A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa merupakan suatu masalah kesehatan yang masih sangat penting
untuk diperhatikan, hal itu dikarenakan penderita tidak mempunyai kemampuan
untuk menilai realitas yang buruk. Gejala dan tanda yang ditunjukkan oleh
penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,
gangguan kesadaran, gangguan emosi, kemampuan berpikir, serta tingkah laku
aneh (Nasir, 2011). Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan
kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Menurut data WHO (2016) terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta
orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Di Indonesia sendiri, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan
sosial dengan keanekaragaman penduduk di setiap wilayahnya memiliki jumlah
kasus gangguan jiwa yang terus bertambah dan berdampak pada penambahan
beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka waktu yang
panjang.
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan
perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi,
hubungan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart, 2007). Hambatan atau
gangguan interaksi sosial pada individu yang mengalami gangguan jiwa kronis itu
bervariasi. Bagi sebagian orang, hambatan tersebut berasal dari hasil uji realitas
yang buruk. Apabila tidak dapat mempersepsikan realitas secara akurat, individu
akan kesulitan untuk mengatasi berbagai masalah setiap harinya.
Bagi sebagian lain, hambatan tersebut mungkin disebabkan oleh isolasi sosial atau
penurunan ketrampilan interpersonal (Carpenito, 2009). Kekambuhan gangguan
jiwa adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala gangguan psikis atau jiwa
yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stuart dan Laraia, 2001). Pada
kasus gangguan jiwa kronis, diperkirakan 50% penderita gangguan jiwa kronis
akan mengalami kekambuhan pada tahun pertama, dan 70% pada tahun yang
kedua. Kekambuhan biasa terjadi karena ada hal-hal buruk yang menimpa
penderita gangguan jiwa, seperti diasingkan oleh keluarganya sendiri
(Wiramisharjo, 2007).
Penderita gangguan jiwa sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih
besar dari masyarakat di sekitarnya bahkan dalam beberapa kasus oleh
keluarganya sendiri. Mereka sering mendapat perlakuan yang tidak manusiawi
seperti perlakuan keras. Perlakuan ini disebabkan ketidaktahuan atau pengertian
yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat. Hal inilah yang biasanya
menyebabkan penderita gangguan jiwa untuk sulit sembuh dan sering kambuh
kembali (Stuart dan Laraia, 2001).
B. TEMA
Seminar Hasil Asuhan Keperawatan Jiwa “Caring in Nursing Action”.
C. TUJUAN
Tujuan umum :
Menyiapkan tenaga kesehatan untuk melakukan rencana tindakan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.
Tujuan khusus:
1. Perawat mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan
gangguan jiwa.
2. Perawat mampu melakukan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan
gangguan jiwa
3. Perawat mampu melakukan implementasi pada klien dengan gangguan jiwa
4. Perawat mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan
jiwa
D. KEGIATAN
08.00 - 08.30 :Pembukaan dan sambutan
08.35 - 08.50 :Penyampaian materi 1 oleh Kelompok 1
09.55 - 09.10 :Penyampaian materi 2 Kelompok 2
09.15 - 09.30 :Penyampaian materi 3 oleh Kelompok 3
09.35 - 09.50: Penyampaian materi4 oleh kelompok 4
09.55 - 10.25 :Sesi tanya jawab
10.25 - 10.45 :Kesan pesan oleh perwakilan mahasiswa
10.50 - 11.00 :Penutup
E. SASARAN
Sasaran kegiatan seminar adalah sebagai berikut :
Mahasiswa keperawatan
Institusi pendidikan keperawatan
Petugas Panti
Jakarta, 24 Januari,2018
Menyetujui,
KetuaPelaksana Ketua Program Studi S1 Keperawatan
Universitas MH Thamrin