Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN CEPALO PELVIC DISPROPORTION
DI IGD KEBIDANAN RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH
BANJARMASIN
Tanggal 6 Maret – 11 Maret 2017

Oleh :
Siti Nuur Jannah, S.Kep
NIM 1630913320038

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2017
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Siti Nuur Jannah, S.Kep

NIM : 1630913320038

JUDUL LP : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Cepalo Pelvic


Disproportion di IGD Kebidanan RSUD Dr. H. Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin

Banjarmasin, 6 Maret 2017


Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Noor Fithriyah, S.Kep, Ns Hj. Fauziah, S. Kep., Ns


NIK. 1990.2014.1.176 NIP. 19730323 199703 2 001
CEPALO PELVIC DISPROPORTION

A. Definisi dan Klasifikasi


CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk
dan ukuran panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang
menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu
sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik
disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi
keduanya.
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan
ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri. Secara
anatomi berarti diameter panggulnya berada di bawah angka normal yaitu
dibawah 1 cm, sehingga mengganggu mekanisme persalinan normal.

Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran


kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran
panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal
lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul
sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun
panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan
panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga
terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat,
yaitu:
1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele,
panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan
sendi sakrokoksigea.
3) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
4) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa,
atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
B. Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Wanita
Struktur organ reproduksi wanita meliputi organ reproduksi internal
dan organ reproduksi eksternal. Keduanya saling berhubungan dan tak
terpisahkan. Organ reproduksi internal terdapat di dalam rongga abdomen,
meliputi sepasang ovarium dan saluran reproduksi yang terdiri saluran telur
(oviduct/tuba falopii), rahim (uterus) dan vagina. Organ reproduksi luar
meliputi mons veneris, klitoris, sepasang labium mayora dan sepasang labium
minora.

Gambar 1. Organ Eksterna Wanita


Pada anatomi tulang panggul wanita terdiri dari :
a) Pintu atas panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1,
linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah
jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis,
konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan
jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior
sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap
menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak
antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari
telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis. Konjugata vera yaitu
jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan
mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm.
Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak
antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara
konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

Gambar 2. Diameter pada Pintu Atas Panggul

b) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis
panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat
penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada
distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang
biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil
yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan
garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
c) Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber
isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh
melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau
distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah
distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak
antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

C. Etiologi

Hal-hal yang dapat menyebabkan CPD dapat dibagi sebagai berikut :


1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a) Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
b) Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
c) Panggul sempit picak : semua ukuran kecil walaupun beberapa kasus
ukuran muka belakangnya sedikit lebih besar
d) Panggul corong : pintu atas panggul normal ,pintu bawah panggul
sempit.
e) Panggul belah : symphyse terbuka
2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a) Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul
sempit picak dan lain-lain
b) Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
c) Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
d) Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
e) Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
f) Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit
miring.
3. Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis, luxatio,
atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring. Fraktur
dari tulang panggul dapat menjadi penyebab kelainan panggul.
4. Ukuran janin yang terlalu besar.

D. Manifestasi Klinis

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi


kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan
dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah
panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya. Distosia adalah
persalinan yang sulit ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan.
Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang
panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan pada tulang panggul
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit
Kelainan pada jalan lahir ditandai dengan terjadinya penyempitan
pada pintu panggul, pintu panggul yang mengalami penyempitan antara lain
sebagai berikut.
a) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter
anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau
apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter
anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur
konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm.
Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.
Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan
persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm
atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat
pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit hanya pada salah
satu diameter. Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga
sangat sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter
anteroposterior kurang dari 10 cm.
Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul
yang kecil, namun juga memiliki kemungkinan janin kecil. Dari
penelitian Thoms diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280
gram) pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan
panggul sedang atau luas. Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala
tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh
kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang
menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil
dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah,
tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim
sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat
atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat
menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah
masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan
pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas
pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah.
Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu
tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih
sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.
b) Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul
tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina
isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul
tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin.
Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas
panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang
transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan
secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan
penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau
kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti
dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila
ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran
persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior
pendek.
c) Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua
segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah
panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar
dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam
menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang
sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di
bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga
perineum teregang dan mudah terjadi robekan.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya kepala bayi yang
terlalu besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada
yang melebihi 5000gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000gram
dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram
adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%.
Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul normal tidak
terdapat kesulitan dalam proses melahirkan. Factor keturunan memegang
peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya
juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus,
postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat
menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal
tersebut masih diragukan.
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah
merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat
kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan
sama sekali pada proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh
keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti ini sangat dibutuhkan
pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi sefalopelvik
disproporsi. Selain itu, penggunaan alat ultrasonic juga dapat mengukur
secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala besar.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya
kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari
4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala
janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas
tidak dapat memasuki pntu atas panggul, atau karena bahu yang lebar
sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan
pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada
anensefalus. Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat
terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran
kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan
terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan
penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan
terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.
E. Pathway


F. Komplikasi

Apabila persalinan dengan disproporsi sefalo pelvik dibiarkan tanpa


diberikan penanganan atau pengambiilan tindakan yang tepat, dapat
menimbulkan bahaya bagi ibu dan janin.
1) Bahaya pada ibu
a) Partus lama yang sering disertai pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan
infeksi intrapartum
b) Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir
tertahan dapat timbul regangan segmen bawah uerus dan
pembentukan lingkaran retrasi patologik . Keadaan ini terkenal
dengan ruptura uteri mengancam. Apabila tidak segera diambil
tindakan untuk mengurangi regangan, akan timbul ruptur uteri
c) Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalo pelvic,
jalan lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara
kepala janin dan tulang panggul. Hal ini meninbulkan gangguan
sirkulasi, akibat terjadinya Iskemia dan kemudian nekrosis pada
tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula
vesiko servikalis, atau fitula vesiko vaginalis atau fistula rekto
vaginalis
2) Bahaya pada janin
a) Patus lama dapat meningkatkan kematian Perinatal, apabila jika
ditambah dengan infeksi intrapartum
b) Prolasus Funikuli, apabila terjadi dapat menimbulkan bahaya yang
sangat besar bagi janin dan memerlukan kelahiranya dengan apabila
ia masih hidup.
c) Dengan adanya disproporsi sefalopelvik pada kepala janin yang
dapat melewati rintangan pada panggul dengan mengadakan
moulage dapat dialami oleh kepala janin tampa akibat yang buruk
sampai batas – batas tertentu. Akan tetapi apabila batas – batas
tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan
pendarahan intracranial
d) Tekanan oleh promontorium atau kadang – kadang oleh simfiksi
pada panggul picak menyababkan perlukaan pada jaringan diatas
tulang kepala janin, dapat pula menimbulkan fraktur pada Os
parietalis

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan CPD


antara lain sebagai berikut.
1) Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara
kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat
berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan
percobaan. Jika CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang
kemungkinan berakhir dengan partus spontan atau dengan ekstraksi
vakum, atau ditolong dengan secio caesaria sekunder atas indikasi
obstetric lainnya. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya
akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar
diketahui sebelum persalinan. Persalinan percobaan hanya dilakukan
pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi,
letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42
mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi
moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan
menjadi penyulit persalinan percobaan. Pada janin yang besar kesulitan
dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya.
Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan
dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy
medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin
dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya
dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan
pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu
depandimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah
simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong
memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin
dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri,
penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian
bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan
bahu depan. Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour
dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di
atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of
labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam
kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya
pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan
terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini. Keberhasilan
persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam atau
dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan
percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali
kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl,
setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP
dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada
keadaan ini dilakukan seksio sesarea.
2) Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat
dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.
Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada
komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak
dapat diperbaiki. Jika CV 6 - 8,5 cm dilakukan SC primer. Jika CV 6 cm
dilakukan SC primer mutlak. Seksio sesarea sekunder (sesudah
persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena persalinan perobaan
dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan secepat
mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
3) Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan
pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4) Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran
kepala janin dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan
isi tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam.
Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti oleh
kranioklasi.

5) Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala
dilahirkan, akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena
terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk
melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua
klavikula. Dibawah perlindungan spekulum dan tangan kiri penolong
dalam vagina, klavikula dan jika perlu klavikula belakang digunting, dan
selanjutnya kelahiran anak dengan berkurangnya lebar bahu tidak
mengalami kesulitan. Apabila tindakan dilakukan dengan hati-hati, tidak
akan timbul luka pada jalan lahir. Pada janin yang telah mati dapat
dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit
sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio
sesarea.

Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang


menentukan apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak
faktor lain yang memegang peranan dalam prognosa persalinan. Bila
konjugata vera 11 cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada kesulitan
persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul. Untuk CV kurang dari
8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut.

H. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri
dalama dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah
panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun
pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti. Pelvimetri radiologis dapat
memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat ketelitian yang
tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan
pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin
didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu
atas dan diameter antar spina iskhiadika. Tetapi pemeriksaan ini memiliki
bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin sehingga jarang dilakukan.
Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat
keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun
biayanya mahal.
Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto, antara lain :
a) Foto pintu atas panggul
Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung rontgen
tegak lurus diatas pintu atas panggul.
b) Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horizontal pada
trochanter maya samping.
2) MRI
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan
keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat,
pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena
biaya yang mahal. Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan
jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul,
kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang
terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan.
3) Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum
dan anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis,
kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada
kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti
seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki
panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat
diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu
berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul
sempit adalah kecil.
4) Metode Osborn dan Metode Muller Munro Kerr
Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr.
Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah
rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk
menentukan apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode
Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala janin
dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang
lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti
tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar
hubungan antara kepala dan simfisis.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Anamnesa
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik,
yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b) Keluhan utama
c) Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan pasien.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, HIV/AIDS, dll
3) Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan, dan
nifas sebelumnya bagi klien multipara. Jumlah kehamilan (GPA)
jumlah anak hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah kegugura,
jumlah persalinan dengan tindakan, riwayat pedarahan, riwayat
kehamilan dengan hypertensi, berat badan bayi lahir
d) Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya
terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan
penghidu. Hal yang diinspeksi antara lain mengobservasi kulit terhadap
warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan
terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan
postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
2) Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan
jari.
 Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
 Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
 Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal
3) Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.
 Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
 Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
4) Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang
terdengar. Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan
darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin.
C. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah (HB, CT, BT,
golongan darah) dan urin serta pemeriksaan penunjang: Radiologi, USG,
MRI, Metode Osborn dan Metode Muller Munro Kerr
D. Data lain-lain :
a) Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama
dirawat di RS.
b) Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola
komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan
mekanisme koping yang digunakan.
c) Status sosio-ekonomi: Kaji masalah finansial klien
d) Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju,
apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
e) Kaji kepala dan leher bayi
f) Payudara
g) pemeriksaan genetalia ( vulva oeden / tan )
h) VT
i) Vagina
j) Portio
k) Pembukaan, ketuban
E. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a) Nyeri akut b.d agen cedera fisik (post sectio sesaria)
b) Resiko infeksi b.d prosedur invasif
c) Defisit pengetahuan b.d kurangnya informasi; keterbatasan kognitif
(dilihat dari tingkat pendidikan)
d) Hambatan mobilitas fisik b.d program pembatasan gerak
F. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan dan Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen Pain Management


injuri fisik (jika dilakukan terapi
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
pembedahan)
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Setelah dilakukan tindakan
presipitasi,.
keperawatan selama 2 jam diharapkan
2. Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan (awitan,
nyeri akan berkurang
frekuensi, durasi, intensitas, dan gambaran
NOC:
ketidaknyamanan)
1. Pain level
3. Observasi reaksi nonverbal dari reaksi ketidaknyamanan
2. Pain control
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
3. Comfort level
seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
Kriteria Hasil:
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
1. Mampu mengontrol nyeri
6. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
2. Menyatakan rasa nyaman
tindakan penanganan nyeri yang tidak berhasil
3. Mengungkapkan penurunan nyeri
4. Menggunakan tehnik yang tepat Analgesic administration
untuk mempertahankan kontrol
1. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan
nyeri. frekuensi

2. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik pada


klien
3. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah diberikan
analgesik

2. Defisiensi pengetahuan berhubungan Childbirth preparation


dengan kurangnya informasi tentang 1. Kaji pengetahuan ibu tentang cara merawat bayi
penyakit; keterbatasan kognitif (dilihat 2. Ajarkan ibu tentang prosedur melahirkan
dari tingkat pendidikan); 3. Informasikan pada ibu tentang komplikasi yang
mungkin terjadi pada persalinan
Setelah di berikan asuhan keperawatan 4. Ajarkan tentang cara menyusui yang benar
selama 1×1 jam diharapkan terjadi 5. Diskusikan tentang keuntungan dan kerugian
peningkatan pengetahuan pasien dan menggunakan botol pada saat pemberian asi
keluarga dengan kriteria hasil :

NOC :
1. Knowledge : labor and delivery
2. Knowledge : breastfeeding

Kriteria Hasil :

1. Mengetahui informasi tentang


prosedur melahirkan atau prosedur
operasi sectio sesaria
2. Mengetahui keuntungan dan
kerugian prosedur melahirkan
3. Mengetahui cara menyusui dengan
benar

3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif Infection control


(jika dilakukan prosedur sectio sesaria) 1. Monitor tanda-tanda infeksi
2. Evaluasi tanda-tanda luka operasi
Setelah di berikan asuhan keperawatan 3. Lakukan perawatan luka
selama 1×1 jam diharapkan dapat 4. Ajarkan kepada ibu teknik merawat luka seksio sesaria
menurunkan resiko infeksi pada pasien 5. Kolaborasikan dengan dokter obat-obatan untuk
dengan kriteria hasil : mengurangi luka infeksi
NOC :
1. Infection severity
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
(bengkak, bernanah, luka
menghitam)
2. Mengetahui cara merawat luka
post sectio sesaria

4. Hambatan mobilitas fisik b.d program Bed rest care


pembatasan gerak 1. instruksikan ibu untuk bedrest total
Setelah di berikan asuhan keperawatan 2. informasikan tentang manfaat dari bedrest total
selama 1×4 jam diharapkan pasien: 3. anjurkan ibu untuk tidak melakukan banyak gerakan
NOC : 4. berikan latihan kekuatan sendi dan otot secara ringan
1. Knowledge prescribe activity Nutrition theraphy
2. Nutritional status : energy 1. administrasikan makanan pada ibu
Kriteria hasil : 2. kolaborasikan dengan ahli gizi mengenai asupan gizi
1. Mengetahui tentang manfaat
dari pembatasan aktivitas
2. Mengetahui strategi mobilisasi
yang tepat
3. Nyeri akibat mobilisasi
berkurang
4. kekuatan otot meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. nursing diagnoses : definitions & classification 2015-2017. Jakarta: EGC.

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC.

Nursing Interventions Classification (NIC). 2013. USA: Mosby Elsevier.

Nursing Outcomes Classification (NOC). 2013. USA: Mosby Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai