Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
amanah terbesar bagi orang tua untuk mendidik, menafkahi, mengayomi, serta
menyayangi anaknya hingga anaknya tumbuh menjadi insan yang berguna bagi
bangsa dan negara. Di dalam kehidupan sehari-hari dapat kita perhatikan
bagaimana orang tua memiliki peran yang sangat besar bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak baik secara fisik maupun secara mental, laju cepatnya
pertumbuhan dan perkembangan anak tergantung dari asupan-asupan nilai
kehidupan dari orang tua.
Anak merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa
sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang,
berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan
diskriminasi dari hak sipil dan kebebasan. Pemenuhan hak anak merupakan
bagian dari upaya pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab merealisasikan
peran dalam memberikan perlindungan terhadap anak Indonesia sebagaimana
telah secara formal diamanatkan dalam ketentuan hukum positif yang berlaku.
Tanggung jawab pemerintah tersebut diimplementasikan dalam bentuk kebijakan
publik, yang bisa dikaji dari berbagai produk hukum dan peraturan perundang-
undangan yang menjadi landasannya, serta mengkaji kebijakan pemerintah yang
bersifat sistemik,holistik dan komprehensif.
Pola asuh orang tua adalah perilaku orang tua dalam mendidik anak-anak
mereka. Ada juga yang mengartikan pola asuh sebagai sikap orang tua terhadap
anaknya. Untuk membina atau mendidik anak tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan, atau sacara kebetulan saja, tetapin orang tua harus mengadakan
kontak sosial dengan anak, dengan kontak sosial itulah akan menimbulkan
tingkah laku lekat terhadap anaknya.
Penerapan pola asuh yang salah bisa menyebabkan kesalahan fatal
terhadap kondisi kejiwaan anak, anak akan merasa terpukul dikarenakan adanya

1
tekanan dari orang tua yang belum bisa ia terima. Hal ini akan menyebabkan
konflik-konflik yang cenderung berkelanjutan di dalam keluarga tersebut. Dalam
hal ini anak akan merasa tidak dilindungi oleh sekitarnya bahkan oleh
keluarganya sendiri dan akan memberikan efek terhadap perkembangan
psikologinya.
Kurangnya pengenalan tentang masalah kejiwaan akan berpotensi
membuat seseorang kurang mengenal potensi maupun kekurangan dari dirinya,
khususnya masalah kejiwaan. Akibatnya akan beragam, tapi akan lebih nampak
pada remaja. Mereka dengan ketidak mengertiannya mengenai seluk beluk
kejiwaan akan membentuk pribadi yang cenderung subyektif dan egosentris.
Mereka tidak mengetahui mengenai tipe tipe kepribadian. Kurang tahunya potensi
diri akan menyebabkan mereka cenderung mengambil keputusan berdasarkan
emosinya maupun pengaruh teman temannya.
Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa merupakan
tolak ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan sesuai dengan
kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu
tindakan hukum yang berakibat perlu adanya penjaminan hukum bagi anak.
Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan perlindungan
anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak
diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan anak. Kegiatan perlindungan
anak setidaknya memiliki dua aspek, yang pertama berkaitan dengan kebijakan
dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan hak-
hak anak dan aspek kedua menyangkut pelaksanaan kebijakan dan peraturan-
peraturan tersebut.
Khususnya dalam perlindungan hak anak pada zaman yang modern ini
seharusnya semakin besarnya perhatiannya dalam menciptakan kondisi yang
kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak dalam rangka perlindungan oleh dalam
suatu negara hukum dan demokrasi. Perlindungan hak asasi manusia termasuk
kedalamnya perlindungan terhadap anak. Perlindungan anak yang diberikan
negara terhadap anak-anak meliputi berbagai aspek kehidupan, aspek ekonomi,
sosial, budaya, politik, hamkan maupun aspek hukum.

2
Orang tua juga memiliki peran yang sangat besar terhdap pemebentukan
karakter yang berkualitas bagi anaknya, karakter yang berkualitas akan timbul
dengan pemeberian pola asuh yang tepat bagi anak. Dari pemasalahan tersebut
sangat menarik untuk di buat suatu ulasan mengenai Pengaruh Penerapan Pola
Asuh Orang Tua Dalam Perkembangan Psikologi Anak .
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja hak perlindungan yang diperoleh anak dari pemerintah
2. Apa saja pola asuh yang tepat bisa diterapkan oleh orang tua dalam
perkembangan psikologi anak
3. Apa saja pola asuh yang diberikan oleh orangtua siswa SMPS Patria
Dharma

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui hak-hak perlindungan yang diperoleh dari pemerintah
untuk anak.
2. Untuk mengetahui pola asuh yang bisa diterapkan oleh orang tua dalam
perkembangan psikologi anak.
3. Untuk mengetahui pola asuh yang diberikan oleh orangtua siswa SMPS
Patria Dharma

1.4 Manfaat Penulisan


Dengan adanya penelitian ini peneliti berharap kepada orangtua khususnya
orangtua siswa SMPS Patria Dharma bisa menerapkan pola asuh yang tepat dalam
mendidik anaknya sehingga nantinya akan terwujud keluarga yang harmonis dan
bahagia serta bisa membantu perkembangan psikologi anak menjadi anak yang
lebih tangguh .

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Anak


Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak adalah
keturunan kedua. Dalam konsideran Undang-undang No. 23 Tahun 2002 (yang
telah diubah dengan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak), dikatakan
bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut
dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus
yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut,
maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak
mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan
anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya
perlakuan tanpa diskriminasi.
Pengertian anak tidak pernah terlepas dari batasan usianya untuk
membedakannya terhadap orang dewasa, perbuatan serta akibat yang ditimbulkan
olehnya, ataupun untuk memberikan perlindungan serta sanksi kepadanya.
Pengaturan tentang batasan pengertian dan usia anak itu sendiri dapat diperhatikan
melalui peraturan perundang-undangan antara lain:
a. Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih di dalam kandungan.
b. Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Undang-Undang ini memberikan pengertian anak sesuai dengan
kedudukan anak di dalam tindak pidana yang terjadi, yakni:

4
1. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik
dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang
menjadi saksi tindak pidana.
2. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak
adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
3. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak
Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang
disebabkan oleh tindak pidana.
4. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak
Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di pengadilan tentang suatu perkara pidana yang
didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
2.1.1. Tahap Perkembangan Anak
Menurut Hurlock dalam bukunya yang berjudul Child Development,
perkembangan anak dibagi menjadi 5 periode, yaitu :
A. Periode pra lahir yang dimulai dari saat pembuahan sampai lahir. Pada periode
ini terjadi perkembangan fisiologis yang sangat cepat yaitu pertumbuhan seluruh
tubuh secara utuh.
B. Periode neonatus adalah masa bayi yang baru lahir. Masa ini terhitung mulai 0
sampai dengan 14 hari. Pada periode ini bayi mengadakan adaptasi terhadap
lingkungan yang sama sekali baru untuk bayi tersebut yaitu lingkungan di luar
rahim ibu.
C. Masa bayi adalah masa bayi berumur 2 minggu sampai 2 tahun. Pada masa ini
bayi belajar mengendalikan ototnya sendiri sampai bayi tersebut mempunyai
keinginan untuk mandiri.
D. Masa kanak-kanak terdiri dari 2 bagian yaitu masa kanak-kanak dini dan akhir
masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak dini adalah masa anak berusia 2 sampai 6
tahun, masa ini disebut juga masa pra sekolah yaitu masa anak menyesuaikan diri

