Anda di halaman 1dari 8

Penatalaksanaan Anestesi pada Reseksi Tumor Batang Otak

Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan*), Dewi Yulianti Bisri **) , Siti Chasnak Saleh ***), Himendra Wargahadibrata **)
*)
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah,
**)
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Unversitas Padjadjaran RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung, ***)Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Unversitas Airlangga
RSUP Dr. Soetomo Surabaya
Abstrak

Batang otak adalah komponen dari fossa posterior, oleh karena itu penatalaksanaan anestesi pada reseksi tumor
di batang otak tentunya mengikuti prinsip-prinsip umum penatalaksanaan anestesi pada fossa posterior ditambah
dengan perhatian khusus terhadap komplikasi yang mungkin terjadi pada saat melakukan manipulasi pada batang
otak. Seorang laki-laki 41 tahun dengan tumor batang otak mengeluh adanya pengelihatan ganda, rasa tebal dan
nyeri pada wajah serta gangguan menelan, pada MRI ditemukan lesi difus batas tidak tegas di daerah pons sampai
mid brain, curiga tumor otak primer (low grade tumor), nervus optikus dan kiasma optikum kanan kiri tampak
normal. Pasien berhasil dianestesi dengan baik digunakan TCI- propofol monitoring standar ditambah monitoring
invasif artery line dan pemasangan kateter vena sentral, intraoperatif pasien mengalami episode hipotensi tekanan
darah (70/40 mmHg) dan bradikardia, (laju nadi 35 x/menit), oksigen 50%, fentanyl sevofluran dan rekuronium,
digunakan akibat manipulasi pada batang otak. Postoperatif pasien dirawat di ICU dan diextubasi 12 jam kemudian.

Kata kunci: Tumor batang otak, penatalaksanaan anestesi pada fossa posterior

JNI 2017;6 (2): 93‒100

Anesthesia Management in Brain Steam Tumor Resection

Abstract

Brain steam is a component of fossa posterior, ther fore anesthesia management for brain steam tumor resection
should follow the general rule for anesthesia management of fossa posterior and a special concern for complication
that could happen when brain steam is manipulated. Forty one year old male with a brain steam tumor complain a
double vision, numbness and pain on the face, and swallowing problem, MRI show diffuse lesion on the pons to
mid brain, suspect primary brain tumor (low grade tumor), nervus opticus and chiasma opticum are normal. Patient
has been anesthesied well using TCI propofol, oxygen 50%, fentanyl, sevoflurane and rocuronium using invasive
monitoring artery line and central venous catheter (CVC) in addition to standart monitoring. Intraoperatifly patient
going through a hypotensive episode (blood pressure 70/40 mmHg) and bradycardia (heart rate 35x/minute that
caused by manipulation on the brain steam. Postoperatifly patient is in the ICU and extubated on next 12 hours.

