Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sespis memiliki angka kejadian yang tinggi yaitu sebanyak 751.000 kasus
ditemukan berupa sepsis berat di Amerika Serikat. Di Eropa, angka kejadian
sepsis sebanyak 30% dari semua pasien di unit perawatan intensif (ICU). Secara
umum, angka mortalitas sepsis sebesar 27%, meningkat menjadi 32% untuk sepsis
berat dan 54% untuk syok sepsis. Di negara berkembang, sepsis menyumbang
60-80% dari semua kematian. Penelitian yang dilakukan pada pasien sepsis
berat di 150 unit pelayanan intensif (ICU) di 16 negara Asia didapatkan hasil
angka mortalitas di rumah sakit mencapai 44,5%. Dalam penelitian di sebuah
rumah sakit pendidikan di Yogyakarta, Indonesia, ada 631 kasus sepsis pada
tahun 2007, dengan angka kematian sebesar 48,96%. 1

Prevalensi SIRS (systemic inflammatory response syndrome) sangat


tinggi, mencakup sepertiga dari total pasien rawat inap dan >50% dari seluruh
pasien ICU (intensive care unit). Pada ICU bedah, SIRS dapat mencakup >80%
pasien. Pasien trauma memiliki risiko tinggi dan sebagian besar tidak
terdokumentasi memiliki infeksi. Prevalensi infeksi meningkat seiring dengan
jumlah kriteria SIRS yang dipenuhi dan dengan peningkatan derajat keparahan
gejala sepsis. Sepertiga pasien SIRS mengalami atau akan beralih ke sepsis.
Sepsis derajat berat dan syok sepsis terjadi pada 2-3% pasien rawat inap dan 10-
15% atau lebih pada pasien ICU, serta 25% pasien dengan sepsis derajat berat
mengalami syok septik. Mortalitas sebanding pada setiap derajat sepsis dan gejala
sepsis secara bermakna memiliki dampak jangka panjang, yaitu 50% penurunan
harapan hidup dalam lima tahun ke depan.
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang
menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu
metabolisme sel atau jaringan. Syok sepsis adalah suatu sindroma akibat adanya
invasi akut oleh patogen atau produk toksiknya yang mengakibatkan respon
sistemik dan kegagalan sirkulasi akut. Kegagalan sirkulasi terlihat dari turunnya
2

tekanan darah sistolik dibawah 90 mmHg atau diastolik dibawah 40 mmHg dari
baseline, dan tidak memberikan respon terhadap resusitasi cairan. 2
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram negatif. Produk yang
berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan
komponen terluar dari bakteri gram negatif. Endotoksin yang dilepaskan oleh
mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator
inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain.
Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi
keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi
kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif,
sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian
menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ. Terjadi
disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan
maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok.3

Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan


penunjang. Gejala umum sepsis dapat berupa demam >38ºC ataupun hipotermi
<36ºC, takikardi, takipneu, perubahan status mental, hipotensi, oliguria akut,
CRT>2 detik. Sedangkan dari hasil pemeriksaan lab dan penunjang dapat
ditemukan hiperglikemi, leukositosis >12.000 μL–1, leukopeni <4000 μL–1,
trombositopeni, hiperbilirubinemia, hiperlaktatemia, peningkatan C-reactive
protein, prokalsitonin, dan kreatinin. 1,2
Prinsip utama penanganan sepsis dan syok septik adalah untuk mangatasi
infeksi, mencapai hemodinamik yang stabil, meningkatkan respon imunitas, dan
memberikan support untuk organ dan metabolisme. Prognosis dari syok sepsis
akan buruk bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Syok sepsis yang
disertai dengan penyakit kronis, keadaan imunosupresi, infeksi HIV dan
keganasan akan memperburuk dan mempersulit proses pengobatan. Beberapa
kondisi tertentu seperti gangguan organ secara progresif, infeksi nosokomial dan
umur yang lanjut juga akan meningkatkan risiko kematian. 4
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
SIRS (Systemic Infl ammatory Response Syndrome) adalah respons klinis
terhadap rangsangan (insult) spesifik dan nonspesifik. Dikatakan SIRS apabila
terdapat 2 atau lebih dari 4 variabel berikut:2
1. Suhu lebih dari 38o C atau kurang dari 36o C.
2. Denyut jantung lebih dari 90 x/menit.
3. Frekuensi napas lebih dari 20 x/menit atau tekanan parsial karbon
dioksida (PaCO2 ) kurang dari 32 mmHg.
4. Leukosit >12.000/μL atau 10% bentuk imatur.
Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang
menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu
metabolisme sel atau jaringan. Sepsis merupakan respon sistemik akibat suatu
infeksi, respon sistemik yang sering terlihat yaitu berupa demam atau hipotermi,
leukositosis atau leukopeni, takipneu, dan takikardi. Syok sepsis adalah suatu
sindroma sepsis akibat adanya invasi akut oleh patogen atau produk toksiknya
yang mengakibatkan respon sistemik dan kegagalan sirkulasi akut. Kegagalan
sirkulasi terlihat dari turunnya tekanan darah sistolik dibawah 90 mmHg atau
diastolik dibawah 40 mmHg dari baseline, dan tidak memberikan respon terhadap
resusitasi cairan. 5

2.2 Epidemiologi
Sespis memiliki angka kejadian yang tinggi yaitu sebanyak 751.000 kasus
ditemukan berupa sepsis berat di Amerika Serikat. Di Eropa, angka kejadian
sepsis sebanyak 30% dari semua pasien di unit perawatan intensif (ICU). Secara
umum, angka mortalitas sepsis sebesar 27%, meningkat menjadi 32% untuk sepsis
berat dan 54% untuk syok sepsis. Di negara berkembang, sepsis menyumbang
60-80% dari semua kematian. Penelitian yang dilakukan pada pasien sepsis
berat di 150 unit pelayanan intensif (ICU) di 16 negara Asia didapatkan hasil
angka mortalitas di rumah sakit mencapai 44,5%. Dalam penelitian di sebuah
4

rumah sakit pendidikan di Yogyakarta, Indonesia, ada 631 kasus sepsis pada
tahun 2007, dengan angka kematian sebesar 48,96%. Jenis kelamin, penyakit
kronis, keadaan imunosupresi, infeksi HIV dan keganasan merupakan faktor
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis. Beberapa kondisi tertentu
seperti gangguan organ secara progresif, infeksi nosokomial dan umur yang
lanjut juga berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian. 2,4

Prevalensi SIRS (systemic inflammatory response syndrome) sangat


tinggi, mencakup sepertiga dari total pasien rawat inap dan >50% dari seluruh
pasien ICU (intensive care unit). Pada ICU bedah, SIRS dapat mencakup >80%
pasien. Pasien trauma memiliki risiko tinggi dan sebagian besar tidak
terdokumentasi memiliki infeksi. Prevalensi infeksi meningkat seiring dengan
jumlah kriteria SIRS yang dipenuhi dan dengan peningkatan derajat keparahan
gejala sepsis. Sepertiga pasien SIRS mengalami atau akan beralih ke sepsis.
Sepsis derajat berat dan syok sepsis terjadi pada 2-3% pasien rawat inap dan 10-
15% atau lebih pada pasien ICU, serta 25% pasien dengan sepsis derajat berat
mengalami syok septik. Mortalitas sebanding pada setiap derajat sepsis dan gejala
sepsis secara bermakna memiliki dampak jangka panjang, yaitu 50% penurunan
harapan hidup dalam lima tahun ke depan.

2.3 Etiologi
Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan
komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab
sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral,
yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun
merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap
sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis
dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan
komponen dinding sel dari semua kuman, dapat menyebabkan agregasi
trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara
langsung.6,8
Beberapa penyebab atau faktor predisposisi dari sepsis yaitu:
5

• Infeksi: saluran napas, urogenital, kulit dan jaringan lunak, selanjutnya


disebut sepsis
• Imunitas terganggu: keganasan, terapi radiasi, terapi hormonal
• Prosedur invasif: tindakan pembedahan, kateter urin, jalur intravena (IV).

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan derajat keparahannya, sepsis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:9,10
1. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
Dikatakan SIRS apabila terdapat minimal 2 dari 4 kriteria sebagai berikut:

Temperatur ≥38ºC atau ≤ 36ºC

Denyut jantung ≥90 x/menit

Frekuensi nafas ≥20 x/menit

Leukosit ≥12000/mm3 atau ≤4000/mm3
2. Sepsis
Keadaan yang memenuhi kriteria SIRS dan telah dikonfirmasi adanya
infeksi oleh suatu mikroorganisme.
3. Sepsis Berat
Yaitu sepsis yang disertai dengan adanya ≥1 tanda-tanda organ failure:
 Cardiovascular : refractory hipotension (syok septic)
 Renal
 Respiratory
 Hepatic
 Hematologi
 Central nervous system
4. Syok sepsis
Suatu sindroma sepsis yang disertai kegagalan sirkulasi akut.
Kegagalan sirkulasi terlihat dari turunnya tekanan darah sistolik dibawah
90 mmHg atau diastolik dibawah 40 mmHg dari baseline, dan tidak
memberikan respon terhadap resusitasi cairan.

2.5. Patofisiologi
Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses
inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin,
neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain.
6

Sebagai respons terhadap insult, tubuh akan menghasilkan: • Sitokin


(tumor necrosis factor-α [TNF-α], interleukin). • Substansi vasodilator (nitric
oxide [NO], prostaglandin E2 , prostasiklin). Makrofag jaringan, monosit, sel
mastosit, sel platelet, dan sel endotel akan memproduksi sitokin. TNF-α dan
interleukin 1 (IL-1) pertama kali dilepas dan memulai beberapa kaskade.
Terlepasnya IL-1 dan TNF-α (atau adanya endotoksin atau eksotoksin)
menyebabkan pembelahan nuclear factor-kB (NF-kB) inhibitor. NF-kB akan
memicu produksi messenger ribonucleic acid (mRNA), yang akan menginduksi
produksi sitokin proinflamasi lain (Gambar 1).

Gambar 1 Kaskade induksi produksi sitokin7 Keterangan gambar: TNF-α = tumor


necrosis factor-α IRS = insulin receptor substrate IKK complex = I K B kinase I-
kappa-B (IK B) = nuclear factor of kappa light polypeptide gene enhancer in B-
cells inhibitor, alpha NF-kappa-B (NF-kB) = nuclear factor kappa-light-chain-
enhancer of activated B cells

IL-6, IL-8, dan interferon gamma (IFN-γ) adalah mediator proinfl amasi
primer yang dipicu oleh NF-kB. Percobaan in-vitro menunjukkan bahwa
glukokortikoid berfungsi menghambat NF-kB. TNF-α dan IL-1 akan terlepas
dalam jumlah besar dalam 1 jam pasca-insult dan menyebabkan reaksi lokal dan
sistemik. TNF-α dan IL-1 berperan terhadap demam dan pelepasan hormon stres
(norepinefrin, vasopresin, aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron).
7

Interleukin proinfl amasi mempunyai fungsi lain terhadap jaringan atau bekerja
melalui mediator sekunder untuk mengaktifkan kaskade koagulasi dan kaskade
komplemen serta pelepasan NO, platelet-activating factor, prostaglandin, dan
leukotrien. Sejumlah polipeptida proinfl amasi ditemukan dalam kaskade
komplemen. Protein komplemen C3a dan C5a akan menyebabkan pelepasan
sitokin tambahan, menyebabkan vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler. Prostaglandin dan leukotrien menyebabkan kerusakan endotelial
sehingga akan terjadi multiple organ failure (MOF) (Skema 1).

Keterangan gambar 2: NO = nitric oxide SVR = systemic vascular resistance


(tahanan vaskuler sistemik) Skema 1 Algoritma SIRS

Kebocoran kapiler sistemik (systemic capillary leakage) merupakan


tanda awal infl amasi setelah cedera dan secara proporsional menunjukkan insult
severity. Reaksi kaskade infl amasi, termasuk berbagai mediator, dijumpai pada
SIRS, seperti macrophage infl ammatory protein-2 (MIP-2) dan intercellular
adhesion molecule-1 (ICAM-1). Hal ini menginduksi terjadinya peningkatan
kebocoran kapiler, mengakibatkan terjadinya akumulasi cairan interstisial,
8

hilangnya protein, dan edema jaringan. Dilepaskannya sitokin IL -1 dan TNF-α,


serta sel mastosit menyebabkan perubahan pada endotel pembuluh darah,
sehingga endotel menjadi berkontraksi. Hal ini mengakibatkan peregangan sel-sel
endotel (Gambar 2). Selanjutnya, neutrofi l di dalam pembuluh darah akan keluar
melalui endotel yang berkontraksi melalui beberapa mekanisme: (1) leukositosis
(neutrofi l masuk ke peredaran darah), (2) margination (neutrofi l menempel pada
endotel pembuluh darah), (3) diapedesis (neutrofi l mengalami penciutan dan
terdorong keluar dari pembuluh darah ke jaringan), (4) kemotaksis (pergerakan
neutrofi l mengikuti rangsangan kimia) (lihat Gambar 3 dan 4). Selain itu, insult
juga akan mengaktivasi limfosit dalam darah. Permukaan limfosit mengandung
LFA-I (leukocyte functionassociated antigen I) yang akan berikatan pada ICAM-I
(intercellular adhesion molecule I) yang berada di permukaan endotel, sehingga
limfosit akan memasuki jaringan melalui endotel yang berkontraksi (Gambar 5).
Tingginya kadar NO yang teridentifi kasi pada SIRS akan meningkatkan
vasodilatasi dan permeabilitas vaskuler. Tonus otot polos berkurang karena
stimulasi NO terhadap soluble guanylyl cyclase (sGC) dan guanosine triphosphate
(GTP) membentuk cyclic GMP (guanosine monophosphate) (Skema 2). NO
menurunkan agregasi trombosit dan menyebabkan inotropik negatif melalui jalur
PAF (platelet-activating factor). Kedua hal tersebut akan menyebabkan gangguan
hemodinamik. NO juga merupakan radikal bebas dan bereaksi dengan
superoksida untuk menghasilkan peroksinitrit, molekul toksik yang dapat
menyebabkan cedera jaringan pada SIRS dan akan menganggu metabolisme
seluler. Peningkatan produksi NO diduga terjadi karena aktivasi inducible NO
synthase (iNOS) selama infl amasi. NO disintesis dari L-arginin dan terdapat pada
sel endotel, monosit, dan PMN (Skema 3).6 Istilah severe SIRS dan SIRS shock
merujuk pada disfungsi organ dan hipotensi refrakter berkaitan dengan suatu
proses iskemik atau inflamasi.3
9

Gambar 3. Kebocoran endotel pada sepsis


10

Gambar 4. Sintesis NO pada sepsis

Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana


terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi
melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang
maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif,
kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat seluler pada berbagai organ.
Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang
menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi
jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard
sehingga terjadi penurunan curah jantung. Lanjutan proses inflamasi
menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai
disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan
pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan,
iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan
turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial
11

depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri,


gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan. 7,12

2.6 Gejala Klinis


Gejala umum sepsis dapat berupa demam >38ºC ataupun hipotermi <36ºC,
takikardi, takipneu, perubahan status mental, hipotensi, oliguria akut, CRT>2
detik. Dari hasil pemeriksaan lab dan penunjang dapat ditemukan hiperglikemi,
leukositosis >12.000 μL–1, leukopeni <4000 μL–1, trombositopeni,
hiperbilirubinemia, hiperlaktatemia, peningkatan C-reactive protein,
prokalsitonin, dan kreatinin. 10,11

2.7 Diagnosis
Kriteria diagnosis dari Sepsis itu sendiri masih terus di perbaharui, berikut
Kriteria diagnosis sepsis 2012: 2,5
Variabel umum
 Demam (>38,3°C)
 Hipotermia (Suhu <36°C)
 Nadi >90 kali / menit atau lebih dari dua kali lipat nilai normal
(berdasarkan usia)
 Takipnea
 Perubahan status mental
 Edema yang signifikan
 Hiperglikemi (Glukosa dalam plasma >140 mg/dl atau 7,7 mmol/L)
Variabel inflamasi
 Leukositosis
 Leukopeni
 Perhitungan sel darah putih dengan ditemukan sel immatur >10%
 Nilai Plasma C-reactive protein 2 kali atau lebih diatas nilai normal
 Plasma procaltinonin 2 kali atau lebih diatas nilai normal
Variabel Hemodinamik
 Hipotensi (Sistole < 90 mmHg, Mean Arterial Pressure < 70 mmHg,
 atau Sistole menurun >40 mmHg pada orang dewasa)
 Variabel Disfungsi Organ
 Hipoksemia (PaO2/FiO2
 < 300)
 Oliguria Akut (Pengeluaran Urin <0,5mL/kg/jam selama paling tidak 2
 jam)
12

 Peningkatan kadar kreatinin >0,5 mg/dl


 Koagulasi yang abnormal (Normal >1,5)
 Illeus
 Trombositopenia
 Hiperbilirubinemia
Variabel Perfusi Jaringan
 Hiperlaktatemia (>1 mmol/L)
 Penurunan capillary refill

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran
koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar
asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan
darah, sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan. 5
Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia,
hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya
hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat
mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.Selanjutnya, trombositopenia
memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan
keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia
lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah,
terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis
respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang
memperburuk hipotensi. 8

2.9 Penatalaksanaan
Prinsip utama penanganan sepsis dan syok septik adalah untuk mangatasi
infeksi, mencapai hemodinamik yang stabil, meningkatkan respon imunitas, dan
memberikan support untuk organ dan metabolisme. Surviving Sepsis Campaign
(SSC) adalah prakarsa global yang terdiri dari organisasi internasional dengan
tujuan membuat pedoman yang terperinci berdasarkan evidence-based dan
rekomendasi untuk penanganan severe sepsis dan syok septik. Penanganan
berdasarkan SSC: 5
13

1. Sepsis Resuscitation Bundle (initial 6 h)


Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam
setelah pasien didiagnosis sepsis. Hal ini dapat dilakukan di ruang emergensi
sebelum pasien masuk di ICU. Identifikasi awal dan resusitasi yang menyeluruh
sangat mempengaruhi outcome. Dalam 6 jam pertama “Golden hours” merupakan
kesempatan yang kritis pada pasien. Resusitasi segera diberikan bila terjadi
hipotensi atau peningkatan serum laktat > 4mmol/l. Resusitasi awal tidak
hanya stabilisasi hemodinamik tetapi juga mencakup pemberian antibiotik
empirik dan mengendalikan penyebab infeksi.
 Resusitasi Hemodinamik
Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila terapi
cairan tidak dapat memperbaiki tekanan darah atau laktat tetap
meningkat maka dapat diberikan vasopressor. Target terapi CVP
8-12mmHg, MAP ≥ 65mmHg, produksi urin ≥ 0,5 cc/kg/jam, oksigen
saturasi vena kava superior ≥ 70% atau saturasi mixed vein≥ 65%
14

 Terapi inotropik dan Pemberian PRC


Jika saturasi vena sentral <70% pemberian infus cairan dan/atau
pemberian PRC dapat dipertimbangkan. Hematokrit ≥ 30% diinginkan
untuk menjamin oxygen delivery. Meningkatkan cardiac index dengan
pemberian dobutamin sampai maksimum 20ug/kg/m dapat
dipertimbangkan.
 Terapi Antibiotik
Antibiotik segera diberikan dalam jam pertama resusitasi awal. Pemberian
antibiotik sebaiknya mencakup patogen yang cukup luas. Terdapat bukti
bahwa pemberian antibiotik yang adekuat dalam jam pertama resusitasi
mempunyai korelasi dengan mortalitas. Identifikasi dan kontrol penyebab
infeksi. Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi
penyebab infeksi dalam 6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan
15

untuk drainase abses, debridemen jaringan nekrotik atau melepas alat


yang potensial terjadi infeksi.
Pilihan antibiotik empiris menurut lokasi infeksi
16
17

2. Sepsis Management Bundle (24 h bundle)


 Steroid
Steroid diberikan bila pemberian vasopressor tidak respon terhadap
hemodinamik pada pasien syok septik. Hidrokortison intravena dosis
rendah (<300mg/hari) dapat dipertimbangkan pada pasien syok septik
dengan hipotensi yang tidak respon terhadap resusitasi cairan dan
vasopressor.
 Ventilasi Mekanik
Lung Protective strategies untuk pasien dengan ALI/ARDS yang
menggunakan ventilasi mekanik sudah diterima secara luas. Volume
tidal rendah (6cc/kg) dan batas plateau pressure ≤ 30 cmH2O
diinginkan pada pasien dengan ALI/ARDS. Pola pernapasan ini dapat
meningkatkan PaCO2 atau hiperkapnia permisif. Pemberian PEEP
secara titrasi dapat dicoba untuk mencapai sistem pernapasan yang
optimal.
 Kontrol Gula Darah
Beberapa penelitian menunjukkan penurunan angka kematian di ICU
dengan menggunakan terapi insulin intensif. Peneliti menemukan target
GD < 180mg/dl menurunkan mortalitas daripada target antara 80-
108mg/dl. Banyaknya episode hipoglikemia ditemukan pada kontrol
18

GD yang ketat. Rekomendasi SSC adalah mempertahankan gula darah


< 150 mg/dl.
 Recombinant Human-Activated Protein C (rhAPC)
Pemberian rhAPC tidak dianjurkan pada pasien dengan risiko kematian
yang rendah atau pada anakanak. SSC merekomendasikan pemberian
rhAPC pada pasien dengan risiko kematian tinggi (APACHE II≥25 atau
gagal organ multipel)
 Pemberian Produk darah
Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah 7.0 g/dl.
Direkomendasikan target Hb antara 7-9 g/dl pada pasien sepsis
dewasa. Tidak menggunakan FFP untuk memperbaiki hasil
laboratorium dengan masa pembekuan yang abnormal kecuali
ditemukan adanya perdarahan atau direncanakan prosedur invasif.
Pemberian trombosit dilakukan bila hitung trombosit < 5000/mm3
tanpa memperhatikan perdarahan.

2.10 Prognosis
Prognosis dari penurunan kesadaran akibat syok sepsis akan jelek bila dasar
atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Jenis kelamin, penyakit kronis,
keadaan imunosupresi, infeksi HIV dan keganasan akan memperburuk dan
memperberat keadaan sepsis. 8
19

BAB III
KESIMPULAN

Syok sepsis merupakan suatu sindroma akibat adanya invasi akut oleh
patogen atau produk toksiknya yang mengakibatkan respon sistemik dan
kegagalan sirkulasi akut. Kegagalan sirkulasi terlihat dari turunnya tekanan darah
sistolik dibawah 90 mmHg atau diastolik dibawah 40 mmHg dari baseline, dan
tidak memberikan respon terhadap resusitasi cairan.
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang. Gejala umum sepsis dapat berupa demam >38ºC ataupun hipotermi
<36ºC, takikardi, takipneu, perubahan status mental, hipotensi, oliguria akut,
CRT>2 detik. Sedangkan dari hasil pemeriksaan lab dan penunjang dapat
ditemukan hiperglikemi, leukositosis >12.000 μL–1, leukopeni <4000 μL–1,
trombositopeni, hiperbilirubinemia, hiperlaktatemia, peningkatan C-reactive
protein, prokalsitonin, dan kreatinin.
Prinsip utama penanganan sepsis dan syok septik adalah untuk mangatasi
infeksi, mencapai hemodinamik yang stabil, meningkatkan respon imunitas, dan
memberikan support untuk organ dan metabolisme.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Hurtado FJ, Buroni M, Tenzi J. Sepsis: Clinical approach, evidence-


based at the bedside. In: Gallo A, et al, editors. Intensive and Critical Care
Medicine. Springer-Verlag Italia, 2009; p. 299-309.
2. Nguyen B, et al. Severe sepsis and septic shock: Review of the literature
and emergency. Department management guidelines. Annals of Emergency
Medicine. 2006; 48(1): 28-54.
3. Nathalie M, Dhainaut JF. Sepsis and acute lung injury. In: Dhainaut JF, et al,
editors. Septic shock. WB Saunders Company Limited, 2000; p. 211-45.
4. Orbach S, et al. The patient with sepsis or the Systemic Infl amatory
Respons Syndrome. In: Murray MJ, et al, editors. Critical care medicine:
Perioperative management. 2nd ed. Lippincott Williams&Wilkins, 2002;
p. 601-15.
5. Dellinger P, et al. Surviving sepsis campaign: International guidelines
for management of severe sepsis and septic shock 2008. Crit Care Med,
2008; 36(1): p. 296-320.
6. NICE-SUGAR Study Investigators. Intensive versus conventional glucose
control in critically ill patients. N Engl J Med.2009; 360(13): 1283-97.
7. Wynn J, Cornell TT, Wong HR, Shanley TP, Wheeler DS. The host response
to sepsis and developmental impact. Pediatrics 2010;125:1031-41.
8. Springer-Verlag Italia, 2009; p. 299-309. 2. Nguyen B, et al. Severe sepsis
and septic shock: Review of the literature and emergency. Department
management guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-54.
9. Parillo et al. Septic shock in humans. Annals of internal medicine,
1991,113: 227-242
10. Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3
21

11. Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam
Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K,
Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. p:
187-9
12. Glauser et al. Septic Shock: pathogenesis. Lancet 1991, 338: 732-736

Anda mungkin juga menyukai