Referat Adhd
Referat Adhd
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemudian pada tahun 1980an istilah Attention Deficit Disorder (ADD) diperkenalkan
dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) III edisi ketiga yang
menjadi panduan psikiatris. Pada tahun 1994 istilah tersebut diganti dengan
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). ADHD di Indonesia disebut juga dengan
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH).
Saat ini ADHD memiliki insidens sebesar 2 – 20% pada anak usia sekolah di Amerika
Serikat. Di Indonesia sendiri masih belum ada data mengenai seberapa banyak anak sekolah
yang didiagnosis dengan ADHD. ADHD memiliki tiga subtipe yakni inatensi,
hiperaktif/impulsif, atau kombinasi keduanya. Diagnosis ADHD harus ditegakkan dengan
tepat dan harus dapat dibedakan dengan variasi perilaku normal pada anak-anak. Untuk
menegakkan diagnosis ADHD, individu tersebut harus berusia di atas 7 tahun dan gejala
didapatkan dari observasi di dua tempat yang berbeda. 1
Adapun alasan pembuatan referat mengenai ADHD ini diperkuat dengan adanya anggota
keluarga penulis yang didiagnosis dengan ADHD. Akan tetapi, diagnosis ADHD tersebut
ditegakkan saat individu tersebut berusia kurang dari 7 tahun. Hal inilah yang menimbulkan
pertanyaan dalam diri penulis mengenai kebenaran diagnosis tersebut.
1
1.2. Tujuan Penulisan
1. Memahami etiologi, gejala, mampu mendiagnosis Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) atau gangguan kronis pemusatan perhatiandan hiperaktivitas
(GPPH) secara tepat.
2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Atma Jaya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2.3. Faktor Neurochemical
Hasil PET Scan pada individu dengan ADHD menunjukkan adanya penurunan
aliran darah dan metabolisme ke otak bagian lobus frontal. Hal ini mendukung teori
bahwa individu dengan ADHD memiliki lobus frontal yang tidak secara adekuat
dapat menjalankan fungsi inhibisinya. Akan tetapi, hasil CT Scan tidak
menunjukkan adanya kelainan. Sebagian besar hasil EEG pada ADHD juga tidak
menunjukkan adanya kelainan, namun pada beberapa kasus terdapat peningkatan
beta band dan penurunan delta band yang diasosiasikan dengan peningkatan
arousal.1
4
tertentu dan melakukan pekerjaan yang rutin. Status sosioekonomik mungkin tidak
memiliki peranan pada ADHD.1
ADHD biasanya mulai dikenali sejak masa balita. Anak dengan ADHD sensitif tehadap
stimulus dan mudah kesal dengan suara, cahaya, suhu dan perubahan lingkungan lainnya.
Balita dengan ADHD lebih aktif saat di dalam tempat tidur, sulit tidur dan sering menangis.
Anak usia sekolah dengan ADHD sulit untuk mematuhi peraturan seperti menunggu giliran,
hanya menjawab satu sampai dua pertanyaan saat ujian dan sulit diam di tempat. Sifat anak
dengan ADHD yakni eksplosif dan iritabel. Mood anak dengan ADHD bervariasi dan tidak
dapat diramalkan.
Karakteristik lain anak ADHD yakni impulsif dan inability to delay gratification. Yang
dimaksud dengan impulsif yakni seperti berbuat sebelum dipikirkan, melakukan aktivitas
yang berganti-gantian, organisasi yang buruk dan meloncat-loncat di kelas. Gangguan atensi
pada ADHD ditunjukkan dengan short attention span, mudah terdistraksi, gagal untuk
menyelesaikan tugas, dan konsentrasi yang buruk. Anak dengan ADHD biasanya memiliki
masalah di sekolahnya, baik perilaku maupun akademis.
Anak dengan ADHD dapat memiliki kepribadian antisosial, self defeating dan self
punitive yang diakibatkan menurunnya percaya diri karena perasaan tidak dapat mengikuti
sekolah seperti teman-temannya. Rasa tidak percaya diri tersebut juga dapat bertambah parah
akibat ejekan teman-temannya (peer pressure). ADHD dapat bermanifestasi sampai individu
tersebut dewasa.1,2
2.4. Diagnosis
Diagnosis ADHD dapat ditegakkan melalui anamnesa dan observasi langsung terhadap
perilaku yang menunjukkan inatensi, impulsif dan hiperaktif. Disabilitas yang disebabkan
oleh ADHD setidaknya terjadi pada dua tempat yang berbeda, misalnya di rumah dan di
sekolah. Kriteria diagnosis ADHD yang dibuat berdasarkan DSM-V yakni disajikan pada
tabel 2.1. ADHD digolongkan ke dalam neurodevelopmental disorders dalam DSM-V
5
Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis ADHD Berdasarkan DSM-V3
6
e. is often “on the go” or acting as if “driven by a motor”
f. often talks excessively
g. often blurts out an answer before a question has been completed
h. often has difficulty waiting his/her turn
i. often interrupts or intrudes on others (e.g., butts into conversations or games)
D. There is clear evidence that the symptoms interfere with, or reduce the quality of
social, academic, or occupational functioning
E. The symptoms do not occur exclusively during the course of schizophrenia or another
psychotic disorder and are not better accounted for by another mental disorder (e.g.,
mood disorder, anxiety disorder, dissociative disorder, personality disorder, substance
intoxication or withdrawal)
Terdapat kriteria diagnosis lain untuk ADHD menurut Buku Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi ketiga. ADHD termasuk dalam gangguan
perilaku dan emosional dengan onset pada masa kanak dan remaja dengan urutan hierarki
kesembilan yang digolongkan ke dalam gangguan hiperkinetik (F90.) dengan subdivisi
7
gangguan aktivitas dan perhatian (F90.0). Pedoman diagnostik gangguan hiperkinetik seperti
yang dikutip dari PPDGJ-III adalah sebagai berikut 4 :
1. Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini
menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu
situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik).
2. Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan
ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini seringkali
beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap
tugas yang satu, karena perhatiannya tertarik kepada kegiatan lainnya (sekalipun
kajian laboratorium pada umumnya tidak menunjukkan adanya derajat gangguan
sensorik atau perseptual yang tidak biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan
perhatian ini seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan
usia atau IQ yang sama.
3. Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam
situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari situasinya,
mencakup anak itu berlari-lari atau berlompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun
bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menhendaki anak itu tetap duduk, terlalu
banyak berbicara dan ribut, atau kegugupan/kegelisahan dam berputar-putar (berbelit-
belit). Tolok ukur untuk penilaiannya ialah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan
dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan
anak-anak lain yang sama umur dan nilai IQ-nya. Ciri khas perilaku ini paling nyata
di dalam situasi yang berstruktur dan diatur yang menuntut suatu sikap pengendalian
diri yang tinggi.
4. Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu diagnosis,
namun demikian ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam hubungan-hubungan
sosial, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsif
melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau
mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang belum lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya),
kesemuanya merupakan ciri khas dari anak-anak dengan gangguan ini.
5. Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah di ctaat
secara terpisah (di bawah F80 - F89) bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan
bagian dari diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya.
8
6. Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupun
kriteria inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapi ada tidaknya gejala-gejala itu
dijadikan dasar untuk subdivisi utama dari gangguan tersebut.
Perilaku temperamental yang meliputi hiperaktivitas dan konsentrasi yang rendah namun
masih dalam batas normal untuk anak seusianya perlu dipikirkan terlebih dahulu.
Membedakan ADHD dengan karakteristik temperamental tersebut sebelum anak berusia 3
tahun merupakan hal yang sulit. Hal ini disebabkan oleh adanya perkembangan susunan saraf
yang imatur pada anak-anak. Anxietas pada anak-anak juga perlu diperhatikan karena dapat
menyertai ADHD ataupun anxietas sendiri memiliki manifestasi hiperaktivitas dan mudah
terdistraksi.
ADHD juga dapat didiagnosis banding dengan mania. Manifestasi klinis mania yang
mirip dengan ADHD yakni berbicara banyak, hiperaktivitas motorik, dan mudah terdistraksi.
Terlebih lagi, mania yang dialami oleh anak-anak memiliki gejala iritabilitas, berbeda dengan
orang dewasa yakni euforia. Terdapat penelitian dimana menunjukkan ADHD dapat
berkembang menjadi gangguan bipolar. Hal ini dapat membuat ADHD sebagai salah satu
prediktor mania di kemudian hari.
Gangguan perilaku dan ADHD sering ditemukan bersamaan dan keduanya perlu
dievaluasi. Gangguan belajar (learning disorders) juga perlu dibedakan dengan ADHD,
namun ADHD sering disertai dengan gangguan belajar termasuk membaca, berhitung dan
menulis.1
2.6. Tatalaksana
2.6.1. Non farmakoterapi
Intervensi psikososial perlu dilakukan sebagai tatalaksana ADHD. Social skill
group, pelatihan orangtua dengan anak ADHD, dan intervensi perilaku ADHD di
sekolah atau di rumah dapat dilakukan. Anak yang mendapat farmakoterapi juga perlu
dijelaskan mengenai tujuan pengobatan tersebut agar tidak terjadi persepsi yang salah
yang dapat mengakibatkan kurangnya percaya diri.Orangtua dan guru di sekolah juga
perlu bekerja sama menghadapi anak dengan ADHD dan membuat reward apabila
anak tersebut berhasil melakukan sesuatu.
9
Tujuan tatalaksana non farmakoterapi pada ADHD yakni memberikan
pengetahuan pada orangtua bahwa anak dengan ADHD tidak dengan sengaja
melakukan hal-hal yang impulsif atau berperilaku hiperaktif. Selain itu membangun
kepercayaan diri pada anak ADHD juga penting.
2.6.2. Farmakoterapi
Farmakoterapi diberikan pada pasien dengan ADHD bertujuan untuk
mengontrol gejala yang muncul. Farmakoterapi tidak akan menyembuhkan ADHD.2
Obat yang diberikan dibagi dalam 2 golongan yakni zat stimulan dan non-stimulan.1
2.6.2.1. Stimulan
Metilfenidat dan Amfetamin merupakan zat stimulan berupa agonis
dopamin yang sering digunakan untuk ADHD. Akan tetapi, mekanisme kerja
obat-obatan ini masih belum jelas. Metilfenidat memiliki efektivitas yang tinggi
dengan efek samping yang rendah dalam mengobati ADHD. Metilfenidat ini
bekerja secara cepat sehingga efektif digunakan saat jam sekolah sehingga anak
ADHD dapat menyelesaikan tugasnya.
2.6.2.2. Non-stimulan
Yang termasuk golongan non-stimulan adalah Atomoxetine HCl yang
bekerja sebagai norepinephrine uptake inhibitor. Sama halnya dengan obat
stimulant, mekanisme kerja obat ini pada ADHD masih belum diketahui secara
pasti. Efek samping yang terdapat pada obat ini adalah penurunan napsu makan,
rasa tidak nyaman pada abdomen, pusing dan iritabilitas. Beberapa kasus yang
pernah dilaporkan yakni terdapat efek samping juga berupa peningkatan tekanan
darah dan laju nadi.
10
2.7. Prognosis
Gejala klinis ADHD dapat menetap sampai usia dewasa pada 50% kasus. Pada 50%
kasus lainnya, gejala dapat berkurang. Gejala hiperaktivitas pada beberapa kasus hilang
namun gejala konsentrasi yang pendek dan pengendalian impuls yang buruk masih
ditemukan. Prognosis ADHD juga ditentukan oleh riwayat keluarga dengan ADHD,
peristiwa/ pengalaman buruk dalam hidup, gangguan komorbiditas yang dapat memperparah
gejala, depresi dan gangguan anxietas. Remisi biasanya terjadi di antara usia 12 sampai 20
tahun.1
11
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis ADHD memang memiliki kriteria yang telah dibahas sebelumnya. Akan
tetapi, seperti yang telah diutarakan pada diagnosis banding, ADHD perlu dibedakan dengan
perilaku normal pada anak-anak. Di Amerika Serikat dan negara lainnya, terdapat
peningkatan penegakkan diagnosis ADHD secara signifikan.5,6 Hal inilah yang menimbulkan
pertanyaan apakah diagnosis ADHD ditegakkan secara berlebihan.
Faktor yang dapat mempengaruhi individu memiliki gangguan jiwa yakni lingkungan
seperti dukungan keluarga, tekanan di sekolah, kehidupan keluarga yang sibuk dan aktif dan
gaya hidup individualis, kompetitif dan independen. Selain itu, perbedaan budaya dapat
menjadi alasan juga untuk penegakkan diagnosis ADHD. Yang dimaksud dengan faktor
budaya disini adalah dimana seorang individu yang dikatakan ADHD di lingkungannya,
belum tentu dapat dikatakan sebagai ADHD di kelompok individu lainnya. Tidak ada
determinan sosial khusus yang dapat membedakan seorang ADHD dengan yang lainnya. 7
Mandell et al. menemukan angka peningkatan diagnosis ADHD dari 11 : 100.000 kasus
pada tahun 1989 menjadi 53 : 100.000 kasus pada tahun 2000. Diagnosis ADHD terlihat
sudah ditegakkan pada usia 1 tahun dengan puncak saat usia 7 dan 12 tahun.6 Penegakkan
diagnosis sebelum 7 tahun inilah yang bertentangan dengan kriteria diagnosis yang sudah
dibuat dalam DSM-IV-TR.8 Akan tetapi terdapat perbedaan kriteria diagnosis DSM-IV
dengan DSM-V dimana diagnosis ADHD dapat ditegakkan apabila gejala muncul sebelum
individu berusia 12 tahun.3
12
Terapi berupa obat-obatan pada ADHD juga memberikan semacam solusi instan bagi
orangtua, guru dan klinisi untuk mengatasi anak yang hiperaktif, impulsif dan memiliki
konsentrasi rendah. Hal ini yang membuat lepasnya peran orang dewasa untuk membimbing
anak agar memiliki perilaku yang well behaved. Perusahaan farmasi pun berlomba-lomba
untuk membuat obat dan memasarkan produk mereka dengan mempopulerkan ADHD.7
13
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) meliputi tingkat aktivitas dan
impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian
yang terganggu. Penyebab pasti ADHD masih belum diketahui secara pasti dan dipercaya
melibatkan interaksi dari berbagai faktor eksogen dan endogen. Gejala ADHD terbagi
menjadi tiga kelompok, yaitu inatensi,hiperaktivitas dan perilaku impulsif. ADHD perlu
didiagnosis secara teliti sehingga tidak terjadi overdiagnosis. Terapi standar individu dengan
ADHD terdiri dari medikasi (farmakologi) dan konseling (non farmakologi).
4.2. Saran
Klinisi perlu mengkaji secara teliti anak dengan gejala inatensi, hiperaktivitas dan
perilaku impulsif.
Perlunya pemahaman orang tua dan guru terhadap anak dengan Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD)
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry : behavioral
sciences/clinical psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
2. NIMH .Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) [Internet]. [cited 2014 Oct 2].
Available from: http://www.nimh.nih.gov/health/topics/attention-deficit-hyperactivity-
disorder-adhd/index.shtml
4. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2001.
6. Mandell DS, Thompson WW, Weintraub ES, DeStefano F, Blank MB. Trends in
diagnosis rates for autism and ADHD at hospital discharge in the context of other
psychiatric diagnoses. Psychiatr Serv. 2005;56(1):56–62.
10. Meijer WM, Faber A, Ban E van den, Tobi H. Current issues around the
pharmacotherapy of ADHD in children and adults. Pharm World Sci. 2009 Oct
1;31(5):509–16.
11. Timimi S. Pathological Child Psychiatry and the Medicalization of Childhood By Sami
Timimi. Br J Psychiatry. 2004 Mar 1;184(3):282–282.
15