lokal, seperti morfologi gigi, bruksism, maloklusi dan oral hygiene yang
rendah. Faktor-faktor sistemik tertentu diyakini memberikan konstribusi yang
penting terhadap penyakit periodontal, seperti sistem sirkulasi yang buruk,
penurunan respon humoral, kemunduran fisik secara umum pada usia dini, dan
pengaruh genetik.
Oral hygiene yang bagus dan semi annual prophylaxis appoitment mungkin tidak
mencukupi untuk mencegah terjadinya penyakit periodontal pada pasien ini.
Perawatan yang cepat dan agresif diperlukan. Pasien ini perlu dikontrol sedikitnya 3
bulan sekali untuk scaling dan root planing dan juga menguntungkan bila diberikan
obat kumur Chlorhexidine dan terapi antibiotik sistemik.
d) Penutupan Pit dan Fissure Sealant
Penutupan pit dan fissure sealant secara efektif dapat mengurangi karies oklusal.
Sealant cocok digunakan dalam populasi anak sindrom down dan sebaiknya
digunakan apabila dibutuhkan. Pasien yang membutuhkan prosedur gigi dibawah
anastesi umum sebaiknya memiliki pit dan fissure oklusal yang dalam yang
direstorasi dengan amalgam atau komposit pemakaian jangka panjang untuk
mencegah kerusakan gigi lebih lanjut.
Tindakan kuratif
a. Pemberian tumpatan
b. Pencabutan gigi
Tindakan rehabilitatif
6
a. Perawatan orthdonsi
b. Pembuatan gigi tiruan
Pemberian tumpatan, pencabutan gigi, perawatan orthodonsi dan pembuatan gigi tiruan
dapat dilakukan sama seperti halnya anak normal. Namun hal yang perlu diingat adalah penderita
sindrom down mempunyai masalah retardasi mental dan hipotonia otot yang perlu penanganan
khusus dalam perawatan. Masalah tersebut menyangkut komunikasi, kooperatif anak, mulut
yang selalu terbuka, lidah yang menjulur atau saliva yang berlebihan. Untuk anak yang masih
kecil sering kali dilakukan perawatan dengan knee to knee, yaitu dokter gigi dan orang tua duduk
berhadapan dengan lutut saling beradu dan anak ditidurkan diatas pangkuan sehingga perawatan
dapat dilakukan dengan lebih stabil.
Perawatan ortodontik pada anak-anak down syndrom perlu dipertimbangkan secara hati-hati
karena beberapa mungkin menguntungkan sementara yang lainnya tidak. Kemampuan dari
pasien atau perawat untuk menjaga kebersihan oral hygiene sangat berpengaruh terhadap
kesuksesan perawatan.
KARIES GIGI
Pasien dengan retardasi mental (down syndrom) memiliki penigkatan karies yang sama dengan
orang-orang tanpa keterbelakangan mental. Meskipun demikian prevalensi karies gigi yang tidak
dirawat lebih tinggi pada pasien dengan retardasi mental terutama bagi mereka yang tinggal di
lingkungan yang tidak mendukung. Karies gigi atau kerusakan gigi dapat berhubungan dengan
frekuensi muntah atau gastroesophangeal refluks, kurang dari jumlah saliva normal, pengobatan
yang mengandung gula atau diet khusus yang memerlukan pemberian susu botol yang
diperpanjang atau makanan ringan. Ketika oral hygiene rendah, terjadi peningkatan resiko karies
gigi.
7
Beritahukan kepada orangtua bahwa pemeliharaan oral hygiene yang dilakukan setiap hari
meliputi frekuensi berkumur dengan air dan penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride
atau obat kumur.
Menjelaskan perlunya mengawasi anak-anak untuk menghindari menelan fluoride.
