Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diwahyukan kepada manusia dengan menggunakan bahasa
yang dipahami oleh manusia. Sosok manusia pilihan yang menjadi sasaran pewahyuan kalam Allah
adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Nabi Muhammad berupaya menjelaskan
kepada umatnya. Upaya ini merupakan konsekuensi dari tugas beliau sebagai Rasul Allah.

Sepeninggal Nabi, umat Islam pada dasarnya mengalami kesulitan dalam memahami kandungan isi
kitab suci Al-Qur’an. Keadaan umat sudah heterogen. Akibatnya Al-Qur’an yang berfungsi sebagai
kitab suci dan sumber petunjuk bagi mereka itu tidak dipahami. Di sinilah perlu adanya penafsiran
baru terhadap Al-Qur’an yaitu tafsir maudhu’i atau tematik yang mengulas dan mengkaji kandungan
makna ayat-ayat dalam Al-Qur’an berdasarkan tema-temanya.

BAB 2

PEMBAHASAN

A. MAKNA TAUFIQ

Kerapkali kita mendengar atau membaca untaian kata taufiq, baik secara lisan maupun secara
tulisan. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri untuk mengupas dan mengulas kandungan makna
taufiq melalui kajian tafsir Al-Qur’an tematik (maudhu’i).

Kata taufiq berasal dari kata wafaqa yang berarti kesesuaian antara dua hal. Dari sini berkembang
maknanya menjadi: kesesuaian antara perbuatan manusia dengan takdir Allah Subhanahu Wa
Ta’ala. Dengan demikian, secara sederhana taufiq bermakna: kesesuaian antara keinginan manusia
dengan kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Contohnya ada orang yang memiliki hajat menikahkan putra-putrinya. Jika hajat tersebut terlaksana
berarti orang tersebut diberi taufiq oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Al-Qur’an sendiri menyebut kata taufiq sebanyak tiga kali. Dalam surat An-Nisa ayat 35 misalnya.
Ketika sepasang suami istri sedang berkonflik yang berpotensi berujung pada perceraian, namun
keduanya memiliki keinginan atau kehendak untuk berdamai melalui seorang mediator, maka Allah
Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan taufiq kepada pasangan suami istri tersebut.

Contoh lainnya dalam surat Hud ayat 87 dan 88 yang menyebutkan tentang usaha Nabi Syu’aib
Alaihis Salam yang menginginkan kebaikan umat beliau melalui ikhtiar semaksimal mungkin.

Apabila ayat-ayat tersebut dicermati, niscaya akan diperoleh kesimpulan bahwa kata taufiq selalu
diawali dengan kata ‘yuridu’ atau kehendak dan ‘ishlah’ atau perbaikan. Temuan ini dapat dimaknai
bahwa tips untuk memperoleh taufiq adalah kita harus memiliki kehendak atau keinginan
memperbaiki problem yang sedang dihadapi.
Contoh praktisnya, apabila kita ingin berhasil dalam suatu pekerjaan, maka kita harus memiliki tekad
(kehendak) yang kuat dan usaha yang terbaik ketika melaksanakan pekerjaan tersebut, sehingga
mengundang datangnya taufiq dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

B. KAITAN MAKNA TAUFIQ SECARA BAHASA DENGAN PENGGUNAANNYA DALAM AL-QUR’AN

Dalam Al-Qur’an kata taufiq disebut sebanyak tiga kali. Berikut ini kaitan maknanya secara bahasa
dengan penggunaannya dalam Al-Qur’an.

1. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 35

2. Al-Qur’an surat Hud 87

3. Al-Qur’an surat Hud 88

Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku
bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (QS. Hud: 88)

Namun banyak disana orang yang salah faham tentang hal ini. Mereka menyangka bahwa
siapa yang diberikan rezki oleh Allah berupa harta, kedudukan, jabatan dan sebagainya dari
perkara dunia menunjukkan bahwa dia telah diberi taufiq oleh Allah. Hal ini tidak benar,
karena perkara dunia adalah pemberian Allah kepada siapa saja yang Dia suka dan yang
tidak Dia suka.
Sedang pendapat yang benar tentang orang yang diberikan taufiq Allah adalah siapa saja
yang diberikan rezki berupa jabatan, kedudukan dan seterusnya kemudian ia pergunakan hal
itu untuk mendapatkan ridha Allah, menolong agama-Nya dan memberikan manfaat kepada
orang lain. Tatkala ia mendapatkan rezki berupa harta, ia belanjakan dalam hal ketaataan
kepada Allah, karena di antara hikmah Allah adalah menguji hamba-Nya dengan harta.
Orang yang mendapatkan taufiq adalah orang yang diberi rezki oleh Allah kemudian
mensyukurinya, sedang orang yang celaka adalah siapa yang diberikan rezki, dia malah
melampaui batas dan kufur dengan nikmat tersebut.
Taufiq Allah kepada hamba bermacam-macam bentuknya. Diantaranya adalah Allah
tampakkan potensi kebaikan pada manusia, kemudian manusia berusaha mendapatkannya,
hingga akhirnya Allah mudahkan jalan mereka dalam mendapatkan kebaikan tersebut.
Sebagaimana Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam hidup selama sepuluh tahun di
tengah kaumnya, menunjukkan dirinya kepada para kabilah supaya mereka memberikan
pertolongan kepada beliau. Namun ternyata tidak ada kabilah yang menolong beliau, hingga
pada akhirnya Allah memberikan taufiq kepada kabilah Anshar untuk menolong beliau,
hingga akhirnya mereka mendapatkan kemuliaan yang besar di dunia dan akhirat. Contoh
taufiq Allah yang lain adalah Allah memberikannya kepada hamba di mana di akhir hayatnya
selalu melakukan amal shalih hingga ia meninggal. Allah tutup hidupnya dengan amal-amal
yang baik tersebut.
Diantara contoh taufiq Allah kepada hamba yang lainnya adalah Allah anggap amal yang
sedikit sebagai amal yang pahalanya besar.
Oleh karena itu, siapapun yang bertaqwa kepada Allah, berusaha memenuhi jiwanya dengan
keikhlasan, berusaha mengenal Allah dan membenarkan Nabi-Nya, kemudian
memperbanyak doa kepada-Nya, maka ia sungguh telah mengambil langkah yang akan
menghantarkannya mendapatkan taufiq Allah.

Kata taufiq terambil dari kata yang bermakna sesuai. Persesuaian antara kehendak Allah dan
kehendak manusia itulah yang dinamai taufiq. Apabila taufiq terlaksana, usaha akan
berhasil. Sementara ulama memahami kata taufiq pada ayat 88 surat Hud dengan arti
keberhasilan. Dengan demikian Nabi Syu

BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai