Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan gigi pada penderita down syndrom dan autis telah lama diabaikan. Jumlah
penderita down syndrom dan autis di Indonesia oleh WHO diperkirakan antara 5-9%, yang
berarti 7-11 juta dari seluruh penduduk Indonesia, tetapi data yang tepat belum ada. kurangnya
kemampuan, termasuk perawatan oleh dokter gigi. Kebutuhan perawatan gigi dari penderita
down syndrom dan autis ini tidak banyak berbeda dari perawatan penderita normal lainnya,
tetapi tata pelaksanaan perawatan biasanya lebih sulit. Penerimaan perawatan gigi dapat
dipengaruhi oleh satu atau lebih permasalahan medis, mental, fisik, dan emosi. Kebutuhan dasar
perawatan gigi pada penderita down syndrom dan autis dapat dicapai jika objek dan sumber
permasalahan yang terdapat di masyarakat dapat diketahui, dan dapat ditangani melalui hasil-
hasil suatu studi sistematis dari permasalahan yang menyangkutnya. Kesulitan pelaksanaan
perawatan gigi pada penderita down syndrom dan autis dapat diatasi jika dokter gigi memperoleh
pengetahuan yang baik dari kondisi manifestasi fisik dan psikologis pasien. Tindakan perawatan
gigi dan mulut dari penderita down syndrom dan autis ini dapat ditempuh dengan cara yang sama
pada penderita (anak) normal. Sebagian besar penderita down syndrom dan autis ini mempunyai
kesehatan mulut yang buruk dari penderita normal.

B. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah
Untuk Mengetahui beberapa gambaran kesehatan gigi dan mulut pada anak penderita down
syndrom dan autis dan untuk mengetahui lebih dalam mengenai masalah penanganan kesehatan
gigi dan mulut pada anak penderita down syndrom dan autis.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Kelainan pada anak terjadi akibat perkembangan abnormal yang dialami oleh anak
tersebut dalam fase tumbuh kembangnya, fase ini tidak hanya terbatas pada keadaan postnatal
dari anak tersebut, tetapi kondisi prenatal juga berpengaruh penting terhadap perkembangan
abnormal yang dialami oleh anak.
Perkembangan dilukiskan sebagai suatu proses yang dinamis, oleh karena itu jika terjadi
ketidak dinamisan perkembangan maka akan terjadi gangguan perkembangan. Gangguan
perkembangan ini sering disebut sebagai kecacatan atau handicap. Kecacatan dapat berupa fisik,
cacat mental, cacat motorik, cacat social dan lain sebagainya. Tidak jarang kecacatan itu
dianggap sebagai kesalahan orang tua, misalnya: anak yang lahir dengan tangan yang tidak
normal dihubungkan dengan dosa orangtua yang pernah mencelakakan orang lain dan memotong
tangannya pada saat istrinya sedang hamil.
Gangguan perkembangan antara lain meliputi gangguan fisik dan psikomotorik,
gangguan fungsi intelektual dan gangguan yang nampak pada prilaku psikososial dan moral yang
dicakup dalam pengertian devisiensi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam penjelasan
sebagai berikut:

1. DOWN SYNDROM
Down Syndrom merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental
anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk
akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadinya pembelahan.
Kelainan kromosom ini dipengaruhi oleh umur ibu, kelainan kehamilan, kelainan endokrin
pada ibu.
a. Gambaran Umum Rongga Mulut Anak Down Syndrom
1) Oral Hygiene
Sesuai dengan meningkatnya usia, baik pada lidah maupun bibir terbentuk celah dan
fissure. Ini merupakan hasil dari mouth breathing yang kronis. Pembentukan fissure pada
lidah dapat menjadi berat dan merupakan faktor konstribusi pada terjadinya halitosis.
Pasien diinstruksikan untuk menyikat pada saat menyikat gigi. Pernapasan mulut kronik

2
lainnya dapat menurun dalam saliva dengan mengeringnya mulut. Terjadi penurunan
pembersihan alamiah pada kavitas mulut dapat menjadi faktor konstribusi pada
perkembangan karies. Pernapasan melalui mulut dapat menyebabkan iritasi pada sudut
mulut ( angular cheilitis ).
2) Keadaan Jaringan Lunak
Menurunnya muscule tone umumnya ditemukan pada down syndrom. Hal ini
mempengaruhi otot-otot kepala dan rongga mulut sesuai dengan otot-otot tengkorak yang
lebar. Menurunnya muscule tone pada bibir dan pipi memepengaruhi tekanan yang tidak
seimbang pada gigi dan tekanan pada lidah menjadi lebih besar. Hal ini menyebabkan
terjadinya open bite pada penderita down syndrom. Selain itu, berkurangnya muscule tone
menyebabkan efisiensi mengunyah dan natural cleansing dari gigi. Kemungkinan makanan
tertinggal pada gigi setelah makan yang diakibatkan oleh pengunyahan yang tidak sempurna.
Insiden dari mouth breathing sangat tinggi disebabkan oleh jalan nasal yang kecil. Lidah
dapat protrusi dan membesar atau makroglosia atau berfissura pada permukaan dorsal 2/3
anterior dengan panjang dan kedalaman yang bervariasi. Pada penderita down syndrom, hal
ini dapat terjadi dengan kombinasi geographic tongue. Permukaan dorsal lidah biasanya
kering dan merekah serta tepinya mempunyai pola cetakan gigi yang dinamakan scalloped
tongue. Kebiasaan menjulurkan lidah selama waktu minum, menghisap dot, makan, dan
bicara terjadi pada lidah hipotonus. Jaringan lidah pada bagian tengah bersifat hipotonus
dengan cekungan berlebihan dibagian 2/3 anterior lidah dan hipotonus pada frenulum lidah.
Makroglosia sebenarnya sangat jarang ditemukan, makoglosia hanya relatif ditemukan
bilamana lidah berukuran normal tetapi ukuran rongga mulut yang kecil disebabkan karena
tidak berkembangnya pertumbuhan dari wajah bagian tengah.
Pada pemeriksaan palatum penderita down syndrom terlihat sempit dengan cekungan
yang tajam. Cekungan tersebut normal tingginya, namun ukuran dari palatum durum yang
abnormal tebal. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya ruangan pada kavitas oral untuk
lidah, yang akan mempengaruhi fungsi bicara dan mastikasi.
Keadaan jaringan keras
Erupsi gigi pada anak down syndrom biasanya tertunda. Waktu erupsi berbeda-beda bagi
anak down syndrom dan beberapa anak, gigi primernya tidak erupsi hingga berumur 2
tahun. Pada beberapa kasus masalah erupsi dapat disebabkan oleh gingival hiperplasia yang