Maloklusi
Prevalensi maloklusi pada pasien dengan retardasi mental serupa dengan yang ditemukan
pada masyarakat umum. Hampir 25 % dari 80% kelainan anomali craniofacial dapat
mempengaruhi perkembangan oral yang dihubungkan dengan retardasi mental. Gigi yang
berjejal atau keluar dari lengkung rahang lebih sulit untuk menjaga kebersihannya,
menyebabkan penyakit periodontal dan karies gigi. Kemampuan pasien atau orangtua untuk
menjaga oral hygiene setiap hari dengan baik mempengaruhi keberhasilan dan kesuksesan dan
perawatan. Gangguan perkembangan yang dialami seharusnya tidak dirasa sebagai suatu
penghalang untuk perawatan ortodonsi.
Tidak adanya benih gigi permanen, delayed erupsi, dan hipoplasia email
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan retardasi mental erupsi gigi dapat tertunda,
dipercepat atau tidak menentu pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan. Gusi dapat
berwarna merah atau ungu kebiru-biruan sebelum gigi erupsi. erupsi gigi bergantung pada
genetik, pertumbuhan rahang, aksi otot dan faktor-faktor lain.
BRUKSISM
Kebiasaan menggerinding gigi, merupakan suatu kebiasaan yang umum pada pasien dengan
retardasi mental berat. Pada kasus-kasus yang ekstrim, bruksism menyebabkan gigi abrasi dan
permukaan oklusal menjadi datar.
Penanganan :
Untuk menangani bruksism dapat digunakan bite guard.
Trauma dan injuri
Trauma dan injuri pada mulut akibat jatuh atau kecelakaan pada pasien yang retardasi mental
PENANGANAN :
Disarankan menyiapkan kotak penyimpanan gigi di rumah
Jika gigi avulsi atau patah segera antar pasien atau bawa giginya ke dokter gigi.
8
Instruksikan juga kepada orang tua untuk mengumpulkan setiap potongan gigi yang patah
Tekankan kepada orang tua bahwa trauma memerlukan perhatian segera dan jelaskan
prosedur yang dilakukan jika gigi permanen patah.
Beritahukan kepada orang tua cara mencegah trauma dan apa cara yang dilakukan jika terjadi
trauma.
ANOMALI GIGI
Anomali gigi merupakan vareiasi dalam ukuran dan bentuk dari gigi. Pasien dengan
retardasi mental dapat mengalami kehilangan benih gigi, gigi berlebih atau malformasi gigi.
DISKOLORISASI GIGI
Cacat perkembangan dapat mengakibatkan diskolorisasi pada gigi. Demam yang sangat
tinggi agtau pengobatan tertentu dapat mengganggu pembentukan gigi dan dapat mengakibatkan
kecacatan. Banyak gigi dengan suatu cacat cenderung mengakibatkan karies gigi dan sulit untuk
menjaga kebersihan.
INFEKSI VIRUS
Infeksi virus biasanya disebabkan oleh virus herpes simplek. Anak-anak jarang
mengalami ginggivostomatitis atau herpes herpetik labialis sebelum usia 6 bulan. Herpetik
ginggivostomatitis paling umum pada anak-anak tetapi dapat terjadi pada remaja dan dewasa
muda. Infeksi virus biasanya terasa sakit dan disertai demam.
2. AUTIS
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks dan berat, gejalanya
mulai tampak pada usia kurang dari 3 tahun. Gangguan perkembangan ini mencakup bidang
komunikasi, interaksi, dan perilaku.
Penderita autisme menunjukkan kondisi kesehatan mulut yang tidak normal. Walaupun
umumnya menggunakan medikasi dan oral habit yang merusak menyebabkan masalah, frekuensi
karies yang tinggi dan penyakit periodontal pada penderita autisme berbanding dengan populasi
umum.
9
Anak autistik tidak mempunyai banyak masalah medis yang perlu dipertimbangkan,
namun pada umumnya diduga mengalami penderitaan penyakit gigi dan mulut yang lebih berat
karena kondisinya yang tidak normal. Kebersihan mulut rata-rata rendah, frekuensi karies dan
gingivitis yang tinggi dibanding anak normal lainnya, sedangkan tingkah lakunya yang akan
menyebabkan perawatan gigi agak sulit. Sebagian besar anak autistik menderita penyakit
epilepsi, dengan mengkonsumsi obat-obatan anti kejang phenytoin, menyebabkan gingiva
hiperplasia, bengkak, dan mudah berdarah.
PENANGANAN :
Anak autistik lebih bersifat multidisipliner karena banyaknya masalah yang didapatkan.
Anak autistik sering mempunyai tonus otot yang kurang, koordinasi yang buruk, terus-menerus
mengeluarkan air liur (drooling), tindakan gerak lutut yang hiperaktif, sering disertai strabismus,
dan 30% mengalami epilepsy.
Anak autistik mempunyai suatu kebiasaan yang teratur dan ketat, dan biasanya lebih
menyukai makanan lunak dan yang manis-manis. Karena koordinasi gerakan lidahnya yang tidak
teratur, maka sering makanannya ditahan, diemut, dan tidak langsung ditelan. Kebiasaan ini
ditambah mengkonsumsi makanan yang manis menyebabkan peningkatan kerusakan pada karies.
Tingginya indeks def/DMF pada anak autistik disebabkan karena besarnya lesi karies yang tidak
terawat, dan gigi yang hilang disebabkan karena kerusakan karies. Tinggi rata-rata penyakit
periodontal dikaitkan dengan status kebersihan mulutnya yang dipengaruhi oleh ketidak
mampuan merawat giginya sendiri dirumah serta ketergantungannya pada orang tua untuk
membersihkannya.
Oral habit yang merusak sering terjadi pada penderita autisme antara lain bruxism,
tongue thrusting, kebiasaan melukai diri sendiri seperti menggigit bibir maupun gingiva,
menggigit objek seperti puntung rokok atau pulpen. Pemberian perintah kepada penderita dapat
memberikan toleransi pada kebiasaan buruk tersebut. Erupsi gigi mungkin dapat mengalami
keterlambatan karena phenytoin menginduksi hiperplasia gingiva. Phenytoin umumnya terdapat
pada penderita autisme.
Pada penderita autisme terjadi pula gangguan mengunyah, yaitu keterlambatan makan
makanan kasar. Bila anak muntah akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan makanan masih
utuh seperti semula. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah makanan tersebut tidak
10
sempurna. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkan kejadian tergigit sendiri
bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.
Selain karena kecacatan anak autistik menyebabkan keterbatasan, hal tersebut dapat juga
akibat kebiasaan makan yang tidak lancar, diet lunak yang buruk dan serba manis. Peranan orang
tua yang serba terbatas (baik dari tindakan dan pengetahuan) memperburuk keadaan yang sudah
kurang baik, sehingga lebih memperburuk masalah kebersihan mulutnya. Oleh karena itu penting
sekali peranan dokter gigi untuk membantu membimbing untuk menjaga dan memelihara
kebersihan mulut anak autistik.
11
Teknik pilihan pada perawatan gigi penderita autisme adalah sedasi yang dalam, dimana
penderita tertidur, tidak menyadari rasa sakit, bernafas secara spontan, dan memiliki tanda vital
yang stabil. Ahli anestesi secara konstan memperhatikan. Anestesi dimulai dari sedasi penderita
mealui intravena. Terdapat dua cara untuk melakukan hal ini:
1) Jika penderita kooperatif, oral midazolam (Versed), seperti Valium sedatif diberikan.
Penderita akan menjadi rileks, tertidur, dan akan dipisah dengan orang tuanya dengan sakit
yang seminimal mungkin. Intra vena lalu dimulai pada ruang operasi menggunakan sedikit
anestesi lokal yang diinjeksikan pada kulit.
2) Jika penderita tidak kooperatif secara emosional, injeksi diberikan pada otot di daerah bahu
atau paha. Digunakan kombinasi dari midazolam, ketamin, dan atropin. Kombinasi ini akan
membuat pasien tertidur selama 5-10 menit. Pada saat inilah pasien dipisahkan dengan orang
tua dan intravena dilakukan di ruang operasi.
Monitor dari tanda vital dilakukan terhadap pasien termasuk pulse (nadi) oximeter,
electrocardiogram, tekanan darah, dan stetoskop. Sedasi tambahan ditambahkan via
intravena yang dibutuhkan untuk mempertahankan sedasi yang dalam secara aman.
Dibutuhkan pengganti narkotik seperti meperidine (demerol) atau sedatif jangka pendek
propofol. Kadang kala anestesi lokal diinjeksikan oleh dokter gigi. Ketika prosedur dental
telah selesai, penderita tetap tinggal sampai sadar kembali, biasanya hal ini memakan waktu
hingga 30 menit. Efek setelah dilakukan anestesi adalah tertidur/rasa mengantuk yang
berlangsung agak lama, pusing, dan pada beberapa penderita terjadi sikap yang agresif.
12
PERTIMBANGAN PERAWATAN ORTHODONTIK DAN TINDAKAN BEDAH
Prioritas tindakan perawatan meratakan gigi pada anak autistik sangat rendah, kecuali jika
dapat berkooperasi dan patuh dengan baik. Kebanyakan anak autistik sulit berbicara dan
memerlukan speech-terapis maka perlu untuk dipertimbangkan supaya anak dapat mencapai
penampilan yang meyakinkan. Tindakan pembedahan masih dibatasi, hanya pada kasus
tertentu yang tidak memerlukan estetika dan fungsi pengunyahannya.
13
3) menyarankan kepada orang terdekatnya untuk menawarkan makanan kariogenik dan
minuman alternatif sebagai hadiah.
4) memberi semangat pada oral hygiene sehari-hari. Mintalah dengan sabar kepada mereka
untuk menunjukkan bagaimana mereka menyikat gigi, dan diikuti dengan rekomendasi
yang spesifik. Tunjukkan dengan gerakan tangan kepada mereka cara yang baik
menyikat gigi. Jika diperlukan, tunjukkan kepada mereka dan orang terdekatnya cara
lain yang lebih mudah dari menyikat gigi dan membersihkan gigi dengan dental floss.
5) beberapa dari mereka tidak dapat menyikat dan membersihkan gigi dengan mandiri.
Tekankan bahwa membersihkan mulut setiap hari adalah penting.
Pendekatan untuk perawatan gigi pada penderita autism berbeda-beda bergantung dari
manifestasi gangguan autisme yang ditimbulkan. pendekatan perawatan gigi dan mulut anak
autis dapat dilakukan dengan cara pendekatan non-farmakologis dan farmakologis. Braff
dan Nealon menyatakan bahwa perawatan gigi pada anak penyandang autisme hanya dapat
dilakukan dengan sedasi, Namun menurut Nazif dan Ranalli teknik penanggulangan perilaku
14
dengan teknik tell-show-do dan pemberian positive reinforcement sangat membantu.
Weddell dkk menyarankan menggunakan pedi-wrap atau papoose board untuk membantu
menenangkan anak. Pendekatan secara farmakologis ditujukan untuk anak autis yang tidak
kooperatif, yaitu dengan cara premedikasi, sedasi sadar N2O-O2, dan anastesi
umum.25,26,27
15
Perawatan gigi pada penderita cacat adalah suatu tugas yang menyenangkan jika dapat
menghasilkan hasil yang baik. Peranan tenaga pembantu medis yang turut menangani akan
tergerak, bermotivasi dan memahami tujuan perawatan gigi pada penderita cacat ini. Tujuan
pemeriksaan perawatan dari penderita cacat harus berorientasi terhadap ketidakmmampuan
cacatnya, dan dilakukan secara hati-hati. Program perawatan gigi dilaksanakan untuk
mencapai kesehatan manusia seutuhnya, dan berorientasi terhadap pencegahan penyakit
gigi.
Penanganan perawatan gigi penderita cacat pada umumnya, dapat dicapai dengan cara tata
pelaksanaan pada anak normal, tanpa banyak rintangan dan halangan khusus, dan tidak
terlalu memerlukan modifikasi teknik perawatan.
Pada dokter gigi yang merawat penderita cacat membutuhkan sedikit investasi pada
perlengkapan yang dibutuhkan, seperti:
PEDIWRAP
Merupakan alat bantu berupa bantalan yang diletakkan di bawah pasien baik pada lengan
ataupun kaki. Keuntungan alat ini ialah alat ini dapat digunakan pada pasien hipotonik dan
spatik. Sedangkan kerugiannya ialah mempunyai banyak ikatan dan harus dijaga agar pasien
tidak jatuh.
PAPOOSE BOARD
Yaitu suatu alat pengendali fisik yang berupa papan penahan tubuh dengan ikatan dimana
pasien dapat diatur posisi tubuhnya. Keuntungan alat ini ini adalah alat ini bersifat
sederhana, mudah disimpan, ukuran bervariasi dan mempunyai stabilisier kepala. Sedangkan
kerugiannya, bila alat ini digunakan terlalu lama dapat menyebabkan hypertemia.
TRIANGULAR SHEET
Alat bantu yang dikaitkan pada tubuh dan ekstrimitas untuk mempertahankan posisi tubuh.
Keuntungan : pasien dapat duduk tegak pada kursi gigi
Kerugian : Banyak ikatan, dapat membuat pasien sesak nafas dan hypertemia.
16
BEAN BAG
Merupakan alat bantu berupa bantalan yang diletakkan di bawah pasien. Keuntungan dari
alat ini yaitu dapat digunakan untuk pasien hypotonic dan spastic serta digunakan berulang
kali.
PLASTIK BOWL
Alat berupa pengendali kepala yang berfungsi untuk mendapatkan posisi kepala yang baik.
POSEY STRAP
Alat bantu yang digunakan untuk mengendalikan ekstrimoitads yang dapat merangsang
relaksasi dan mencegah refleks yang tidak terkendali. Gambar di bawah merupakan salah
satu contoh Posey strap yang digunakan pada kaki.
17
BAB III
KESIMPULAN
18
Maloklusi
Penyebabnya antara lain:
Gangguan fungsi hubungan otot-otot intra oral dan periodontal sehingga terjadi ovejet
yang besar, open bite dan cross bite.
Bruksism pada penderita serebral palsy yang mengakibatkan protrusi
Penanganan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Penderita Cacat
Perawatan gigi dan mulut pada penderita cacat dengan orang normal pada dasarnya
sama, hanya pendekatan damn teknik yang dilakukan operator lebih lama dan
tergantung dari manifestasi atau karekteristiknya. Pada umumnya apabila pendekatan
tidak bias dilakukan maka tindakan perawatan gigi di bawah anastesi umum dan ini
merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan maka tindakan perawatan gigi
dibawah anastesi umum, dan ini merupakan salah satu teknik alternative yang
digunakan oleh para dokter gigi dalam menangani pasien berkebutuhan khusus.
19
Pemilihan diet mungkin telah dibatasi oleh kebutuhan untuk kesamaan, dengan
kemungkinan pemberian makanan kariogenik yang berlebih.
Makanan manis atau modifikasi perilaku, berulang-ulang sering dari waktu ke waktu,
mempromosikan pencegahan karies gigi.
C. Kesehatan Mulut
Prosedur perawatan sehari-hari dengan dengan lisan mungkin tidak memadai bagi
individu autistik yang kurang kooperatif, bahkan walaupun ketika disampaikan oleh
seorang pengasuh.
2. Persiapan Operator
A. Belajar bagimana bekerja dengan pasien.
Melihat kembali medis, gigi, dan riwayat penyakit pribadi.
Membahas informasi dengan dokter, psikiater, guru atau orang lain yang terkait
dengan pasien.
B. Merencanakan beberapa janji orientasi dari awal yang singkat.
C. Melibatkan anggota yang sama dari tim gigi pada pada setiap kunjungan untuk
menghindari membuat pasien stress dan kehilangan waktu untuk orientasi ulang.
Faktor-faktor untuk mengajarkan pasien:
Mendorong perawatan diri lisan sejauh mungkin untuk setiap pasien.
Intruksi dari pengasuh dalam prinsip-prinsip dan prosedur perawatan kesehatan mulut.
Mempromosikan bantuan yang diperlukan untuk pasien dengan kemampuan terbatas.
Mendorong pengasuh untuk menyertakan prosedur kesehatan mulut didalam modifikasi
perilaku pasien.
Menekankan pentingnya program pencegahan total.
Menjelaskan pentingnya ujian lisan lengkap dan pelayanan perawatan kesehatan mulut pada
yang sudah biasa.
3. Perencanaan Perawatan Kesehatan Gigi
A. Rencana asistensi kesehatan gigi untuk pasien yang sulit ditangani.
B. Sering melakukan janji untuk semua tahap-tahap pencegahan:
Control biofilm gigi untuk pasien dan pengasuh.
Skaking atau pembersihan karang gigi.
Terai fluoride, termasuk penggunaan varnish fluoride yang dapat sangat membantu
bagi pasien yang tidak dapat bekerjasama dengan control biofilm. Aplikasi varnish
merupakan prosedur mudah dan sederhana.
Sealant.
4. Petunjuk Intervensi
A. Memberikan prediksi dan konsisten pengalaman.
B. Menciptakan lingkungan yang tenang dan bebas dari rangsangan sensorik.
Menghindari kasar, suara musik yang keras, tim gigi yang berisik, dan percakapan
yang tidak relevan.
Menghindari menyentuh, karena hal ini mungkin akan mengganggu pasien.
C. Desensitisasi
Dimulai dengan orientasi untuk pengaturan dan setiap bagian dari peralatan.
20
Jika pasien tidak siap, instrumentasi mungkin tidak disertakan pada pertemuan
pertama.
Intruksi mengambil bentuk yaitu “”lihat-ceritakan-lakukan” secara berulang kali.
Kesabaran dan keteguhan adalah elemen yang diperlukan.
Memiliki pengasuh untuk membantu kondisi pasien dengan memberikan cermin
mulut plastic dan film gigi untuk dibawa pulang untuk praktik dimulut setiap hari.
Menggunakan prosedur modifikasi perilaku ketika pasien akrab dengan metode
tersebut. Libatkan pengasuh untuk menjelaskan langkah-langkah pencegahan dengan
langkah demi langkah atau sedikit demi sedikit dengan cara yang sederhana.
Menyediakan memperkuat imbalan segera setelah setiap keberhasilan perawatan.
Model penggunaan item yang tidak dimakan dan menjelaskan alas an terhadap
dampak makanan kariogenik.
D. Imobilisasi Fisik
Berbagai prosedur yang menggambarkan ada di Chapter 53.
Papan papoose dapat memberikan lingkungan yang aman untuk anak autis parah yang
tidak dapat menanggapi desensitisasi.
SARAN
Disarankan untuk penderita down syndrom seharusnya lebih diperhatikan tentang oral
hygiennya, sejak usia dini agar ketika anak tumbuh menjadi dewasa anak akan terbiasa
dan tidak merasa dipaksa, oleh karena itu para orangtua merupakan faktor yang paling
penting untuk menunjang itu semua.
21
22