Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

HIPERTENSI STAGE 1 PADA WANITA LANJUT USIA DENGAN


POLA MAKAN YANG TIDAK TERKONTROL TANPA KOMPLIKASI
DALAM FUNGSI KELUARGA YANG BAIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA

Disusun oleh:

Gita suha yuranda

20120310007

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

HIPERTENSI STAGE 1 PADA WANITA LANJUT USIA DENGAN


POLA MAKAN YANG TIDAK TERKONTROL TANPA KOMPLIKASI
DALAM FUNGSI KELUARGA YANG BAIK

Disusun oleh:
Gita Suha Yuranda
20120310007

Dipresentasikan pada Juni 2018

Dosen Pembimbing Fakultas

dr. Iman Permana, M.Kes., Ph.D


BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny. EW
Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 13 oktober 1955
Usia : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jatimulyo, Tegalrejo, Yogyakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Status Perkawinan : Janda
Pendidikan Terakhir : perguruan tinggi
Kunjungan Puskesmas : 12-04-2018
Kunjungan Rumah : 12-04-2018
Jaminan Kesehatan : BPJS

B. ANAMNESIS PENYAKIT
1. Keluhan Utama : tensi tinggi
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli lansia puskesmas tegalrejo dengan keluhan kontrol rutin
tensi tinggi. Awal mula pasien terdiagnosis hipertensi pada tahun 2015. Pasien
mendapatkan saran dari posyandu tempat lingkungan pasien untuk
memeriksakan kondisi pasien karena 3 kali pemeriksaan didapatkan tensi >
150/90 mmHg. Selama ini pasien mengeluh adanya nyeri kepala seperti kepala
pasien terbeban oleh benda yang berat, dan terkadang mata berkunang kunang
nyeri kepala dirasakan memberat jika bangun tidur tetapi tidak menggangu
aktivitas. Adanya keluhan mual dan muntah disangkal oleh pasien. Selama ini
jika keluhan tersebut muncul pasien mengobatinya dengan obat paramex tetapi
dirasakan membaik sebentar saja. Setelah pasien memeriksakan ke puskesmas
dan mendapatkan terapi amlodipine 5 mg/ hari pasien merasakan keluhan
tersebut membaik dan terkadang tensi pasien dalam batas normal. Tetapi pasien
mengaku tidak bisa menjaga pola makan dengan baik, pasien mengatkan jika
selama ini pasien masih makan makanan yang mengandung santan, goreng-
gorengan dan terkadang pasien tetap minum kopi nescafe pada sore hari, namun
sebenarnya pasien sudah mengatahui jika minum kopi keluhan pusing akan
muncul tetapi kebiasaan itu tetap dilakukan.
Pasien sempat mengalami ke khawatiran akan terhadap penyakitnya dan
takut ada komplikasi yang lain. Menurut pengakuan pasien selama ini pasien tinggal
sendiri dan baru 1 bulan terakhir anak kedua pasien tinggal bersama pasien setelah
menyelesaikan kuliahnya. suami pasien sudah meninggal pada tahun 2009 karena
terdiagonis HT dan ginjal dan anak pertama pasien merantau mengikuti suami yang
berkerja di makasar. 1 bulan terakhir pasien merasakan kebahagiaan karena anak
kedua pasien sudah kembali kerumah, dan hal itu juga membuat ketakutan pasien
untuk tinggal sendiri berkurang. Kedua anak pasien selalu mendukung pasien dalam
pengobatan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi : (+) sejak 2 tahun yang lalu
Riwayat Sakit Jantung : Disangkal
Riwayat Sakit Ginjal :
Riwayat Alergi : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : (+) Suami pasien
Riwayat Diabetes : Disangkal
Riwayat Sakit Jantung : Disangkal
Riwayat Stroke : Disangkal
Riwayat Sakit Ginjal : (+) Suami pasien
Riwayat Asma : Disangkal

5. Riwayat Personal Sosial Lingkungan (RPSL)


- Pendidikan
Pasien bersekolah hingga sekolah hingga perguruan tinggi
- Riwayat Perkawinan
Pasien menikah pada usia 22 tahun dan pernikahan ini merupakan pernikahan
yang pertama. Dari pernikahan ini pasien dikaruniai 2 orang anak.