3
dihasilkan dari beberapa medikasi seperti phenytoin dan cyclosporin. Pemeriksaan gigi
secara rutin pada saat anak down syndrom berumur satu tahun dapat membantu dalam
mengidentifikasi ketidakteraturan pola erupsi gigi.
Bruksism terjadi pada anak down syndrom dan dapat dipicu oleh maloklusi gigi,
disfungsi TMJ dan tidak berkembangnya nervus kontrol. Mikrodontia dan malformasi gigi
juga dapat ditemukan. Crowding yang berat dapat terjadi pada penderita down syndrom
yang telah erupsi semua gigi permanennya.
b. Masalah Kesehatan Rongga Mulut Pada Down Syndrom
Orang-orang dengan sindrom down tidak memiliki masalah rongga mulut yang unik.
Akan tetapi, beberapa masalah cenderung sering terjadi dan bisa menjadi parah. Perwatan
professional secara dini dan perawatan harian di rumah dapat mengurangi keparahannya dan
membuat penderita down syndrom memiliki perbaikan kesehatan rongga mulut.
1. Penyakit Periodontal
Merupakan masalah rongga mulut yang paling utama pada penderita sindrom down,
dimana anak cepat mengalami penyakit periodontal. Sebagai akibatnya, kehilangan
banyak gigi permanen anterior di usia muda. Faktor lain yang mendukung termasuk oral
hygiene buruk, maloklusi, bruksism, bentuk akar yang konus, dan respon host yang
abnormal, karena sistem imun yang menurun.
2. Karies Gigi
Anak-anak dan dewasa muda penderita sindrom down memiliki insidensi lebih tinggi
terkena karies dibandingkan dengan orang tanpa cacat mental. Beberapa gambaran
rongga mulut anak dengan down syndrom menunjukkan bahwa erupsi gigi sulung dan
permanen yang terlambat, kehilangan gigi permanen dan ukuran gigi yang kecil dengan
space atau jarak satu sama lain yang memberikan kemudahan untuk menghilangkan plak.
3. Maloklusi
pada sebagian besar penderita sindrom down ditemukan maloklusi karena erupsi dari gigi
permanen yang terganggu dan tidak berkembangnya maksilla. Kecilnya maksilla
menyebabkan terjadinya open bite, posisi gigi yang jelek dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya penyakit periodontal dan karies gigi.
4. Anomali Gigi
Keadaan anomali gigi umumnya terjadi pada down syndrom misalnya kongenitalis

4
missing teeth lebih sering terjadi pada penderita down syndrom daripada populasi umum.
Gigi yang lebih sering tanggal umumnya insisivus lateral dan premolar kedua rahang
bawah.
c. Penanganan Gigi Dan Mulut Pada Penderita Down Syndrom
Pada penderita down syndrom dapat ditemukan adanya perubahan mental dan fisik yang
akan berpengaruh pada rongga mulut sebelum menentukan perawatan, medical history
pasien harus sdiketahui. Konsultasi antara dokter, keluarga dan perawat sangat penting
unutk mendapatkan medical history yang akurat. Selain itu, harus ditentukan siapa yang
akan dimintai informed consent untuk pelaksanaan perawatan pasien down syndrom.
Secara umum penanganan gigi dan mulut untuk down syndrom yang dapat dilakukan dokter
gigi:
Speech Pathologist dapat menolong untuk mengajari posisi lidah dan meningkatkan
penyesuaian terhadap otot-otot orofacial. Pada kasus-kasus berat, pembedahan lidah dapat
diindikasikan.
1. Alat orthodonsi diperlukan unutk mengawasi pencabutan gigi pada saat penanganan
crowding.
2. Ahli anastesi diperlukan pada kasus-kasus tertentu yang memerlukan perawatan yang
lebih luas, dengan obat-obatan anastesi, baik sedasi ringan maupun anastesi umum.
3. Ahli gizi menginstruksikan kepada orang tua atau penjaga anak tentang makanan
siplemen, sehubungan dengan keterbatasan otot-otot pengunyahan anak down syndrom.
Secara khusus penanganan gigi dan mulut anak down syndrom yang dapat dilakukan
dokter gigi:
a) Tindakan Preventif
Pemberian fluor
Pemberian fluor secara sistemik pada anak down syndrom dapat berbentuk cairan,
tablet maupun obat kumur. Pemberian fluor dengan topikal diberikan setelah
pembersuhan gigi yang rutin.
b) Kontrol Plak
Dalam hal ini perlu diperhatikan diet anak down syndrom termasuk disini adalah
kualitas makanan dan macam makanannya. Meskipun umumnya anak down syndrom
cepat menelan makanannya dengan hanya sedikit mengunyahnya, tetapi sisa

5
makanan sering kali masih terkumpul disekitar giginya, terlebih dengan keadaan
hipotonia ototnya, maka sulit dicapai self cleansing yang baik. Untuk itu obat kumur
dapat digunakan unutk membantu membersihkan sisa makanan tersebut, disamping
obat kumur berperan sebagai antiseptik.
c) Scalling dan Root Planing
Keberadaan calculus supra dan subgingiva, inflamasi gingiva dan poket periodontal
(lebih besar atau sama dengan 5 mm) dan kehilangan tulang alveolar ditemukan pada
anak-anak (10 – 19 tahun) dengan down syndrom pada grup kontrol berdasarkan usia
dan jenis kelamin. Anak-anak down syndrom menderita oleh karena inidensi yang
tinggi dari penyakit Rapid Destructive Periodontitis yang dapat disebabkan oleh
faktor lokal, seperti morfologi gigi, bruksism, maloklusi dan oral hygiene yang
rendah. Faktor-faktor sistemik tertentu diyakini memberikan konstribusi yang
penting terhadap penyakit periodontal, seperti sistem sirkulasi yang buruk,
penurunan respon humoral, kemunduran fisik secara umum pada usia dini, dan
pengaruh genetik.
Oral hygiene yang bagus dan semi annual prophylaxis appoitment mungkin tidak
mencukupi untuk mencegah terjadinya penyakit periodontal pada pasien ini.
Perawatan yang cepat dan agresif diperlukan. Pasien ini perlu dikontrol sedikitnya 3
bulan sekali untuk scaling dan root planing dan juga menguntungkan bila diberikan
obat kumur Chlorhexidine dan terapi antibiotik sistemik.
d) Penutupan Pit dan Fissure Sealant
Penutupan pit dan fissure sealant secara efektif dapat mengurangi karies oklusal.
Sealant cocok digunakan dalam populasi anak sindrom down dan sebaiknya
digunakan apabila dibutuhkan. Pasien yang membutuhkan prosedur gigi dibawah
anastesi umum sebaiknya memiliki pit dan fissure oklusal yang dalam yang
direstorasi dengan amalgam atau komposit pemakaian jangka panjang untuk
mencegah kerusakan gigi lebih lanjut.
Tindakan kuratif
a. Pemberian tumpatan
b. Pencabutan gigi
Tindakan rehabilitatif

6
a. Perawatan orthdonsi
b. Pembuatan gigi tiruan

Pemberian tumpatan, pencabutan gigi, perawatan orthodonsi dan pembuatan gigi tiruan
dapat dilakukan sama seperti halnya anak normal. Namun hal yang perlu diingat adalah penderita
sindrom down mempunyai masalah retardasi mental dan hipotonia otot yang perlu penanganan
khusus dalam perawatan. Masalah tersebut menyangkut komunikasi, kooperatif anak, mulut
yang selalu terbuka, lidah yang menjulur atau saliva yang berlebihan. Untuk anak yang masih
kecil sering kali dilakukan perawatan dengan knee to knee, yaitu dokter gigi dan orang tua duduk
berhadapan dengan lutut saling beradu dan anak ditidurkan diatas pangkuan sehingga perawatan
dapat dilakukan dengan lebih stabil.
Perawatan ortodontik pada anak-anak down syndrom perlu dipertimbangkan secara hati-hati
karena beberapa mungkin menguntungkan sementara yang lainnya tidak. Kemampuan dari
pasien atau perawat untuk menjaga kebersihan oral hygiene sangat berpengaruh terhadap
kesuksesan perawatan.

KARIES GIGI
Pasien dengan retardasi mental (down syndrom) memiliki penigkatan karies yang sama dengan
orang-orang tanpa keterbelakangan mental. Meskipun demikian prevalensi karies gigi yang tidak
dirawat lebih tinggi pada pasien dengan retardasi mental terutama bagi mereka yang tinggal di
lingkungan yang tidak mendukung. Karies gigi atau kerusakan gigi dapat berhubungan dengan
frekuensi muntah atau gastroesophangeal refluks, kurang dari jumlah saliva normal, pengobatan
yang mengandung gula atau diet khusus yang memerlukan pemberian susu botol yang
diperpanjang atau makanan ringan. Ketika oral hygiene rendah, terjadi peningkatan resiko karies
gigi.

PERANAN PERAWAT GIGI:


 Menjelaskan kepada orangtua tentang perlunya membantu untuk menyikat gigi dan
menggunakan dental floss serta dibutuhkan untuk sering membuat janji bertemu dengan
penyedia layanan kesehatan mulut.

7
 Beritahukan kepada orangtua bahwa pemeliharaan oral hygiene yang dilakukan setiap hari
meliputi frekuensi berkumur dengan air dan penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride
atau obat kumur.
 Menjelaskan perlunya mengawasi anak-anak untuk menghindari menelan fluoride.
 Maloklusi
Prevalensi maloklusi pada pasien dengan retardasi mental serupa dengan yang ditemukan
pada masyarakat umum. Hampir 25 % dari 80% kelainan anomali craniofacial dapat
mempengaruhi perkembangan oral yang dihubungkan dengan retardasi mental. Gigi yang
berjejal atau keluar dari lengkung rahang lebih sulit untuk menjaga kebersihannya,
menyebabkan penyakit periodontal dan karies gigi. Kemampuan pasien atau orangtua untuk
menjaga oral hygiene setiap hari dengan baik mempengaruhi keberhasilan dan kesuksesan dan
perawatan. Gangguan perkembangan yang dialami seharusnya tidak dirasa sebagai suatu
penghalang untuk perawatan ortodonsi.
Tidak adanya benih gigi permanen, delayed erupsi, dan hipoplasia email
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan retardasi mental erupsi gigi dapat tertunda,
dipercepat atau tidak menentu pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan. Gusi dapat
berwarna merah atau ungu kebiru-biruan sebelum gigi erupsi. erupsi gigi bergantung pada
genetik, pertumbuhan rahang, aksi otot dan faktor-faktor lain.

BRUKSISM
Kebiasaan menggerinding gigi, merupakan suatu kebiasaan yang umum pada pasien dengan
retardasi mental berat. Pada kasus-kasus yang ekstrim, bruksism menyebabkan gigi abrasi dan
permukaan oklusal menjadi datar.
Penanganan :
Untuk menangani bruksism dapat digunakan bite guard.
Trauma dan injuri
Trauma dan injuri pada mulut akibat jatuh atau kecelakaan pada pasien yang retardasi mental

PENANGANAN :
 Disarankan menyiapkan kotak penyimpanan gigi di rumah
 Jika gigi avulsi atau patah segera antar pasien atau bawa giginya ke dokter gigi.

8
 Instruksikan juga kepada orang tua untuk mengumpulkan setiap potongan gigi yang patah
 Tekankan kepada orang tua bahwa trauma memerlukan perhatian segera dan jelaskan
prosedur yang dilakukan jika gigi permanen patah.
 Beritahukan kepada orang tua cara mencegah trauma dan apa cara yang dilakukan jika terjadi
trauma.

ANOMALI GIGI
Anomali gigi merupakan vareiasi dalam ukuran dan bentuk dari gigi. Pasien dengan
retardasi mental dapat mengalami kehilangan benih gigi, gigi berlebih atau malformasi gigi.

DISKOLORISASI GIGI
Cacat perkembangan dapat mengakibatkan diskolorisasi pada gigi. Demam yang sangat
tinggi agtau pengobatan tertentu dapat mengganggu pembentukan gigi dan dapat mengakibatkan
kecacatan. Banyak gigi dengan suatu cacat cenderung mengakibatkan karies gigi dan sulit untuk
menjaga kebersihan.

INFEKSI VIRUS
Infeksi virus biasanya disebabkan oleh virus herpes simplek. Anak-anak jarang
mengalami ginggivostomatitis atau herpes herpetik labialis sebelum usia 6 bulan. Herpetik
ginggivostomatitis paling umum pada anak-anak tetapi dapat terjadi pada remaja dan dewasa
muda. Infeksi virus biasanya terasa sakit dan disertai demam.

2. AUTIS
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks dan berat, gejalanya
mulai tampak pada usia kurang dari 3 tahun. Gangguan perkembangan ini mencakup bidang
komunikasi, interaksi, dan perilaku.
Penderita autisme menunjukkan kondisi kesehatan mulut yang tidak normal. Walaupun
umumnya menggunakan medikasi dan oral habit yang merusak menyebabkan masalah, frekuensi
karies yang tinggi dan penyakit periodontal pada penderita autisme berbanding dengan populasi
umum.

9
Anak autistik tidak mempunyai banyak masalah medis yang perlu dipertimbangkan,
namun pada umumnya diduga mengalami penderitaan penyakit gigi dan mulut yang lebih berat
karena kondisinya yang tidak normal. Kebersihan mulut rata-rata rendah, frekuensi karies dan
gingivitis yang tinggi dibanding anak normal lainnya, sedangkan tingkah lakunya yang akan
menyebabkan perawatan gigi agak sulit. Sebagian besar anak autistik menderita penyakit
epilepsi, dengan mengkonsumsi obat-obatan anti kejang phenytoin, menyebabkan gingiva
hiperplasia, bengkak, dan mudah berdarah.

PENANGANAN :
Anak autistik lebih bersifat multidisipliner karena banyaknya masalah yang didapatkan.
Anak autistik sering mempunyai tonus otot yang kurang, koordinasi yang buruk, terus-menerus
mengeluarkan air liur (drooling), tindakan gerak lutut yang hiperaktif, sering disertai strabismus,
dan 30% mengalami epilepsy.
Anak autistik mempunyai suatu kebiasaan yang teratur dan ketat, dan biasanya lebih
menyukai makanan lunak dan yang manis-manis. Karena koordinasi gerakan lidahnya yang tidak
teratur, maka sering makanannya ditahan, diemut, dan tidak langsung ditelan. Kebiasaan ini
ditambah mengkonsumsi makanan yang manis menyebabkan peningkatan kerusakan pada karies.
Tingginya indeks def/DMF pada anak autistik disebabkan karena besarnya lesi karies yang tidak
terawat, dan gigi yang hilang disebabkan karena kerusakan karies. Tinggi rata-rata penyakit
periodontal dikaitkan dengan status kebersihan mulutnya yang dipengaruhi oleh ketidak
mampuan merawat giginya sendiri dirumah serta ketergantungannya pada orang tua untuk
membersihkannya.
Oral habit yang merusak sering terjadi pada penderita autisme antara lain bruxism,
tongue thrusting, kebiasaan melukai diri sendiri seperti menggigit bibir maupun gingiva,
menggigit objek seperti puntung rokok atau pulpen. Pemberian perintah kepada penderita dapat
memberikan toleransi pada kebiasaan buruk tersebut. Erupsi gigi mungkin dapat mengalami
keterlambatan karena phenytoin menginduksi hiperplasia gingiva. Phenytoin umumnya terdapat
pada penderita autisme.
Pada penderita autisme terjadi pula gangguan mengunyah, yaitu keterlambatan makan
makanan kasar. Bila anak muntah akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan makanan masih
utuh seperti semula. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah makanan tersebut tidak

10
sempurna. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkan kejadian tergigit sendiri
bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.
Selain karena kecacatan anak autistik menyebabkan keterbatasan, hal tersebut dapat juga
akibat kebiasaan makan yang tidak lancar, diet lunak yang buruk dan serba manis. Peranan orang
tua yang serba terbatas (baik dari tindakan dan pengetahuan) memperburuk keadaan yang sudah
kurang baik, sehingga lebih memperburuk masalah kebersihan mulutnya. Oleh karena itu penting
sekali peranan dokter gigi untuk membantu membimbing untuk menjaga dan memelihara
kebersihan mulut anak autistik.

Pilihan Rencana Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut:


Keberhasilan perawatan gigi pada anak penderita autisme memerlukan hubungan
kerjasama yang erat dengan pihak orang tua dengan operator. Tidak terdapat ciri-ciri penyakit
gigi dan mulut yang khas, meskipun bisa terjadi akibat trauma membentur kepala ke tembok
yang keras ataupun karena epilepsi. Usahakan jangan sampai anak autisme menunggu terlalu
lama dalam kunjungan berobat serta rencanakan kunjungan yang singkat. Biasakan menemui
operator dan staf perawat gigi yang sama dan menyenangkan. Anak autisme dapat terganggu
oleh suara handpiece, oleh karena itu sebaiknya dihindarkan. Sensitivitas yang tinggi terhadap
suara, cahaya, bau, dan warna menghendaki perhatian yang khusus untuk mengurangi ataupun
menghindarkan stimulasi sensoris. Pengetahuan tentang fobia penderita autistik misalnya pada
cotton roll, bau yang menyengat dan aktivitas favorit seperti musik, bermain air mungkin
membuat tindakan preventif dan kuratif lebih mudah.

PILIHAN PEMBERIAN ANESTESI


Kebanyakan anak autisme sulit untuk diberi anestesi lokal pada perawatan giginya karena
ketidakmampuan memberi respon terhadap permintaan ataupun perintah tindakan. Kemungkinan
pemberian anestesi umum atau sedasi inhalasi dapat diberikan, tetapi ada beberapa yang sedang
mengkonsumsi obat misalnya anti depressan yang dapat mempersulit perawatan giginya. Jika
penderita autisme mempunyai masalah kesehatan yang serius (misalnya gangguan hati,
pernafasan, seizure, atau gangguan jalan nafas) biasanya tidak aman jika dilakukan anestesi pada
perawatan gigi, dan diperlukan perawatan di rumah sakit.

11
Teknik pilihan pada perawatan gigi penderita autisme adalah sedasi yang dalam, dimana
penderita tertidur, tidak menyadari rasa sakit, bernafas secara spontan, dan memiliki tanda vital
yang stabil. Ahli anestesi secara konstan memperhatikan. Anestesi dimulai dari sedasi penderita
mealui intravena. Terdapat dua cara untuk melakukan hal ini:
1) Jika penderita kooperatif, oral midazolam (Versed), seperti Valium sedatif diberikan.
Penderita akan menjadi rileks, tertidur, dan akan dipisah dengan orang tuanya dengan sakit
yang seminimal mungkin. Intra vena lalu dimulai pada ruang operasi menggunakan sedikit
anestesi lokal yang diinjeksikan pada kulit.
2) Jika penderita tidak kooperatif secara emosional, injeksi diberikan pada otot di daerah bahu
atau paha. Digunakan kombinasi dari midazolam, ketamin, dan atropin. Kombinasi ini akan
membuat pasien tertidur selama 5-10 menit. Pada saat inilah pasien dipisahkan dengan orang
tua dan intravena dilakukan di ruang operasi.
Monitor dari tanda vital dilakukan terhadap pasien termasuk pulse (nadi) oximeter,
electrocardiogram, tekanan darah, dan stetoskop. Sedasi tambahan ditambahkan via
intravena yang dibutuhkan untuk mempertahankan sedasi yang dalam secara aman.
Dibutuhkan pengganti narkotik seperti meperidine (demerol) atau sedatif jangka pendek
propofol. Kadang kala anestesi lokal diinjeksikan oleh dokter gigi. Ketika prosedur dental
telah selesai, penderita tetap tinggal sampai sadar kembali, biasanya hal ini memakan waktu
hingga 30 menit. Efek setelah dilakukan anestesi adalah tertidur/rasa mengantuk yang
berlangsung agak lama, pusing, dan pada beberapa penderita terjadi sikap yang agresif.

Pertimbangan Pemberian Medikasi


Ada sedikit masalah pada kesehatan medis pada anak autistik yang perlu
dipertimbangkan oleh dokter gigi. Biasanya anak autistik cukup sehat, tetapi tentu ada juga
yang menderita kelainan kekejangan (epilepsi), dan hiperplasia gingiva akibat
pengobatannya. Pertimbangan pemberian medikasi harus diperhatikan karena respon dari
obat depresan otak yang dapat berlebih atau kurang tidak dapat diramalkan. Oleh karena itu
dokter gigi harus mempunyai keberanian mencoba memberi berbagai tingkat dosis dan obat-
obatan selama anak masih menetap di rumah, demi menghemat waktu ke rumah sakit dan
biaya lainnya.

12
PERTIMBANGAN PERAWATAN ORTHODONTIK DAN TINDAKAN BEDAH
Prioritas tindakan perawatan meratakan gigi pada anak autistik sangat rendah, kecuali jika
dapat berkooperasi dan patuh dengan baik. Kebanyakan anak autistik sulit berbicara dan
memerlukan speech-terapis maka perlu untuk dipertimbangkan supaya anak dapat mencapai
penampilan yang meyakinkan. Tindakan pembedahan masih dibatasi, hanya pada kasus
tertentu yang tidak memerlukan estetika dan fungsi pengunyahannya.

PERTIMBANGAN TINDAKAN RESTORASI GIGI


Anak autistik tidak mempunyai manifestasi penyakit gigi langsung, dimana tindakan
restorasi gigi tidak jauh berbeda dari tindakan yang dilakukan terhadap orang normal.
Kondisi anak autistik tidak selalu memperlihatkan sifat pola tingkah laku yang
sesungguhnya, kemampuan psikomotorik untuk melakukan fisioterapi kebersihan mulut
maupun kapasitas intelektual untuk dapat mengerti kebutuhan menjaga kebersihan mulutnya
dapat menjadi kacau dan berlawanan. Maka perlu dilakukan tindakan restorasi gigi.
Restorasi gigi dapat memperbaiki kualitas hidup anak autistik dengan membebaskan dan
mencegah gigi dari infeksi peradangan, proses mastikasi yang baik dan dapat makan dengan
nyaman sehingga meningkatkan daya psikologis melalui penampilan fasial yang estetik.

TINDAKAN PENCEGAHAN KARIES GIGI


Peranan orang tua sangat penting untuk menjaga kebersihan mulut anak autistik, agar tak
terlalu banyak gigi yang rusak karena karies. Karies gigi meningkat pada penderita autisme
karena mereka sering mengkonsumsi makanan yang lunak, lengket, dan yang manis. Mereka
juga mempunyai oral habit yang buruk, dan mereka juga sulit untuk menyikat dan
membersihkan gigi mereka. Berikut ini beberapa cara tips untuk tindakan pencegahan karies
gigi terhadap penderita autisme:
1) merekomendasikan tindakan pencegahan dengan flouride dan sealants.
2) memperingatkan pasien atau orang terdekatnya tentang obat yang mereduksi saliva atau
yang mengandung gula. Sarankan kepada pasien untuk lebih banyak mengkonsumsi air,
menghindari obat yang mengandung gula.

13
3) menyarankan kepada orang terdekatnya untuk menawarkan makanan kariogenik dan
minuman alternatif sebagai hadiah.
4) memberi semangat pada oral hygiene sehari-hari. Mintalah dengan sabar kepada mereka
untuk menunjukkan bagaimana mereka menyikat gigi, dan diikuti dengan rekomendasi
yang spesifik. Tunjukkan dengan gerakan tangan kepada mereka cara yang baik
menyikat gigi. Jika diperlukan, tunjukkan kepada mereka dan orang terdekatnya cara
lain yang lebih mudah dari menyikat gigi dan membersihkan gigi dengan dental floss.
5) beberapa dari mereka tidak dapat menyikat dan membersihkan gigi dengan mandiri.
Tekankan bahwa membersihkan mulut setiap hari adalah penting.

PENCEGAHAN PENYAKIT PERIODONTAL


Penyakit periodontal terjadi pada penderita autisme berbanding dengan masyarakat
umumnya yang tidak menderita gangguan perkembangan.
1) beberapa pasien tertolong dari penggunaan agen anti mikroba harian seperti
chlorhexidine.
2) hal yang terpenting dari pencegahan penyakit periodontal adalah teliti terhadap OH dan
frekuensi prophylaxis.

TRAUMA DAN INJURY


Trauma dan injury yang sering terjadi pada penderita autisme adalah disebabkan karena
jatuh ataupun kecelakaan. Tekankan kepada orang terdekat mereka bahwa trauma
menghendaki perhatian profesional secepat mungkin dan penjelasan prosedur yang perlu
untuk diikuti jika gigi permanent terlepas. Kemudian menginstruksikan orang terdekat untuk
menyimpan gigi yang terlepas tersebut dan menjelaskan bahwa radiografi dari pasien
penting untuk menjelaskan fragmen mana yang perlu di aspirasi.

Pendekatan untuk perawatan gigi pada penderita autism berbeda-beda bergantung dari
manifestasi gangguan autisme yang ditimbulkan. pendekatan perawatan gigi dan mulut anak
autis dapat dilakukan dengan cara pendekatan non-farmakologis dan farmakologis. Braff
dan Nealon menyatakan bahwa perawatan gigi pada anak penyandang autisme hanya dapat
dilakukan dengan sedasi, Namun menurut Nazif dan Ranalli teknik penanggulangan perilaku

14
dengan teknik tell-show-do dan pemberian positive reinforcement sangat membantu.
Weddell dkk menyarankan menggunakan pedi-wrap atau papoose board untuk membantu
menenangkan anak. Pendekatan secara farmakologis ditujukan untuk anak autis yang tidak
kooperatif, yaitu dengan cara premedikasi, sedasi sadar N2O-O2, dan anastesi
umum.25,26,27

ANAK SUKAR DIDIDIK DAN ANAK DENGAN GANGGUAN BELAJAR


Mendidik adalah memberikan bantuan kepada orang lain. Salah satu lembaga pendidikan
yang fundamental adalah keluarga dan sekolah. Dalam proses belajar untuk memperoleh
perilaku baru yang diharapkan, setiap anak memiliki kemampuan yang tidak sama. Sering
dijumpai adanya kesulitan dalam setiap upaya meberikan pendidikan . Salah satu factor
kesulitan adalah karakteristik anak yang sukar dididik. Gangguan belajar adalah
penyimpangan dalam proses belajar yang berhubungan dengan deskrepansi yang signifikan
antara kemampuan yang diperlukan. Gangguan seperti ini disebabkan oleh fungsi otak
bagian himesfere yaitu pusat kemampuan bahasa yang terganggu.

ALEANSI ATAU PECANDU


Aleansi adalah perasaan menjadi asing terhadap sesuatu. Aleansi merupakan
problematic identitas kepribadian anak, sehingga mereka “lari” dari kenyataan hidup yang
sebenarnya untuk mendapatkan kenikmatan baru. Oleh karena itu, aleansi sering disebut
sebagai pecandu. Pertanda awal dari kemungkinan terjadinya aleansi adalah karena
terlepasnya remaja akan kasih sayang, perhatian dari keluarganya, dan lain-lain.
Sebagian besar individu penderita cacat mempunyai kebersihan mulut yang buruk
dibandingkan individu normal, yang disebabkan diet makanan yang buruk dan kurangnya
pemeliharaan dirumah, sehingga giginya banyak yang rusak dan berlobang. Ada penderita
cacat yang mempunyai kebersihan mulut yang buruk akibat memakan obat-obatan tertentu.
Penderita yang sering kejang dan memakai Sodium Dilantin, perlu diberitahukan akibat
samping pada jaringan gusinya yang bengkak dan berdarah. Hiperplasia gusi akibat dilantin
yang berlebihan, dapat dikonsultasikan pergantian obat lain untuk mengatasi kejang dengan
hasil yang baik.

15
Perawatan gigi pada penderita cacat adalah suatu tugas yang menyenangkan jika dapat
menghasilkan hasil yang baik. Peranan tenaga pembantu medis yang turut menangani akan
tergerak, bermotivasi dan memahami tujuan perawatan gigi pada penderita cacat ini. Tujuan
pemeriksaan perawatan dari penderita cacat harus berorientasi terhadap ketidakmmampuan
cacatnya, dan dilakukan secara hati-hati. Program perawatan gigi dilaksanakan untuk
mencapai kesehatan manusia seutuhnya, dan berorientasi terhadap pencegahan penyakit
gigi.

Penanganan perawatan gigi penderita cacat pada umumnya, dapat dicapai dengan cara tata
pelaksanaan pada anak normal, tanpa banyak rintangan dan halangan khusus, dan tidak
terlalu memerlukan modifikasi teknik perawatan.
Pada dokter gigi yang merawat penderita cacat membutuhkan sedikit investasi pada
perlengkapan yang dibutuhkan, seperti:

PEDIWRAP
Merupakan alat bantu berupa bantalan yang diletakkan di bawah pasien baik pada lengan
ataupun kaki. Keuntungan alat ini ialah alat ini dapat digunakan pada pasien hipotonik dan
spatik. Sedangkan kerugiannya ialah mempunyai banyak ikatan dan harus dijaga agar pasien
tidak jatuh.

PAPOOSE BOARD
Yaitu suatu alat pengendali fisik yang berupa papan penahan tubuh dengan ikatan dimana
pasien dapat diatur posisi tubuhnya. Keuntungan alat ini ini adalah alat ini bersifat
sederhana, mudah disimpan, ukuran bervariasi dan mempunyai stabilisier kepala. Sedangkan
kerugiannya, bila alat ini digunakan terlalu lama dapat menyebabkan hypertemia.

TRIANGULAR SHEET
Alat bantu yang dikaitkan pada tubuh dan ekstrimitas untuk mempertahankan posisi tubuh.
Keuntungan : pasien dapat duduk tegak pada kursi gigi
Kerugian : Banyak ikatan, dapat membuat pasien sesak nafas dan hypertemia.

16
BEAN BAG
Merupakan alat bantu berupa bantalan yang diletakkan di bawah pasien. Keuntungan dari
alat ini yaitu dapat digunakan untuk pasien hypotonic dan spastic serta digunakan berulang
kali.

PLASTIK BOWL
Alat berupa pengendali kepala yang berfungsi untuk mendapatkan posisi kepala yang baik.

POSEY STRAP
Alat bantu yang digunakan untuk mengendalikan ekstrimoitads yang dapat merangsang
relaksasi dan mencegah refleks yang tidak terkendali. Gambar di bawah merupakan salah
satu contoh Posey strap yang digunakan pada kaki.

17
BAB III
KESIMPULAN

Macam-macam Gangguan perkembangan abnormal pada anak antara lain:


1) Cacat Mental Down Syndrom merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri
]saat terjadinya pembelahan.
2) Autism adalah suatu sindroma gangguan perkembangan anak yang sangat kompleks dan berat
dengan dugaan penyebab yang sangat bervariatif, serta gejala klinik yang biasanya muncul
pada tiga tahun pertama dari keadaan anak tersebut.
a. Anak Sukar dididik dan Anak dengan Gangguan Belajar
b. Aleansi adalah perasaan menjadi asing terhadap sesuatu. Aleansi merupakan problematic
identitas kepribadian anak, sehingga mereka “lari” dari kenyataan hidup yang sebenarnya
untuk mendapatkan kenikmatan baru.
c. Gambaran Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Penderita Cacat Penyakit gigi dan mulut
lainnya yang terdapat pada penderita cacat adalah:
Karies
Gigi Penyebabnya antara lain:
 Berhubungan dengan etiologi cacat, misalnya hipoplasia email, pit dan fissure yang
dalam.
 Berkaitan dengan terapi cacat, misalnya penggunaan obat-obatan cair dengan rasa manis
dalam jumlah yang besar
 Berkaitan dengan kemauan, misalnya sulit melakukan perawatan kesehatan mulut
secara rutin setiap hari
 Berkaitan dengan pemeliharaan gigi yang tidak adekuat
Penyakit Periodontal Terjadi gangguan periodontal yang disebabkan oleh:
Kebersihan mulut yang kurang diperhatikan karena ketidakmampuan mengguanakan
sikat gigi dengan benar.
 Diet yang kurang baik.

18
Maloklusi
Penyebabnya antara lain:
 Gangguan fungsi hubungan otot-otot intra oral dan periodontal sehingga terjadi ovejet
yang besar, open bite dan cross bite.
 Bruksism pada penderita serebral palsy yang mengakibatkan protrusi
Penanganan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Penderita Cacat
Perawatan gigi dan mulut pada penderita cacat dengan orang normal pada dasarnya
sama, hanya pendekatan damn teknik yang dilakukan operator lebih lama dan
tergantung dari manifestasi atau karekteristiknya. Pada umumnya apabila pendekatan
tidak bias dilakukan maka tindakan perawatan gigi di bawah anastesi umum dan ini
merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan maka tindakan perawatan gigi
dibawah anastesi umum, dan ini merupakan salah satu teknik alternative yang
digunakan oleh para dokter gigi dalam menangani pasien berkebutuhan khusus.