Key word: Brain steam tumor, anesthesia management of fossa posterior

JNI 2017;6 (2): 93‒100

93
94 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

I. Pendahuluan alat monitoring yang sebaiknya disediakan


untuk tindakan pada fossa posterior adalah alat-
Penatalaksanaan anestesi pasien yang dilakukan alat monitoring tambahan yang dapat menilai
tindakan operasi pada daerah fossa posterior terjadinya VAE, instabilitas hemodinamik
memberikan tantangan tersendiri bagi seorang yang cepat dan kerusakan saraf. Selain itu
dokter anestesi, hal ini karena pada fossa juga diperlukan komunikasi yang sangat baik
posterior terdapat satu struktur yang sangat vital dengan operator, komunikasi sebaiknya sudah
yaitu batang otak. Pada batang otak terdapat dilaksanakan sejak preoperatif, terutama
pusat-pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat mengenai posisi pasien, teknik operasi yang
kardiovaskular dan reticular activating system akan dilakukan dan tindakan-tindakan yang akan
(RAS). Sehingga dapat menyebabkan gangguan- dilakukan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
gangguan pada sistem pernafasan, kardiovaskular intraoperatif. Pada makalah ini dilaporkan
dan kesadaran pada saat intraoperatif maupun seorang laki-laki yang didiagnosa dengan tumor
postoperatif. Selain itu batang otak juga batang otak dan dilakukan tindakan reseksi
tempat keluarnya saraf-saraf kranialis sehingga tumor. Tindakan operasi berjalan lancar dengan
manipulasi pada daerah batang otak, tentunya monitoring tambahan intraoperatif menggunakan
juga akan mempengaruhi fungsi dari saraf-saraf entidal CO2, artery line dan pemasangan CVC.
kranialis tersebut baik itu intaoperatif maupun Intraoperatif sempat terjadi gejolak hemodinamik
postoperatif.1 pada saat operator mereseksi tumor, namun
semuanya dapat teratasi dengan baik.
Fossa posterior dibatasi pada bagian anteriornya
oleh tulang clivus dan petrous, lateral dan II. Kasus
posteriornya dibatasi oleh occipital squamosa,
superiornya dibatasi oleh tentorium cerebelli Seorang laki-laki umur 41 tahun dikonsulkan
dan pada daerah inferior dibatasi oleh foramen dengan diagnosa tumor batang otak yang
magnum dan sinus vena dural. Hal ini rencananya akan dilakukan reseksi tumor
menyebabkan fossa posterior merupakan suatu dan biopsi dengan posisi park bench dekstra.
ruang yang cukup sempit sehingga operasi
didaerah ini biasanya rumit dan memerlukan Anamnesis
penanganan yang kompleks serta waktu operasi Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan
yang lama.2 Selain keberadaan batang otak penglihatan ganda yang dirasakan sejak 3 bulan
pada fossa posterior, tantangan lain yang juga sebelum masuk rumah sakit, keluhan semakin
dihadapi oleh dokter anestesi pada tindakan hari dirasakan semakin berat sehingga pasien
di fossa posterior diantaranya peningkatan harus dibantu jika berjalan karena takut terjatuh.
tekanan intrakranial, posisi pasien, kemungkinan Sejak 1 bulan terakhir keluhan juga disertai
terjadinya disfungsi saraf kranial selama operasi dengan rasa tebal di wajah bagian kiri dan sulit
berlangsung, risiko tinggi terjadinya emboli menelan. Pasien juga merasakan nyeri kepala
udara pada pembuluh darah vena (venous air yang dirasakan menjalar hingga ke daerah
embolism/VAE) dan kebutuhan menggunakan wajah bagian kiri, nyeri dirasakan berkurang
ventilasi mekanik postoperatif.3 jika mengkonsumsi obat anti nyeri. Riwayat
kejang dan muntah proyektil disangkal oleh
Penatalaksanaan anestesi untuk tindakan pasien. Selama perawatan di ruangan pasien
di fossa posterior mengacu pada tujuannya mendapatkan analgetik paracetamol 500 mg tiap
yaitu memfasilitasi akses ke area bedah, 6 jam per oral.
meminimalisir resiko kerusakan jaringan saraf,
dan mempertahankan stabilitas respiratorik dan Pemeriksaan Fisik
kardiovaskular.3 Oleh karena itu diperlukan Keadaan Umum: Berat Badan: 58 kg; TB: 170
beberapa alat monitoring tambahan selain cm; BMI 20 kg/m2; Suhu: 36,6 oC; VAS diam
monitoring standar yang biasa digunakan. Alat- 2/10 cm; VAS gerak 2/10 cm. Sistem Saraf Pusat:
Penatalaksanaan Anestesi pada Reseksi Tumor Batang Otak 95

E4V5M6; Reflek Pupil +/+ isokor; Parese nervus Pengelolaan Anestesi


kranial VII sinistra (+); Parese nervus kranial Persiapan preoperatif dilakukan di ruang
no XII sinistra (+). Respiratori: Napas 14x/ perawatan, ruang persiapan anestesi dan kamar
menit, vesikuler di kedua lapang paru, rhonki operasi. Di ruang perawatan pasien dipuasakan
& wheezing (–). Kardiovaskuler: tekanan darah dari makanan padat selama 8 jam, air putih non
130/80 mmHg; laju nadi: 85x/menit, S1 S2 partikel diberikan sampai dengan 2 jam sebelum
tunggal, reguler tanpa murmur. Gastrointestinal: operasi kurang lebih 200 cc. Melakukan informed
bising usus normal, distensi tidak ada. Urogenital: consent mengenai keadaan-keadaan yang akan
Buang air kecil spontan. Muskuloskeletal: flexi dialami pasien di ruang operasi sehingga dapat
dan defleksi leher normal, gigi geligi utuh tanpa menurunkan rasa cemas pasien. Selanjutnya
gigi palsu, mallampati II, motorik 5555/5555 atas pasien dipasangkan infus ringer fundin di ruang
bawah. persiapan keesokan harinya, sambil memeriksa
ulang catatan medik pasien. Sesampainya di ruang
Pemeriksaan Penunjang operasi, pasien dipasangkan alat-alat monitoring
Darah Lengkap : WBC 11,54x103ul; HGB 13,22 saturasi oksigen, tekanan darah manual, EKG dan
g/dl; HCT 41,27%; PLT 412 x 103/ul. Faal diberikan oksigen dengan nasal canul 3 L/mnt.
Hemostasis : BT 1’30”; CT 8’00”, PPT 12,9 Selanjutnya pasien disedasi menggunakan target
(10,8-14,4); APTT 30,5 (24-36); INR 1,04 (0,9- controlled infusion (TCI) propofol dengan model
1,1). Kimia Darah : SGOT 63,10 U/L (11-33); Schnider sampai target effect (Ce) 1 µg/ml, sambil
SGPT 131 U/L (11-50). GDS 94 mg/dl (70-140); menjaga airway pasien dilakukan pemasangan
BUN 16 mg/dl (8-23); SC 0,73 mg/dl (0,0-1,20) artery line dengan anestesi lokal lidokain
Na 141 mg/dl (136-145); K 4,18 mg/dl (3,50- subkutis. Setelah diberikan preoksigenasi, maka
5,10). Albumin 3,75 (3,40-4,80). EKG: irama induksi dilakukan dengan fentanyl 200 µg
sinus; HR 78x/menit; axis normal; ST-T change secara berlahan-lahan, lidokain 90 mg intravena,
tidak ada. kemudian TCI propofol ditingkatkan sampai
Ce 3 µg/mL dan diberikan rokorunium 40 mg.
Pemeriksaan Radiologi Laringoskopi intubasi dilakukan dengan halus
MRI Kepala dan Orbita : Lesi difus batas tidak tanpa lonjakan hemodinamik yang bermakna,
tegas di daerah pons sampai mid brain, suspek menggunakan ETT non kingking no 7,5 cuff (+)
primary brain tumor (low grade tumor), nervus yang selanjutnya dihubungkan dengan endtidal
optikus dan kiasma optikum kanan kiri tampak CO2.
normal Pemasangan CVC dilakukan di vena
Thorax PA : cor dan pulmo dalam batas normal supraclavikula dengan tuntunan USG dan

Gambar 1. Foto MRI Pasien pada Potongan Sagittal


96 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

analgetik fentanyl 10 µg/jam dan paracetamol


3 x 1 gram didapatkan Ramsay score 2. Terapi
lain diberikan antibiotik dan deksametason.
Pemeliharaan cairan dilakukan dengan ringer
fundin 30 cc/kgbb/24 jam. Hemodinamik relatif
stabil dengan tekanan darah 112–130/78-80
mmHg dengan saturasi O2 98–99%. Setelah
sedasi dihentikan dan dilakukan pemeriksaan
AGD (pH 7,40, pCO2 38,5 mmHg, pO2 93,10
93,10 mmHg, BE -1,8 mmol/L, HCO3 -23,10
mmol/L) pasien diextubasi 12 jam kemudian
dengan GCS 15. Pasien dipindahkan ke ruangan
pada hari ke-3. Selanjutnya dirawat di ruangan
dan hasil pemeriksaan patologi anatominya
Gambar 2. Foto MRI pasien pada potongan axial menunjukan adanya astrocytoma WHO grade II.

III. Pembahasan
certodin. Selanjutnya pasien diposisikan park
bench kanan dan fiksasi di daerah kepala dengan
Fossa posterior merupakan suatu ruang yang
pinning. Pemeliharan dilakukan dengan oksigen
cukup sempit sehingga operasi didaerah ini
50%, sevoflurane 0,3-0,8 Vol%, TCI propofol
biasanya rumit dan memerlukan penanganan
1-3 µg/mL, dan rokuronium 0,2 mg/kgbb/jam,
yang kompleks serta waktu operasi yang lama.3
intaoperatif sebelum dibuka dura juga diberikan
Batang otak adalah salah satu dari empat struktur
manitol 0,5 gr/kgbb dalam waktu 20 menit.
yang terdapat di fossa posterior, oleh karena itu
Operasi berlangsung selama 5 jam dengan
reseksi tumor dibatang otak tentunya mengikuti
hemodinamik yang relatif stabil. Tekanan darah
pertimbangan-pertimbangan umum pasien yang
intraoperatif berkisar antara 70–125/40–70
menjalani operasi di fossa posterior. Pada saat
mmHg, dengan nadi 35–88 x/mnt, endtidal CO2
melakukan preoperatif pada pasien yang akan
30–35 mmHg dan saturasi O2 99–100%. Cairan
dilakukan tindakan di daerah fossa posterior,
masuk selama operasi sekitar 2000 ml ringer
ada 6 pertanyaan mengenai keadaan pasien yang
fundin, pendarahan 200 ml dengan jumlah urine
seharusnya dijawab.4 Pertanyaan pertama Apakah
1000 ml. Namun demikian pada saat operator
pasien pada saat preoperatif memiliki bukti
membebaskan tumornya dan melakukan biopsi
mengalami disfungsi batang otak atau nervus
sempat terjadi goncangan hemodinamik, dimana
kranialis?4 Pada pasien ini, terbukti memiliki
tekanan darah sempat turun sampai 70/40 dan
kelainan pada saraf otak IV (trokhlearis), hal
juga terjadi bradikardia sampai 35 x/menit.
ini terlihat dari gejala diplopia yang terutama
Goncangan hemodinamik ini mereda dengan
dirasakan memberat pada saat berjalan dan
sendirinya dalam kurun waktu kurang dari 1
menaiki tangga, hal ini sebabkan adanya
menit setelah operator untuk menghentikan
gangguan pada otot oblikus superior (disarafi oleh
tindakan untuk sementara.
N IV) yang menggerakan mata kearah bawah dan
nasal. Selain itu juga terdapat gangguan pada
Pengelolaan Postoperatif
saraf otak VII sinistra didaerah pons diatas inti
Postoperatif pasien tidak langsung diextubasi,
nervus VII, hal ini terlihat dari adanya keluhan
pernapasan pasien disupport oleh ventilator
tebal pada wajah bagian kiri terutama di daerah
dengan mode pressure support 10, PEEP 5,
meatus akustikus eksterna dan kelumpuhan otot
FiO2 40% didapatkan volume tidal 450–550 ml,
yang khas untuk lesi upperneuron saraf otak
saturasi O2 99% dengan respirasi 12–14x/mnt.
VII. Terakhir juga terdapat gangguan pada saraf
Pasien disedasi dengan TCI propofol model
otak XII yang ditandai dengan adanya gangguan
Schinder dengan Ce 0,2–0,5 µg/mL dengan
menelan.5 Pertanyaan kedua, apakah pasien
Penatalaksanaan Anestesi pada Reseksi Tumor Batang Otak 97

mengalami peningkatan tekanan intrakranial?4 saat operasi, dimana angka kejadian tertinggi
Iya pada pasien ini terbukti terdapat peningkatan pada posisi duduk 40–45% sedangkan pada
tekanan intrakranial, dengan adanya gejalan nyeri posisi lateral, telungkup dan park bench angka
kepala yang semakin lama semakin berat. kejadiannya menurun menjadi 10–15%. Oleh
karena pasien ini akan dilakukan pada posisi park
Pertanyaan ketiga, bagaimanakah posisi pasien bench maka pasien ada pada resiko sedang untuk
pada saat operasi?4 Ada beberapa posisi yang terjadinya VAE.3 VAE juga berbanding lurus
biasanya dilakukan pada operasi di daerah dengan besarnya beda ketinggikan antara jantung
fossa posterior diantaranya: posisi lateral, dan lapangan operasi, dimana semakin tinggi
posisi telungkup (prone), posisi duduk (sitting) letak lapangan operasi terhadap jantung, maka
dan posisi telentang (supine).3 Masing-masing angka kejadian VAE akan semakin meningkat.
posisi memiliki keuntungan dan kerugiannya Hal ini karena perbedaan ketinggian antar
masing-masing. Posisi lateral dikatakan lapangan operasi dan jantung akan menyebabkan
banyak dipilih untuk pendekatan pada daerah terjadinya tekanan subatmosfer3 pada pembuluh
CPA (cerebrellopontin angle), namun sering darah yang terbuka, sehingga terjadi penyedotan
menyebabkan permasalahan pada bahu pasien udara dari luka operasi ke dalam pembuluh darah
dan kelumpuhan saraf pofliteal akibat kaki (sucking wound). VAE dapat dimonitor dengan
yang menggantung. Posisi telungkup digunakan beberapa metode yaitu kondisi hemmodinamik
pada lesi di/dekat midline termasuk ventrikel seperti tekanan darah, tekanan vena sentral/
ke-4, posisi ini lebih banyak digunakan pada CVP, tekanan arteri pulmonal; precordial
anak-anak, karena prosesnya lebih mudah. Dari doppler ultrasound, end tidal gas monitoring,
semua posisi yang sudah disebutkan, posisi dan transesophagial echocardiography (TEE).3
duduk dikatakan memiliki keuntungan paling Untuk kasus-kasus dengan resiko yang tinggi
banyak yaitu memudahkan operator bedah disarankan untuk menggunakan ETCO2. Pada
karena penempatan kateter darinase CSF yang kasus ini kejadian VAE termasuk dalam resiko
jauh dan karena adanya gravity-assisted blood, sedang oleh karena itu kejadian VAE dimonitoring
sehingga tercipta lapangan pandang yang cukup dengan menggunakan kateter vena sentral,
baik; tekanan pada jalan nafas lebih rendah, ETCO2 dan saturasi oksigen. Tidak ada tindakan
kemudahan gerak diafragma, kemampuan untuk yang 100% efektif untuk mencegah terjadinya
hiperventilasi meningkat, dan akses ETT yang VAE pada posisi operasi yang menempatkan
lebih baik.3 Namun demikian angka kejadian VAE lapangan operasi lebih tinggi dari pada jantung.
dan pneumocephalus yang tinggi menyebabkan
banyak operator yang menghindari posisi ini. Tetapi insiden dan keparahan dari VAE dapat
Pada pasien ini, tindakan reseksi tumor pada diturunkan dengan mengkontrol nafas dengan
batang otak akan dilakukan dengan park bench, ventilasi kendali tekanan positif, hidrasi yang
dimana tubuh pasien dibalikan agak telungkup, adequat, pengaturan posisi sedemikian hingga
bahu bagian atas menjadi condong ke dalam sehingga posisi kepala paling mendekati jantung
dan memberikan akses yang lebih leluasa bagi dengan lapangan operasi yang masih tetap baik,
operator bedah. Namun demikian ada beberapa teknik operasi yang sangat berhati-hati pada
resiko dari posisi diantaranya pembuntuan vena saat melakukan dissection dan penggunaan
dan leher yang terpelintir, selain itu walaupun bone wax yang liberal, hindari penggunaan N2O
angka kejadiannya lebih rendah dari posisi duduk terutama pada pasien yang diketahui memiliki
tetapi tetap beresiko terjadinya VAE.3 defect intrakardiak dan hindari penggunaan
obat-obatan yang meningkatkan kapasitasi
Pertanyaan keempat, apakah pasien berresiko vena (nitrogliserida).6 Tindakan-tindakan yang
mengalami VAE?4 VAE adalah satu dari dilakukan jika terjadi VAE intraoperatif6:
beberapa hal yang paling diantisipasi oleh Informasikan kepada operator bahwa terjadi
seorang neuroanestesi. Angka kejadian VAE VAE; Hentikan N2O dan tingkatkan konsentrasi
sangat tergantung dari posisi dari pasien pada oksigen; Rubah teknik anestesi; Minta pada
98 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

operator untuk membanjiri lapangan operasi tanpa pergerakan dan monitoring neurofisiologi
dengan air; Lakukan penekanan pada vena yang baik.7 Pada pasien ini, kami tidak akan
jugularis; Lakukan aspirasi pada kateter vena menggunakan monitoring neurofisiologi karena
sentral; Persiapkan support kardiovaskular; alatnya tidak tersedia di rumah sakit kami.
Rubah posisi pasien. Intraoperatif, pemantauan yang dilakukan pada
Pertanyaan kelima, apakah ada kemungkinan pasien ini adalah elektrokardiogram 5 lead,
terjadi perdarahan yang banyak?4 Untuk pemantauan tekanan darah dengan pemasangan
memperkirakan jumlah pendarahan yang mungkin artery line, pulse oxymetri, pemantauan ETCO2,
terjadi, maka sebaiknya mempertimbangkan dan pemasangan kateter vena sentral di vena
keterlibatan sinus, vaskularitas dari massa, dan supraklavikula kiri dengan bantuan USG dan
skill & riwayat ahli bedahnya. Pada pasien ini, certodin sehingga ujung kateter dapat tepat
letak tumor tidak terlalu dekat dengan sinus, berada 2 cm dibawah sinoatrial node. Hal ini
kemudian vaskularisasi dari massa menurut ahli karena selain untuk diagnosa, pemasangan CVC
bedah juga tidak terlalu banyak. Selain itu ahli juga diperlukan untuk mengaspirasi udara yang
bedah yang akan mengerjakan juga mempunyai sudah terperangkap, dan letak tip kateter sesuai
reputasi yang baik dalam hal perdarahan, oleh dengan yang diatas, adalah tempat yang paling
karena itu pasien ini untuk peredarahan kami dekat dengan tempat percampuran udara dengan
masukkan dalam resiko menengah, dan tetap darah.6
kami siapkan persediaan darah. Durante operasi pasien saat manipulasi di batang
otak pasien mengalami bradikardia dan hipotensi
Pertanyaan keenam, apakah tindakan opeasi ini sebanyak 1 kali tetapi tidak berlangsung lama,
akan melibatkan monitoring introperatif susunan saat terjadi bradikardia dan hipotensi dilakukan
saraf pusat?4 Resiko terjadinya injuri pada saraf- komunikasi dengan operator dan kembali normal
saraf otak pada tindakan di fossa posterior apalagi setelah operator mengurangi manipulasinya.
pada tumor di batang otak sangatlah tinggi, karena Selain posisi operasi, masalah lain pada operasi
sebagian besar saraf-saraf otak tersebut letaknya daerah fossa posterior adalah dekatnya operasi
disekitar batang otak terutama pons dan midbrain. pada saraf kranial dan struktur batang otak yang
Oleh karena itu diperlukan monitoring dari fungsi mengatus fungsi respirasi dan kardiovaskular.
saraf-saraf otak tersebut pada saat intraoperatif. Manipulasi bedah sering menimbulkan
Monitoring yang didapat digunakan diantaranya ketidakstabilan kardiovaskular. Angka kejadian
somatosensory evoked potensial (SSEPs), bradikardia intraoperatif pada operasi di daerah
Brain steam auditory evoked respons (BAERs), fossa posterior ditemukan signifigant yaitu 14,5%,
dan spontaneous and evoked electromyogram angka kejadian takikardia 4,34%, hipertensi
(EMG). Saraf otak V,VII dan X biasanya dapat 10,14%, dan hipotensi 11,6%. Kesemua ini
dimonitoring dengan EMG dan khusus untuk diperkirakan karena terajdinya manipulasi
saraf otak VIII biasanya dimonitoring dengan pada dasar ventrikel empat, medullary reticular
BAERs.4 Jika diputuskan untuk menggunakan formation, akar saraf trigeminus, akar saraf vagus
monitoring saraf-saraf otak intraoperatif, maka dan saraf otak no IX.8 Bila nervus V (nervus
teknik anestesi yang dilakukan harus disesuaikan trigeminalis) distimulasi bisa terjadi bradikardia
sehingga tidak menyebabkan gangguan pada berat dan hipertensi sedangkan bila distimulasi
proses monitoringnya. Hal yang perlu diingat nervus IX atau X bisa terjadi bradikardi dan
oleh seorang dokter anestesi adalah obat-obat hipotensi.9 Selain nervus kranialis stimulasi
anestesi dapat mempengaruhi pembacaan evoked terhadap daerah periventrikulaer substansia
potentials dan EMG, dimana pelumpuh otot grisea, formasio retikularis, nucleus traktus
sangat mengganggu interpretasi dari EMG, N2O solitorius dapat menyebabkan hipertensi hebat.
dan dosis tinggi voletile dapat mempengaruhi Sedangkan hipotensi terjadi akibat penekanan
SSEPs.4 Disarankan untuk menggunakan total medulla oblongata dan pons.9
intravenous anesthesia (TIVA) dengan propofol Episode hipotensi pada operasi bedah saraf
dan fentanyl untuk mendapatkan pasien dengan tidak boleh dianggap remeh, jika terjadi maka
Penatalaksanaan Anestesi pada Reseksi Tumor Batang Otak 99

secepat mungkin harus ditangani. Hal ini karena pada saat operasi, Apakah pasien berresiko
aliran darah otak bergantung pada tekanan arteri mengalami VAE, Apakah ada kemungkinan
serebral dan resistensi pembuluh-pembuluh terjadi perdarahan yang banyak dan yang terakhir
darah serebral. Aliran darah otak rata-rata Apakah tindakan opeasi ini akan melibatkan
sekitar 50–54 ml/100 gr jaringan/menit yang monitoring introperatif susunan saraf pusat.
mana dipertahankan oleh autoregulasi antara Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan diatas maka
mean arterial pressure (MAP) 50–150 mmHg. akan terlihat monitoring-moitoring apa saja yang
Dibawah MAP 50 mmHg, maka aliran darah otak diperlukan intraoperatif untuk mencapai tujuan
akan mengikuti tekanan darah dari pasien, jika dari pembiusan pada fossa posterior. Ada pun
aliran darah otak <20 ml/100 gr jaringan/ menit tujuannya adalah memfasilitasi akses ke area
akibat MAPnya kurang dari 50 mmHg, maka bedah, meminimalisir resiko kerusakan jaringan
elektroencefalografi (EEG) menunjukan tanda saraf, dan mempertahankan stabilitas respiratorik
iskemik. Bila aliran darah otak 6–9 ml/100 gr/ dan kardiovaskular.
menit, Ca2+ masuk ke dalam sel. Jika aliran darah
ke otak 12-20 ml/ 100 gr jaringan/ menit, maka Daftar Pustaka
akan terbentuk episode penumbra, yaitu suatu
episode iskemia reversible, yang jika dibiarkan 1. Gheorghita E, Ciurea J, Balanescu B.
dapat menyebabkan terjadinya episode infarction Considerations on anesthesia for posterior
yang sifatnya nonreversible.10 fossa-surgery. Romanian Neurosurgery.
Pascaoperasi pasien tidak langsung dilakukan 2012;19(3):183-92.
ekstubasi dengan pertimbangan operasi di daerah
batang otak yang berisiko terjadi perdarahan dan 2. Jagannathan S, Krovvidi H. Anaesthetic
pembengkakan akut dari struktur-struktur fossa considerations for posterior fossa surgery.
posterior. Selain itu durante operasi juga sempat Continuing Education in Anaesthesia,
terjadi periode bradikardia dan hipotensi yang Critical Care & Pain. 2014;14(5):202-6.
dicurigai akibat manipulasi yang berlebihan pada
nervus kranialis dan struktur batang otak. 3. Rachman IA, Bisri T. Penatalaksanaan
Selama perawatan di ruang terapi intensif anestesi pada tindakan bedah tumor fossa
pasien dilakukan kontrol ventilasi dengan sedasi posterior: serial kasus. Journal Neuroanestesi
propofol dan analgesia fentanyl kontinyu dengan Indonesia. 2016;5(1):1-12.
target ramsay 2. Setelah perawatan selama 12 jam
di ruang terapi intensif dilakukan weaning dan 4. Pederson DS, Peterfreund RA. Anesthesia
dilakukan ekstubasi setelah pasien sadar baik dan for posterior fossa surgery. Dalam: Newfield
napas adekuat. P, Cottrell JE, penyunting. Handbook of
Neuroanesthesia. fifth. ed. Philadelphia:
IV. Simpulan Lippincott Williams & Wilkins; 2012, 136–47.

Batang otak adalah salah satu dari empat struktur 5. Lumbantobing. Neurologi Klinik
yang terdapat di fossa posterior, oleh karena itu Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
reseksi tumor dibatang otak tentunya mengikuti Badan Penerbit FKUI; 2015.
pertimbangan-pertimbangan umum pasien yang
menjalani operasi di fossa posterior, yang mana 6. Schlichter RA, Smith DS. Anesthetic
dapat terrangkum pada enam buah pertanyaan management for posterior fossa surgery.
mengenai keadaan pasien preoperatif. Adapun Dalam: Cottrell JE, Patel P, penyunting.
pertanyaan tersebut diantaranya adalah : Apakah Neuroanesthesia. edisi 6: Elsevier; 2017.
pasien pada saat preoperatif memiliki bukti
mengalami disfungsi batang otak atau nervus 7. Sabbagh AJ, Al-Yamany M, Bunyan RF,
kranialis, Apakah pasien mengalami peningkatan Takrouri MSM, Radwan SM. Neuroanesthesia
tekanan intrakranial, Bagaimanakah posisi pasien management of neurosurgry of brain stem
100 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

tumor requiring neurophysiology monitoring 9. Bisri T. Anestesi untuk operasi fossa posterior.
in an iMRI OT setting. Saudi J Anaesth. Neuroanestesia. Bandung; 1997, 153–63.
2009;3(2).
10. Bisri DY, Bisri T. Anestesi untuk Operasi
8. Chand M, Thapa P, Shrestha S, Chand P. Peri- Tumor Otak: Supratentorial Infratentorial.
operative anesthetic events in posterior fossa edisi Pertama. Bandung: Fakultas Kedokteran
tumor surgery. Postgraduate Medical Journal Universitas Padjadjaran 2016.
of NAMS. 2012;12(2).

Anda mungkin juga menyukai