- Riwayat Pekerjaan.
Pasien adalah seorang pensiunan PNS , sekarang pasien hanya menghabiskan
waktu dirumahnya. Untuk kebutuhan sehari-hari pasien mengandalkan
pendapatan dari uang pensiunan. Anak pertama pasien sudah berkerja dan
tinggal dengan suami , anak kedua pasien baru lulus kuliah dan belum
berkerja.

- Riwayat Sosial
Selama ini Pasien hanya tinggal sendiri tetapi 1 bulan terakhir anak pasien
baru pulang setelah menyelesaikan pendidikannya di korea. Suami pasien
meninggal pada tahun 2009 karena sakit ginjal dan hipertensi. Hubungan
pasien dengan anak anak pasien terjalin dengan baik. anak- pertama pasien
tidak tinggal di rumah pasien, Anak pertama sudah berkeluarga dan tinggal
bersama pasangannya diluar jawa. Meskipun demikian anak-anak pasien
sering menunjungi dan telfon pasien. Dalam hubungan dengan tetangga dan
lingkungan sekitarnya pasien tergolong mudah berkomunikasi dan menjalin
hubungan dengan baik.

- Gaya Hidup
o Pola Makan
Pasien tidak menjaga pola makannya dengan baik. Pasien tetap
mengkonsumsi makanan yang bersantan, goreng-gorengan dan kopi,
pasien jarang makan sayur dan buah buahan.
o Olahraga
Pasien sering olahraga. Sehari-hari pasien mengerjakan pekerjaan rumah
seperti menyapu rumah, mencuci dan memasak . seminggu sekali pasien
mengikuti senam sehat di lingkungan rumah.
o Istirahat
Waktu tidur pasien sekitar kurang lebih 7 jam. Biasanya pasien dapat tidur
nyenyak tetapi badan pasien terasa lemas ketika bangun tidur.
o Kebiasaan
Pasien tidak merokok dan mengonsumsi alkohol.
6. Review Sistem
a. Sistem saraf pusat : Nyeri kepala (+)
b. Sistem saraf perifer : Kesemutan (-), tidak ada keluhan
c. Sistem kardiovaskular : Nyeri dada (-), tidak ada keluhan
d. Sistem respirasi : Sesak nafas (-), tidak ada keluhan
e. Sistem gastrointestinal : Mual (-), tidak ada keluhan
f. Sistem urinary : BAK nyeri (-), tidak ada keluhan
g. Sistem muskuloskeletal : Badan terasa pegal-pegal

C. ANAMNESIS ILLNESS
Illness merupakan keaadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang didapat
dari penyakit tersebut (bersifat subyektif). Illness terdiri dari empat komponen
berupa perasaan, ide/pemikiran, dan harapan pasien terhadap penyakit yang ia
alami, serta efek penyakit terhadap fungsi/kehidupan sehari-hari pasien. Berikut
adalah illness Ny. EW:

Tabel 1. Anamnesis Illness

No Komponen Pasien
1. Perasaan Pasien mengetahui bahwa penyakit
hipertensi yang dideritanya merupakan
penyakit tekanan darah yang tinggi.
Menurut pasien penyakitnya tidak bisa
sembuh. Dan perlu minum obat – obatan
secara terus menerus.
2 Pemikiran pasien merasa sedih karena hipertensi
yang diderita karena pasien harus
membatasi diri dalam beraktifitas dan
membatasi makanan yang disukai.
pasien juga sedih harus minum obat
rutin. Pasien merasa khawatir dengan
komplikasi – kompliasi yang akan
terjadi. Pasien takut kalau kontrol
karena takut kalau ternyata tensinya
tinggi. Hal ini yang membuat pasien
selalu membuat catatan hasil TD pada
pemeriksaan.

3 Harapan Pasien ingin dirinya sembuh dari


penyakitnya dan tidak minum obat –
obatan terus menerus atau tidak terjadi
komplikasi yang lainnya.
4 Efek Terhadap Pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa
Fungsi

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran&Kesan Umum : Compos Mentis, Baik.
2. Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 140/80 mmHg
 Nadi :117 x/menit, regular, isi, dan tegangan cukup
 Suhu : 36,5oC
 Pernafasan : 18 x/menit
3. Antropometri
 Tinggi Badan : 160cm
 Berat Badan : 62,1 kg
 IMT : 24,2 kg/m2
 Status Gizi : Normal
4. Pemeriksaan Kepala
 Bentuk kepala : Simetri, mesosefal
 Rambut : Lurus, warna hitam dan putih, tidak mudah
tercabut.
5. Pemeriksaan Mata
 Palpebra : Edema (-/-)
 Konjungtiva : Anemis(-/-), hiperemis (-/-)
 Sklera : Ikterik(-/-)
 Pupil : Reflek cahaya(+/+), isokor (2mm/2mm)
6. Pemeriksaan Hidung : Secret (-/-), epitaksis (-/-)
7. Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
8. Pemeriksaan Leher
 Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
 Kelenjar Inn : Tidak membesar, nyeri (-)
 JVP : Tidak meningkat
9. Pemeriksaan Dada
 Pulmo:
 Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), deformitas(-),retraksi (-)
 Palpasi : Simetris, nyeri tekan (-), vokal fremitus normal
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Cor:
 Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V
 Perkusi : Batas jantung  kanan atas: SIC II parasternal dextra.
Kanan bawah: SIC IV parasternal dextra. Kiri atas: SIC II parasternal
sinistra. Kiri bawah: SIC V linea midclavicula sinistra
 Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
10. Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Datar, jejas (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit.
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tak teraba, massa (-)
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut
11. Pemeriksaan Ekstremitas
Tabel 3.Pemeriksaan Ekstremitas

Tungkai Lengan

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas

Tonus Normal Normal Normal Normal


Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Edema - - - -

Akral Hangat Hangat Hangat Hangat

Kekuatan +5 +5 +5 +5

Tremor - - - -

Pulsatil Normal Normal Normal Normal

Nadi Reguler Reguler Reguler Reguler

E. MONITORING TEKANAN DARAH


Waktu TD

31/5/2018 140/90

01 /3/2018 120/80

F. DIAGNOSIS KLINIS
Hipertensi Derajat I

G. INSTRUMEN PENILAIAN KELUARGA


Berikut ini adalah perangkat keluarga yang terdiri atas family genogram,
family map, family life cycle, family life line, family APGAR, family SCREEM.
1. Genogram
2. Bentuk Keluarga
Single parent family ( Goldenberg, 1980)

3. Family Life Cycle


Family as launching center

4. Family Map

Ny.E Sdr.B

Keterangan:

: Hubungan Fungsional

: Hubungan disfungsional
5. Family APGAR

Respon

Hampir Kadang Hampir


Kriteria Pertanyaan Selalu (1) Tidak
(2) Pernah
(0)

Adaptasi Saya puas dengan keluarga saya


karena masing-masing anggota
keluarga sudah menjalankan √
kewajiban sesuai dengan
seharusnya
Kemitraan Saya puas dengan keluarga
saya karena dapat membantu √
memberikan solusi terhadap
permasalahan yang saya hadapi
Pertumbuhan Saya puas dengan kebebasan
yang diberikan keluarga saya √
untuk mengembangkan
kemampuan yang saya miliki
Kasih sayang Saya puas dengan kehangatan
/ kasih sayang yang √
diberikan keluarga saya
Kebersamaan Saya puas dengan waktu yang
disediakan keluarga untuk √
menjalin kebersamaan
Total 10

Klasifikasi 8-10 = fungsi keluarga baik ( Highly functional family)

4-7 = fungsi keluarga kurang baik (Modeetely dysfunctional


family)

0-3 = keluarga tidak fungsional (Severely dysfunctional family)

Kesimpulan Berdasarkan skor APGAR keluarga pasien tergolong dalam


keluarga dengan fungsi keluarga baik.
6. Family SCREEM
Tabel 5. Family SCREEM
Aspek Sumber Daya Patologi

o Hubungan pasien, anak, cucu, dan o


keluarga besar terjalin dengan
Social baik.
o Hubungan dengan tetangga dan
lingkungan sekitar baik.
o Pasien menjunjung tinggi adat o
Jawa yang ia wujudkan dengan
Cultural aktif dalam kelompok kesenian
Jawa.
o Tidak terpengaruh oleh mitos
kesehatan
o Pasien adalah sesorang yang patuh o
Religious agama. Rajin mengerjakan solat 5
waktu dan menjalankan ibadah
puasa.
o Kebutuhan materiil pasien o
tercukupi dari uang hasil
pension pasien dan alm.suami
Economy o anak pertama pasien sudah
bekerja dan berpenghasilan
o anak kedua pasien belum
berkerja
o Pasien berpendidikan cukup.
Dari pendidikan tersebut pasien
Education
mudah memahami keadaan
penyakitnya.

