Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

“STRUMA”

Oleh:

Andi Rahmayani, S.Kep


NIM : 70900116030
Preseptor Lahan Preseptor Institusi

(.........................................) (.........................................)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
Asuhan Keperawatan Pada Tn “ ” dengan Diagnosa ……….Di Ruang
Perawatan Lontara 2 Atas Belakang RS Wahidin Sudirohusodo

Oleh:
Andi Rahmayani, S.Kep
NIM : 70900116030

Preseptor Lahan Preseptor Institusi

(.........................................) (.........................................)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
STRUMA
I. KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Struma adalah pembesaran kalenjar tiroid. Struma juga dikenal dengan
istilah Goiter atau gondok. Goiter dapat menyertai hipo maupun hiperfungsi
tiroid (Tambayong, 2006). Selain istilah diatas, struma atau goiter juga biasa
dikenal dengan istilah Nodul Tiroid. Nodul Tiroid merupakan pembesaran
kalenjar tiroid yang ditandai dengan perubahan struktural atau fungsional pada
sebagian atau seluruh jaringan tiroid (Tando dkk, 2014).
B. Klasifikasi
1. Menurut American society for Study of Goiter membagi :
a. Struma Non Toxic Diffusa
b. Struma Non Toxic Nodusa
c. Stuma Toxic Diffusa
d. Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi
fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid,
sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk
anatomi.
2. Berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi 2 yakni:
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma
diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa
lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun
telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk
reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor
tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya
kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon
tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk
menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentuknya.
Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan
mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik.
Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit
dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat
meninggal.
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang
dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non
toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma
endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang
air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen
yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam
pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran
ini disebut struma nodusa.
Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme
dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya
tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita
tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik
atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh
adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia)
atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali
bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik,
berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi
yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk
ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.
Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah
endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik
sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.33
3. Berdasarkan Fisiologisnya Berdasakan fisiologisnya struma dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid
yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah
normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam
jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika
terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional
kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi
berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar
plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme
mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat
destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan,
sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi,
gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan
bicara.
c. Hipertiroidisme
Hipertiroidisme dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau
Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan
tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi
dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya
produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid
menjadi besar.
Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu
makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara
dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.
C. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
1. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering
terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon
tyroid.
3. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai).
4. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya:
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
D. Parameter pengukuran status Goiter
TGR (Total Goiter Rate)
Goiter/struma dapat diukur dengan cara palpasi. Pengukuran masa
tiroid dengan palpasi adalah metode standar untuk menilai prevalensi
GAKI. Ukuran tiroid lebih tepat pada penilain dasar berat ringannya
GAKI dan juga berperan dalam penilaian dampak jangka panjang dari
pemantauan program.Keuntungan metode palpasi adalah tidak
membutuhkan biaya mahal dan relatif mudah dilakukan oleh orang yang
sudah di latih dan tidak bersifat invasif. Klasifikasi grade palpasi goiter
yakni:
a. Grade 0 Tidak teraba dan tidak terlihat
b. Grade 1 Tidak terlihat pada posisi leher normal tapi teraba
c. Grade 2 Terlihat apabila menelan dan ketika posisi leher normal
E. Patofisiologi
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan
perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan
TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor
agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa.
Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna
metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir
level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma.
Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon
tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen. Struma mungkin bisa diakibatkan
oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor
TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten
terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise,
dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.
F. Manifestasi klinis
1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah
benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi
batang tenggorokan).
4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5. Suara serak.
6. Distensi vena leher.
7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
8. Kelainan fisik (asimetris leher)
Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :
1. Tingkat peningkatan denyut nadi
2. Detak jantung cepat
3. Diare, mual, muntah
4. Berkeringat tanpa latihan
5. Agitasi
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Dilakukan foto thorax posterior anterior
2. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissue
technig
3. Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke esophagus
4. Laboratorium darah
5. Pemeriksaan sidik tiroid
6. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
7. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
8. Termografi
9. Petanda tumor
H. Komplikasi
1. Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara,
sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara
menjadi serak atau parau.
2. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memeri bentuk leher yang
besar dapat simetris atau tidak.
3. Disfagia
Dibagian posterior medial kalenjar tiroid terdapat trachea dan
esophagus, jika struma mendorong esophagus sehingga terjadi disfagia
yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan dan
elektrolit.
4. Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kalenjar tiroid terdapat trakea dan
esophagus, jika struma mendorong trakea sehingga terjadi kesulitan
bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan
pada jantung oleh hormone tiroid dan menyebabkan kontraktilitas
jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium
jika bertambah hebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun akan
lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata, aliran air
mata yang berlebihan dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu
kualitas hidup pasien sehingga aktivitas rutin pasien terganggu.
I. Penatalaksanaan
1 Obat antitiroid
a. Propoltiourasil (PTU) menurunkan pembentukan hormone tiroid
b. Iodida pada konsentrasi tinggi menurunkan aktivitas tiroid dan
ukuran kalenjar tiroid.
2 Tindakan bedah
a. Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebagian kalenjar tiroid.
b. Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kalenjar tiroid.
J. Pencegahan
Dapat dicegah dengan pemberian senyawa yodium pada anak-anak di
daerah yang kandungan yodium kurang dari 40 mg/hari. WHO
menganjurkan yodiosasi garam hingga mencapai konsentrasi satu bagian
dalam 100.000 yang sudah cukup untuk pencegahan pembesaran kalenjar
tiroid. Pengenalan garam beryodium merupakan satu-satunya cara yang
paling efektif untuk mencegah penyakit ini dalam masyarakat yang rentan.
K. Prognosis
Kebanyakan pasien yang diobati memiliki prognosis yang baik.

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Aktivitas Atau Istirahat
 Gejalnya: insomnia, sensivitas mingkat, otot lemah, gangguan
 Tanda: Atrofi otot
2. Sirkulasi.
 Gejala: Palpitasi, nyeri dada (Angina)
 Tanda: Distrimia, irama gallop. Murmur
3. Integritas ego
 Gejala: Mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik
 Tanda: Emosi labil
4. Eliminasi
 Gejala: Urin dalam jumlah banyak
Perubahan dalam feses/diare
5. Makanan / Cairan
 Gejala: Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, makan sering, kehausan, mual, muntah.
 Tanda: Pembesaran tiroid/goiter
6. Neurosensori
 Tanda: Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan
perilaku seperti bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang,
delirium, psikisis, hiperaktif reflex tendon
1. Nyeri / Kenyamanan
Gejala: abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
Tanda: wajah mengiris dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati
2. pernafasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk, dengan /tanpa sputum purulen (
tergantung adanya infeksi / tidak)
Tanda : lapar udara, Batuk, dengan/ tanpa sputum purulen (infeksi), Frekuensi
pernafasan
3. Keamanan
Gejala: kulit kering,gatal, ulkus kulit.
Tanda: Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan
umum/tentang gerak, Parestesia/paralisis otot, termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun cukup tajam).
4. Seksualitas
Gejala: rabas vagina (cenderung infeksi)
5. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala: faktor resiko keluarga ; DM, penyakit jantung, stoke, Hipertensi,
penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik
(tiazid); dilantin dan fenobarbarbital, (dapat meningkatkan glukosa
darah)
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Gangguan citra tubuh b/d
2. Ansietas b/d
3. Kurang pengetahuan
Post Operasi
1. Nyeri b/d
2. Resiko infeksi b/d prosedur infasif
3.
No. DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Gangguan citra
tubuh b/d
1. Ansietas b/d kurang NOC : NIC :
 Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
pengetahuan
 Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
Setelah dilakukan asuhan selama ……x………klien Rasional: Klien mudah untuk mengungkapkan kecemasan.
kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan prognosis
gejala cemas Rasional: Klien dapat memahami penyakitnya
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
tehnik untuk mengontol cemas prosedur
 Vital sign dalam batas normal Rasional: Klien mampu memahami penyakitnya dan tindakan
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan yang akan dilakukan.
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
kecemasan takut
Rasiona: Membuat klien merasa aman
 Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
Rasional: Dukungan dari keluarga dapat membuat klien lebih
tenang dan optimis
 Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat menurunkan kecemasan
 Dengarkan dengan penuh perhatian
Rasional: Klien merasa diperhatikan
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Rasional: Memudahkan menghilangkan kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi
Rasional: Perasaan cemas akan berkurang ketika telah
diungkapkan.
 Kolaborasi : Pemberian obat anti cemas.

Nyeri akut b/d agen NOC : NIC :


 Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
cedera fisik
 pain control, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
(prosedur bedah) Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Rasional: Menentukan intervensi selanjutnya
Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, ruangan, pencahayaan dan kebisingan
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk Rasional: Suhu ruangan yang terlalu panas/dingin, pencahayaan
mengurangi nyeri, mencari bantuan) serta ruangan yang terlalu bising dapat meningkatkan nyeri.
 Melaporkan bahwa nyeri Mampu mengenali nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Rasional: Mengontrol nyeri agar tidak bertambah
 Tanda vital dalam rentang normal  Kaji tipe dan sumber nyeri
 Tidak mengalami gangguan tidur Rasional: Untuk menentukan intervensi selanjutnya
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
Rasional: Membantu dalam mengontrol/mengurangi nyeri.
 Kolaborasi: Pemberian analgetik
Rasional: Mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat
Rasional: Membantu memulihkan kondisi kesehatan serta
mencegah nyeri bertambah hebat
 Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
Rasional: Ketidaktahuan terhadap nyeri yang ditimbulkan oleh
penyakit dapat menyebabkan ansietas/stress yang dapat
memperparah nyeri
 Monitor vital sign
Rasional: Memantau kondisi klien akibat nyeri yang dialami
2 Resiko infeksi b/d NOC : NIC : Infection Protection
 Immune Status  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
prosedur invasif
 Knowledge : Infection control Rasional :
 Risk control  Monitor leukosit, granulocyte.
Rasional:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama……  Pertahankan teknik aseptif
pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Rasional :
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Rasional:
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah  Inspeksi kulit terhadap kemerahan, panas.
timbulnya infeksi Rasional:
 Jumlah leukosit dalam batas normal  Tingkatkan intake nutrisi
 Menunjukkan perilaku hidup sehat Rasional:
 Dorong masukan cairan
Rasional:
 Dorong istirahat
Rasional:
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional:
3. Gangguan pola NOC: NIC :
tidur berhubungan  Anxiety Control Sleep Enhancement
dengan pening-  Comfort Level - Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
katan diuretik  Pain Level - Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
osmo-tik  Rest : Extent and Pattern - Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur
 Sleep : Extent ang Pattern (membaca)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….- Ciptakan lingkungan yang nyaman
gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil: - Kolaburasi pemberian obat tidur
 Jumlah jam tidur dalam batas normal
 Pola tidur,kualitas dalam batas normal
 Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat
 Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan
tidur

Resiko terhadap NOC : NIC :


4 infeksi  Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
berhubungan  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
dengan kadar  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
glukosa 
tinggi, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
penurunan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
fungsi leukosit,  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
perubahan pada  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya kencing
sirkulasi infeksi. infeksi  Tingkatkan intake nutrisi
 Jumlah leukosit dalam batas normal  Berikan terapi antibiotik
 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam
 Pertahankan teknik isolasi k/p
batas normal  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

Penyimpangan KDM
Autoimun, Degeneratif, Obesitas, Sekresi Hormon Placenta, Virus, Toxic

Kerusakan sel β Pancreas

Gangguan Produksi/ sekresi insulin (Fx : Transport glukosa ke intra sel)

HIPERGLIKEMIA Gangguan reabsorbsi ginjal


Gluskosuria diuresis osmotik

Klien menjadi terjaga poliuri Polidipsi


Hepar
Lemak Otot
Gangguan pola tidur Dehidrasi ekstrasel
Glikogenesis meningkat Liposlisis meningkat
Glikogen diubah menjadi
glukosa Polifagia
Gangguan komponen Kekurangan Volume cairan
Glukoneogenesis meningkat Free Fatty acis meningkat vaskularisasi

Kompl: Mikrovaskuler dan Massa otot menurun


Penurunan fungsi leukosit
makroveaskuler

ketidakmampuan menggunakan glukose. Risiko Infeksi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


DAFTAR PUSTAKA

Adib. 2011. Pengetahuan praktis ragam penyakit mematikan yang paling sering
menyerang kita. Buku Biru. Jokjakarta.

Bustam, M.N. 2007. Penyakit tidak menular. Rineka cipta. Jakarta.

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. EGC: Jakarta.

Khasanah, Nur.2012.Waspadai Beragam Penyakit Degeneratif Akibat Pola


Makan.Jogjakarta:Laksana

Mansjoer, A. 2007. Kapita selekta kedokteran. Media aeskulapius. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai