Anda di halaman 1dari 7

A.

DEFINISI

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun bersifat sistemik yang
terkait dengan adanya autoantibodi terhadap komponen inti sel (Buyon, 2008). Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik merupakan penyakit radang
multisystem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam antibody
dalam tubuh.

SLE adalah suatu kelompok penyakit jaringan ikat difus yang etiologinya belum diketahui
secara jelas. Kelompok ini meliputi SLE, scleroderma, polimiositis, atritis rheumatoid, dan
sindrom sjogren. SLE dapat bervariasi dari suatu gangguan ringan sampai gangguan yang
bersifat fulminan dan mematikan. Namun demikian keadaan yang paling sering ditemukan
adalah keadaan eksaserbasi atau remisi yang berlangsung dalam waktu yang lama. Systemic
Lupus Erithematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun dengan spektrum bervariasi dan
melibatkan berbagai organ. Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang didasari disregulasi
sistem imun dan ditandai oleh pembentukan autoantibodi antinukleus (ANA), terutama anti
dsDNA yang selanjutnya akan membentuk kompleks imun dan terjadi inflamasi serta kerusakan
jaringan. (Price & Wilson, 2005).

B. ETIOLOGI

Menurut Musai (2010) etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa
faktor predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Diantara beberapa
faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum diketahui faktor yang paling dominan
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Berikut ini beberapa faktor predisposisi yang berperan
dalam timbulnya penyakit SLE:
1. Faktor Genetik
2.Faktor Imunologi
Pada SLE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun, yaitu :
a. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen Presenting Cell)
akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus, beberapa reseptor yang
berada dipermukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya sehingga
pengalihan infomasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan reseptor yang telah
berubah di permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari sel T.
b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B akan teraktifasi
menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki reseptor untuk autoantigen dan memberikan
respon autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis sehingga menyebabkan
produksi immunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal.
c. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti substrat antibodi
yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk
memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi autoantibodi,
dan kompleks imun lebih mudah mengendap di jaringan.
3.Faktor Hormonal
4.Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang bereaksi dalam tubuh
dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor lingkungan tersebut terdiri dari:
a. Infeksi virus dan bakter
b. Paparan sinar ultra violet
c. Stres
d.Obat-obatan .

C . MANIFESTASI KLINIS
1. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita
artritis.Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan
tangandan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab
darinyeri di daerah tersebut.
2. Kulit
Kulit Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung.
Ruam inbiasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar
bisa timbul dibagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.
3. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-sel ginjal,
tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya
bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan
4. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan adalah
disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian manapun dari
otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit
kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
5. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan darah di
dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit
berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa
menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.
6. Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun
miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut.
7. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunan
cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada
dan sesak nafas
D. KLASIFIKASI
Ada tiga jenis lupus, yaitu :

1. Lupus Eritematosus Sistemik (LES), dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus otak, lupus
paru-paru, lupus pembuluh darah jari-Jari tangan atau kaki, lupus kulit, lupus ginjal, lupus
jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan lain-lain.
2. Lupus Diskoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit. Termasuk
paling banyak menyerang.

3. Lupus Obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan sembuh sendiri dengan
memberhentikan obat terkait. Umumnya berkaitan dengan pemakaian obat hydralazine (obat
hipertensi) dan procainamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur)

E. KOMPLIKASI
Lupus mungkin terlihat sebagai penyakit yang biasa terjadi pada kulit. Namun jika tidak
segera ditangani, lupus bisa menjadi momok bagi kehidupan Anda. Berikut ini adalah beberapa
komplikasi yang bisa terjadi jika penyakit lupus tidak ditangani dengan cepat dan tepat:
1. Penyakit ginjal
Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah Anda divonis mengidap
lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi cairan pada tubuh Anda sudah tidak normal. Ada
yang salah pada ginjal Anda. Pada kasus yang lebih parah, gejalanya sampai urin bercampur
darah hingga pasien mengalami gagal ginjal.
2. Penyakit jantung
Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus adalah terjadinya infeksi
pada selaput pembungkus jantung, penebalan pembuluh darah, dan melemahnya otot-otot
jantung.
3. Penyakit paru-paru
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput pembungkus paru-paru. Jika
ini terjadi maka pasien akan merasakan sakit saat bernapas hingga batuk berdarah.
4. Gangguan peredaran darah darah
Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak ditemukan gejala yang dapat
dideteksi secara langsung. Gangguannya antara lain seperti terganggunya distribusi oksigen
dalam darah atau berkurangnya produksi sel darah putih, dan anemia.
5. Gangguan saraf dan menta
Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat lupa, sakit kepala yang
sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu gelisah. Hal ini dikarenakan penyakit lupus lama-
kelamaan akan melemahkan kerja saraf dan menyebabkan stres pada pasien.
F. PEMERIKSAAN DIASNOTIK
Menurut Perhimpunan Reumatologi Indonesia dan Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam
Indonesia (2011), selain terpenuhinya minimal 4 dari 11 kriteria pasien dengan SLE menurut
ACR, berikut pemeriksaan yang harus dilakukan dalam penegakan diagnosis SLE, diantaranya
adalah:
 Pemeriksaan Imunologi
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA
generic (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan
tanda dan gejala mengarah pada SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif
sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang
mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya 8 infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit
autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD), artritis rematoid, tiroiditis
autoimun), keganasan atau pada orang normal.
 Pemeriksaan Darah Lengkap
Menurut ARA (2004), pemeriksaan DL bertujuan untuk melihat kadar hemoglobin,
trombosit, serta leukosit dalam darah. Pada pasien dengan SLE kemungkinan pemeriksaan darah
lengkap menunjukkan hasil sebagai berikut:
1) Anemia hemolitik
2) Leukosit <4.000/ mm
3) Limfosit < 1.500/mm
4) Trombosit < 100.000/ mm
 Pemeriksaan Urine Lengkap
Pada pasien dengan SLE kemungkinan pemeriksaan UL menunjukkan hasil sebagai
berikut:
1) Proteinuria> 0,5 gr/24 jam
2) Hematuria

G. PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:
 Kelompok ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan
sakit Kepala. Penatalaksanaan untuk SLE derajat Ringan;
a) Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis, perikarditis) hanya
memerlukan sedikit pengobatan.
b) Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-steroid
c) Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
d) Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria (hydroxycloroquine)
e) Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
f) Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan
g) Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat bepergian
menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata.
 Kelompok berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia,
lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.
Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat;
a) Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik, penyakit
jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu
ditangani oleh ahlinya
b) Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai kelainan organ
sasaran yang terkena.
c) Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa diberikan obat
penekan sistem kekebalan
d) Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan sel) pada
penderita yang tidak memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung
kepada kortikosteroid dosis tinggi . (Price & Wilson, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Lahita RG, Tsokos G, Buyon JP, and Koike T. Systemic Lupus Erythematosus. 4th
edition. London: Academic Press; 2004.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Agung
Waluyo.Jakarta : EGC
Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia: Jakarta
Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Alih bahasa brahm. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai