Anda di halaman 1dari 8

HERPES ZOSTER

BAB I
PENDAHULUAN

Herpes Zoster adalah suatu penyakit yang membuat rasa sangat nyeri dan disebabkan oleh
virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Seperti virus herpes
yang lain, virus varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti
oleh suatu tahapan tidak aktif. Kemudian suatu saat virus ini menjadi aktif kembali.
Herpes zoster (atau hanya zoster), umum dikenal sebagai penyakit ruam saraf yang ditandai
dengan ruam kulit yang menyakitkan dengan lepuh di wilayah yang terbatas pada satu sisi
tubuh, sering kali dalam satu garis.
Kurang-lebih 20 persen orang yang pernah cacar air lambat laun akan berkembang menjadi
herpes zoster. Keaktifan kembali virus ini kemungkinan akan terjadi pada orang dengan
sistem kekebalan yang lemah, termasuk orang dengan penyakit HIV, dan orang di atas usia
50 tahun.
Herpes zoster hidup dalam jaringan saraf, termasuk dalam penyakit infeksi virus yang
manifestasinya terbatas pada area kulit yang diinervasi oleh satu ganglion sensoris.
Kekambuhan herpes zoster dimulai dengan gatal, mati rasa, kesemutan atau rasa nyeri yang
parah pada daerah predileksi seperti di dada, punggung, atau hidung dan mata.
Walaupun jarang, herpes zoster dapat menular pada saraf wajah dan mata.Ini dapat
menyebabkan nyeri di sekitar mulut, pada wajah, leher dan juga kepala, dalam dan sekitar
telinga, atau pada ujung hidung. Penyakit ini hampir selalu terjadi hanya pada satu sisi tubuh.
Setelah beberapa hari, ruam muncul pada daerah kulit yang berhubungan dengan saraf yang
meradang. Lepuh kecil terbentuk, dan berisi cairan. Kemudian lepuh pecah dan berlubang.
Jika lepuh digaruk, infeksi kulit dapat terjadi. Ini membutuhkan pengobatan dengan antibiotik
dan mungkin menimbulkan bekas.
Biasanya, ruam hilang dalam beberapa minggu, tetapi kadang-kadang rasa nyeri yang parah
dapat bertahan berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun. Kondisi ini disebut “neuralgia pasca
herpes / neuralgia post herpetika” atau disingkat NPH.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut, yang mempunyai sifat khas yaitu vesikel-
vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persyarafan sensorik kulit sesuai dermatom
(Djuanda, 2005).
Definisi lain Herpes Zoster (Shingles) adalah suatu infeksi yang menyebabkan erupsi
kulit yang terasa sangat nyeri berupa lepuhan yang berisi cairan. Herpes zoster bisa terjadi
pada usia berapapun tetapi paling sering terjadi pada usia diatas 50 tahun (Sjamsoe, 2005 )

B. PENYEBAB DAN EPIDEMIOLOGI


Penyebabnya adalah virus Varicela Zooster yang termasuk kelompok virus sedang
berukuran 140 – 200 m dan berinti DNA. Biasanya terjadi pada usia dewasa, meski kadang
juga pada anak- anak. Dimana insidennya sama banyaknya pada pria dan wanita dan tidak
tergantung musim.
Herpes Zoster disebabkan oleh virus varicela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti
DNA yang termasuk subfamili alfa herpes viride Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, pejamu, sifat sel tempat hidup laten diklasifikasikan sitotoksik dan 3 subfamili alfa,
beta dan gama. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer
pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi
oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten di dalam neuron dari ganglion.
Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik.
Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai tempat berkembang biak yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek. Virus ini Mempunyai enzim yang penting untuk
replikasi meliputi virus spesifik DNA polymerase dan virus spesifik deoxyperidine
(thymidine) kinase yang disintesa di dalam sel yang terinfeksi.
Infeksi awal oleh virus varicella-zoster (yang bisa berupa cacar air) berakhir dengan
masuknya virus ke dalam ganglia (badan saraf) pada saraf spinalis maupun saraf kranialis dan
virus menetap disana dalam keadaan tidak aktif. Herpes zoster selalu terbatas pada
penyebaran akar saraf yang terlibat di kulit (dermatom). Virus herpes zoster bisa tidak pernah
menimbulkan gejala lagi atau bisa kembali aktif beberapa tahun kemudian. Herpes zoster
tejadi jika virus kembali aktif. Kadang pengaktivan kembali virus ini terjadi jika terdapat
gangguan pada sistem kekebalan akibat suatu penyakit (misalnya karena AIDS atau penyakit
Hodgkin) atau obat-obatan yang mempengaruhi sistem kekebalan.
Yang sering terjadi adalah penyebab dari pengaktivan kembali virus ini tidak diketahui
(Timur FJ, 2009).

C. PEMERIKSAAN KULIT
Lokalisasi bisa di semua tempat, dan paling sering pada servikal IV dan lumbal II.
Efloresensi/ sifat- sifatnya, biasanya berupa kelompok- kelompok vesikel sampai bula di atas
daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai
dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.

D. GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Tampak vesikula bersifat unilokular, biasanya pada stratum granulosum, kadang-
kadang subepidermal. Yang penting adalah temuan “sel balon” yaitu sel stratum spinosum
yang mengalami degenerasi dan membesar, juga badan inklusi ( lipscuhtz) yang tersebar
dalam inti sel epidermis,dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah. Dermis mengalami
dilatasi pembuluh darah dan sebukan lmfosit.
Jika menyerang wajah, daerah yang dipersarafi N V cabang atas disebut herpes zoster
frontalis. Jika menyerang cabang oftalmikus N V disebut herpes zoster oftalmik. Jika
menyerang saraf interkostal disebut herpes zoster torakalis. Jika menyerang daerah lumbal
disebut herpes zoster abdominalis atau lumbalis.

E. PATOGENESIS
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis.
Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan
ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian
motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.
Selama proses infeksi varicella, VZV lewat dari luka di kulit dan permukaan mukosa ke
akhiran saraf yang berdekatan dan ditranspor secara sentripetal ke saraf sensoris ke ganglia
sensoris. Dalam ganglia, virus membentuk infeksi laten yang bertahan untuk hidup. Herpes
zoster terjadi paling sering pada dermatom di mana ruam dari varisela mencapai densitas
tertinggi yang pertama diinervasi oleh (ophtalmic) divisi saraf trigeminal dan oleh spinal
sensori ganglia dari T1 ke L2.
Walaupun virus bersifat laten, ganglia mempertahankan potensi untuk inefektivitas
penuh, reaktifasi yang terjadi bersifat sporadis, jarang, dan terkait dengan imunosupresi,
radiasi dari columna vertebralis, tumor, trauma lokal; manipulasi bedah tulang belakang dan
sinusitis frontalis. VZV mungkin juga mengaktifkan kembali tanpa menghasilkan penyakit
yang nyata. Walaupun asimtomatik reaktivasi VZV tidak terbukti pasti, kuantitas kecil
antigen virus yang dilepaskan selama reactivasi diharapkan dapat merangsang dan
mempertahankan kekebalan host terhadap VZV.
Ketika resistensi host jatuh di bawah tingkat kritis, virus berkembang biak dan
menyebar dalam ganglion, kemudian menyebabkan nekrosis neuron dan peradangan hebat,
sebuah proses yang sering disertai neuralgia berat. Infeksi VZV kemudian menyebar ke saraf
sensorik, beresiko neuritis hebat, dan dilepaskan di sekitar ujung akhiran saraf sensorik di
kulit, di mana ia menghasilkan karakteristik kluster vesikula zoster.
Penyebaran infeksi ganglionic secara proksimal sepanjang radix saraf posterior
menuju meninges dan corda menghasilkan leptomeningitis lokal, cairan cerebrospinal
pleocytosis, dan segmental myelitis. Infeksi motor neuron di kornu anterior dan radang pada
syaraf di bagian radix anterior dicatat untuk palsies lokal yang mungkin menyertai erupsi
kutaneus, dan perluasan infeksi di dalam sistem saraf pusat dapat dihasilkan pada komplikasi
jarang herpes zoster (misalnya, meningoensefalitis, transverse myelitis).

F. DIAGNOSIS BANDING
Hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks dalam embrio ayam,
kelinci atau tikus.Herpes simpleks
Biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam.Varisella
Lebih sering pada anak- anak, dengan gambaran vesikel dan bula yang cepat pecah
dan menjadi krusta.Impetigo vesikobulosa

G. GEJALA KLINIS
Herpes Zoster dapat dimulai dengan respon sistemik, misalnya, demam, anoreksia,
dan kelelahan, yang merupakan gejala prodromal dari Herpes Zoster. Dan hal tersebut
biasanya kadang tidak disadari oleh pasien ataupun klinisi sebagai gejala awal herpes zoster.
Gejala prodromal biasanya mencakup fenomena sensorik yang terjadi 1 atau lebih
pada bagian kulit berlangsung 1-10 hari (rata-rata 48 jam), yang biasanya dicatat sebagai
sakit atau, jarang, paresthesias.
Manifestasi dari gejala prodromal herpes zoster antara lain ialah dapat
mensimulasikan sakit kepala, iritis, radang selaput dada, neuritis brakialis, sakit jantung,
radang usus buntu atau penyakit intraabdominal lain, atau linu panggul, yang dapat
mengakibatkan salah diagnosa. Interval gejala prodromal sebelum muncul gambaran kelainan
pada kulit merupakan penyebaran partikel virus di sepanjang saraf sensorik, namun sekitar
10% dari pasien melaporkan onset nyeri dan ruam secara bersamaan.
Setelah timbul gejala prodromal, maka tanda-tanda dan gejala berikut terjadi:
 Patch eritema, kadang-kadang disertai dengan indurasi, muncul di wilayah
dermatomal yang terlibat.
 Limfadenopati regional dapat muncul pada tahap ini atau selanjutnya
 Peradangan pada saraf sensorik yang terlibat menyebabkan rasa sakit yang
parah
 Muncul Vesikula awalnya jelas, tapi akhirnya, mereka awan, pecah, kerak,
dan sukar.
Gejala utama herpes zoster adalah terjadinya rasa sakit yang biasanya muncul lebih
dulu atau kadang muncul bersamaan dengan terjadinya ruam pada kulit, yang biasanya dapat
terus berlanjut walaupun ruam yang terjadi pada kulit sudah menghilang.
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun daerah-daerah lain tidak
jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama, sedangkan mengenai umur lebih
sering pada orang dewasa.

Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala prodromal baik sistemik (demam, pusing,
malese), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot tulang, gatal, pegal dan sebagainya).
Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok
dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih,
kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-
kadang vesikel mengandung darah dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula
timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap
timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2
minggu. Di samping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening
regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan
tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada
susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis
memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas.
Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nevus trigeminus (dengan
ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus,
sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga cabang kedua dan ketiga
menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan
oleh gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo,
gangguan pedengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.
Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang sangat
singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Pada herpes zoster
generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang
menyebar secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini
terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya
pada penderita limfoma malignum.
Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung
sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam
kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster
di atas usia 40 tahun.

H. KOMPLIKASI
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau berusia lanjut
dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
Salah satu komplikasi yang cukup banyak terjadi adalah neuralgia pasca herpetik,
dimana komplikasi ini dapat timbul pada umur di atas 40 tahun, persentasinya 10-15%.
Makin tua penderita makin tinggi persentasinya.
Kerusakan saraf perifer dan neurons di ganglion memicu signal nyeri afferent.
Peradangan pada kulit memicu signal nociceptive yang menjelaskan nyeri kutaneus.
Pelepasan berlebihan dari asam amino dan neuropeptida yang diinduksi oleh impuls yang
terus-menerus dari impuls afferen selama fase prodormal dan akut dari herpes zoster bisa
menyebabkan kerusakan eksitotosik dan kehilangan penghambat interneurons pada kornu
dorsal spinal. Kerusakan neurons di corda spinal dan ganglion, dan juga pada saraf perifer
adalah penting sebagai pathogenesis dari NPH. Kerusakan saraf afferent primer bisa menjadi
aktif spontan dan hipersensitif ke stimuli perifer juga ke stimulasi simpatis. Pada gilirannya,
kelebihan aktifitas nociceptor dan impuls generasi ektopik bisa membuat peka neurons
system saraf pusat, menghasilkan memperpanjang dan menambah respon sentral menjadi
tidak merusak sebagaimana stimuli yang beracun. Secara klinis, hasil mekanisme ini ada pada
allodynia (nyeri dan/atau sensasi yang tidak nyaman ditimbulkan oleh stimulus yang secara
normal tidak sakit, contoh : sentuhan halus) dengan sedikit atau tidak ada kehilangan
sensoris, dan menjelaskan bentukan nyeri dengan infiltrasi local lidokain.
Neuralgia pasca-herpetik adanya nyeri di daerh kulit yang dipersarafi oleh saraf yang
terkena. Nyeri ini bisa menetap selama beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya
suatu episode herpes zoster. Nyeri bisa dirasakan terus menerus atau hilang-timbul dan bisa
semakin memburuk pada malam hari atau jika terkena panas maupun dingin. Nyeri paling
sering dirasakan pada penderita usia lanjut; 25-50% penderita yang berusia diatas 50%
mengalami neuralgia pasca-herpetik. Tetapi hanya 10% dari seluruh penderita yang
mengalami neuralgia pasca-herpetik. Pada sebagian besar kasus, nyeri akan menghilang
dalam waktu 1-3 bulan; tetapi pada 10-20% kasus, nyeri menetap selama lebih dari 1 tahun
dan jarang berlangsung sampai lebih dari 10 tahun. Pada sebagian besar kasus, nyeri bersifat
ringan dan tidak memerlukan pengobatan khusus.
Perubahan Anatomis dan fungsional bertanggung jawab pada kemunculan NPH yang
akan dibentuk awal pada herpes zoster. Konsisten dengan ini adalah korelasi untuk inisiasi
nyeri hebat dan kehadiran nyeri prodormal dengan pembentukan NPH dikemudiannya dan
kegagalan terapi antiviral untuk mencegah penuh NPH.
Komplikasi lain adalah yang terjadi pada mata akibat zoster ophthalmikus baik
sementara atau secara permanen dapat menyebabkan penurunan ketajaman visual atau
kebutaan. Komplikasi seperti infeksi sekunder dan meningeal atau keterlibatan viseral dapat
menghasilkan morbiditas lebih lanjut dalam bentuk infeksi dan jaringan parut.

I. PENGOBATAN
Bila nyeri dapat diberikan analgesia dengan NSAID, misalnya mefenamic acid 500
mg, indometasin 25 mg 3 kali sehari atau ibuprofen 400 mg 3kali sehari.
 Antibiotik bila mengalami infeksi yang merupakan penyebab utama timbulnya
jaringan parut atau keloid.
 Gunakan bedak kalamin atau phenol-zinc lotion untuk fase vesikular.
 Apabila mengenai mata, konsultasikan ke klinik mata
 Bila tersedia, gunakan asiklovir 800 mg 5 kali sehari selama seminggu.atau
obat antivirus lainnya (misalnya famsiklovir/valasiklovir). Diberikan pada fase
awal munculnya penyakit
 Bila mengalami Postherpetic neuralgia, dapat diberikan:
o Fenol 3-5% dalam bentuk krim atau salap, 2-6 kali sehari
o Amitriptilin 10-25 mg/hari pada malam hari, atau gabapentin 100- 300
mg/hari. (Sjamsoe, 2008)
BAB III
KESIMPULAN

Virus Varicella Zooster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring, kemudian
replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe ( viremia pertama ) kemudian
berkembang biak di sel retikulo endhotellial setelah itu menyebar melalui pembuluh darah
(viremia ke dua) maka timbullah demam dan malaise.
Varicella Zoster Virus dapat menyebabkan varicella dan herpes zoster. Kontak
pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan
infeksi akut primer, sedangkan bila penderita varicella sembuh atau dalam bentuk laten dan
kemudian terjadi serangan kembali maka yang akan muncul adalah Herpes Zoster.
Herpes Zooster disebabkan oleh reaktivasi dari Virus Varisela Zooster yang oleh
penderita varisela. Herpes Zooster ini ditandai dengan lesi unilateral terlokalisasi yang mirip
dengan cacar air dan terdistribusi pada syaraf sensoris. Biasanya lebih dari satu syaraf yang
terkena dan pada beberapa pasien dengan penyebaran hematogen, terjadi lesi menyeluruh
yang timbul setelah erupsi lokal. Zoster biasanya terjadi pada pasien dengan
immunocompromised, penyakit ini juga umum pada orang dewasa daripada anak-anak. Pada
dewasa lebih sering diikuti nyeri pada kulit.
Daftar Pustaka

Anonym., observer extra: Herpes Zoster. 2006. www.cdc.gov

Djuanda Adhi., 2005. Ilmu penyakit kulit dan kelamin: edisi IV,. Jakarta : Fakultas
kedokteran universitas Indonesia

Phylai Verasny., Herpes Zoster., 2009. www.wikipedia.com

Sjamsoe E.S ., medical multimedia Indonesia., 2005. Penyakit kulit yang umum di Indonesia.
Pt-mmi@medical-e-book.com

Siregar., 2003. Atlas Beerwarna Saripati Penyakit Kulit: edisi II,. Jakarta: EGC

Stankus SJ., 2000. Management of Herpes Zoster (Singles) and Postherpatic Neuralgia.
American Academy of Family of Physician

Timur FJ., Herpes Zoster., 2009. www.e-medicine.com

Wolf Clause et all., 2007., Fitzhpatrick’s color atlas and synopsys of clinical dermatology.,
Mc GrawHill Company

Anda mungkin juga menyukai