Anda di halaman 1dari 9

BAB I

KONSEP TINJAUAN TEORI FEBRIS CONVULSI

A. Definisi
1. Febris Convulsi adalah ganguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan
demam (Wong, D.T. 1999: 182)
2. Febris Convulsi adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas
38 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
3. Kejang adalah terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) Sering dijumpai pada
anak usia 6 bulan sampai 4 tahun

B. Penyebab
Penyebab dari penyakit kejang convulsi ini adalah: Infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti
tonsilitis,otitis media akut, bronkitis

C. Tanda dan Gejala


1. Kriteria Febris Convulsi menurut (Riyadi,2009) meliputi:
a. Febris Convulsi sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum.
b. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
c. Suhu tubuh anak (suhu rektal >38C)
d. Timbulnya kejang yang bersifat tonik klonik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat
kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan pernapasan.
e. Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 C
f. Febris Convulsi yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses
infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan
dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
g. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan
kesadaran).
2. Menurut Livingstone dalam buku Riyadi, 2009. Ada 7 kriteria tanda dan gejala Febris Convulsi :
a. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
b. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh, seperti pada otot rahang saja).
d. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
e. Pemeriksaan sistem persyarafan sebelum dan setelah kejang, tidak ada kelainan.
f. Pemeriksaan elektro enchephaloghrapy dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih setelah suhu
normal tidak dijumpai kelainan.
g. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektro enchephalograpy
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor.
Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan Febris
Convulsi kompleks. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa ini. EEG juga
diperlukan untuk menentukan prognosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG
latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust
supresion atau bentuk isoelektrik, mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 %
diantaranya mempunyai atau menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga
digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan
2. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
3. Dilakukan pemerikaan gram bakteri serta pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis
mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis
antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan Febris Convulsi.

F. Komplikasi
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850).
Komplikasi Febris Convulsi yang lebih dari 15 menit adalah :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan
glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium
dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit
a. Farmakologi
1) Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan dengan
panduan dosis untuk BB < 10 kg dosisnya 0,5 - 0,75 mg/kgBB, diatas 20 kg 0,5 mg/kgBB.
Dosis rata-rata yang diberikan 0,3 mg/kgBB/kali pemberian dengan maksimal dosis
pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang
berumur > 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg per suntikan. Jika pemberian
pertama masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara
intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih kejang maka tunggu 15 menit lagi
kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
2) Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam
pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena diperlukan pemantauan
intake dan output cairan selama 24 jam karena pada penderita yang beresiko terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat penurunan
kesadaran.
3) Apabila terjadi peningkatan tekanan intra kranial diberikan obat untuk mengurangi
edema otak seperti dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan
menaikkan tempat tidur bagian kepala kurang lebih 15
4) Setelah pasien terbebas dari kejang paska pemberian diazepam, maka perlu diberikan
obat fenobarbital dengan dosis 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan
sampai 1 tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun ke atas dengan teknik pemberian intra
muskular, dengan pemberian fenobarbital dosis pertama 8-10 mg/kgBB/hari (terbagi
dalam 2 kali pemberian), hari berikutnya 4-5 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 2 kali
pemberian.

b. Non Farmakologi
1) Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
2) Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian
dilonggarkan, dan penghisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi
endotrakeal atau trakeostomi.
Gambar 1 : Hiperekstensi
3) Pemberian kompres air hangat untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan metode
konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat yang tinggi ( suhu tubuh) ke benda yang
mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres). Letak bagian yang dikompres pada
kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh darah yang besar seperti di
leher.
4) Untuk pemantauan kebutuhan cairan
Tabel 1 Kebutuhan Cairan berdasarkan Umur
Umur BBkg Kebutuhan cairan/kgBB
0-13 hari 3 150
3-10 hari 3,5 125-150
3 bulan 5 140-160
6 bulan 7 135-155
9 bulan 8 125-145
1 tahun 9 120-135
2 tahun 11 110-120
4 tahun 16 100-110
6 tahun 20 85-100
10 tahun 28 70-85
14 tahun 35 50-60
Sumber: Riyadi,Sujono. Asuhan Keperawatan Pada Anak, 2009
2. Penatalaksanaan di rumah:
Tindakan awal pada anak yang mengalami Febris Convulsi:
a. Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang lebih aman seperti
di lantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda berbahaya seperti gelas,
pisau.
b. Posisikan kepala hiperekstensi, pakaian dilonggarkan, berikan tongue spatel yang
dibungkus kassa atau modifikasi dengan sendok yang dibalut kassa untuk mencegah lidah
tertekuk atau tergigit.

Gambar 2 : tongue spatel


c. Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu harus dibuka supaya terjadi pertukaran
oksigen lingkungan.
d. Kalau anak mulutnya masih dapat dibuka atau sadar penuh, sebagai pertolongan awal
dapat diberikan antipiretik seperti aspirin dengan dosis 60mg/tahun/kali (maksimal sehari
3 kali).
e. Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua menyediakan diazepam per anus sehingga
saat serangan kejang anak dapat segera diberikan. Dosis peranus 5mg untuk berat badan
kurang dari 10 kg, kalau berat badan lebih dari 10 kg maka dapat diberikan dosis 10 mg.
Untuk dosis rata-rata pemberian per anus adalah 0,4-0,6mg/kgBB.
f. Kalau beberapa menit kemudian tidak membaik atau tidak tersedianya diazepam maka
segera bawa anak ke rumah sakit.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN FEBRIS CONVULSI
A. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit
Pada anak Febris Convulsi riwayat yang menonjol adalah adanya demam yang dialami oleh anak.
Demam ini dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial seperti
tonsdilitis,faringitis. Anak masih menjalani aktifitas sehari-hari seperti biasa misalya bermain
dengan teman sebaya, pergi sekolah.
2. Pengkajian Fungsional
Yang sering mengalami gangguan adalah terjadinya
a. Penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga dibuktikan dengan pengukuran
Glasgow Coma Skala hasilnya berkisar 5 sampai 10 dengan tingkat kesadaran dari apatis
sampai somnolen atau mungkin koma.
b. Kemungkinan ada gangguan jalan nafas yang dibuktikan dengan peningkatan frekuensi
pernafasan >30x/menit dengan irama yang cepat dan dangkal.
c. Lidah terlihat menekuk menutup faring.
d. Untuk pengkajian pola kebutuhan atau fungsi yang lain kemungkinan belum terjadi
gangguan kalau ada mungkin sebatas ancaman seperti penurunan personal hygine, aktifitas,
intake nutrisi.
3. Pengkajian Tumbuh Kembang Anak
Secara umum kejang demam ini tidak menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika
terjadi komplikasi lanjut dari Febris Convulsi maka akan terjadi gangguan tumbuh kembang.
Berikut ini adalah bentuk dari gangguan tumbuh kembang yang dapat terjadi pada anak
dengan Febris Convulsi:
a. Keterlambatan pertumbuhan berat badan yang kurang, tinggi badan yang kurang akibat
penurunan asupan mineral.
b. Anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan kepercayaan diri
akibat sering kambuhnya penyakit, sehingga anak lebih diam bersama ibunya.
c. Sulit berinteraksi dengan teman sebayanya. Saat dirawat dirumah sakit anak terlihat diam,
sulit berinteraksi, jarang menyetuh mainan.
d. Selain itu dapat mengalami gangguan penurunan kempuan motorik kasar seperti meloncat,
berlari.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada anak dengan kejang demam meliputi:
a. Resiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon terhadap
lingkungan
b. Resiko asfiksia berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus.
c. Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan penurunaan oksigen darah.
d. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus.
e. Resiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan asupan
nutrisi.

C. Perencanaan
Sebagian besar kejang demam sudah berhenti pada saat anak dibawa ke RS. Akan tetapi, jika kejang ini terus
berlanjut, terapi yang duberikan terdiri atas pengendalian kejang dengan pemberian Diazepam dan penurunan
suhu dengan pembrian Asitaminofen. Pada anak-anak yang mengalami kejang biasa, tetapi profilaksis antileptik
tidak dianjurkan.
a. Resiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon terhadap
lingkungan
Tujuan keperawatan yang hendak diatasi adalah pasien terhindar dari jatuh setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
Rencana tindakan:
1. Observasi tanda – tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan RR.
Rasional : perubahan lingkungan yang akan berdampak dan berpengaruh terhadap respon
klien yang terlihat dari perubahan tanda – tanda vital.
2. Tempatkan anak pada tempat tidur yang lunak dan rata seperti bahan matras
Rasional: menjaga posisi tubuh lurus yang dapat berdampak pada lurusnya
jalan nafas
3. Pasang pengaman dikedua sisi tempat tidur
Rasional: mencegah anak terjatuh
4. Jaga jarak saat timbul serangan kejang
Rasional: menjaga jalan nafas dan mencegah anak jatuh.
5. Jelaskan kepada orang tua untuk memberikan tempat yang luas dan menjauhkan dari benda
yang tajam
Rasional: Dengan di tingkatkan pengetahuan orangtua dapat mencegah resiko cidera
6. Libatkan keluarga untuk menjaga anak.
Rasional : pentingnya penjagaan kepada anak, mengurangi resiko terjadinya cidera.
b. Resiko asfiksia berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus
Tujuan yang diharapkan: Pasien terhindar dari gangguan asfiksia setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ... x 24 jam
Rencana Tindakan:
1. Monitor kepatenan jalan nafas, frekuensi pernafasan, irama pernafasan Rasional: frekuensi
meningkat dengan irama pernafasan yang cepat sebagai salah satu indikasi sumbatan jalan
nafas yang cepat sebagai salah satu indikasi sumbatan jalan nafas oleh benda asing, contohnya
cacing.
2. Tempatkan anak pada posisi kepala hiperekstensi
Rasional: posisi ini menurunkan tahanan tekanan intraabdomial terhadap paru-paru.
Hiperekstensi ini membuat jalan nafas dalam posisi luar dan bebas hambatan.
3. Pasang tongue spatel di lidah saat timbul serangan kejang.
Rasional: menjaga lidah tertekuk yang dapat menutup jalan nafas.
4. Bebaskan anak dari pakaian yang ketat.
Rasional: mengurangi tekanan pada rongga thorak sehinngga terjadi keterbatasan
pengembangan paru.
5. Edukasikan pada pasien pentingnya mengatur posisi agar tidak terjadi obstruksi jalan nafas.
Rasional : menambah pengetahuan pasien tentang penyakit terkait.
6. Kolaborasi pemberian anti kejang. Contoh: pemberian diazepam dengan dosisi rata-rata 0,3
mg/kgBB/kali pemberian.
Rasional: diazepam bekerja menurunkan tingkat fase depolarisasi yang cepat di sistem
persyarafan pusat sehingga dapat terjadi penurunan spasme pada otot dan persyarafan perifer.
c. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah.
Tujuan yang diharapkan: pasien terhindar dari ganguan perfusi jaringan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
Rencana Tindakan:
1. Kaji tingkat pengisian kapiler perifer.
Rasional: kapiler kecil mempunyai volume darah yang relatif kecil dan sensitif sebagai tanda
terhadap penurunan oksigen darah.
Pemberian oksigen dengan memakai masker atau nasal bicanul denagn dosis rata-rata 3
liter/menit.
Rasional: oksigen tabung memepunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen lingkungan
sehingga mudah masuk ke paru-paru. Pemberian dengan masker karena mempunyai
prosentase sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran pernafasan..
2. Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara, mekanik maupun cahaya.
Rasional: rangsangan akan meningkatkan fase eksitasi persyarafan yang dapat menaikan
kebutuhan oksigen jaringan.
3. Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik (ventilasi memenuhi ¼ dari
luas ruangan).
Rasional: meningkatkan jumlah udara yang masuk dan mencegah hipoksemia jaringan.
4. Edukasikan pentingnya pembatasan aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
Rasional : aktivitas yang membuat pasien lelah dan aktivitas yang berat akan meningkatkan
tekanan intra kranial dan akan mempengaruhi tekanan darah pasien.
5. Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan memakai masker atau nasal bekanul dengan
dosis rata – rata 3 liter/menit.
Rasional : oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen lingkungan
sehingga mudah masuk ke paru – paru. Pemberian dengan masker karena mempunyai
prosentase sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran pernafasan.
d. Hipertermi berhubungan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau pada tempat lain.
Hasil yang diharapkan: pasien terhindar dari hipertermi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ... x 24 jam
Rencana tindakan:
1. Pantau suhu tubuh anak tiap setengah jam atau sesuai kondisi pasien
Rasional: Peningkatan suhu tubuh yang melebihi 39 C dapat beresiko terjadinya kerusakan
saraf pusat karena akan meningkatkan neurotransmiter yang dapat meningkatkan eksitasi
neuron.
2. Kompres anak dengan air hangat (aksila, vena jugularis, abdomen)
Rasional: Pada saat dikompres panas tubuh anak akan berpindah ke media yang digunakan
untuk mengompres karena suhu tubuh relatif lebih tinggi.
3. Beri pakaian anak yang tipis dari bahan yang halus seperti katun
Rasional: Pakaian yang tipis akan memudahkan perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan.
Bahan katun akan menghindari iritasi kulit pada anak karena panas yang tinggi akan membuat
kulit sensitif terhadap cidera.
4. Jaga kebutuhan cairan anak sesuai kebutuhan cairan normal melalui pemberian intravena, oral
dengan patokan kebutuhan seperti tabel diatas
Rasional: Cairan yang cukup akan menjaga kelembaban sel, sehingga sel tubuh tidak mudah
rusak akibat suhu tubuh yang tinggi. Cairan intravena juga berfungsi mengembalikan cairan
yang banyak hilang lewat proses evaporasi ke lingkungan.
5. Kolaborasi pemberian antipiretik (aspirin dengan dosis 60 mg/tahun /kali pemberian),
antibiotik (sesuai dengan jenis golongan mikroorganisme penyebabyang umum dapat
digunakan golongan penisilin)
Rasional: Antipiretik akan mempengaruhi ambang panas pada hipotalamus. Antipiretik juga
akan mempengaruhi penurunan neurotransmiter seperti prostaglandin yang berkontribusi
timbulnya nyeri saat demam. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri.
e. Resiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan asupan
nutrisi
Kondisi yang diharapkan: pasien terhindar dari resiko gangguan pertumbuhan (berat badan
rendah) setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
Rencana tindakan:
1. Kaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak
Rasional: Berat banan sebagai salah satu indikator jumlah massa sel dalam berat badan
rendah menunjukan terjadi penurunan jumlah dan massa sel tubuh yang tidak sesuai dengan
umur. Asupan kalori sebagai bahan dasar pembentukan massa sel tubuh.
2. Ciptakan suasana yang menarik dan nyaman saat makan seperti dibawa ke ruangan yang
banyak gambar untuk anak sambil diajak bermain.
Rasional: Dapat membantu peningkatan respon korteks serebri terhadap selera makan sebagai
dampak rasa senang pada anak
3. Anjurkan orangtua untuk memberikan anak makan pada kondisi makanan hangat
Rasional: Makanan hangat akan mengurangi kekentalan sekresi mukus pada faring dan
mengurangi respon mual gaster.
4. Anjurkan orangtua memberikan makan pada anak dengan porsi sering dan sedikit (setiap jam
anak diprogramkan makan)
Rasional: Menggurangi massa makanan yang pada lambung yang dapat menurunkan
rangsangan nafsu makan pada otak.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang sesuai dengan diet yang
diberikan dokter.
Rasional: Asupan nutrisi yang adekuat, akan mempertahankan keseimbangan berat badan
sesuai normal seseorang sehingga tidak terjadi gangguan dalam pertumbuhannya.

DAFTAR PUSTAKA
Chynthia M.Taylor. 2002. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan edisi 10.Jakarta: EGC
Hidayat, Aziz Alimul, 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak,Buku 2,Jakarta, Salemba Medika
Hassan,Rusepno,2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan anak 2, Cetakan Kesebelas,Jakarta. Bagian Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Lumbantobing,1996. Penatalaksaan Mutlak Mutakir Kejang Pada Anak,Jakarta.FKUI
Riyadi,Sujono Sukimin, 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak,Yogyakarta,Graha Ilmu
http://www.clicdokter.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai