Anda di halaman 1dari 22

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Dasar Teori

2.1.1. Pembentukan Endapan Emas Epitermal (Genesa)

(Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008) berpendapat bahwa endapan


epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem hidrotermal yang
terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur vulkanik yang
dekat dengan permukaan. Penggolongan tersebut berdasarkan temperatur (T),
tekanan (P) dan kondisi geologi yang dicirikan oleh kandungan mineralnya.
Secara lebih detailnya endapan epitermal terbentuk pada kedalaman dangkal
hingga 1000 meter dibawah permukaan dengan temperatur relatif rendah (50-
200)0C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dari cairan meteorik dominan
yang agak asin (Pirajno, 1992).
Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas
karena jarang terjadi. Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau
berupa fissure vein. Sedangkan struktur khasnya adalah berupa struktur
pembungkusan (cockade structure). Asosiasi pada endapan ini berupa mineral
emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral penyertanya berupa mineral kalsit,
mineral zeolit dan mineral kwarsa.
Endapan Epitermal sendiri memiliki dua tipe utama yaitu low sulphidation
dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia
fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.

a) Low Sulphidation
Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Rendah / Tipe Adularia-Serisit (
Epithermal Low Sulfidation) dapat dikategorikan sebagai berikut :

5
1. Tinjauan Umum
Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan
hidrotermal yang bersifat netral dan mengisi celah-celah batuan.
Tipe ini berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia, karbonat,
serisit pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan
perak dan emas relatif tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh
terbentuknya elektrum, perak sulfida, garam sulfat, dan logam
dasar sulfida. Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi
rendah adalah andesit alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara
genesa sistem epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan
vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh struktur-struktur
pergeseran (dilatational jog).
2. Genesa dan Karakteristik
Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui
larutan sisa magma yang berpindah jauh dari sumbernya kemudian
bercampur dengan air meteorik di dekat permukaan dan
membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem
boiling sebagai mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih.
Proses boiling disertai pelepasan unsur gas merupakan proses
utama untuk pengendapan emas sebagai respon atas turunnya
tekanan. Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur
“crusstiform banding” dari silika dalam urat kuarsa. Pembentukan
jebakan urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan
tekanan secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk
memungkinkan proses boiling. Sistem ini terbentuk pada tektonik
lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk., 1996
dalam Pirajno, 1992).
Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam
larutan dan salinitas. Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase
uap mengakibatkan kenaikan pH, sehingga terjadi perubahan
stabilitas mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2
menyebabkan terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai

5
adularia dan bladed calcite sebagai mineral pengotor (gangue
minerals) pada urat bijih sistem sulfidasi rendah.
Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan
alterasi kuarsa–adularia, karbonat dan serisit pada lingkungan
sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah variasinya
bersifat alkali hingga netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-
6 wt)% NaCl, mengandung CO2 dan 21
CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya dalam
bentuk H2S dan sulfida kompleks dengan temperatur sedang
(150°-300° C) dan didominasi oleh air permukaan.
Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi
rendah adalah andesit alkali, riodasit, dasit, riolit ataupun batuan –
batuan alkali. Riolit sering hadir pada sistem sulfidasi rendah
dengan variasi jenis silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan
didominasi oleh urat-urat kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open
space), tersebar (disseminated), dan umumnya terdiri dari urat-urat
breksi (Hedenquist dkk., 1996). Struktur yang berkembang pada
sistem sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat breksi,
tekstur colloform, dan sedikit vuggy (Corbett dan Leach, 1996),
3. Interaksi Fluida
Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem
geotermal yang didominasi oleh air klorit dengan pH netral dan
terdapat kontribusi dominan dari sirkulasi air meteorik yang dalam
dan mengandung CO2, NaCl, and H2S.

b) High Epithermal
Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Tinggi (Epithermal High
Sulfidation) atau Acid Sulfate dapat dikategorikan sebagai berikut
1. Tinjauan Umum
Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock
berupa batuan vulkanik bersifat asam hingga intermediet dengan
kontrol struktur berupa sesar secara regional atau intrusi
subvulkanik, kedalaman formasi batuan sekitar 500-2000 meter

6
dan temperatur 1000C-3200C. Endapan Epitermal High Sulfidation
terbentuk oleh sistem dari fluida hidrotermal yang berasal dari
intrusi magmatik yang cukup dalam, fluida ini bergerak secara
vertikal dan horizontal menembus rekahan-rekahan pada batuan
dengan suhu yang relatif tinggi (200-3000C), fluida ini didominasi
oleh fluida magmatik dengan kandungan acidic yang tinggi yaitu
berupa HCl, SO2, H2S (Pirajno, 1992).
2. Genesa dan Karakteristik
Endapan epitermal high sulfidation terbentuk dari reaksi batuan
induk dengan fluida magma asam yang panas, yang menghasilkan
suatu karakteristik zona alterasi (ubahan) yang akhirnya
membentuk endapan Au+Cu+Ag. Sistem bijih menunjukkan
kontrol permeabilitas yang tergantung oleh faktor litologi, struktur,
alterasi di batuan samping, mineralogi bijih dan kedalaman
formasi. High sulphidation berhubungan dengan pH asam, timbul
dari bercampurnya fluida yang mendekati pH asam dengan larutan
sisa magma yang bersifat encer sebagai hasil dari diferensiasi
magma, di kedalaman yang dekat dengan tipe endapan porfiri dan
dicirikan oleh jenis sulfur yang dioksidasi menjadi SO.
3. Interaksi Fluida
Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem
magmatic-hydrothermal yang didominasi oleh fluida hidrothermal
yang asam, dimana terdapat fluks larutan magmatik dan vapor
yang mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2, dengan
variabel input dari air meteorik lokal.

2.1.2. Tambang Bawah Tanah (Underground Mining)

Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining) adalah


metode penambangan yang segala kegiatan atau aktivitas penambangannya
dilakukan di bawah permukaan bumi, dan tempat kerjanya tidak langsung
berhubungan dengan udara luar.

7
Tambang bawah tanah mengacu pada metode pengambilan bahan mineral
yang dilakukan dengan membuat terowongan menuju lokasi mineral
tersebut.Berbagai macam logam bisa diambil melalui metode ini seperti emas,
tembaga, seng, nikel, dan timbal.
Karena letak cadangan yang umumnya berada jauh dibawah tanah, jalan
masuk perlu dibuat untuk mencapai lokasi cadangan. Jalan masuk dapat
dibedakan menjadi beberapa:
a) Ramp adalah jalan masuk ini berbentuk spiral atau melingkar mulai dari
permukaan tanah menuju kedalaman yang dimaksud. Ramp biasanya
digunakan untuk jalan kendaraan atau alat - alat berat menuju dan dari
bawah tanah.
b) Shaft adalah lubang tegak (vertikal) yang digali dari permukaan menuju
cadangan mineral. Shaft ini kemudian dipasangi semacam lift yang dapat
difungsikan mengangkut orang, alat, atau bijih.
c) Adit adalah terowongan mendatar (horizontal) yang umumnya dibuat disisi
bukit atau pegunungan menuju ke lokasi bijih.
Ada dua tahap utama dalam metode tambang bawah tanah yaitu
development (pengembangan) dan production (produksi).Pada tahap development,
semua yang digali adalah batuan tak berharga.Tahap development termasuk
pembuatan jalan masuk dan penggalian fasilitas-fasilitas bawah tanah lain.
Sedangkan tahap production adalah pekerjaan menggali sumber bijih itu sendiri.
Tempat bijih digali disebut stope (lombong).

8
Sumber : H.Hamrin, Guide to Underground Mining Methods and
Applications (Stockholm : Atlas Copco, 1997)
Gambar 2.1. Tambang Bawah Tanah

2.1.3. Metoda Cut and Fill

Cut and fill merupakan suatu cara penambangan yang menggali bagian demi
bagian. Sebelum pengalian berikutnya dilakukan maka dilakukan penggisian
material dari luar. Metode ini menggunakan material pengisi (filling material)
disamping penyanggaan yang teratur. Keduanya membutuhkan biaya yang tinggi,
oleh sebab itu cara penambangan ini menjadi mahal dan hanya endapan-endapan
bijih yang bernilai tinggi saja yang dapat ditambang dengan cara ini. Fungsi
material pengisi :
a) Tempat berpijak dalam melakukan pemboran dan persiapan peledakan.

9
b) Untuk penyangga batuan samping di tempat-tempat yang bijihnya sudah
diambil.
c) Untuk menghindari terjadinya amblesan (surface subsidence).

Sumber :http://www.michanarchy.com
Gambar 2.2. Metoda Cut and Fill

Syarat Penambangan Cut and Fill adalah metode ini cocok untuk endapan-
endapan bijih yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a) Kekuatan bijih kuat dan keras tetapi di bagian tengah-tengahnya ada yang
kurang kompak dan kadang-kadang memerlukan temporary support.
b) Kekuatan batuan samping agak lemah atau kurang kompak.
c) Bentuk endapan bijih tabular atau cebakan deposit dan batasnya kurang
teratur atau banyak batuan kosong (barren rock) di antara endapan
bijihnya.
d) Kemiringan endapan 35o - 90o untuk yang berbentuk vein.
e) Ukuran endapan 4 - 40 m, tetapi yang umumnya adalah 10 - 12 m.
f) Kadar bijih nilainya tinggi.
g) Kedalamannya dangkal atau dalam.
Pada kebanyakan cut and fill stopping, kemajuan penambangan dilakukan
naik sepanjang badan bijih miring. Kemajuan penambangan dilakukan didalam
suatu siklus yang meliputi tahapan aktivitas sebagai berikut :
a) Pemboran dan peledakan untuk batuan berlapis dengan ketebalan 3 m
dilakukan pada atap stope.

10
b) Scalling dan penyanggaan meliputi pemindahan loose material dari atap
dan dinding stope serta cara penempatan penyanggaan.
c) Pemuatan dan pengangkutan bijih, dimana bijih secara mekanis
dipindahkan dari dalam stopeke ore pass, kemudian jatuh ke jalan
pengangkutan oleh gravitasi.
d) Pengisian kembali (back filling) stope yang telah kosong diisi kembali
dengan material filling.

Kelebihan metode penambangan cut and fill ini antara lain :


1. Termasuk metode yang luwes, karena metode ini bisa menambang
endapan-endapan yang tidak teratur bentuknya, diubah ke metode
penambangan yang lain tidak begitu sulit, memungkinkan untuk
dilakukannya selective mining, walaupun terbatas.
2. Akibat dari sifat metode ini maka dapat diusahakan mining recovery yang
tinggi.
3. Dari front atau lombong dapat sekaligus dilakukan prospecting dan
eksplorasi.
4. Batuan samping yang secara tidak sengaja pecah dapat dipakai sebagai
filling material sehingga tidak perlu diangkut ke luar tambang.
5. Karena memakai material pengisi maka penyangga kayu bisa dikurangi,
surface subsidencedapat dicegah, kemungkinan kebakaran dan
pembusukkan juga berkurang.
6. Penambangan bisa dilakukan di beberapa lombong sekaligus sehingga
produksi bisa diatur besar kecilnya.
Kekurangan metode penambangan cut and fill antara lain :
1. Selain harus menambang bijihnya, juga harus mengurus material pengisi
sehingga diperlukan lebih banyak karyawan terutama jika material pengisi
harus diambil lebih jauh.
2. Untuk bentuk endapan bijih yang tidak teratur, maka batuan samping
harus sering digali.
3. Setiap kali akan dilakukan peledakan, maka harus mempersiapkan alat
untuk memisahkan material pengisinya dari bijih, berarti ada ongkos
tambahan.

11
4. Ongkos penambangannya mahal, Jadi hanya endapan bijih dengan nilai
tinggi bisa ditambang dengan metode ini.
5. Endapan bijih yang tipis tetapi perlu penambangan yang lebar untuk
mendapatkan ruang kerja yang leluasa dan enak. Jika ditambang selebar
ore body tidak mungkin jadi terpaksa diperlebar dengan konsekuensi
country rock harus diambil lebih dulu, batuan samping diambil sebagian
untuk filling dan sebagian dibuang.

2.1.4. Cadangan (Reserve)

1. Cadangan tereka/terduga/terkira (inferred / prossible raserve)


Perhitungannya hanya didasarkan pada data dan informasi geologi serta
percontoh dari singkapan yang ada ; kesalahan perhitungan berkisar 40% -
60%.
2. Cadangan terunjuk/terindikasi (indicated / probable reserve)
Perhitungannya kecuali didasarkan pada data dan informasi yang lebih
rinci juga dilengkapi dengan data pengeboran ini geologi yang jaraknya
kurang rapat (>50 m untuk endapan bijih,> 250 m.
3. Cadangan terukur/teruji (measured / proven reserve)
Perhitungannya dapat diperoleh berdasarkan data pemercontohan untuk
sistematis dari pengeboran inti yang rapat (25 – 50 m untuk endapan bijih;
100 – 250 m untuk endapan batubara); kesalahannya maksimum 20%.
4. Cadangan tertambang (mineable reserve), yaitu cadangan terukur yang
dapat ditambang secara ekonomis. Satuannya m3 atau ton.
5. Cadangan terperoleh (recoverable reserve) adalah cadangan tertambang
sesudah dikurangi kehilangan (losses) atau produksi tambang yang dapat
dijual, satuannya m3 atau ton.

2.1.5. Perhitungan Cadangan

Prinsip umum dalam penaksiran cadangan adalah bagaimana mendapatkan


suatu nilai pengganti terbaik dari sejumlah perconto yang diambil dari suatu
badan bijih. Secara lebih spesifik kita ingin menaksir kadar pada suatu lokasi

12
dimana tidak memiliki data dengan menggunakan sejumlah perconto yang
letaknya dekat dengan lokasi terbentuk.
Dalam menaksir suatu sumberdaya / cadangan mineral, diperlukan suatu
persyaratan penaksiran datalapangan melihat pentingnyabahwa semua keputusan
teknis sangat tergantung pada data lapangan merupakan salahsatu tugas penting
dan mempunyai tanggung jawab yang beratdalam evaluasi sumberdaya(resource).
Model data yang kita buat adalah pendekatan dari realitas, berdasarkan data
atau informasi yang didapatkan di lapangan.Beberapa faktor yang menentukan
dalam perhitungan cadangan yaitu ;
1. Luas dan Ketebalan,
2. Kualitas dari pada Bahan Galian,
3. Berat Jenis
4. Sebaran Bahan Galian (EndapanMineral).
Untuk menghitung volume cadangan maka didapat dengan mengalikan
antara luas blok dengan ketebalan yang mengandung bijih pada data log bor
tersebut.
V= L x t
Keterangan :
V= Volume (m3)
L= Luas (m2)
t = Tebal (m)
Sedangkan menghitung tonase cadangan diperoleh dari hasil kali volume
blok dengan density insitu.
T=Vxρ
Keterangan :
T= Tonase (ton)
V= Volume (m3)
Ρ= Density (ton/m3)

2.1.6. Jumlah Cadangan Bijih

Dari data hasil pemboran dan eksplorasi, dapat diketahui jumlah cadangan
bijih yang dapat ditambang (mineable). Dari jumlah bijih hasil perhitungan

13
cadangan tersebut terdapat standar pengurangan yang digunakan oleh perusahaan
sehingga diperoleh mining recovery.

Standar pengurangan tersebut dapat berupa :


1. Geologi Faktor
2. Mining Losses
3. Dilution

2.1.7. Perancangan Tambang (Mine Design)

Rancangan (design) adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan criteria


teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan serta
urutan teknis pelaksanaannya. DiIndustri pertambangan juga dikenal rancangan
tambang (minedesign) yang mencakup pula kegiatan - kegiatan seperti yang ada
pada perencanaan tambang, tetapi semua data dan informasinya sudah rinci. Pada
umumnyaada dua tingkat rancangan,yaitu:
1) Rancangan konsep (conceptual design), yaitu suatu rancangan awal atau
titik tolak rancangan yang dibuat atas dasar analisis dan perhitungan secara
garis besar dan baru dipandang dari beberapa segi yang terpenting,
kemudian akan dikembangkan agar sesuai dengan keadaan (condition)
nyata di lapangan.
2) Rancangan rekayasa atau reka cipta (engineering design), adalah suatu
rancangan lanjutan dari rancangan konsep yang disusun dengan rinci dan
lengkap berdasarkan data dan informasi hasil penelitian laboratorium serta
literatur dilengkapi dengan hasil-hasil pemeriksaan keadaan lapangan.
Rancangan konsep pada umumnya digunakan untuk perhitungan teknis dan
penentuan urutan kegiatan sampai tahap studi kelayakan (feasibility study),
sedangkan rancangan rekayasa (reka cipta) di pakai sebagai dasar acuan atau
pegangan dari pelaksanaan kegiatan sebenarnya di lapangan yang meliputi
rancangan batas akhir tambang, tahapan penambangan (mining stages/mining
phases pushback), penjadwalan produksi dan material buangan

14
(waste).Rancangan rekayasa tersebut biasanya juga diperjelas menjadi rancangan
bulanan, mingguan dan harian.

2.1.8. Klasifikasi Massa Batuan (Rock Mass Classification)

Klasifikasi massa batuan sangatlah cocok untuk mewakili karakteristik


massa batuan karena terdiri atas beberapa parameter diantaranya yaitu derajat
pelapukan massa batuan dan sifat bidang lemah. Hal tersebut terdapat sistem
klasifikasi massa batuan yang dapat merancang kemantapan lereng yang sama
halnya dengan kemantapan terowongan yang diantaranya yaitu adalah :
1) Rock Mass Rating (RMR), Bieniawski (1976, & 1989)
2) Rock Structure Rating (RSR), Wickham et al (1972)
3) Rock Tunneling Quality Index (Q – System), Barton et al, (1974)
Dalam pengklasifikasian massa batuan sering digunakan lebih dari satu
parameter yang tergantung pada kebutuhan yang diinginkan namun semakin
banyak parameter yang dipakai maka semakin baik pula analisis.\

2.1.9. Geometri Lubang Bukaan

Terowongan adalah lubang bukaan mendatar atau sedikit miring yang dibuat
di bawah tanah, gunung, sungai, laut, daerah industri, bahkan pemukiman padat
penduduk.Ada dua tujuan utama manusia membuat terowongan.Terowongan yang
dibuat untuk mengambil bahan galian dibawah tanah, dikenal dengan terowongan
tambang.
Konsep perancangan lubang bukaan adalah sesuatu hal yang relative
baru.Konsep ini berbeda dengan konsep perancangan struktur pada teknik sipil
pada umumnya.Metoda pelaksanaan memegang perenan yang sangat besar dalam
konsep rancangan terowongan.
Berbagai macam metoda pembuatan lubang bukaan pada batuan maupun
tanah telah dikembangkan oleh manusia.Metoda-metoda tersebut memiliki
karateristik masing-masing, baik itu kelebihan maupun kekurangan. Ada beberapa
metoda pembuatan lubang bukaan dengan cara penggalian yaitu :
1) Metoda Full Face

15
Merupakan metoda dimana seluruh penampang terowongan digali secara
bersamaan.Metoda ini sangat cocok untuk terowongan dengan penampang
melintag kecil hingga terowongan dengan diameter 3 meter.
Keuntungan dari metoda ini, yaitu :
a) Dengan menggali seluruh penampang lubang bukaan, maka dapat
mempercepat pekerjaan.
b) Lintasan untuk pembuangan hasil peledakan dapat langsung
dipasang bersamaan pada saat proses penggalian berikutnya.
c) Proses tunneling dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Kerugian dari metoda ini, yaitu :
a) Membutuhkan alat-alat mekanis dalam jumlah besar.
b) Tidak dapat digunakan pada kondisi batuan atau tanah yang tidak
stabil.
c) Terbatas untuk terowongan yang memiliki lintasan pendek.
2) Metoda Heading dan Bench
Metoda Heading dan Bench merupakan cara penggalian, dimana bagian
atas penampang terowongan digali terlebih dahulu sebelum bagian bawah
penampangnya. Setelah penggalian bagian ata mencapai panjang 3-5 meter
(heading), penyangga bawah penampang dikerjakan (bench cut) sampai
membentuk penampang terowongan yang diinginkan. Proses ini diulangi
sampai seluruh lintasan terowongan tercapai.
Keuntungan metoda ini, yaitu :
a) Memungkinkan pengerjaan pengeboran dan pembuangan sisa
peledakan dilakukan secara simultan.
b) Metoda ini efektif untuk terowongan berukuran penampang besar
dengan lintasan yang reltif panjang.
c) Metoda ini dapat diterapkan pada setiap kondisi batuan.
Kerugian metoda ini, yaitu :
Waktu pengerjaan relatif lebih lama jika dibandingkan dengan metoda full
face.
3) Metoda drift
a) Top Drift

16
Banyak digunakan pada penggalian endapan di suatu
tambang.Metoda ini tidak jauh berbeda dengan metoda heading
dan bench.
b) Bottom Drift
Metoda ini dimulai dengan membuka bagian bawah
penampang.Pembukaan lubang-lubang bahan peledak untuk
membuka bagian atas penampang dilakukan dengan membor dari
bottom draft vertical atas.

2.1.10. Pillar

Pada tambang bawah tanah pillar dapat digunakan sebagai penyangga


permanen atau dapat diambil untuk meningkatkan nilai dari mining recovery.
Bentuk-bentuk pillar ada beberapa macam, yaitu :
a) Pillar diantara draw point yang dibuat diatas level tempat
transportasi.
b) Floor atau craw pillar pada bagian atas dari lubang bukaan.
c) Rib pillar yang memisahkan ruang-ruangan penambangan.

2.1.11. Concrete

Beton (concrete) adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu–batuan


yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton (concrete) dibentuk dari agregat
campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Singkatnya dapat
dikatakan pasta bahwa semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu
kerikil,basalt dan sebagainya).

Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen portlan , yang terdiri
dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air. Beton digunakan
untuk membuat perkerasan jalan, struktur bangunan, pondasi, jalan, jembatan
penyeberangan, struktur parkiran, dasar untuk pagar atau gerbang, dan semen
dalam beton atau tembok blok.

17
Dalam perkembangannya banyak ditemukan beton baru hasil modifikasi,
seperti beton ringan, beton semprot, beton fiber, beton berkekuatan tinggi, beton
berkekuatan sangat tinggi, beton mampat sendiri (selfcompacted concrete).
Kemajuan teknologi beton yang dikembangkan untuk menanggulangi
kekurangan yang dimiliki beton normal disebut dengan beton special.Beton
special biasanya terbuat dari campuran semen Portland dan agregat alami dan
dibuat secara konvensional.

2.1.12. Shotcrete

Shotcrete atau gunite pertama kali ditemukan oleh Carl Ethan Akeley (1864-
1926) pada tahun 1910. Arsitek Amerika ini telah terinspirasi untuk mewujudkan
reproduksi yang nyata dari dinosaurus untuk sebuah taman wisata. Mengingat
ukuran struktur yang cukup besar, ia mempunyai ide untuk mengembangkan
"cement gun" mesin yang memungkinkan penyemprotan dari cementitious mortar,
ide awal ini menyebabkan munculnya istilah shotcrete.
Sistem penyemprotan shotcrete ada 2 yaitu wet mix dan dry mix. Pada
awalnya alat shotcrete adalah sistem dry mix, seiring dengan perkembangannya
muncul sistem wet mix. Shotcrete terutama digunakan dalam proyek konstruksi
bawah tanah sebagai perkuatan struktural awal ataupun permanen untuk bangunan
struktur seperti jalan bawah tanah, terowongan kereta api, pembangkit listrik
tenaga air (PLTA), tambang bawah tanah, kereta bawah tanah, dll. Namun
shotcrete juga dapat digunakan untuk stabilisasi lereng mencegah supaya tidak
longsor , kolam renang, saluran air, perbaikan beton, inner lining arsitektur dan
struktur. Kira-kira 90% dari shotcrete diterapkan di dalam proyek-proyek
konstruksi bawah tanah.
Komponen campuran shotcrete terdiri atas semen, pasir, agregat, air, dan
tambahan admixtures. Perbedaan shotcrete dengan beton normal dapat dilihat dari
3 hal, yaitu :
1) Ukuran agregat maksimum yang digunakan.
2) Proses pelaksanaannya.
3) Campuran dari shotcrete bisa kering atau basah.

18
Dalam pelaksanaannya, shotcrete harus memerlukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Material beton.
2) Wire mesh.
3) Accelerator Admixture.
4) Superplasticizer Admixture.
5) Silica Fume/ Microsilica .
6) Steel Fiber (Optional).
7) Pipa PVC untuk drain.

2.1.13. Filling

Filling adalah proses pengisan material pada bekas lubang bukaan. Fungsi
dari filling yaitu:
a) Untuk menjaga wall rock agar tidak runtuh.
b) Tetapi bila ore body tidak sedemikan homogendan juga tidak begitu kuat
maka temporary timber kita pakai di dalam tambang sampai satu jalur
lapisan dimana bagian tersebut selesai di tambang.
c) Berhubung biaya filling cukup mahal, maka bijih harus yang lebih high
grade dibandingkan dengan penambangan.

2.1.14. Penjadwalan Produksi

Penjadwalan alat atau produksi adalah melakukan simulasi penambangan


berdasarkan rencana waktu dan parameter alat .Data yang dibutuhkan seperti :
Model dan kualitas, topo dan desain pit, OPD, reserve database, kalender,
parameter alat (PA, UA & Productivity)
Penjadwalan alat yaitu pengaturan tentang :
1) Macam alat yang akan dipakai
2) Jumlah setiap jenis alat yang akan dipakai
3) Berapa jam setiap harinya alat tersebut diterapkan pada pekerjaan
pemindahan tanah mekanis

19
Suatu penjadwalan produksi tambang menyatakan, dalam periode waktu
(misalnya tahun), ton nikel, kualitas dan pemindahan material total yang akan
dihasilkan oleh tambang tersebut.

2.2. Akuisisi Data

2.2.1. Data Primer

Dalam penelitian ini akan diambil data primer yang berupa :


1. Cycle time LHD
2. Cycle time MT

2.2.2. Data Sekunder

Dalam penelitian ini akan diambil data sekunder yang berupa :


1. Topografi daerah
2. Patahan
3. Blok model / Kringging Cikoneng
4. Data RKAP 2015
5. Data avability alat Januari 2015 – April 2015
6. Laporan volume alat
7. Spesifikasi alat
8. Data kemajuan lubang bukaan
9. Rekomendasi sill pillar dari Geotek
10. Peta

2.3. Prosedur Pengambilan Data

2.3.1. Observasi Lapangan

Penelitian langsung dilapangan meliputi orientasi lapangan bersama


karyawan perusahaan untuk langkah awal penelitian, penentuan titik pengamatan
dan observasi terhadap permasalahan dilakukan dengan cara mengamati secara
langsung ke lokasi penambangan emas.
Pengambilan data setelah penelitian langsung di lapangan selesai
dilaksanakan.Data yang diambil berupa data primer dan sekunder. Data primer

20
adalah data yang diambil langsung dari pengamatan dilapangan seperti
pengambilan data cycle time dari alat. sedang kan data sekunder adalah data yang
diambil dari literature atau laporan perusahaan, seperti laporan kondisi aviability
alat, data peta situasi kemajuan tambang.

2.4. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dengan melakukan perhitungan secara


teoritis.Selanjutnya direalisasikan dalam bentuk rencana tambang jangka pendek
dan pertimbangan kajian teknis dan ekonomis yang dibutuhkan.

2.4.1. Metode Analitik

Perhitungan Produktivitas Alat.


Menurut Yanto Indonesianto (2005), produktivitas alat gali muat dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Keterangan:
Q = Produktivitas alat muat, bcm/jam atau ton/jam untuk batubara
Kb = Kapasitas bucket specs alat
Ff = Fill factor (faktor koreksi pengisian bucket)
Sf = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat muat/excavator, detik

Sedangkan produktivitas alat angkut dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut:

Keterangan:
Q = Produktivitas alat angkut, bcm/jam atau ton/jam

21
n = Frekuensi pengisian truck
Kb = Kapasitas bucket specs alat
Ff = Fill factor (faktor koreksi pengisian bucket)
Sf = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat angkut/dump truck,
a) Kebutuhan alat

b) Match Factor
Match Factor merupakan angka yang menentukan keserasian antara alat
muat dan alat angkut.

