Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus

TINEA CORPORIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada
Bagian / SMF Kulit Kelamin FK Unsyiah BPK RSUDZA

Banda Aceh

Oleh:

DIAN HIDAYATI

BAGIAN/SMF ILMU KULIT KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BPK RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2014

1
PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur


dermatofita. Dermatofita adalah jamur keratinofilik yang menyerang bagian-
bagian tubuh pada manusia dan hewan yang mengandung keratin seperti pada
rambut, kuku, dan kulit. (1) (2) Infeksi dermatofitosis telah menyerang 20-25% dari
populasi penduduk di seluruh dunia, dan insidennya terus berlanjut dan
meningkat. (1)
Infeksi yang disebabkan oleh jamur dermatofita umumnya dikenal dengan
nama “tinea” atau “ringworm”, dikarenakan lesinya yang berbentuk cincin.
Infeksi ini biasanya dinamakan sesuai dengan lokasi dimana infeksi tersebut
(3) (4)
terjadi. Secara klinis ada 8 tipe tinea yang terdapat pada tubuh manusia.
Tinea korporis adalah tipe yang paling umum terjadi di seluruh dunia. (2) Tinea
korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan
dermatofita, yang menyerang daerah kulit tak berambut (glabrous skin). (5) (6) (7)
(1)
Tinea korporis menempati 70% dari semua infeksi jamur yang ada. Tinea
korporis meliputi seluruh infeksi dermatofita superfisial, kecuali kulit kepala,
jenggot, wajah, telapak tangan, telapak kaki dan selangkangan. (8)
Infeksi jamur yang paling sering menyebabkan dermatofitosis adalah dari
golongan Tricophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. (1) (3) Penularan tinea
korporis bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
dapat terjadi karena kontak langsung dengan individu atau binatang yang
terinfeksi, sedangkan penularan secara tidak langsung dapat tertular bila tersentuh
dengan benda yang mengandung jamur. (5)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis dari infeksi
dermatofita adalah pemeriksaan mikroskopik langsung dengan menggunakan
(3) (8)
potassium hydroxide (KOH) dan kultur. Penatalaksanaan infeksi dermatofit
biasanya memberikan respon yang baik terhadap anti fungal topikal dalam 2 - 4
minggu. (8)

2
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial
golongan dermatofita, yang menyerang daerah kulit tak berambut (glabrous skin),
biasanya pada wajah, badan, lengan, dan tungkai. (6)

Epidemiologi

Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terjadi pada daerah dengan
iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi hangat dan
lembab membantu dalam menyebarkan infeksi ini. Oleh karena itu daerah tropis
dan subtropis memiliki insiden yang tinggi terhadap tinea korporis. (1) Penyakit ini
menyerang pria maupun wanita dan terjadi pada semua umur. (9) Penularan dapat
terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak
langsung melalui benda yang mengandung jamur. (5)
Tinea korporis disebabkan oleh golongan jamur Trichophyton,
(1) (3)
Microsporum, dan Epidermophyton, dari tiga golongan tersebut penyebab
tersering penyakit tinea korporis adalah Trichopyton rubrum dan Trichopyton
mentagrophytes. (2)

Etiologi

Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti


(1)
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Jamur penyebab tinea
korporis ini bersifat antropofilik, geofilik, dan zoofilik. Jamur yang bersifat
antropofilik hanya mentransmisikan penyakit antar manusia antara lain adalah
Tricophyton violaceum, Tricophyton rubrum, Tricophyton schoenleini, E.
floccosum, Microsporum audouinii. Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup
di tanah dan dapat menyebabkan peradangan pada manusia. Golongan jamur ini
antara lain Microsporum gypseum, Microsporum fulvum. Microsporum cookie.
Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada hewan, namun dapat
mentransmisikan penyakit pada manusia. Jamur zoofilik penyebab tinea korporis

3
salah satunya adalah Microsporum canis yang berasal dari kucing. Dari tiga sifat
jamur penyebab tinea korporis tersebut, dermatofit yang antropofilik adalah sifat
yang paling sering ditemukan sebagai sumber infeksi tinea korporis. (1) (10)

Patogenesis

Infeksi secara alami didapatkan dari perlengketan oleh jamur ke individu


yang rentan. Sumber infeksi biasanya adalah lesi yang aktif pada hewan, atau
pada manusia. Infeksi dermatofita menyerang lapisan kulit yang bertanduk.
Fenomena ini mulanya terjadi pada tempat inokulasi yang kemudian diikuti
dengan menyebar luasnya lesi dari tempat semula secara sentrifugal, Setelah
periode inkubasi selama 1-3 minggu, jaringan akan merespon bahwa telah terjadi
infeksi, dan memperlihatkan gambaran anular. Gambaran lesi annular merupakan
hasil dari eliminasi jamur yang terdapat di tengah lesi (central healing). Area ini
biasanya menjadi resisten akan infeksi berulang . Selain itu juga biasanya dapat
ditemukan gambaran lesi yang berupa vesikel dan lesi makulopapular dengan
central yang hiperemis. Pada lesi yang berbentuk anular biasanya disebabkan oleh
T. Rubrum, sedangkan pada lesi makulopapular biasanya disebabkan oleh E.
Floccosum. Beberapa kasus inflamasi dari infeksi yang ditularkan oleh hewan
sembuh dengan spontan dalam beberapa bulan, namun infeksi yang disebabkan
oleh T. Rubrum biasanya bisa bertahan sampai beberapa tahun. (7) (11)

Gambaran Klinik

Keluhan yang dirasakan pada penderita tinea korporis berupa rasa gatal, dan
gatal bertambah apabila berkeringat. Lesi biasanya berbentuk sirkular dengan tepi
yang meninggi. Lesi dapat berjumlah tunggal ataupun terdiri dari beberapa plak.
Derajat inflamasi sangat bervariasi. Variasi ini akibat dari perbedaan imunitas
hospes dan spesies jamur. (5) (7)
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai
sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar,
selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan
mengalami resolusi, dan bagian tepinya sering terdapat skuama, krusta, vesikel,

4
dan papul. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada
umumnya merupakan bercak terpisah satu dengan yang lainnya. (7) (11)
Tinea korporis sering ditemukan asimptomatik atau gatal ringan. Lesi nya
dapat berupa patch eritematus ataupun hipopigmentasi, kering dengan pingggir
yang tajam disertai dengan sentral healing. Tinea korporis yang meluas dapat
menjadi tanda bahwa penderitanya menderita AIDS ataupun juga dapat
berhubungan dengan penggunaan penggunaan kortikosteroid topikal. (8)

Pemeriksaan Penunjang

Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada


kulit sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis.
Akan tetapi kadang temuan efloresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang agar diagnosis dapat ditegakkan. Pemeriksaan
mikroskopik langsung dengan mengambil kerokan kulit merupakan pemeriksaan
yang umummnya dilakukan. Kerokan kulit juga bisa di kultur selama seminggu
atau 2 minggu untuk menentukan diagnosis, namun pemeriksaan ini cenderung
mahal dan jarang dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama. Pemeriksaan
dengan menggunakan woodlamp biasanya tidak dilakukan karena dianggap tidak
terlalu berguna. Pemeriksaan KOH (potassium hydroxide) merupakan
pemeriksaan tunggal yang paling penting untuk mendiagnosis infeksi dermatofit
secara langsung dibawah mikroskop. KOH 10-20% membantu untuk
menghancurkan jaringan epitel, sehingga akan terlihat hifa, pada pemeriksaan
dengan menggunakan mikroskop dimana terlihat hifa diantara material keratin,
yang berbentuk panjang dan bersepta. (3,7)

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik kulit,


serta pemeriksaan penunjang. (10)

1. Anamnesa
Dari anamnesis didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu, dan gatal

5
bertambah apabila berkeringat.
2. Gejala klinis yang khas
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada kerokan kulit dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen
jamur berupa hifa panjang dan bersepta yang khas pada infeksi tinea korporis.
Pemeriksaan dengan pembiakan bertujuan untuk mengetahui spesies jamur
penyebab dengan menggunakan bahan kerokan yang ditanam dalam
Sabouraoud’s peptone-glucose agar. Pembacaan dilakukan dalam waktu 1-4
minggu. Koloni yang tumbuh diperhatikan mengenai warna, bentuk, permukaan
dan ada atau tidaknya hifa. (3)

Diagnosis Banding

Tinea korporis kadang sulit dibedakan dengan beberapa kelainan kulit yang
lainnya. Beberapa penyakit yang mirip dengan Tinea korporis antara lain psoriasis
vulgaris, dermatitis seboroik, ptyriasis rosea, granuloma annular. Oleh karenanya
diperlukan pemeriksaan KOH ataupun kultur untuk menegakkan diagnosis tinea
korporis dengan tepat. (11)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien ini terdiri dari terapi non farmakologis dan
farmakologis. Terapi non farmakologis pada pasien ini sangat penting untuk
mencegah kekambuhan dan bertujuan untuk menghilangkan faktor predisposisi
seperti memakai baju yang menyerap keringat, memakai pakaian longgar dan
tidak ketat serta mengeringkan badan dengan baik setelah mandi dan berkeringat.
(3,10)

A. Terapi topikal (3,8,12)

Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya


hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia
dalam berbagai formulasi, dan semuanya memberikan keberhasilan terapi (70-

6
100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2-4 minggu. Topikal azol
biasanya sering digunakan karena juga berguna sebagai antibiotik broad
spectrum. Topikal azol yang sering digunakan antara lain:

a. Ketoconazol 2 % b.
b. Econazol 1 %
c. Clotrinazol 1%
d. Miconazol 2%

B. Terapi sistemik (8,12)


Terdapat 5 jenis terapi sistemik yang sering digunakan, dintaranya terbinafine,
itraconazole, griseofulvin, ketokonazole, dan fluconazole.

1. Terbinafine
Pada penderita tinea corporis, terbinafine oral diberikan dengan
dosis 250 mg/hari selama 2-4 minggu.

2. Itrakonazole
Itrakonazole oral diberikan dengan dosis 200 mg/ hari selama satu
minggu.

3. Griseofulvin
Griseofulvin tersedia dalam dosis besar dan dosis kecil. Dosis
besar adalah 500 mg/hari sedangkan dosis kecil adalah 330-375
mg/hari selama 2-4 minggu.

4) Ketokonazole
Ketokonazole oral diberikan dengan dosis 200-400 mg/hari selama
4 minggu.

5) Fluconazole
Fluconazole oral diberikan dengan dosis 150-300 mg sekali
seminggu selama 2-4 minggu.

7
Prognosis

Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan
tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau
allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik. (11)

8
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : EN
Umur/Jenis Kelamin : 19 Tahun/Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Ateuk Pahlawan Baiturrahman
Agama : Islam
Suku : Aceh
Hp/no telp : 085260330665
Nomor CM : 1-01-45-70
Tanggal pemeriksaan : 20 Agustus 2014

Anamnesis
Keluhan Utama
Gatal pada lipatan lengan kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan gatal dan timbulnya plak kemerahan pada
lipatan lengan kiri sejak 2 bulan yang lalu. Gatal bertambah apabila berkeringat.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat Pemberian Obat


Pasien pernah berobat ke Puskesmas sebelumnya dan diberikan salep
Gentamicin dan obat untuk diminum, namun ia lupa nama obatnya, dan ia juga
mengatakan tidak ada perbaikan gejala klinis pada saat mengkonsumsi obat
tersebut.

9
Riwayat Penyakit Keluarga
Adik perempuan pasien juga mengalami keluhan dan penyakit yang sama
dengannya yang terdapat di daerah kaki.

Riwayat Kebiasaan Sosial


Pasien sering menggunakan handuk secara bergantian dengan adik
perempuannya dan ia tidur di satu ranjang yang sama dengan adiknya. Riwayat
kontak dengan hewan peliharaan disangkal.

Pemeriksaan Fisik Kulit


Pada regio fossa cubiti sinistra tampak patch eritematous dan
hiperpigmentasi berbatas tegas, tepi ireguler, dengan papul-papul dibagian
tepinya, disertai skuama halus, dengan bagian tengah mengalami penyembuhan
(central healing), konfigurasi lesi polisiklik, dan terdistribusi secara regional.

Gambar 1. Pada regio fossa cubiti sinistra tampak patch eritematous dan
hiperpigmentasi berbatas tegas, tepi ireguler dengan papul-papul dibagian tepinya,
disertai skuama halus, dengan bagian tengah mengalami penyembuhan (central
healing), konfigurasi lesi polisiklik, dan terdistribusi secara regional.

10
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan KOH 10%.
Hasil dari pemeriksaan KOH :

Gambar 2. Pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kulit (skuama) dengan KOH


10% menunjukkan hifa panjang dan bersepta.

Diagnosis Banding
1. Tinea korporis
2. Psoriasis vulgaris
3. Dermatitis seboroik
4. Pitiriasis rosea
5. Granuloma annulare

Resume
 Seorang perempuan, 19 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUDZA dengan keluhan gatal dan timbulnya plak kemerahan pada lipatan
lengan kiri sejak 2 bulan yang lalu.
 Gatal bertambah apabila berkeringat.
 Pada regio fossa cubiti sinistra tampak patch eritematous dan
hiperpigmentasi berbatas tegas, ireguler, dengan papul di bagian tepi disertai
skuama halus, central healing, polisiklik, distribusi regional.
 Pemeriksaan KOH didapatkan hifa panjang dan bersepta.

11
Diagnosis Klinis
Tinea korporis

Tatalaksana
Farmakologis
Terapi Sistemik : Ceterizine tablet 10mg, sehari sekali
Terapi Topikal : Ketoconazole cream 2%, digunakan pada lesi
2 kali sehari, selama 2 – 4 minggu
Edukasi
1. Gunakan pakaian yang longgar dan menyerap keringat, contohnya dari
bahan katun
2. Mengeringkan badan sehabis mandi dan berkeringat

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

12
ANALISA KASUS

Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial
golongan dermatofita, yang menyerang daerah kulit tak berambut (glabrous skin).
biasanya pada wajah, badan, lengan, dan tungkai. (6) Pada kasus ini lesi didapatkan
di lipatan lengan tangan kiri.
Tinea korporis merupakan infeksi yang umum terjadi pada negara dengan
iklim tropis yang mempunyai kelembapan tinggi seperti negara Indonesia.
Penyakit ini menyerang pria maupun wanita dan terjadi pada semua umur. Tinea
korporis disebabkan oleh golongan jamur Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton, dari tiga golongan tersebut penyebab tersering penyakit tinea
korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton menthagrophytes.(1,2,3)
Diagnosis tinea korporis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik kulit dan pemeriksaan penunjang.(10) Dari hasil anamnesis,
pasien mengeluhkan gatal dan timbulnya plak kemerahan pada lipatan lengan kiri
sejak 2 bulan yang lalu. Ia juga mengeluhkan gatal bertambah apabila berkeringat.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada, dimana gatal merupakan gejala penyerta
yang sering terjadi pada infeksi tinea korporis, dan gatal bertambah apabila
berkeringat. (6)
Selain itu pasien juga mengatakan dikeluarganya tepatnya adik perempuan
pasien juga mengalami keluhan dan penyakit yang sama dengannya yang terdapat
di daerah kaki, dan pasien sering menggunakan handuk secara bergantian dengan
adiknya, ia juga tidur di satu ranjang yang sama dengan adiknya. Penularan pada
tinea korporis dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
secara langsung dapat terjadi karena kontak langsung dengan individu atau hewan
yang terinfeksi, sedangkan penularan secara tidak langsung dapat tertular bila
tersentuh dengan benda yang mengandung jamur.(5) Pada kasus ini kemungkinan
pasien dapat tertular langsung dari adiknya atau tertular dari handuk dan seprai
yang mereka gunakan bersama.
Gambaran klinis dari tinea korporis sangat bervariasi, variasi ini akibat
dari perbedaan imunitas hospes dan spesies jamur. (5) Gambaran klinis yang klasik
pada tinea korporis adalah lesi anular, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama,

13
kadang-kadang dengan vesikel dan papul dibagian tepi, dan daerah tengahnya
biasanya bersih yang sering disebut dengan central healing. Kelainan kulit dapat
juga terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik. (5) Infeksi dermatofita
menyerang lapisan kulit yang bertanduk. Fenomena ini mulanya terjadi pada
tempat inokulasi yang kemudian diikuti dengan menyebar luasnya lesi dari tempat
semula, sehingga memperlihatkan gambaran annular. Gambaran annular ini
berasal dari eliminasi jamur pada tengah lesi yang terus menyebar kearah perifer,
sehingga terlihat tepi lesi yang meninggi, berwarna kemerahan dan terkadang
disertai sedikit pembengkakan. Sementara itu area sentral tertutup oleh squama
halus. Organisme yang biasanya menimbulkan lesi seperti ini adalah T. Rubrum
dan E. Floccosum. T. Rubrum adalah organisme penyebab lesi konsentrik yang
paling sering pada kasus Tinea Korporis. Sedangkan ruam makulo papular dengan
tepi serpiginosa dan area sentral yang hiperemis merupakan hal yang sering
terlihat pada Infesksi yang disebakan E. flocosum. T. Rubrum menginfeksi semua
area pada tubuh, sedangkan E. flocosum terfokus pada area selangkangan dan
(7,11)
sela-sela kaki. Hal ini sesuai dengan temuan yang kami dapat pada
pemeriksaan fisik kulit, dimana pada lipatan lengan kiri tampak patch eritematous
dan hiperpigmentasi berbatas tegas, tepi ireguler dengan papul-papul dibagian
tepinya, disertai skuama halus, dengan bagian tengah mengalami penyembuhan
(central healing), konfigurasi lesi polisiklik, dan terdistribusi secara regional.
Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan yang relatif simpel digunakan
dalam menegakkan diagnosis dari tinea korporis. Pemeriksaan tambahan untuk
mengkonfirmasi diagnosis dari tinea korporis jarang digunakan. Potassium
hydroxide membantu untuk menghancurkan jaringan epitel, sehingga akan terlihat
(3)
hifa pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop. Pada pemeriksaan
dengan menggunakan KOH 10-20 % didapatkan hifa panjang dan bersepta untuk
kasus tinea korporis.(3) Hal ini sesuai dengan temuan yang kami dapatkan pada
kasus pasien ini, dimana di dapatkan hifa panjang dan bersepta pada pemeriksaan
dengan menggunakan mikroskop yang ditambahkan KOH 10%. Pada kasus ini
pemeriksaan kultur tidak dilakukan oleh karena pemeriksaan ini membutuhkan
waktu yang lama.
Diagnosis banding dari tinea korporis adalah psoriasis vulgaris, dermatitis

14
seboroik,pitriasis rosea, dan granuloma anular. (11)
Psoriasis vulgaris adalah penyakit kulit yang sifatnya autoimun, bersifat
kronik dan residif. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Kelainan kulit yang
dijumpai berupa plak eritema berbatas tegas yang ditutupi oleh skuama tebal
berlapis-lapis dan berwarna putih mengkilat serta bagian tepi lesi lebih aktif. Lesi
bisanya terdistribusi secara simetris dan tempat predileksi dari psoriasis vulgaris
umunya pada siku, lutut, kulit kepala, daerah lumbosakral dan umbilikus. Adanya
lekukan lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis.
(11,13)

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit kronis dengan tempat


predileksi di area kelenjar seboroik yang aktif seperti kulit kepala, wajah, daerah
nasolabial, telinga, lipatan-lipatan kulit, presternal. Penyakit ini menyerang bayi
dan orang dewasa dan seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi
sebum. Gambaran klinis pada pasien ini berupa makula atau plak eritema yang
disertai skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak.
Lesi pada dermatitis seboroik biasanya terdistribusi secara simetris. (7,14)
Pitiriasis rosea adalah penyakit erupsi eksantematous akut pada kulit.
Gambaran klinis pada kulit biasanya ditemukan papul/plak eritematosa berbentuk
oval dengan skuama collarette (skuama halus di pinggir). Lesi pertama (Mother
patch/Herald patch) berupa bercak yang besar, soliter, oval dan anular.Kemudian
diikuti lesi-lesi lebih kecil yang timbul 10 hari kemudian pada badan, leher dan
ekstremitas bagian proksimal. (7,15)
Granuloma annulare kelainan pada kulit yang penyebabnya tidak diketahui
dengan pasti. Gambaran klinis lesi granuloma annular mirip dengan tinea
corporis, dimana di dapatkan satu papul atau lebih yang menyebar luas ke arah
perifer secara sentrifugal, dan didapatkan area yang bersih di tengah lesi. (16)
Pada pasien ini diberikan obat antifungi topikal berupa ketoconazole cream
2% yang digunakan pada lesi 2 kali sehari, selama 2-4 minggu. Selain itu, pada
pasien ini juga diberikan antihistamin berupa ceterizine 10 mg yang di berikan
sehari sekali untuk mengurangi keluhan gatal pada kulit.
Infeksi Tinea korporis umumnya bisa diobati dengan terapi topikal.
Pertimbangan untuk diberikannya terapi antifungal sistemik adalah ketika lesi

15
menyebar pada area tubuh yang luas serta pasien telah gagal menjalalani
pengobatan secara topikal. (3,12) Untuk Lesi yang terbatas pada kulit tanpa rambut,
obat-obatan topikal seperti imidazole, alilamines, tolfanate, butenafine, atau
ciclopirox adalah sangat efektif.Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik
yang bersifat lipofilik dan larut dalam air pada pH asam. Obat ini bekerja dengan
cara menghambat C-14-α-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran
jamur. Ketoconazole 2% cream digunakan untuk infeksi jamur dikulit tak
berambut, dengan dosis dan lamanya pengobatan tergantung darikondisi pasien,
biasanya diberikan selama 2-4 minggu, dan dioleskan 1-2 kali sehari. (8,12)
Terapi non farmakologis pada pasien ini sangat penting untuk mencegah
kekambuhan dan bertujuan untuk menghilangkan faktor predisposisi seperti
memakai baju yang menyerap keringat, memakai pakaian longgar dan tidak ketat
serta mengeringkan badan dengan baik setelah mandi dan berkeringat. (3,10)

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Lakshmipathy DT, Kannabiran K. Review on Dermatomycosis : Pathogenesis


and Treatment. Biomolecules and Genetics, School of Biosciences and
Technologi, VIT University, Vellore. 2010; 2(7): p. 726-731.

2. Mahmoudabadi AZ, Yaghoobi R. Extensive Tinea Corporis Due to


Trichophyton Rubrum on The Trunk. Jundishapur Journal of Microbiology.
2008 January; 1(1): p. 35-37.

3. Weinstein A, Berman B. Topical Treatment of Common Superficial Tinea


Infections. American Family Physician. 2002 May; 65(10): p. 2095-2102.

4. Asticcioli S, Silverio AD, Sacco L, Ilaria F, Vincenti L, Romero E.


Dermathopyte Infections in Patients Attending a Tertiary Care Hospital in
Northen Italy. New Microbiologica. 2008 April; 31: p. 543-548.

5. Verma S, Heffernan MP. Superficial Fungal Infection : Dermatophythosis,


onicho-mycosis, tine nigra, piedra. In Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 1807-1821.

6. Dismukes WE, Pappas PG, Sobel JD. Clinical Mycology: Oxford University
Press; 2003.

7. Hay RJ, Moore M. Mycologi in Rook Textbook of Dermatology. 7th ed.:


Blakwell Science; 2007.

8. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews' Diseases of The Skin Clinical
Dermatology. 11th ed. United Kingdom: Saunders Elsevier; 2011.

9. Rassai S, Feily A, Sina N, Derakhshanmehr F. Some Epidemiological Aspects


of Dermatophyte Infectios in Southwest Iran. Acta Dermatovenerol Croat.
2011 Jan; 19: p. 13-15.

10. Moriarty B, Hay R, Jones RM. The Diagnosis and Management of Tinea.
BMJ. 2012 Juli;: p. 1-10.

11. Rippon JW. Medical Mycology. 3rd ed.: Saunders Company; 1998.

12. Gupta AK, Cooper EA. Update in Antifungal Therapy of Dermatophytosis.

17
Mycopathologia. 2008; 166: p. 353-367.

13. Coimbra S, Oliveira H, Figueiredo A. Psoriasis : Epidemiology, Clinical and


Histological Features, Triggering Factors, Assessment of Severity and
Psychosocial Aspects .Portugal: Intech Publisher; 2012.

14. Plewig G, Jansen T. Seborrheic Dermatitis. In Wolff K, Goldsmith LA,


Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. 7th ed. New-York: McGraw-Hill; 2008. p. 219-221.

15. Blauvelt A. Pityriasis Rosea. In Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DA. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.
7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 362-363.

16. Julie SP. Granuloma Annulare. In Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th
ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 369-370.

18

Anda mungkin juga menyukai