Perawatan Kesehatan Gigi


Janji untuk perawatan medis atau perawatan kesehatan gigi mungkin menakutkan,
pengalaman yang sulit bagi beberapa pasien dengan autism. Perawatan gigi mungkin telah
diabaikan karena ada masalah dengan interaksi social, bahasa, dan masalah komunikasi, atau
perilaku yang sulit.
Keparahan dari gejala menentukan pengaturan yang sesuai untuk pemberian layanan
perawatan gigi untuk pasien dengan autisme. Dengan beberapa modifikasi pada rencana
pengobatan, pasien dengan manifestasi ringan dari kondisi yang mungkin sering diperlakukan
berhasil dalam pengaturan gigi umum. Pasien dengan gejala lebih parah mungkin memerlukan
modifikasi rencana pengobatan utama, seperti obat penenang, anestesi umum, atau imobilisasi
dalam pengaturan khusus.
1. Masalah Kesehatan Mulut
Kecuali ketika seorang autis dikombinasikan dengan cacat perkembangan dari sifat yang
berbeda, atau dengan kata lain tidak ada manifestasi mulut. Beberapa faktor dapat
berkontribusi untuk kesehatan mulut yang buruk.
A. Perawatan Gigi Sebelumnya
 Perawatan gigi mungkin memiliki prioritas yang rendah.
 Pengasuh mungkin tidak mencari pelayanan gigi bagi individu, karena takut malu atas
perilaku yang sulit atau takut akan ketidaknyamanan atau cidera.
 Kualitas yang memuaskan dari pelayanan sebelumnya mungkin belum dicapai.
B. Karies Gigi
 Masalah makan dapat menyebabkan , tanpa memperhatikan konten nutrisi atau
pencegahan karies gigi.

19
 Pemilihan diet mungkin telah dibatasi oleh kebutuhan untuk kesamaan, dengan
kemungkinan pemberian makanan kariogenik yang berlebih.
 Makanan manis atau modifikasi perilaku, berulang-ulang sering dari waktu ke waktu,
mempromosikan pencegahan karies gigi.

C. Kesehatan Mulut
 Prosedur perawatan sehari-hari dengan dengan lisan mungkin tidak memadai bagi
individu autistik yang kurang kooperatif, bahkan walaupun ketika disampaikan oleh
seorang pengasuh.
2. Persiapan Operator
A. Belajar bagimana bekerja dengan pasien.
 Melihat kembali medis, gigi, dan riwayat penyakit pribadi.
 Membahas informasi dengan dokter, psikiater, guru atau orang lain yang terkait
dengan pasien.
B. Merencanakan beberapa janji orientasi dari awal yang singkat.
C. Melibatkan anggota yang sama dari tim gigi pada pada setiap kunjungan untuk
menghindari membuat pasien stress dan kehilangan waktu untuk orientasi ulang.
Faktor-faktor untuk mengajarkan pasien:
 Mendorong perawatan diri lisan sejauh mungkin untuk setiap pasien.
 Intruksi dari pengasuh dalam prinsip-prinsip dan prosedur perawatan kesehatan mulut.
Mempromosikan bantuan yang diperlukan untuk pasien dengan kemampuan terbatas.
 Mendorong pengasuh untuk menyertakan prosedur kesehatan mulut didalam modifikasi
perilaku pasien.
 Menekankan pentingnya program pencegahan total.
 Menjelaskan pentingnya ujian lisan lengkap dan pelayanan perawatan kesehatan mulut pada
yang sudah biasa.
3. Perencanaan Perawatan Kesehatan Gigi
A. Rencana asistensi kesehatan gigi untuk pasien yang sulit ditangani.
B. Sering melakukan janji untuk semua tahap-tahap pencegahan:
 Control biofilm gigi untuk pasien dan pengasuh.
 Skaking atau pembersihan karang gigi.
 Terai fluoride, termasuk penggunaan varnish fluoride yang dapat sangat membantu
bagi pasien yang tidak dapat bekerjasama dengan control biofilm. Aplikasi varnish
merupakan prosedur mudah dan sederhana.
 Sealant.
4. Petunjuk Intervensi
A. Memberikan prediksi dan konsisten pengalaman.
B. Menciptakan lingkungan yang tenang dan bebas dari rangsangan sensorik.
 Menghindari kasar, suara musik yang keras, tim gigi yang berisik, dan percakapan
yang tidak relevan.
 Menghindari menyentuh, karena hal ini mungkin akan mengganggu pasien.
C. Desensitisasi
 Dimulai dengan orientasi untuk pengaturan dan setiap bagian dari peralatan.

20
 Jika pasien tidak siap, instrumentasi mungkin tidak disertakan pada pertemuan
pertama.
 Intruksi mengambil bentuk yaitu “”lihat-ceritakan-lakukan” secara berulang kali.
Kesabaran dan keteguhan adalah elemen yang diperlukan.
 Memiliki pengasuh untuk membantu kondisi pasien dengan memberikan cermin
mulut plastic dan film gigi untuk dibawa pulang untuk praktik dimulut setiap hari.
 Menggunakan prosedur modifikasi perilaku ketika pasien akrab dengan metode
tersebut. Libatkan pengasuh untuk menjelaskan langkah-langkah pencegahan dengan
langkah demi langkah atau sedikit demi sedikit dengan cara yang sederhana.
Menyediakan memperkuat imbalan segera setelah setiap keberhasilan perawatan.
Model penggunaan item yang tidak dimakan dan menjelaskan alas an terhadap
dampak makanan kariogenik.
D. Imobilisasi Fisik
 Berbagai prosedur yang menggambarkan ada di Chapter 53.
 Papan papoose dapat memberikan lingkungan yang aman untuk anak autis parah yang
tidak dapat menanggapi desensitisasi.

SARAN
Disarankan untuk penderita down syndrom seharusnya lebih diperhatikan tentang oral
hygiennya, sejak usia dini agar ketika anak tumbuh menjadi dewasa anak akan terbiasa
dan tidak merasa dipaksa, oleh karena itu para orangtua merupakan faktor yang paling
penting untuk menunjang itu semua.

21
22

Anda mungkin juga menyukai