Anda di halaman 1dari 4

PERAN LULUSAN MAHASISWA KEDOKTERAN DALAM MENGHADAPI

TANTANGAN PROFESI DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)


Oleh :
Devina Aulia Aziza

Dokter merupakan lini terdepan untuk mengawal kesehatan yang memegang


peranan penting untuk menentukan taraf kesehatan suatu negara. Kuantitas dan kualitas
dokter tentu akan berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat. Statistik
menunjukkan bahwa negara-negara yang memiliki rasio dokter per populasi yang tinggi
akan selalu diikuti dengan taraf kesehatan yang tinggi di negara tersebut. Taraf kesehatan
Indonesia menempati tingkat No. 90 di Dunia, memiliki rasio dokter per 1000
populasinya sebesar 0.204. Sedangkan Singapura dengan rasio dokter per 1000
populasinya sebesar 1.95 menempati tingkat taraf kesehatan No. 1 di Dunia.
Padahal, apabila kita tinjau demografi Indonesia saat ini berada pada angka
254.454.778 untuk jumlah penduduk. Sedangkan, dokter umum di Indonesia “hanya”
berada pada angka 109.641. Di sisi lain, kita “hanya” memiliki 29.796 dokter spesialis.
Bisa disimpulkan bahwa saat ini 1 dokter umum bertanggung jawab atas sekitar 2.320
masyarakat. Sedangkan dokter spesialis bertanggung jawab atas 8.540 populasi
masyarakat Indonesia. Tak hanya itu, defisit dokter ini diperburuk dengan tidak
meratanya persebaran dokter di Indonesia. Terkonsentrasinya dokter di bagian barat
Indonesia, terutama di pulau Jawa mengakibatkan dokter yang bertugas di bagian timur
Indonesia bisa jadi bertanggung jawab atas lebih dari 2.320 orang dan dokter spesialis
lebih dari 8.540 orang.
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kemenkes Usman Sumantri mengatakan tahun depan diprediksi akan ada 12.000 sarjana
kedokteran di Indonesia dan untuk sekarang ini setiap satu dokter melayani 2270 orang.
Idealnya adalah 1 : 2500. Sehingga dinilai jumlah FK di Indonesia harus dibatasi, selain
itu pemerintah dianggap belum bisa mendistribusikan dokter dengan baik. Dokter masih
banyak menumpuk di kota besar. Sekarang pemerintah baru bisa mendistribusikan lima
spesialis dasar, spesialis kandungan, anak, penyakit dalam, bedah, dan anastesi.
Terkait dengan kecukupan jumlah FK di Indonesia, Kemenristekdikti sudah
menetapkan kebijakan moratorium pendirikan fakultas baru. Selain jumlah FK di
Indonesia sudah cukup banyak fokus sekarang untuk membenahi FK yang masih
akreditasi C supaya bisa naik kelas menjadi B.
Implementasi pendidikan kedokteran saat ini yang masih memiliki banyak
kekurangan. Namun, mengingat banyaknya kontroversi yang menyelimuti pendidikan
kedokteran saat ini, kuantitas bukanlah masalah, namun kualitas yang harus dibenahi.
Sistem yang saat ini ada bukanlah sistem terbaik. Sibuk menambah jumlah lulusan namun
melupakan sistem yang kurang sempurna bukanlah keputusan yang bijak dalam upaya
meningkatkan taraf kesehatan Indonesia. Maka dari itu, pembenahan sistem yang sudah
ada harus segera dilakukan. Ada 4 hal yang harus benar-benar kita lakukan demi
mewujudkan pendidikan kedokteran dan kesehatan Indonesia yang lebih baik.
1. Melakukan pembenahan sistem pendidikan kedokteran
Mulai dari tahap preklinik dan klinik yang rawan privatisasi, hingga tahap
internship yang masih memiliki banyak kekurangan disana sini harus segera
ditangani oleh pemerintah.
2. Moratorium fakultas kedokteran baru
Karena saat ini Indonesia memiliki 83 Fakultas Kedokteran yang terdiri dari
Fakultas Kedokteran negeri maupun swasta. Fakultas-fakultas kedokteran
tersebut memiliki akreditasi yang beragam, mulai dari A sampai C. Perlu
dilakukan moratorium fakultas kedokteran baru sehingga fokus nya kini hanya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran dan lulusannya, bukan untuk
menambah kuantitasnya.
3. Sama ratakan kompetensi seluruh lulusan dokter di Indonesia
Banyak lulusan dokter di luar sana yang tidak memiliki kompetensi sama rata,
meski sudah ada upaya penyamarataan dengan Ujian Kompetensi Dokter
(UKMPPD), pada kenyataannya tes tersebut bukanlah jalan terbaik. Solusi terbaik
adalah menyamaratakan kompetensi seluruh lulusan dengan menyamakan
akreditasi FK-FK yang sudah ada. Pemerataan penempatan lulusan dokter disertai
dengan fasilitas dan tunjangan yang memadai.
4. Pemerataan penempatan lulusan dokter disertai dengan fasilitas dan tunjangan
yang memadai
Data menunjukkan bahwa dokter-dokter saat ini cenderung terpusat pada bagian
barat Indonesia. Sedangkan, bagian timur Indonesia masih memiliki sangat sedikit
dokter. Tak heran taraf kesehatan di bagian timur Indonesia belum rata dengan
yang ada di barat. Hal ini menjadi cerminan bahwa sistem pemerataan kesehatan
kita masih belum terimplementasi dengan baik.
Upaya tersebut bukan dari memperbanyak jumlah lulusan dokter yang ada di
Indonesia, namun dengan meningkatkan kualitas lulusan dokter itu sendiri. Hal tersebut
dapat dicapai dengan memperbaiki sistem pendidikan kedokteran di tahap preklinik-
klinik-internship, melakukan penyamarataan akreditasi FK di Indonesia sehingga
lulusannya memiliki kompetensi yang seragam, melakukan moratorium FK baru, dan
yang terakhir dengan melakukan pemerataan penempatan lulusan dokter disertai dengan
fasilitas dan tunjangan yang memadai. Disisi lain, upaya jangka panjang bisa dilakukan
dengan cara menambah lulusan dokter, hanya apabila sistem kita telah mencapai
kesempurnaan.
Pada saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini, para dokter di Indonesia
diharapkan mampu bersaing dengan dokter asing. Untuk itu, peningkatan kompetensi
dokter harus terus dilakukan. Era MEA dapat menjadi tantangan untuk terus
meningkatkan mutu pendidikan sekaligus kompetensi bagi tenaga kesehatan di Indonesia.
Tetapi seharusnya, dengan ada atau tidak adanya MEA, tenaga kesehatan
sebenarnya memang harus meningkatkan kualitas demi pelayanan masyarakat yang lebih
baik. Berdasarkan data dari Kemenristek Dikti, saat ini baru 16 dari 83 fakultas
kedokteran yang terakreditasi A. Sisanya masih akreditasi B dan C. Sehingga
kemungkinan hanya lulusan dokter dari 16 FK yang siap menghadapi MEA.
Dengan diberlakukannya pasar bebas ASEAN ini, para dokter asing memiliki
peluang lebih luas untuk bekerja di Indonesia, begitu juga sebaliknya. Penempatan dokter
spesialis berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 tahun 2017 merupakan salah
satu cara mengantispiasi MEA.
Dalam segi pendidikan kedokteran jelas masih banyak hal yang harus di benahi.
Sudah saatnya para mahasiswa kedokteran di Indonesia untuk sadar bahwa ada tantangan
besar menanti Indonesia di masa yang akan datang. Bukan hanya persaingan antar
mahasiswa satu kelas, antar universitas ataupun antar daerah, namun persaingan antar
mahasiswa kedokteran saat ini bahkan sudah sampai ke antar negara. Sebagai generasi
penerus yang nantinya akan memegang tanggung jawab atas kesehatan bangsanya
sendiri, para mahasiswa kedokteran harus senantiasa memiliki kemauan yang tinggi
untuk mengembangkan ilmunya agar dapat memenuhi kualifikasi dari segi
profesionalitas ataupun kompetensi.
Sumber Kajian :
1. Sumantri U. Program Pemenuhan Tenaga Kesehatan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2017.
2. Daftar FK di Indonesia Tahun 2017. Konsil Kedokteran Indonesia:
http://www.kki.go.id/ diakses 23 Juni 2018 pukul 09.02 WIB
3. Ketersediaan Dokter di Indonesia.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/03/15/bagaimana-
ketersediaan-dokter-di-indonesia diakses 23 Juni 2018 pukul 12.00 WIB
4. Achadiat C.M. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan
Zaman. Jakarta : EGC, 2007;239-242
5. http://news.unair.ac.id/2017/06/27/bisakah-dokter-indonesia-diandalkan-di-
era-mea/ diakses 23 Juni pukul 21.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai