Anda di halaman 1dari 27

RENCANA KEPERAWATAN

CEDERA KEPALA

Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk


mengatasi trauma bila dipukul atau dibentur benda tumpul. Namun pada benturan,
beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala
dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit
seperti kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi
tergantung pada luasnya daerah trauma. Cedera kepala paling sering dan penyakit
neurologik yang serius diantaranya penyakit neurologis dan merupakan penyakit epidemik
sebagai hasil kecelakaan jalan raya.

Etiologi
Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelaksaan bermotor, jatuh, kecelakaan industri,
serangan dan yang berhubungan dengan olah raga.

Klasifikasi Cedera Kepala


Berat ringannya cedera kepala bukan berdasarkan berat ringannya gejala yang muncul
setelah cedera kepala. Ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam penentuan derajat
cedera kepala. The traumatic Coma Data Bank mendefinisikan berdasarkan skor Skala
Koma Glasgow (Glasgow coma scale).

Kategori penentuan Keparahan Cedera Kepala


berdasarkan nilai Skala Koma Glasgow (SKG)
Penentuan Keparahan Deskripsi
Minor / Ringan SKG
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak
ada fraktur tengkorak, tiodak ada kontusio
cerebral, hematoma.

Sedang SKG 9-12


RENCANA KEPERAWATAN

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia


lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Berat SKG 3-8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi
kontusio serebral, laserasi atau hematoma
intracranial.
Sumber : Keperawatan Kritis, pendekatan holistik, vol. II tahun 1996, hal : 226.

Skala Koma Glasgow (Long, C Barbara,1996)


1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsangan suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon verbal
Orientasi baik 5
Orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 15
Annegers et al (1998) membagi trauma kepala berdasarkan lama tidak sadar dan
lama amnesia pasca trauma yang dibagi menjadi :
RENCANA KEPERAWATAN

1. Cedera kepala ringan, apabila kehilangan kesadaran dan amnesia berlangsung


kurang dari 30 menit.
2. Cedera kepala sedang, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit
hingga 24 jam atau adanya fraktur tengkorak.
3. Cedera kepala berat, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam,
perdarahan sebdural dan kontusio tengkorak.
Penggolongan cedera kepala berdasarkan periode kehilangan kesadaran ataupun
amnesia saat ini masih kontroversial dan tidak dipakai secara luas. Klasifikasi cedera
kepala berdasarkan skala koma Glasgow (SKG) saat masuk RS merupakan definisi yang
paling umum dipakai.

Patofisiologi
Patofisiologi dari cedar kepala traumatik dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan
suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar
bagian otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama
pada kutub temporal dan permukaan orbital dan lobus frontal, memberikan tanda-tanda
yang jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substansi
alba subkorteks adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan gangguan
respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang
menderita cedera kepala traumatik berat.
1. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera kepala primer
biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini adalah
kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala,
derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang
bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer yang
menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intakranial, robekan regangan
serabut saraf dan kematian langsung padaa daerah yang terkena.
2. Proses sekunder
RENCANA KEPERAWATAN

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul


kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intra kranial. Dan
berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang
paling berarti. Hipotensi merupakan penurunan tekanan perfusi otak sehingga
mengakibatkan terjadinya iskemik atau infark otak. Perluasan kerusakan jaringan
otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak,
gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran
bahan-bahan neurotransmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer dan
sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi
kerusakan.
Kerusakan system saraf motorik yang berpusat dibagian belakang frontalis
akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan pada lobus-
lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus
oksipital akan dijumpai gangguan sensibilitas kulit poada sisi yang berlawanan. pada
lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus
temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan
adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus
akan terjadi hipertermi. Lesi di region optika berakibat timbulnya edema paru karena
kontraksi sitem vena. Retensi air, natrium dan clor yang terjadi pada hari pertama
setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormone ADH dari belakang
hipotalamus yang bgerhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klorida akan dikeluarkan melalui urine
dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi
dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat di dalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan primer maupun
sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena
pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala Parkinson timbul padaa kerusakan ganglion basal. Kerusakan-
kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala
RENCANA KEPERAWATAN

neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula
oblongata akan menimbulkan asidesil. Napas yang cepat dan dalam yang terjadi pada
gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosis respiratorik.
Cedera kepala sekunder terjadi setiap saat setelah terjadi benturan. Faktor-
faktor yang menyebabkan cedera otak sekunder adalah :
1. Hematoma intracranial
a. Epidural
b. Subdural
c. Intraserebral
d. Subarachnoid
2. Pembengkakan otak
Mungkin terjadi dengan atau tanpa hematoma intrakraanial. Hal ini diakibatkan
timbunan cairan intra atau ekstrasekuler atau bendungan vaskuler.
3. Herniasi : tentorial dan tonsiler
4. Iskhemi serebral, akibat dari :
a. Hipoksi / hiperkarbi
b. Hipotensi
c. peningkatan tekanan intracranial
5. Infeksi : meningitis, abses serebri

Tipe trauma kepala


1. Trauma kepala terbuka
a. trauma ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak,
misalnya akibat benda tajam atau tembakan.
b. Fraktur linier di daerah tempora, dimana arteri meningeal media berada
dalam jalur tulang temporal, sering menyebabkan perdarahan perdarahan
epidural. Fraktur linier yang melintang garis tengah sering menyebabkan
perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis superior.
c. Fraktur didaerah basis, disebabkan kaena trauma dari atas atau kepala
bagian atas yang membentur jalan atau beda diam. fraktur di fosa
RENCANA KEPERAWATAN

anterior, sering terjadi keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe) dan


adanya brill hematom (raccon eye).
d. fraktur pada os petrosus, berbentuk longitudinal dan transversal (lebih
jarang). Fraktur longitudinal dibagi menjadi anterior dan posterior.
Fraktur anterior biasanya karena trauma didaerah temporal, sedangkan
yang posterior disebabkan trauma di daerah oksipital.
e. Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus
akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2-3 hari
akan nampak battle signi.
2. Trauma kepala tertutup
a. Komotio serebri (geger otak)
Penyebab gejalaa komotio serebri belum jelas. Akselerasi-akselerasi
yang meregangkan otak dan menekan formotio merupakan hipotesis yang
banyak dianut. Setelah penurunan kesadaran beberapa saat pasien mulai
bergerak, membuka matanya tetapi tidak terarah, reflek kornea, reflek
menelan dan respon terhadap rasa sakit yang semula hilang mulai timbul
kembali. Kehilangan memori yang berhubungan dengan waktu sebelum
trauma disebut amnesia retrograde. Amnesia post traumatic ialah
kehilangan ingatan setelah trauma, sedangkan amnesia traumatic terdiri
dari amnesia retrograde dan post traumatic. Tindakan terhadap komosio
meliputi mengobservasi mengobservasi pasien terhadap adanya sakit
kepala, pusing, peka rangsang dan ansietas (sindrom pasca komosio)
yang dapat mengikuti tipe cedera.
b. Edema serebri traumatic
Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahaan pada trauma
kapiti terutama pada anak-anak. Pingsan dapaat berlangsung lebih dari 10
menit, tidak dijumpai tanda-tanda kerusakan jaringan otak. pasien
mengeluh nyeri kepala , vertigo, mungkin muntah. Pemeriksaan cairan
otak mungkin hanya dijumpai tekanan yang agak meningkat.
c. Kontusio serebri
RENCANA KEPERAWATAN

Kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara


makrokopis tidak mengganggu jaringan. Kontusio sendiri biasanya
menimbulkan deficit neurologist jika mengenai daerah motorik atau
sensorik otak.
Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio
serebri meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan CT Scan
dalam pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri sangat sering terjadi
di frontal dan lobus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap
bagian otak, termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara
kontusio dan perdarahan intra serebral traumatika memang tidak jelas.
Kontusio serebri dapat saja dalam waktu beberapa jam atau hari
mengalami evolusi membentuk perdarahan intra serebral. Pasien berada
pada episode tidak sadarkan diri.
Pasien terbaring kehilangan gerak, denyut nadi lemah, pernapasan
dangkal, kulit dingin dan pucat, sering terjadi defekasi dan berkemih
tanpa disadari.
d. Perdarahan intra kranial
1). Perdarahan epidural
Perdarahan epidural terletak diantara dura dan calvaria.
Umumnya terjadi pada region temporal atau temporoparietal akibat
pecahnya arteri meningea media (Sudiharto,1998). manifestasi klinik
berupa gangguan kesadaran sebentar dan bekas gejala (interval lucid)
beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif
disertai kelainan neurologis unilateral. Kemudian gejala neurologis
timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese,
papiledema, dan gejala herniasi trancentorial. Selama interval
tertentu, kompensasi terhadap hematoma luas terjadi absorbsi cepat
CSS dan penurunan volume intra vaskuler yang mempertahankan
tekanan intra kranial normal. Perdarahan epidural di fossa posterior
dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput
akan menimbulkan gangguan kesadarn, nyeri kepala, muntah ataksia
RENCANA KEPERAWATAN

serebral dan paresis nervi kranial. Ciri perdarahan epidural berbentuk


bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
2). Perdarahan Subdural
Terjadi antara duramater dan arachnoid. perdarahan subdural
lebih biasa terjadi perdarahan epidural (30% dari cedera kepala berat).
Umumnya perdarahan akibat pecahnya/robeknya vena-vena jembatan
yang terletak antara korteks serebri dan sinus venosa tempat vena tadi
bermuara, namun dapat terjadi akibat laserasi pembuluh arteri padaa
permukaan otak.
Gejala yang sub akut tidak sejelas yang gejala akut.
Perdarahan subdural menjadi simptomatik dalam 3 hari disebut akut,
jika gejala timbul antara 2-21 hari disebut sub akut, sedangakan lebih
dari 21 hari disebut kronik.
Gejala yang paling sering pada akut adalah nyeri kepala,
mengantuk, agitasi, cara berfikir yang lambat dan bingung. Gejala
yang paling sering pada kronik adalah nyeri kepala yang semakin
berat, cara berfikir yang lambat, bingung, mengantuk. Pupil edema
dapat terjadi dan pupil ipsilateral dilatasi dan refleks cahaya menurun,
hemiparese sebagai tanda akibat biasa ipsilateral dan kontalateral
tergantung pada apakah lobus temporal mengalami herniasi melalui
celah tentorum dan menekan pendikulus serebri kontalateral.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan
hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk daripada perdaraahan epidural.
3). Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid sering terjadi pada trauma kapitis.
Secara klinik mudah dikenali yaaitu ditemukannya kaku kuduk, nyeri
kepala, gelisah, suhu badan sebfebris.
Gejalanya menyerupai meningitis. perdarahan yang besar
dapat disertai koma. Perdarahan terjadi di dalam ruang subarachnoid
karena robeknya pembuluh darah yang berjalan didalamnya. darah
RENCANA KEPERAWATAN

tercampur dengan cairan otak. Adanya darah di dalam liquor serebri


spinal akan merangsang meningea sehingga terjadi kaku kuduk.

Manifestasi klinik
1. gangguan kesadaran 8. Kejang otot
2. Konfusi 9. Sakit kepala
3. Abnormalitas pupil 10. Vertigo
4. Awitan tiba-tiba deficit neurologik 11. Gangguan pergerakan
5. Perubahan tanda vital 12. Kejang
6. Gangguan penglihatan dan pendengaran 13. Disfungsi sensori
7. Shock hipovolemik jika terjadi cedera multi system

Evaluasi Diagnostik
1. CT Scan : pencitraan neuro primer, bermanfaat dalam efvakuasi terhadap cedera
jaringan lunak
2. MRI : digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan cedera kepala
3. Angiorafi cerebral : menggambarkan adanya hematoma supratentorial, ekstra
serebral dan intra serebral serta kontusion serebral.
Penatalaksanaan
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a.Pemantauan TIK dengan ketat
b. Oksigenasi adekuat
c.Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e.Peningkatan kepala tempat tidur.
f. Bedah neuro
2. Tindakan pendukung
a.Dukung ventilasi
b. Pencegahan kejang
c.Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
d. Terapi anti konvulsan
RENCANA KEPERAWATAN

e.Klorpromazin : menenangkan pasien


f. Selang nasogastrik
Komplikasi
1. Edema serebri dan herniasi
2. Komplikasi lain :
a. Infeksi sitemik (Pneumonia, ISK, Septikemia).
b. Infeksi bedah neuro
c. Osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi yang menunjang berat badan)

Proses Penatalaksanaan pada Trauma Kepala yang Memerlukan Tindakan Badah


saraf :
Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf, merupakan
proses yang terdiri dari serangkaian tahapan yang saling terkait satu sama lain, sehingga
sampai pada pengambilan putusan untuk melakukan tindakan pembedahan. Dalam hal ini
meliputi 4 tahapan, tahapan-tahapan tersebut meliputi :
4. Tahap I
a. Penilaian awal dan Pertolongan pertama
Penilaian awal, prioritas penilaian :
1). Airway
2). Breathing
3). Circulation
4). Periksa adanya kemungkinan kelainan atau perdarahan
5). Tentukan hal-hal sebagai berikut :
a). lamanya tak sadar
b). Lamanya amnesia post trauma
c). Sebab-sebab cedera
d). Adanya nyeri kepala, muntah
6). Pemeriksaan fisik umum dan neurologik
Pertolongan pertama yang segera dilakukan bila terjadi gangguan pernapasan,
sirkulasi dan atau gangguan kesadaran :
a). Membebaskan jalan napas agar tetap terbuka dan bebas
RENCANA KEPERAWATAN

b). mengontrol atau mengendalikan perdarahan


c). Menanggulangi renjatan (shock)
d). Monitor EKG
b. Diagnosis
1). Pemeriksaan Laboratorium
Hb, hematokrit, eritrosit, lekosit, trombosit, elektrolit, gula darah, BUN,
Ureum, kreatinin, masa perdarahan dan penjendalan, golongan daeah dan
AGD.
2). Pemeriksaan penunjang yang khusus
a). foto kepala
b). foto servikal
c). Pada trauma multiple perlu dilakukan foto abdomen dan ekstremitas
d). Angiografi serebral
e). CT scan
f). Burr holes/trepanasi eksplorasi
3). Indikasi Konsultasi Bedah saraf (tedi & Anslew, 1989)
a). Coma yang berlangsung lebih dari 6 jam
b). Penurunan kesadaran atau gangguan neurologik progresif
c). Penderita belum sadar kembali setelah dirawat 24 jam
d). Adanya tanda-tanda neurologist fokal, termasuk yang sudah ada sejak saat
terjadinya cedera kepala.
e). Adanya kejang fokal atau umum setelah trauma
f). Fraktur impresi terbuka/tertutup
g). Perdarahan intra kranial
2. Tahap II
Observasi perjalanan klinik dan perawatan suportif
3. Tahap III
a. Indikasi Pembedahan
1). perlukaan di kulit kepala
2). fraktur tulang kepala
3). Hematoma intakranial
RENCANA KEPERAWATAN

4). Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau laserasi
otak.
5). Subdural higroma
6). Kebocoran cairan serebrospinal
b. Kontaindikasi
1). Adanya tanda-tanda renjatan (shock), ini biasanya bukan karena trauma
kepalanya tetapi karena sebab-sebab lain, misalnya rupture alat viscera
(hepar, lien, ginjal) atau fraktur berat pada ekstremitas
2). Penderita dengan trauma kepala yang pada waktu masuk RS pupil sudah
dilatasi maksimal dan reaksi cahaya negatif, denyut nadi dan respirasi
irregular.
c. Tujuan pembedahan
1). Untuk mengeluarkan bekuan darah dan atau jaringan otak yang nekrotik
2). Untuk mengangkat bagian tulang yang menekan atau masuk jaringan otak
3). Untuk mengurangi tekanan intracranial
4). Untuk menutup duramater atau memperbaiki duramater yang rusak
5). Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infeksi atau untuk
kepentingan segi kosmetik.
4. Tahap IV
a. Pembedahan spesifik
1). Perlukaan pada kulit kepala prinsipnta dilakukan “debridemen”.
2). Pada lesi desak ruang intracranial traumatic pada prinsipnya dilakukan
kraniotomi yang cukup luasnya.
a). Pada hematoma epidural biasanya dilakukan
* Trepanasi
* Kraniotomi yang diperluas dengan kraniektomi
Bila diagnosa dengaan CT Scan yang ditunjukkan lesi dengan jelas,
cukup dengan kraniotomi yang terbatas. Pada epidural hematom yang
lebih tebal < 1,5 – 1 cm, belum perlu tindakan operasi.

b). Pada hematoma subdural


RENCANA KEPERAWATAN

Pada hematom subdural akut senantiasa diperlukan kraniotomi yang


luas. Tindakan kraniektomi atau membuat lubang bur tidak dianggap
cukup, ini hanya hematom subdural yang kronis.
c). Pada hematom intra serebral dan kontusio serebri dengan efek massa
yang jelas. Dilakukan tindakan kraniotomi yang cukup luas.
* Bila terdapat kontusio dengna diameter > 1 cm, dipermukaan korteks
hendaknya diisapi sampai batas jaringan otak yang sehat.
* Menimbulkan efek massa yang jelas
* Menyebabkan penyimpangan garis tengah > 4-5 mm
* Volume diperkirakan > 30 cc atau diameter > 3 cm
* Menunjukkan peningkatan tekanan intra kranial > 30 mmHg dan
atau berkaitan dengan neurologik yang progresif.
Pada hematoma intraserebral yang kronik dapat dilakukan dengan
trepanasi secara konvensional dan aspirasi.
d). Pada intaventikuler hematoma
* Kraniotomi - aspirasi hematom
* Trepanasi – drenase ventrikuler
* Bila timbul tanda-taanda hidrosefalus, dilakukan ventrikulo-
peritoneal shunt.
Prognosis buruk bila GCS < 8 pada saat masuk dirawat. Bila GCS > 8
prognosis lebih baik kira-kira 86% hidupnya tidak tergantung orang lain.
e). Pada subdural higroma
f). Pada rhinorrhea
g). Pada laserasi otak
h). Pada fraktur tulang kepala terbuka
i). Pada fraktur tulang kepala tertutup

b. Evaluasi : komplikasi yang perlu diperhatikan :


1). Perdarahan ulang
2). Kebocoran cairan otak
3). Infeksi pada luka atau sepsis
RENCANA KEPERAWATAN

4). Timbulnya edema serebri


5). Timbulnya edema pulmonum neurologik akibat peningkatan TIK.
6). Nyeri kepala setelah penderita sadar
7). Konvulsi
c. Outcome
Outcome akibat trauma kepala, walaupun sudah dilakukan tindakan operasi
tergantung beberapa faktor diantaranya :
1). Saat dilakukan operasi
2). Tergantung pada penilaian tingkat kesadaran
3). Faktor usia
4). Tergantung tanda-tanda vital waktu masuk
5). Tergantung pada peningkatan tekanan intracranial
6). Tergantung pada faktor hematom : jenis, sifatnya, volume dan lokalisasi,
misalnya :
* Outcome epidural hgematomaa dengan kontusio serebri lebih buruk
daripada kalau hanya ada epidural hematomnya (Guillermann, 1996).
* Volume hematome epidural (EDH)
EDH < 50 cc : mortalitasnya 12 %
EDH 50-100 cc : Mortalitasnya 33 %
EDH > 100 cc : mortalitasnya 66 %

Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipoksia
2. Kurangt pengetahuan tentang proses penyakit, program pengobatan dan tindakan
preventif berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan kesadaran dan disfungsi
hormonal
4. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen melalui alveolar dan atau membrane kapiler
5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
6. kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
RENCANA KEPERAWATAN

7. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif, trauma


8. nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
9. PK : Peningkatan Tekanan Intrakranial (PTIK)

Daftar Pustaka

Hudak, C.M dan Gallo, B.M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Volume II.
EGC, Jakarta.
IOWA Outcomes Project, 2000, Nursing Outcomes Clasification (NOC). Secound Edition.
Mosby Year Book, USA.
IOWA Interventions Project. 2000. Nursing Outcome Classification (NIC). MOsby Year.
USA.
Long, C.B. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Yayasan IAPK Padjajaran,
Bandung.
NANDA.2005. Nursing Diagnosis : Deffinitions and Classification. Mosby Year Book.
USA.
Price, S.A dan Wilson, M.L. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta.
Smeltzer, Bare, 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Volume 3.
EGC, Jakarta.
RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA NOC NIC

Bersihan jalan napas tidak NOC : 1. Managemen jalan napas


efektif berhubungan dengan 1. Status pernapasan : ventilasi - Buka jalan napas dengan chin lift atau
hipoksia - Frekwensi pernapasan dalam batas teknik jaw trust
normal - Atur posisi klien untuk memaksimalkan
- Irama pernapasan dalam batas normal ventilasi
- Kedalaman inspirasi - Kaji kebutuhan insersi jalan napas
- Ekspirasi dada - Berikan terapi dada, jika perlu
- Kemudahan bernapas - Kurangi sekresi dengan menganjurkan
- Pengeluaran sputum klien batuk atau suction
- Keadekuatan secara verbal - Ajarkan klien batuk efektif
- Tidak ada penggunaan otot bantu - Auskultasi bunyi napas, adanya
- Tidak ada penggunaan napas tambahan penurunan atau tidak adanya ventilasi,
- Tidak ada pursed lip breathing dan adanya suara napas tambahan
- Tidak ada dipsnea saat istirahat maupun - Berikan bronkodilator sesuai indikasi
saat beraktivitas - Anjurkan klien menggunakan inhaler
- Suara perkusi dan auskultasi dalam - Berikan terapi nebuleizer, jika perlu
batas normal - Berikan terapi O2, jika perlu
Skala : - Tingkatkan intake cairan untuk
1 : Sangat bermasalah mempertahankan keseimbangan cairan
2 : Bermasalah - Monitor respirasi dan status oksigenasi
3 : Sedang 2. Suction jalan napas
4 : Sedikit bermasalah - Tentukan kebutuhan suction oral/
5 : Tidak bermasalah trachea
2. Status pernapasan : kepatenan jalan - Auskultasi bunyi napas sebelum dan
napas setelah suction
- Tidak ada demam - Berikan informasi tentang cuction
- Tidak ada ansietas berikan sedative, jika perlu
- Frekwensi pernapasan dalam batas - Gunakan universal precaution, jika perlu
normal - Berikan airway nasal untuk membantu
RENCANA KEPERAWATAN

- Irama pernapasan dalam batas normal nasotracheal suction


- Pengeluaran sputum - Anjurkan klien napas dalam sebelum
- Tidak ada suara napas tambahan suction dan beri terapi O2 jika perlu
Skala : - Perhatikan tipe dan jumlah sekresi
1: Sangat bermasalah - Monitor status oksigenasi, MAP
2 : Bermasalah sebelum, selama dan setelah suction
3 : Sedang 3. Meningkatkan batuk
4 : Sedikit bermasalah - Monitor hasil tes fungsi paru
5 : Tidak bermasalah - Bantu klien dalam posisi duduk dengan
kepala sedikit fleksi, bahu relaks dan
lutut fleksi
- Anjurkan klien untuk napas dalam
beberapa kali
- Anjurkan klien untuk napas dan tahan
selama 2 detik, lalu batukkan saat
ekspirasi 2 atau 3 kali sekresi
- Tingkatkan hidrasi cairan sistemik jika
perlu

Kurang pengetahuan tentang NOC : 1. Pembelajaran : proses penyakit


proses penyakit, program 1. Pengetahuan : proses penyakit - Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
pengobatan dan tindakan - Mengenal nama penyakit penyakit
preventif berhubungan - Deskripsi proses penyakit - Jelaskan patofisiologi penyakit dan
kurangnya sumber informasi. - Deskripsi faktor penyebab atau faktor bagaimana kaitannya dengan anatomi
pencetus dan fisiologi tubuh
- Deskripsi tanda dan gejala - Deskripsikan tanda dan gejala umum
- Deskripsi cara meminimalkan penyakit
perkembangan penyakit - Identifikasi kemungkinan penyebab
- Deskripsi komplikasi penyakit - Berikan informasi tentang kondisi klien
- Deskripsi tanda dan gejala komplikasi - Berikan informasi tentang hasil
penyakit pemeriksaan diagnostic
RENCANA KEPERAWATAN

- Deskripsi cara mencegah komplikasi - Diskusikan tentang pilihan terapi


Skala : - Instruksikan klien untuk melaporkan
1 : tidak ada tanda dan gejala kepada petugas
2 : sedikit
3 : sedang 2. Pembelajaran : prosedur / perawatan
4 : luas - Informasikan klien waktu pelaksanaan
5 : lengkap prosedur/perawatan
2. Pengetahuan : prosedur perawatan - Informasikan klien lama waktu
- Deskripsi prosedur perawatan pelaksanaan prosedur/perawatan
- Penjelasan tujuan perawatan - Kaji pengalaman klien dan tingkat
- Deskripsi langkah-langkah prosedur pengetahuan klien tentang prosedur
- Deskripsi adanya pembatasan yang akan dilakukan
sehubungan dengan prosedur - Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
- Deskripsi alat-alat perawatan - Instruksikan klien untuk berpartisipasi
Skala : selama prosedur/perawatan
1 : tidak ada - Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan
2 : sedikit setelah prosedur/perawatan
3 : sedang - Instruksikan klien menggunakan teknik
4 : luas koping untuk mengontrol beberapa
5 : lengkap aspek prosedur/perawatan (relaksasi
dan imagery).

Kelurangan volume cairan NOC : 1. Manajemen Cairan


berhubungan dengan 1. Balance cairan - Monitor keabnormalan elektrolit
gangguan kesadaran dan - TD dan MAP dalam batas normal - Monitor hematokrit, BUN, protein,
disfungsi hormonal - Nadi perifer teraba potassium jika perlu
- Tidak ada hipotensi ortostatik - Tingkatkan intake oral
- Tidak ada suara napas tambahan - Berikan terapi infuse
- Tidak ada asites - Monitor tanda dan gejala retensi
- Tidak ada edema perifer - Monitor vital sign
- Membran mukosa lembab - Monitor manifetasi ketidaksaimbangan
RENCANA KEPERAWATAN

- Elektrolit dalam batas normal elektrolit


- Hematokrit dalam batas normal - Kaji membrane mukosa, sklera dan kulit
Skala : yang mengindikasikan kekurangan
1 : Berat /keseimbangan cairan
2 : Agar berat - Berikan tranfusi darah, jika perlu
3 : Sedang - Pasang kateter, jika perlu
4 : Sedikit 2. Monitor cairan
5 : Tidak ada - Kaji riwayat intake cairan dan eliminasi
2. Status nutrisi : intake makanan dan sebelumnya
minuman - Kaji kemungkinan faktor resiko
- Intake makanan oral ketidakseimbangan cairan
- Intake cairan oral - Monitor intake dan otput
Skala : - Monitor warna dan kualitas protein
1 : Tidak adekuat - Monitor albumin dan total protein
2 : Sedikit adekuat - kaji adanya vertigo
3 : Sedang - monitor adanya peningkatan JVP,
4 : Agak adekuat crackles, edema perifer
5 : Sangat adekuat - Monitor vital sign
- Monitor membrane mukosa, turgor kulit
dan rasa haus
- Pertahankan aliran intravena

Perfusi jaringan serebral NOC : 1. Managemen sensasi perifer


tidak efektif berhubungan 1. Status neurology - Monitor adanya parestesi mati rasa dan
dengan kerusakan transport - Fungsi neurologis : kesadaran tengling
oksigen melalui alveolar dan - Fungsi neurologis : sensori spinal/ - Monitor status cairan termasuk intake
atau membran kapiler fungsi motorik dan output
- Fungsi neurologis : otonom - Monitor fungsi bicara
- Ukuran pupil - Upayakan suhu dalam batas normal
- Pola pergerakan mata - Monitor GCS secara teratur
- pola pernapasan - Catat perubahan dalam penglihatan
RENCANA KEPERAWATAN

- Vital sign pada batas normal 2. Monitor Tekanan Inta Kranial (TIK)
- Pola tidur-istirahat - Monitor TIK pasien dan neurologisnya,
- Tidak didapatkan kejang bandingkan dengan keadaan normal
- Fungsi neurologis : sentral motor - Monitor tekanan perfusi serebral
control - Posisikan kepala agak tinggi dan dalam
- Tekanan intracranial pada batas normal posisi anatomis
- Tidak didapatkan sakit kepala - Pertahankan keadaan tirah baring
- Pantau tanda tanda vital
Skala : - Kolaborasi pemberian oksigen, obat
1 : Extremely comromized antikoagulansi, obat antifibrolitik,
2 : Subtantially comromized antihipertensi, vasodilatasi perifer,
3 : Mederately comromized pelunakan feses sesuai indikasi
4 : Mildly comromized 3. Monitor vital sign
5 : Not comromized - Monitor TD, nadi, suhu dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat klien berbaring, duduk
atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama
dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor jumlah dan irama jantung
- Monitor bunyi jantung
- Monitor frekwensi dan irama
pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna dan kelembaban
kulit
RENCANA KEPERAWATAN

Gangguan mobilisasi fisik NOC : 1. Exercise therapy : ambulation (terapi


berhubungan dengan 1. Ambulation : Walking Aktivitas : Ambulasi )
gangguan neuromuskuler Indikator : - Monitoring vital sign sebelum/sesudah
- Melangkah latihan dan lihat respon pasien saat
- Berjalan lambat latihan
- Berjalan dnegan kecepatan sedang - Konsultasikan dengan terapi
- Berjalan dengan kecepatan lebih cepat fisik tentang rencana ambulasi sesuai
- Berjalan dengan jarak yang dekat dengan kebutuhan
(keliling kamar). - Bantu pasien untuk menggunakan
- Berjalan dengan jarak yang sedang tongkat saat berjalan dan cegah
(keluar kamar) terhadap cedera
- Berjalan dengan jarak yang lebih jauh - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
(mengitari bangsal) lain tentang teknik ambulasi
2. Mobility level - Kaji kemampuan pasien dalam
Indikator : mobilisasi
- Kseimbangan tubuh - Latih pasien dalam pemenuhan
- Posisi tubuh kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
- Gerakan Otot kemampuan
- Kemampuan berpindah - Dampingi dan bantu pasien saat
- Ambulasi : berjalan mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
- Ambulasi : kursi roda ADLs pasien
- Gerakan sendi - Berikan alat Bantu jika pasien
Skala : memerlukan
1 : Ketergantungan total - Ajarkan pasien bagaimana merubah
2 : Bantuan alat dan orang posisi dan berikan bantuan jika
3 : Bantuan alat diperlukan
4 : Mandiri dengan bantuan alat 2. Perawatan Bedrest
5 : Mandiri - Pertahankan tempat tidur bersih dan
nyaman
- Ubah posisi pasien untuk mencegah
dekubitus
RENCANA KEPERAWATAN

- Berikan fasilitas pada pasien untuk


aktivitas kesukaan pasien di tempat tidur
(membaca, nonton TV)
- Bantu perawatan diri
- Monitor kemampuan klien melakukan
perawatan diri secara mandiri
- Monitor kebutuhan kllien : personal
hygiene, berpakaian, toileting dan
makan
- Sediakan bantuan sampai klien mampu
mandiri
- Dukung klien untuk memulai aktivitas
normal sesuai kemampuan
- Dukung kemandirian klien
- Motivasi keluarga untuk mendukung
kemandirian klien, bantuan diberikan
jika klien perlu
- Pertimbangkan umur klien dalam
aktivitas perawatan diri.

Kerusakan komunikasi NOC : 1. Pengaturan komunikasi


verbal berhubungan dengan 1. Communication cecara tertulis - Identifikasi metode yang dapat dipahami
penurunan sirkulasi ke otak Indikator : oleh pasien untuk memenuhi kebutuhan
- Berkomunikasi secara tertulis dasar
- Berkomunikasi secara verbal - Sediakan metode komunikasi alternatif
- Berkomunikasi menggunakan foto atau * berikan pensil dan kertas jika
gambar pasien mampu
- Menggunakan bahasa isyarat * gunakan bahasa isyarat
- Menggunakan bahasa non verbal * konsultasikan dengan speec terapi
- Mengerti tentang pesan yang - Tuliskan metode yang digunakan pasien
disampaikan untuk rencana perawatan
RENCANA KEPERAWATAN

- Dapat menangkap pesan secara langsung - Libatkan keluarga dan diskusikan


- bertukar pesan dengan orang lain masalah untuk meningkatkan
Skala : komunikasi pasien
1 : Extremely comromized - Berikan support system untuk mengatasi
2 : Subtantially comromized ketidakmampuan
3 : Mederately comromized - Membantu keluarga dalam memahami
4 : Mildly comromized pembicaraan pasien
5 : Not comromized - Berbicara kepada pasein dengan lambat
dan dengan suara yang jelas
- Mendengarkan pasien dengan baik
- Menggunakan kata dan kalimat dengan
singkat
- Berdiri dihadapan pasien saat bicara
- Menggunakan papan tulis bila perlu
- Menggunakan papaan tulis bila perlu
- Instruksikan pasien dan keluarga untuk
menggunakan bantuan berbicara
- Memberikan reinforcement (pujian)
positif kepada pasien
- Anjurkan pasien untuk mengulangi
pembicaraannya jika belum jelas
- Gunakan interpreter jika perlu
2. Mendengarkan aktif
- Ajak pasien berbicara sesuai kemampuan
- Rangsang timbal balik dari pasien
- Dengarkan pasien dengan penuh
perhatian
- Berikan reinforcement terhadap
keberhasilan pencapaian tujuan.

Nyeri akut berhubungan NOC : 1. Manajemen Nyeri


RENCANA KEPERAWATAN

dengan injuri fisik 1. Kontrol nyeri - Kaji secara komprehensif tentang nyeri
- Mengenal faktor-faktor penyebab nyeri (lokasi, karakteristik dan onset, durasi,
- Mengenal onset nyeri frekwensi dan kualitas)
- Melakukan tindakan pengontrolan non - Observasi isyarat-isyarat non verbal
analgetik klien terhadap ketidaknyamanan
- Menggunakan analgetik - Berikan analgetiksesuai anjuran
- Melaporkan gejala-gejala kepada tim - Gunakan komunikasi terapeutik agar
kesehatan pasien dapat mengeksperesikan nyeri
- Mengontrol nyeri - Tentukan dampak dari ekspresi nyeri
Skala : terhadap kualitas hidup : pola tidur,
1 : Tidak pernah dilakukan nafsu makan, mood, pekerjaan, tanggung
2 : Jarang dilakukan jawab, relationship.
3 : Kadang-kadang dilakukan - Kaji pengalaman individu terhadap nyeri
4 : Sering dilakukan - Evaluasi tentang keefektifan dari
5 : Selalu dilakukan tindakan mengontrol nyeri yang telah
2. Menunjukkan tingkat nyeri digunakan
Indikator : - Berikan dukungan terhadap pasien dan
- Melaporkan nyeri keluarga
- Melaporkan frekwensi nyeri - Berikan informasi tentang nyeri, seperti :
- Melaorkan lamanya episode nyeri penyebab, berapa lama terjadi dan
- Mengekspresikan nyeri, meringis tindakan pencegahan
- Menunjukkan posisi melindungi tubuh - Kontrol faktor-faktor lingkungan yang
- Kegelisahan dapat mempengaruhi respon pasien
- Perubahan RR, TD, HR terhadap ketidaknyamanan
- Kehilangan nafsu makan - Ajarkanpenggunaan teknik non
Skala : farmakologis
1 : Berat - Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup
2 : Agak berat - Monitor kenyamanan pasien terhadap
3 : Sedang manajemen nyeri
4 : Sedikit 2. Pemberian analgetik
5 : Tidak ada - Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
RENCANA KEPERAWATAN

kualitas dan keparahan sebelum


pengobatan
- Berikan obat dengan 5 prinsip benar
- Cek riwayat alergi obat
- Libatkan pasien dalam pemilihan
analgetik yang akan digunakan
- Pilih analgetik secara tepat/kombinasi
lebih dari satu analgetik jika telah
diresepkan
- Minitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
- Monitor reaksi obat dan efek samping
obat.
- Dokumentasikan respon setelah
pemberian analgetik dan efek
sampingnya

- Lakukan tindakan-tindakan untuk


menurunkan efek analgetik.

PK : Peningkatan Tekanan Perawat akan meminimalkan komplikasi PTIK 1. Kaji dan laporkan segera tanda-tanda yang
Intrakranial (PTIK) mengarah pada PTIK yang lebih hebat
2. Batasi cairan sesuai program terapi
3. Elevasi kepala 30-40 derajat kalau tidak ada
kontraindikasi
4. Pertahankan kepala dan leher pada posisi
midline, hindari fleksi ekstensi dan rotasi
pada kepala dan leher
5. Kelola obat : pelunak feses antitusif dan
antideuretik sesuai program
6. Pertahankan kebersihan jalan napas dan beri
RENCANA KEPERAWATAN

oksigen sesuai program


7. Observasi dan awasi kondisi yang
menimbulkan agitasi
8. Anjurkan untuk membatasi aktivitas

Resiko infeksi berhubungan NOC : 1. Kontrol infeksi


dengan invasive dan trauma 1. Pengetahuan : Kontrol infeksi - Bersihkan lingkungan setelah digunakan
Indikator : pasien
- Menerangkan cara-cara penyebaran - Ganti peralatan pasien setelah selesai
infeksi tindakan
- Menerangkan faktor-faktor yang - Batasi jumlah pengunjung
berkontribusi dengan penyebaran - Ajarkan cuci tangan untuk kesehatan
- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi individu
- Menjelaskan aktivitas yang dapat - Ajarkan pasien untuk mencuci tangan
meningkatkan resistensi terhadap infeksi dnegan tepat
Skala : - Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci
1 : Tidak pernah tangan
2 : Terbatas - Anjurkan pengunjung untuk mencuci
3 : Sedang tangan sebelum dan setelah
4 : Sedikit bermasalah meninggalkan ruangan pasien
5 : Tidak bermasalah - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
- Lakukan universal precaution
- Gunakan sarung tangan steril
- Lakukan perawatam aseptic pada semua
jalur IV
- Lakukan teknik perawatan luka yang
tepat
- Anjurkan asupan cairan yang yang cukup
- Anjurkan istirahat
- Berikan terapi antibiotic
RENCANA KEPERAWATAN

- Ajarkan pasien dan keluarga tentang


tanda-tanda dan gejala dari infeksi
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga
bagaimana mencegah infeksi.

Anda mungkin juga menyukai