o Pasien memiliki jaminan


Medical kesehatan BPJS
o Akses ke puskesmas mudah
7. Family Life Line

Tabel 6. Family Life Line


Tahun Usia Life Event Severity of
Illness

2009 52 Suami Pasien meninggal

2010 53 Pasien pensiun dan melakukan


aktifitas dirumah
2014 56 Pasien merasakan kesepian
karena suami pasien meninggal
dan anak anak pasien tidak
tinggal bersama pasien
2015 59 th Pasien di diagnosis ssakit
hipertensi

H. RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR


1. Lokasi Rumah
Rumah terletak di daerah Jatimulyo, Yogyakarta. Rumah pasien berada di
tepi jalan kecil yang termasuk kawasan padat penduduk, jarak antara
rumah berdekatan.

2. Kondisi Rumah
Pasien tinggal dirumah permanen dengan ukuran sekitar 12m x 15m.
Rumah tersebut merupakan kepemilikan sendiri. Rumah berdinding
tembok, berlantai keramik, beratap genteng yang terdiri dari ruang tamu,
ruang tengah, kamar tidur, dapur, kamar mandi, dan tempat mencuci baju.
Kondisi rumah dengan ventilasi dan penerangan yang kurang baik. Rumah
tidak memiliki halaman kecil, ada teras rumah untuk menuju ke pintu
utama.
3. Ruang Rumah
Rumah terdiri dari beberapa ruangan, yaitu ruang tamu, ruang tengah,
kamar tidur, dan dapur dengan sekat dan 1 kamar mandi.
4. Pencahayaan
Cahaya yang masuk ke seluruh ruangan rumah kurang baik dengan jendela
dan ventilasi kurang memadai.
5. Kebersihan
Ruangan rumah tampak bersih dan rapi.
6. Kepadatan
Tiap ruangan dalam rumah cukup luas. Pasien hanya tinggal berdua
dengan anaknya sehingga rumah pasien tergolong luas.
7. Sanitasi dasar
a. Persediaan air bersih: Sumber air minum, memasak, mandi dan
mencuci berasal dari air PAM.
b. Jamban keluarga: Memiliki jamban keluarga di dalam rumah.
c. Sarana pembuangan air limbah: Limbah kamar mandi dialirkan ke
dalam saluran menuju selokan bagian belakang rumah. Septic tank
berada pada bagian belakang rumah. Jarak septic tank jengan sumur
kurang lebih 10 meter.
d. Tempat pembuangan sampah: Terdapat tempat pembuangan sampah
di depan rumah. Sampah akan diambil secara rutin oleh petugas
kebersihan.
e. Halaman: Rumah pasien tidak memiliki halaman dan pintu utama
langsung berhadapan dengan jalan kecil.
RUANG TAMU teras

RUANG Keluarga

KAMAR UTAMA

KAMAR

KAMAR
DAPUR
TIDUR

Gambar 1. Denah Rumah Pasien

I. IDENTIFIKASI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

Tabel 2. Penilaian Identifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


No. Indikator / Pertanyaan Jawaban

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan Ya

2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 - 6 bulan Tidak

3. Menimbang berat badan balita setiap bulan Ya

4. Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan Ya

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Tidak

6. Menggunakan jamban sehat Ya

7. Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk di rumah dan Tidak


lingkungannya sekali seminggu
8. Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari Tidak

9. Melakukan aktivitas fisik atau olahraga Ya

10. Tidak Merokok di dalam rumah Ya

Berdasarkan jumlah nilai identifikasi PHBS, rumah tangga pasien tergolong


berperilaku hidup bersih dan sehat.
J. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Diagnosis Psiko-Sosial & Kultural-Spiritual
Wanita lanjut usia dengan pengetahuan yang baik tentang penyakitnya dan rajin
beribadah solat lima waktu dengan tepat waktu.
2. Diagnosis Holistik
Hipertensi stage 1 pada wanita lanjut usia dengan pola makan yang tidak
terkontrol tanpa komplikasi dalam fungsi keluarga yang baik
K. MANAJEMEN KOMPREHENSIF
1. Promotif
Edukasi kepada pasien dan minimal ada satu anggota keluarga yang ikut
mendengarkan, terkait:
 Gambaran tentang Hipertensi yang merupakan penyakit kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikendalikan tergantung perilaku kesehatan dari
pasien
 Pentingnya modifikasi gaya hidup, terutama dalam hal pola makan, aktivitas
fisik yang teratur, serta istirahat yang adekuat. Istirahat cukup minimal 6-8
jam/hari. Melakukan manajeman stress yang baik.
 Menerapkan diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dengan
memperbanyak konsumsi buah dan sayur, mengurangi asupan garam (max 6,5
gram/hari), mengurangi makanan berminyak dan bersantan.
 Pentingnya minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter.
 Pentingnya menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan
sehari-hari.
 Pentingnya dukungan keluarga pada pasien dalam pengelolaan penyakitnya.
2. Preventif
 Melakukan aktivitas fisik secara teratur selama 30 menit, 3-4 x seminggu.
 Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter
 Mendapatkan konseling metode CEA untuk mengatasi pengetahuan yang
kurang dan mispersepsi terhadap penyakitnya.
 Melakukan kontrol rutin ke dokter untuk penyakitnya tiap 1 bulan sekali
atau jika ada keluhan.
 Skrining anggota keluarga untuk penyakit HT.

3. Kuratif

R/ Amlodipin mg 5 No XXX
S 1 dd tab 1
-------------------------------------------------------------------------
R/ BComplex No XV
S 1 dd tab 1
-------------------------------------------------------------------------

4. Rehabilitatif
Pada pasien ini belum memerlukan terapi rehabilitatif
5. Paliatif
 Mendekatkan diri kepada Tuhan
 Memotivasi keluarga untuk lebih sering menghabiskan waktu dengan
pasien
BAB
II

TINJAUAN
PUSTAKA

A. HIPERTENSI

Definisi hipertensi menurut Ganong (2010), Guyton (2014), WHO (2013) dan
JNC VIII adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah di dalam
arteri di atas 140/90 mmHg pada orang dewasa dengan sedikitnya tiga kali
pengukuran secara berurutan. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat
adanya interaksi berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu
hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga,
jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium
dan lemak jenuh.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

 Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,


disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf
simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan
Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas,
alkohol, merokok, serta polisitemia.
 Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma,
koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi
hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,
hipertensi derajat I dan derajat II.
Tabel 8. Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Derajat I 140-159 90-99

Hipertensi Derajat II ≥ 160 ≥ 100


Gambar 4. Patofisiologi Hipertensi

Faktor-faktor Risiko Hipertensi Faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain:

1. Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki
meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat pada
usia lebih dari 55 tahun.

2. Ras/etnik
Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul pada etnik
Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.

3. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita.

4. Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat


Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain minum
minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok
menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-
paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan
memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau
adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi.
Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah
karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan
bahan kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh
darah
b. Kurangnya aktifitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah.
Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut
mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar
pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga
meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan
darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko
kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi
meningkat. Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara
teratur memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah
sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi. Olahraga banyak
dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik
dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan

Modifikasi gaya hidup


Modifikasi gaya hidup yang sehat oleh semua pasien hipertensi
merupakan suatu cara pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan
bagian yang tidak terabaikan dalam penanganan pasien tersebut.
Modifikasi gaya hidup memperlihatkan dapat menurunkan tekanan darah
yang meliputi penurunan berat badan pada pasien dengan overweight
atau obesitas. Berdasarkan pada DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension), perencanaan diet yang dilakukan berupa makanan yang
tinggi kalium dan kalsium, rendah natrium, olahraga, dan mengurangi
konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan
darah, mempertinggi khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan resiko
penyakit kardiovaskuler. Contohnya, konsumsi 1600 mg natrium
memiliki efek yang sama dengan pengobatan tunggal. Kombinasi dua
atau lebih modifikasi gaya hidup dapat memberikan hasil yang lebih
baik. Berikut adalah uraian modifikasi gaya hidup dalam rangka
penanganan hipertensi.
Tabel 8. Modifikasi Gaya Hidup dalam Penanganan Hipertensi
Modifikasi Rekomendasi Perkiraan Penurunan
Tekanan Darah Sistolik
(Skala)

Menurunkan Memelihara Berat Badan 5-20 mmHg/ 10 kg


Normal penurunan Berat Badan
Berat Badan
(Indeks Massa Tubuh 18.5–
24.9 kg/m2).

Melakukan pola diet Mengkonsumsi makanan yang 8 – 14 mmHg


berdasarkan DASH kaya dengan buah-buahan,
sayuran, produk makanan yang
rendah lemak, dengan kadar
lemak total dan saturasi yang
rendah.
Diet Rendah Menurunkan Intake Garam 2-8 mmHg
Natrium sebesar 2-8 mmHg tidak lebih
dari 100 mmol per-hari (2.4 gr
Natrium atau 6 gr garam).
Olahraga Melakukan Kegiatan Aerobik 4 – 9 mmHg
fisik secara teratur, seperti
jalan cepat (paling tidak 30
menit per-hari, setiap hari
dalam seminggu).
Membatasi Membatasi konsumsi alkohol 2 -4 mmHg
Penggunaan Alkohol tidak lebih dari 2 gelas ( 1 oz
atau 30 ml ethanol; misalnya
24 oz bir, 10 oz anggur, atau 3
0z 80 whiski) per-hari pada
sebagian besar laki-laki dan
tidak lebih dari 1 gelas per-hari
pada wanita dan laki-laki yang
lebih kurus.

Olahraga bagi Penderita Hipertensi

Bagi penderita hipertensi faktor yang harus diperhatikan adalah


tingginya tekanan darah. Semakin tinggi tekanan darah semakin keras kerja
jantung, sebab untuk mengalirkan darah saat jantung memompa maka jantung
harus mengeluarkan tenaga sesuai dengan tingginya tekanan tersebut. Jantung
apabila tidak mampu memompa dengan tekanan setinggi itu, berarti jantung
akan gagal memompa darah. Latihan olahraga dapat menurunkan tekanan
sistolik maupun diastolik pada usia tengah baya yang sehat dan juga mereka
yang mempunyai tekanan darah tinggi ringan. Latihan olahraga tidak secara
signifikan menurunkan tensi pada penderita yang mengalami hipertensi berat,
tetapi paling tidak olahraga membuat seseorang menjadi lebih santai. Pada
penderita hipertensi, faktor tekanan darah memegang peranan penting di dalam
menentukan boleh tidaknya berolahraga, takaran dan jenis olahraga. Beberapa
pedoman di bawah ini perlu dipenuhi sebelum memutuskan berolahraga, antara
lain;

a. Penderita hipertensi dikontrol tanpa atau dengan obat terlebih dahulu tekanan
darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan
diastolik tidak melebihi 100 mmHg.
b. Sebelum berolahraga, perlu mendapatkan informasi mengenai penyebab
hipertensinya. Selain itu, kondisi organ tubuh yang akan terpengaruh oleh penyakit
tersebut seperti: keadaan jantung, keadaan ginjal, keadaan mata (untuk mengetahui
derajat hipertensi), serta pemeriksaan laboratorium darah maupun urin. Kondisi
organ tersebut akan mempengaruhi keberhasilan olahraga yang dilakukan.
c. Penderita hipertensi sebelum latihan, sebaiknya melakukan Uji Latih Jantung
terlebih dahulu dengan beban (treadmill/ ergometer) agar dapat dinilai reaksi
tekanan darah dan perubahan aktifitas listrik jantung (EKG) serta menilai tingkat
kapasitas fisik. Berdasarkan hasil Uji Latih Jantung, dosis latihan dapat diberikan
secara akurat.
d. Pada saat Uji Latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan, sehingga
dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban. Obat yang diberikan
apakah sudah tepat artinya tekanan darah berada dalam lingkup ukuran normal atau
masih menunjukkan reaksi hipertensi ketika diberikan tes pembebanan. Dokter
akan berusaha mengatur kembali dosis obat apabila belum tepat.
e. Latihan yang dilakukan untuk meningkatkan daya tahan (endurance) dan tidak
boleh
f. menambah peningkatan tekanan (pressure). Olahraga yang tepat adalah jalan kaki,
bersepeda, senam dan berenang atau olahraga aerobik.
g. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan. Olahraga yang bersifat
kompetisi akan memacu emosi, sehingga mempercepat peningkatan tekanan darah.
h. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan seperti angkat berat, karena
menyebabkan peningkatan tekanan darah secara mendadak dan melonjak.
i. Tekanan darah secara teratur diperiksa sebelum dan sesudah latihan. Olahraga pada
penderita hipertensi tidak hanya ditentukan oleh denyut jantung, tetapi juga
berdasarkan reaksi tekanan darahnya.
j. Bagi penderita hipertensi ringan (tensi 160/ 95 mmHg tanpa obat), maka olahraga
disertai pengaturan makan (mengurangi konsumsi garam) dan penurunan berat
badan dapat menurunkan tekanan darah sampai tingkat normal 140/ 80 mmHg.
k. Penderita hipertensi umumnya berhubungan dengan beban emosi (stress). Oleh
karena itu disamping olahraga yang bersifat fisik, olahraga pengendalian emosi
seperti: meditasi, dzikir dan beribadah sesuai agama masing-masing sangat penting
dilakukan.
l. Hasil latihan jika menunjukkan penurunan tekanan darah, maka dosis obat yang
diberikan sebaiknya dikurangi (penyesuaian).
Latihan aerobik yang dilakukan agar dapat berpengaruh terhadap efisiensi kerja
jantung, sebaiknya latihan berada pada intensitas sedang yaitu denyut jantung 150-
170 per menit. Intensitas sedang kurang lebih sama dengan 70-80% dari kapasitas
aerobik maksimal. Jenis olahraga yang efektif menurunkan tekanan darah adalah
olahraga aerobik dengan intensitas sedang. Salah satu contohnya, jalan kaki cepat.
Frekuensi latihannya 3 - 5 kali seminggu, dengan lama latihan 20 - 60 menit sekali
latihan. Latihan olahraga bisa menurunkan tekanan darah karena latihan itu dapat
merilekskan pembuluh-pembuluh darah. Lama-kelamaan, latihan olahraga dapat
melemaskan pembuluh-pembuluh darah, sehingga tekanan darah menurun, sama
halnya dengan melebarnya pipa air akan menurunkan tekanan air. Latihan olahraga
juga dapat menyebabkan aktivitas saraf, reseptor hormon, dan produksi hormon-
hormon tertentu menurun. Bagi penderita hipertensi latihan olahraga tetap cukup
aman. Catatan khusus untuk penderita tekanan darah tinggi berat, misalnya dengan
tekanan darah sistolik lebih tinggi dari 180 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik
lebih tinggi dari 110 mmHg, sebaiknya tetap menggunakan obat-obatan penurun
tekanan darah dari dokter sebelum memulai program penurunan tekanan darah
dengan latihan olahraga.
BAB III

ANALISIS KASUS

Diagnosis klinis pada pasien ini adalah hipertensi garde I (JNC 7). Diagnosis
tersebut didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada
pasien dan mengarah pada diagnosis tersebut. Awalnya saat pasien mengeluh pusing
yang sudah bertahun-tahun. Setelah itu pasien memeriksakan diri ke posyandu dan
disarankan ke puskesmas dan dokter men diagnosa pasien sebagaiHipertensi. Lalu
pasien melakukan kontrol rutin setiap satu bulan sekali ke puskesmas. Dan setelah di
observasi selama beberapa bulan ternyata tekanan darah tetap tinggi. Setelah itu pasien
memeriksakan kondisinya ke puskesmas dan oleh dokter diputuskan bahwa pasien
harus mengonsumsi obat rutin setiap untuk mengontrol tekanan darahnya. Saat di
diagnosis sebagai hipertensi, tekanan darah pasien saat itu adalah 150/90. Setiap bulan
pasien rutin memeriksakan tekanan darahnya ke puskesmas.
Hasil anamnesis psikososial dari pasien didapatkan pasien memiliki
pengetahuan yang cukup tentang penyakitnya, pasien rutin kontrol hipertensinya tetapi
tidak menjaga pola makan dengan baik.
Pendidikan terakhir pasien adalah perguruan tinggi, setelah itu pasien berkerja
menjadi PNS dan sekarang telah pensiun.
Hubungan pasien dengan masyarakat sekitar rumahnya terjalin baik. Pasien juga
selalu mengikuti kegiatan yang diadakan lingkungnnya. Karena menurut pasien
kegiatan-kegiatan tersebut rutin dilakukan setiap bulan.
Dari perangkat penilaian keluarga family SCREEM, pasien memiliki sumber
daya yang cukup. Dari sisi ekonomi, pasien merasa pendapatannya setiap bulan sudah
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari segi sosial hubungan pasien dengan
keluarga cukup baik dan hubungannya dengan tetangga sekitar baik. Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat juga sudah dilakukan dengan baik.
Pada pasien ini dilakukan manajemen komprehensif mulai dari promotif,
preventif, serta kuratif. Manajemen promotif dan preventif sekunder ini bertujuan agar
pasien yang sudah menderita hipertensi tidak mengalami komplikasi dari penyakitnya.
B. IDENTIFIKASI MASALAH DAN PENYELESAIANNYA

Tabel 7. Identifikasi Masalah dan Penyelesaiannya

No Masalah yang Target Sasaran Pembinaan Kolaborasi


dihadapi

1. Hipertensi Tekanan darah Pasien dan - Perubahan gaya - Internist


dalam batas yang keluarga hidup dengan
- Dokter
normal merubah pola
Puskesma
makan dan
s
lebih
memperbanyak
aktifitas fisik
atau olahraga.

- Pasien disarankan
untuk kontrol tekanan
darah rutin minimal 1
bulan sekali dan
pemeriksaan fungsi
ginjal untuk
mengetahui
komplikasinya.

2. PHBS yang Meningkatnya Pasien dan - Edukasi tentang Promkes


kurang derajat keluarga pentingnya perilaku
PHBS hidup bersih dan
sehat dalam upaya
meningkatkan
kesehatan.
- Mengusulkan untuk
selalu
membersihkan dan
menata barang-
barang dirumah dan
meningkatkan
higienitas.
-Melakukan
pemberantasan
sarang nyamuk di
rumah dan
lingkungannya
sekali seminggu
- Tetap melakukan
aktivitas fisik atau
olahraga seperti
yang dianjurkan di
manajemen
preventif di atas.

C. PENERAPAN PRINSIP KEDOKTERAN KELUARGA


1. Primary Care
Prinsip ini sudah diterapkan pada pasien ini, dimana pasien datang untuk periksa
ke fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama terlebih dahulu yaitu ke
puskesmas. Pasien mendapatkan terapi farmakologi yaitu Amlodipin 5 mg 1x1 ..

2. Patient Center Care


Pasien sebagai client sehingga pasien leluasa mengungkapkan
keluhannya. Dokter mengedukasi pasien secara menyeluruh mengenai
penyakitkan dan membantu menerapkan pola hidup sehat yang disesuai
dengan kebutuhan dan keadaan pasien.

3. Holistic Care
Tidak hanya fokus ke penyakit pasien namun juga melihat pasien sebagai
individu, sehingga perlu digali mengenai kondisi psikis, keluarga pasien
serta hubungannya, lingkungan, tempat tinggal, dan menggali ada
tidaknya faktor yang memperberat penyakitnya.
4. Comprehensive Care
Dalam menangani kasus pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan menyeluruh
mulai dari promotif, yaitu bertujuan memberikan edukasi kepada pasien tentang
penyakitnya sehingga pasien bisa meminimalisasi dan mencegah komplikasi
terkait penyakit pasien, edukasi tentang pentingnya menghindari faktor pencetus
hipertensi, modifikasi gaya hidup, serta pentingnya kegiatan fisik dalam
mengendalikan penyakit pasien ini. Sedangkan dari segi preventif diberikan
edukasi untuk menerapkan pola makan yang baik dan pasien diberikan edukasi
agar secara rutin melakukan monitoring tekanan darah selama sebulan sekali.
Dan dari segi kuratif disini lebih ditekankan pada aspek farmakologi untuk
mengontrol penyakitnya. Untuk aspek rehabilitative dan paliatif pada pasien ini
masih belum diperlukan.

5. Continuing Care
Dilakukan home visit pada tanggal 1 Juni 2018 untuk memonitor keadaan pasien
dilingkungan rumah, serta menggali informasi yang lebih lengkap mengenai
kondisi keseluruhan dari pasien yang dipandang dari aspek bio-psiko-sosio-
kultural.
DAFTAR PUSTAKA

Bill, K, et al. (2015). Hipertension: The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline
Recomendation. Continuing Educational. Alabama Pharmacy Association.

Muhadi. (2016). JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi


Dewasa. CDK-236/ vol 43 No.1, tahun 2016

Natalia, Dian, et al. (2015). Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi di


Kecamatan Sintang, Kalimantan Barat. CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015.

PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskuler.


Jakarta: Indonesian Heart Association.

PERMENKES RI. (2014). Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 5


Tahun 2014 tentang Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Yogiantoro, Mohammad. (2015). “Pendekatan Klinis Hipertensi”. Setiati, et al., Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing Pusat
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam, 2059-2082.

Anda mungkin juga menyukai