Keterangan :
Na = jumlah alat angkut
Nm = jumlah alat muat
Cta = waktu edar (cycle time) alat angkut
Ctm = waktu edar (cycle time) alat muat
Jika MF < 1 maka Nm > Na ( alat angkut perlu ditambahi )
Jika MF = 1 maka Serasi
Jika MF > 1 maka Na > Nm ( alat angkut perlu dikurangi )
Untuk menghitung match factor diperlukan data-data cycle time alat muat
dan alat angkut.
c) Parameter efektifitas penggunaan alat tambang mekanis.
1) Mechanical Availability (MA) atau Availability Index Percent.

22
Mechanical Availability (MA) adalah angka yang menunjukan
tingkat suatu alat dapat bekerja dengan memperhitungkan
kehilangan waktu karena alasan-alasan mekanis seperti perawatan
atau reparasi mesin, penggantian suku cadang (spare part) dan lain-
lain. Kesiapan mekanis merupakan suatu cara untuk mengetahui
kondisi mekanis yang sesungguhnya dari alat yang sedang
dipergunakan
Persamaan untuk Mechanical Availability adalah sebagai berikut
(Yanto.Indonesianto, 2005) :

Keterangan :

W = Jumlah jam kerja alat (hours worked)

R = Jumlah jam untuk perbaikan (repair hours) karena


kerusakan alat di luar jam service yang telah ditentukan

Dengan angka kesiapan mekanis dapat diperkirakan kemampuan


(performance) dari alat untuk masa mendatang.Bila kesiapan
mekanis suatu alat rendah, maka sebaiknya alat tersebut digunakan
untuk pekerjaan ringan atau sebagai cadangan apabila alat yang
lain rusak.
W (hours worked) didefinisikan sebagai waktu yang dibebankan
untuk seorang operator pada suatu alat yang ada dalam kondisi
yang dapat dioperasikan. Waktu ini biasanya diambil maksimum 8
jam per shift dan meliputi setiap ”delay time” yang ada, termasuk
dalam ”delay time” adalah waktu-waktu untuk pulang pergi ke
front kerja, pindah tempat dan pengisian bahan bakar.
R (repair time) didefinisikan sebagai waktu untuk perbaikan dan
waktu menunggu suku cadang serta waktu perawatan.

23
2) Physical Availability (PA)
Physical Availability (PA) adalah angka yang menunjukan
kesiapan kerja dari suatu alat dapat bekerja dengan
memeperhitungkan kehilangan waktu karena antrian, kerusakan
jalan dan lain-lain.
Dengan angka kesiapan fisik dapat diketahui kemampuan alat
tersebut dalam sejumlah waktu tertentu.Walaupun suatu alat telah
siap sedia secara mekanis untuk bekerja, tetapi karena adanya hal-
hal tertentu alat tersebut tidak dapat bekerja secara optimal.
Kesiapan fisik merupakan suku catatan mengenai keadaan fisik
dari alat yang sedang digunakan dengan persamaan sebagai berikut
(Indonesianto, 2005):

Keterangan :

S = stand by hours merupakan jumlah jam suatu alat yang


tidak dapat dipergunakan padahal alat tersebut tidak rusak
dan dalam keadaan siap beroperasi. Contoh : waktu tunggu
order, hujan, perawatan front, sistem W + R + S = schedule
hours merupakan jumlah seluruh jam jalan dimana alat
dijadwalkan untuk beroperasi.

Physical availability percent (PA) pada umumnya selalu


lebih besar daripada Mechanical Availability (MA).Tingkat
efeisiensi dari operasi naik jika harga PA mendekati MA.
3) Use of Availability (UA)
Menunjukan persentase waktu kerja efektif yang digunakan oleh
suatu alat untuk operasi pada saat alat itu siap beroperasi.
Persamaannya adalah (Indonesianto, 2005):

24
4) Effective Utilization (EU)
Menunjukan persentase dari seluruh waktu kerja yang tersedia
dapat dimanfaatkan secara produktif. Persamaannya adalah
(Indonesianto, 2005):

Keterangan :
T = (W + R + S) = Total hour availability atau jumlah jam kerja
yang tersedia
S + R = Lost Time ( S = Standby Time; R = Repair Time

2.5 Analisis Data

Hasil pengolahan data tersebut dilakukan analisis untuk perancangan


tambang yang sesuai dengan kriteria kelayakan suatu tambang dengan
pertimbangan-pertimbangan yang sudah dikaji dalam bidang teknis dan ekonomis.

25

Anda mungkin juga menyukai