5
secara sosial. Akhir masa kanak-kanak adalah anak usia 6 sampai 13 tahun, biasa
disebut sebagai usia sekolah.
E. Masa puber adalah masa anak berusia 11 sampai 16 tahun. Masa ini termasuk
periode yang tumpang tindih karena merupakan 2 tahun masa kanak-kanak akhir
dan 2 tahun masa awal remaja. Secara fisik tubuh anak pada periode ini berubah
menjadi tubuh orang dewasa.
Faktor orang tua atau keluarga terutama sifat dan keadaan mereka sangat
menentukan arah perkembangan masa depan para anak yang mereka lahirkan.
Sifat orang tua (parental trail) yang dimaksudkan ialah gaya khas dalam bersikap,
memandang, memikirkan, dan memperlakukan anak. Contoh: kelahiran bayi yang
tidak dihendaki (misalnya akibat pergaulan bebas) akan menimbulkan sikap dan
perlakukan orang tua yang bersifat menolak (parental rejection). Sebaliknya,
sikap orang tua yang terlalu melindungi anak juga dapat mengganggu
perkembangan anak. Perilaku memanjakan anak secara berlebihan ini, menurut
hasil penelitian Chazen, ternyata berhubungan erat dengan penyimpangan perilaku
dan ketidakmampuan sosial anak di kemudian hari. Dari hal ini akan timbul
konflik antara anak dan orang tua yang biasanya diekspresikan dengan sebuah
hukuman yang hanya membuat jiwa anak tersebut tertekan.
2.2. Undang-Undang yang Mengatur Hak Perlindungan Anak
Saat ini baik di Indonesia maupun di negara-negara lain sering kita lihat,
dengar dan baca dari media elektronik dan media cetak anak-anak yang dianiaya,
ditelantarkan bahkan dibunuh hak-haknya oleh orangtuanya sendiri maupun oleh
kerasnya kehidupan. Hak asasi mereka seakan-akan tidak ada lagi dan tercabut
begitu saja oleh orang-orang yang kurang bertanggungjawab. Bukan orang
dewasa saja yang mempunyai hak, anakanak pun mempunyai hak. Hak-hak untuk
anak-anak ini diakui dalam Konvensi Hak Anak yang dikeluarkan oleh Badan
Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1989. Menurut konvensi tersebut, semua
anak, tanpa membedakan ras, suku bangsa, agama, jenis kelamin, asal-usul
keturunan maupun bahasa memiliki 4 hak dasar yaitu :
1. Hak Atas Kelangsungan Hidup
Termasuk di dalamnya adalah hak atas tingkat kehidupan yang layak, dan

6
pelayanan kesehatan. Artinya anak-anak berhak mendapatkan gizi yang baik,
tempat tinggal yang layak dan perwatan kesehatan yang baik bila ia jatuh sakit.
2. Hak Untuk Berkembang
Termasuk di dalamnya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan,
informasi, waktu luang, berkreasi seni dan budaya, juga hak asasi untuk anak-
anak cacat, dimana mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pendidikan
khusus.
3. Hak Partisipasi
Termasuk di dalamnya adalah hak kebebasan menyatakan pendapat,
berserikat dan berkumpul serta ikut serta dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut dirinya. Jadi, seharusnya orang-orang dewasa khususnya orangtua
tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada anak karena bisa jadi pemaksaan
kehendak dapat mengakibatkan beban psikologis terhadap diri anak.
4. Hak Perlindungan
Termasuk di dalamnya adalah perlindungan dari segala bentuk eksploitasi,
perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana maupun
dalam hal lainnya. Contoh eksploitasi yang paling sering kita lihat adalah
mempekerjakan anak-anak di bawah umur.
Untuk itu ada baiknya para orangtua, lembaga-lembaga pendidikan
maupun lembaga lain yang terkait dengan anak mengevaluasi kembali, apakah
semua hak-hak asasi anak telah dipenuhi / terpenuhi.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat menjunjung tinggi
Hak Asasi Manusia (HAM) demi terciptanya keadaan yang kondusif bagi warga
negaranya. Dalam hal ini Negara Indonesia juga menaruh perhatian khusus bagi
anak-anak warga negara, dimana setiap anak memiliki hak dalam menjalankan
keberlangsungan hidupnya.
Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, menyebutkan : “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-
hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan partisipasi secara optimal

7
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera ( Pasal 3 Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 ).
2.3. Psikologi Anak
Psikologi anak adalah cabang psikologi yang mempelajari perubahan dan
perkembangan struktur jasmani, perilaku, dan fungsi mental manusia yang
dimulai sejak terbentuknya makhluk itu melalui pembuahan hingga menjelang
mati.
Psikologi anak sebagai pengetahuan yang mempelajari persamaan dan
perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup. Masa ini dimulai dari umur 2
minggu sampai umur 2 tahun. Masa bayi ini dianggap sebagai periode kritis
dalam perkembangan kepribadian karena merupakan periode dimana dasar-dasar
untuk kepribadian dewasa pada masa ini mulai ditumbuhkan. Masa psikologi anak
selanjutnya yaitu bawah lima tahun atau yang sering dengan balita merupakan
periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Pada masa tersebut anak
akan terus mengalami perkembangan kondisi psikologi mereka, seperti:
1. Perkembangan fisik
Pertambahan berat badan menurun, terutama diawal balita. Hal ini terjadi
karena balita menggunakan banyak energi untuk melakukan segala
aktivitasnya. Pada masa ini balita akan mengalami masa dimana terjadi
penambahan massa otot yang bisa membuat balita tersebut berubah
menjadi kuat dibandingkan sebelumnya.
2. Perkembangan tingkah laku
Terjadi perubahan yang cukup drastis dari kemampuan psikomotor balita
yang mulai terampil dalam pergerakannya (lokomotion). Mulai melatih
kemampuan motorik kasar misalnya berlari, memanjat, melompat,
berguling, menggengam, melempar yang berguna untuk mengelola
keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang atensi. Pada akhir
periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai terlatih seperti
menulis, menggambar, menggunakan tangannya untuk segala aktivitas

8
yang sebelumnya bisa dilakukan. Pada usia ini balita juga sudah mampu
menguasai kosa kata lebih dari 50 kosa kata dan digunakan sebagai alat
komunikasi dengan orang sekitarnya. Balita mulai memahami dirinya
sebagai individu yang memiliki atribut tertentu seperti nama, jenis
kelamin, serta mulai merasa berbeda dengan orang lain dilingkungannya.
Mekanisme perkembangan ego yang drastis untuk membedakan dirinya
dengan individu lain ditandai oleh kepemilikan yang tinggi terhadap
barang pribadi maupun orang, sehingga pada usia ini balita sulit untuk
dapat berbagi dengan orang lain. Proses pembedaan diri dengan orang lain
atau individuasi juga menyebabkan anak pada usia 3 atau 4 tahun
memasuki periode negetivistik sebagai salah satu bentuk latihan untuk
mandiri. Akhir dari prosesini akan menghantarkan status balita tersebut
menjadi anak-anak.
Perkembangan kondisi psikologi anak sudah barang tentu akan
mengakibatkan terjadinya perubahan sifat yang berbeda dari sebelumnya. Pada
masa ini anak-anak cenderung sedikit ingin membuktikan jati dirinya dengan
mengekspresikan sifatnya dalam bentuk tingkah laku di kehidupan sehari-harinya.
Orang tua sangat memiliki tanggung jawab yang besar jika anak sedang
mengalami masa transisi menuju ke faseselanjutnya yaitu remaja. Dengan pola
asuh yang tepat bisa diterapkan oleh orang tua untuk membina karakter sifat anak
agar tidak terjadi penyelewengan sifat yang tidak dikehendaki oleh orang tua.
Pemberian pola asuh yang tepat adalah salah satu upaya orang tua untuk
mewujudkan perlindungan atau proteksi diri anak agar siap dalam menghadapi
situasi lingkungan tempat ia menghabiskan waktu senjang bersama dengan teman-
teman dekatnya. Jika orang tua berhasil dalam mengasuh anaknya maka anak
tersebut akan mampu bertahan dengan lingkungan bermainnya, tapi jika orang tua
gagal dalam mengasuh maka jiwa anak tersebut bisa mengalami guncangan batin
yang sudah jelas akan merugikan bagi dirinya sendiri.
2.4. Pengenalan Psikologi Sejak Dini Terhadap Anak
Kurangnya pengenalan tentang masalah kejiwaan akan berpotensi
membuat seseorang kurang mengenal potensi maupun kekurangan dari dirinya,

9
khususnya masalah kejiwaan. Akibatnya akan beragam, tapi akan lebih nampak
pada remaja. Mereka dengan ketidak mengertiannya mengenai seluk beluk
kejiwaan akan membentuk pribadi yang cenderung subyektif dan egosentris.
Mereka tidak mengetahui mengenai tipe tipe kepribadian. Kurang tahunya
potensi diri akan menyebabkan mereka cenderung mengambil keputusan
berdasarkan emosinya maupun pengaruh teman temannya. Para orangtua
umumnya tidak memberikan bimbingan psikologis yang baik pada anak anak
mereka. Entah karena ketidak tahuan mereka ataupun karena mereka tdak
menganggap hal itu sesuatu yang penting. Para remaja lebih suka curhat ke kawan
kawan mereka yang notabene pengetahuan psikologisnya sama sama kurang. Jika
ada perilaku anak remaja yang aneh aneh, para orang tua umumnya berusaha
memahami bahwa itu adalah suatu kewajaran yang memang harus dialami setiap
remaja. padahal jika perkembangan seseorang tidak mulai diarahkan sejak remaja,
maka mereka akan menemukan kesulitan untuk membentuk diri menjadi pribadi
dewasa.
Untuk para remaja, mereka akan sangat selektif dalam memilih orang yang
akan ia dengarkan ucapannya. Maka dalam penyampaian bimbingan kejiwaan
pada remaja, sebaiknya dengan menggunakan pendekatan yang dapat diterima
oleh remaja tersebut. Pendekatan yang menggurui akan ditinggalkan oleh mereka.
Kita harus dapat memposisikan diri sebagai "teman" mereka sehingga mereka
memiliki kepercayaan untuk mau menceritakan (curhat) problemanya kepada kita.
Setelah itu penting untuk tidak langsung menghakimi maupun menyalahkan si
remaja tersebut dengan berbagai masalahnya, namun kita harus bersikap mengerti
dan memahami serta memberikan solusi untuk mereka. Remaja yang disalahkan
akan menolak karena pada masa itu rasa egoisnya sedang tinggi tingginya.
2.6. Peran Orang Tua Dalam Perkembangan Psikologi Anak
2.6.1. Pentingnya Perkembangan Psikologi pada Anak-Anak
Perkembangan psikologi yang positif penting dalam perkembangan
psikologi anak-anak. Perkembangan psikologi yang baik dapat diamati dalam
pemikiran mental yang sehat, pengukuhan egoisme, harga diri yang tinggi,
kepekaan terhadap kebebasan dalam mengadaptasikan diri dengan lingkungannya.

10
Perkembangan psikologi yang kurang baik dapat diamati pada harga diri yang
rendah dan juga pada kemunculan pelbagai masalah tingkahlaklu dan mental.
Pentingnya perkembangan psikologi ini jelas karena mempunyai pengaruh yang
sangat besar bagi keberhasilan, hubungan sosial dan kesejahteraan seseorang
individu pada masa depannya.
Orangtua adalah pemberi kasih sayang yang mendasar. Orangtua
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan psikologi anaknya.
Orangtua yang mengabaikan dan juga yang memukul anaknya akan menghalangi
perkembangan psikologi yang sehat. Orangtua pada waktu yang sama sekiranya
diberi pengetahuan yang mencukupi yang terdiri dari ketrampilan-ketrampilan dan
dukungan, akan dapat menjalankan tugas mereka dengan baik. Ini adalah karena
pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan dengan optimal untuk lebih
memusatkan lagi perkembangan psikologi anaknya.
2.6.2. Hal-Hal yang Mendukung Perkembangan Psikologi Anak-Anak
A. Penerimaan Tanpa Syarat
Seorang anak harus diterima tanpa syarat oleh orang dewasa dalam
hidupnya. Anak tersebut juga harus memahami bahwa dia diterima tanpa syarat
apa-apa. Menurut Michael Rutter, orangtua mungkin menerima anaknya bukan
perangainya. Penerimaan tanpa syarat harus ditunjukkan sepenuhnya dalam
tingkahlaku orangtua serta sikap terhadap anaknya. Orangtua harus menjaga,
mencurahkan kasih sayang dan senantiasa siap untuk melayani anaknya terutama
bila diperlukan. Dengan kata lain orangtua mesti bertindak dengan cepat dan
wajar dan sensitif dalam melayani anaknya karena ia harus menerimanya tanpa
syarat.
B. Stimulasi
Anak-anak yang telah melalui berbagai program, memperlihatkan
peningkatan dalam jumlah nilai IQ dan juga dalam bidang-bidang lain yang
berkaitan.
Kajian Brofenbrener terhadap berbagai program pengkajian intervensi,
memperlihatkan bahwa hasil positif akan berkelanjutan seandainya orangtua
melibatkan diri dalam program- program tersebut.

11
` Stimulasi bisa diterapkan kepada anak-anak melalui berbagai cara yaitu
melalui audio; visual; kinetik yang melibatkan pergerakan anak-anak (pergerakan
bahagian depan, tepi dan belakang badan), berbagai aktivitas (main ayunan,
berada dalam ayunan berputar, melompat, dan sebagainya) dan keterlibatan
langsung yang termasuk sentuhan, merasai dan membau.
2.6.3. Memahami Perkembangan Anak-Anak dan Sifat Bawaan (Perangai)
Suatu pemahaman terhadap perkembangan anak-anak bisa menjangkau
jauh dalam membentuk seorang anak yang sehat dari segi psikologi. Orangtua
kadangkala mempunyai pengetahuan yang dangkal bagaimana anak-anak
sebenamya belajar dan berkembang.
Kekurangan pemahaman terhadap pembawaan anak-anak ini mungkin
akan membawa kepada konflik antara orangtua dan anaknya dan juga
permasalahan yang akhirnya mempengaruhi hubungan mereka.
Hanya apabila orangtua memahami perangai anak-anak ini barulah
orangtua tidak akan menyalahtafsirkan suatu tingkahlaku anak-anak yang
bermasalah sebagai bertindak liar dan nakal. Ini mungkin akan membangkitkan
kemarahan orangtua lalu mereka akan menerapkan tindakan disiplin keras yang
sebenarnya tidak perlu. Sebaiknya memang suatu strategi yang berbeda dan sesuai
dapat diambil untuk menggalakkan kerjasama dan mengelakkan konflik.
2.6.4. Tahap Keterlibatan Orang Tua
Jelas bahwa keterlibatan orangtua adalah penting. Tahap keterlibatan mereka
bisa dibagi dalam tiga tahap:
1. Keterlibatan langsung dan interaksi dengan anak.
2. Menyediakan peluang-peluang bagi pengalaman berbeda.
3. Bekerjasama dengan orang/pihak lain sebagai partner.
Pada setiap tahap, adalah penting bagi orangtua menerirna tanpa syarat
anaknya, mengadakan stimulasi dan memahami perkembangan dan perangai
anaknya.
2.6.5. Keterlibatan Orangtua Langsung Dan Interaksi Dengan Anak
Orangtua harus melibatkan diri secara langsung agar perkembangan
psikologi yang positif dapat dihasilkan. Mereka harus menyediakan fisilitas dasar;

12
peka akan penerimaan tanpa syarat dan menerapkan stimulasi dan pada waktu
yang sama mengevaluasi tahap perkembangan dan perangai anak-anak.
Keterlibatan secara langsung ini tidak dapat kita amati pada kebanyakan orangtua
di Asia.
Mereka biasanya menyembunyikan perasaan mereka dan ini menyebabkan
suatu jurang yang dalam dari segi hubungan orangtua dan anak mereka. Kaum
lelaki dianggap sebagai daya penggerak keluarga dan beliau biasanya lebih
memberi arahan daripada berinteraksi dengan anaknya. Beliau lebih suka menegur
daripada bersikap mesra, dengan anaknya.
Orangtua harus menyentuh, menepuk bahu, memeluk anaknya selalu.
Mereka juga mesti memberitahu perasaan mereka terhadap anaknya dan juga pada
waktu yang sama mendengar dan berinteraksi dengan anaknya. Orangtua juga
mesti siap bila anak-anaknya memerlukan mereka. Tugas orangtua penting dalam
menyediakan keperluan dasar yaitu makanan, tetapi ini tidaklah cukup.
Komunikasi adalah amat penting antara orangtua dan anak dan ini seharusnya
berkelanjutan.
Anak-anak memerlukan garis panduan dalam bertingkahlaku melalui
peraturan yang mudah yang disediakan oleh orangtuanya. Konflik, tekanan serta
masalah tingkahlaku terjadi bila orangtua membuat target lebih ataupun kurang
terhadap kemampuan anaknya. Untuk mengatasi ini, Orangtua harus memahami
kemampuan seseorang anak berdasarkan umurnya. Bila seseorang anak didenda,
dia harus diberi pengertian oleh orangtuanya bahwa yang ditolak adalah
tingkahlaku dan bukan dirinya.
Berkurang atau menurunnya kasih sayang dari orangtua yang dapat
diamati anak-anak melalui tindak tanduk orangtua merupakan suatu pengalaman
yang dahsyat bagi anakanak dan seharusnya dihindarkan. Orangtua harus
mengetahui akan pentingnya stimulasi dalam hubungan langsung dan
pengaruh/hasilnya terhadap interaksi yang diterapkan. Stimulasi melibatkan
pelbagai pancaindera yaitu penglihatan, bau, pendengaran, sentuhan dan rasa.
Masing-masing ada secara terpisah dan juga dapat diamati dalam kombinasi yang
berbeda.

13
2.7. Pola Asuh Yang Tepat Untuk Perkembangan Psikologi Anak
Ada tiga macam pola asuh orangtua terhadap anak menurut Zainal
Muttaqin di artikelnya Psikologi dan Pendidikan Anak, yaitu:
1. Authoritharian
2. Permisif
3. Authoritave
Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari
kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah :
 “Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki”
 “Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi”
 “Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia belajar rendah diri”
 “Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyeasali diri”
 “Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar menahan diri”
 “Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai”
 “Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan,
ia belajar keadilan”
 “Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
ia belajar menaruh kepercayaan”
 “Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyenangi diri”
 “Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan”
Pernyataan Dorothy tersebut menunjukkan bahwa lingkungan, terutama
keluarga akan membentuk sikap dan perilaku anak. Setiap orang tua pasti ingin
anaknya "berhasil" di masa depan. Berhasil dalam hal ini bukan pada karier, tetapi

14
lebih pada aspek kognitif, afektif dan perilaku. Salah satu cara agar anak
"berhasil" di masa depannya dapat dilakukan di lingkungan keluarga, yaitu
dengan menerapkan pola asuh orang tua terhadap anak yang tepat. Kesalahan
yang terjadi dapat berakibat buruk bagi masa depan anak, baik dari segi kognitif,
afektif dan perilaku.
Ada tiga macam pola asuh orang tua, yaitu :
1. Authoritharian
Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak orang tua
kepada anak. Anak harus menurut orang tua. Kemauan orang tua harus dituruti,
anak tidak boleh mengeluarkan pendapat. Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak
menjadi penakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang adaptif, kurang
tujuan, mudah curiga pada orang lain dan mudah stress.
2. Permisif
Orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja. Orang tua memiliki
kehangatan dan menerima apa adanya. Kehangatan, cenderung memanjakan,
dituti keinginnannya. Sedangkan menerima apa adanya akan cenderung
memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa saja. Pola asuh ini dapat
mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, sok kuasa,kurang mampu
mengontrol diri dan kurang intens mengikuti pelajaran sekolah.
3. Authoritative
Orang tua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan mencukupinya
dengan pertimbangan faktor kepentingan dan kebutuhan. Pola asuh ini dapat
mengakibatkan anak mandiri, mempunyai kontrol diri dan kepercayaan diri yang
kuat, dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dengan baik, mampu
menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, kooperatif
dengan orang dewasa, penurut, patuh dan berorientasi pada prestasi. Pola asuh
orang tua mempengaruhi perilaku anak.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua memiliki peran
yang sangat penting dalam pembinaan sifat atau karakter anak, setiap orang tua
sudah pasti memiliki caranya masing-masing dalam mengasuh dan mendidik

15
anaknya demi terciptanya insan yang berguna bagi nusa dan bangsa dan
khususnya bagi keluarganya masing-masing.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini di laksanakan selama 1 bulan yaitu 3 April sampai 3 mei


tahun 2016 . Dalam satu bulan ini, penulis melakukan penelitian dengan cara
membagi ke dalam beberapa tahapan yaitu, persiapan, pengumpulan data,
pengolahan data dan tahap terakhir adalah tahap penulisan laporan .

Adapun tempat penelitiannya adalah sekolah tempat penulis menuntut


ilmu yaitu di SMP Swasta Patria Dharma di Jalan Raya Rumbia No. 8
Selatpanjang, Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dan informasi yang valid, penulis menggunakan


teknik pengumpulan data dengan melakukan Wawancara langsung ke siswa-siswi
yang dijadikan sampel, dimana Wawancara yaitu pengumpulan data yang di
butuhkan dengan memberikan beberapa pertanyaan pada siswa-siswi SMPS Patria
Dharma yang berhubungan dengan topik penelitian ini.

3.3. Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh


siswa-siswi SMP Swasta Patria Dharma Selatpanjang TP.2016/2017 dengan
jumlah 179 siswa .

3.4. Analisis dan Pengolahan Data

Dalam penganalisaan data-data yang telah terkumpul, penulis


menggunakan metode statistic deskriptif, yaitu dengan cara menggambarkan
keadaan objek penelitian pada saat sekarang bedasarkan fakta dan data yang
tampak sebagaimana adanya yang kemudian data tersebut dianalisis dan diolah
untuk menjadi kesimpulan.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
Grafik penerapan pola asuh orangtua terhadap siswa SMPS Patria Dharma

160
140
120
100
80
60
40
20
0
AUTHORITARIAN PERMISIF AUTORITATIV

4.2 PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-IX SMPS Patria
Dharma Selatpanjang dengan jumlah 179 siswa. Ketika peneliti mengumpulkan
data dengan membuat kuisioner dan mendatangi siswa yang peneliti jadikan objek
penelitian sebanyak 179 siswa menjawab kuisioner yang peneliti ajukan. Dari
semua sempel peneliti menuliskan hasilnya dalam bentuk grafik seperti yang
sudah terlampir pada hasil.
Dari grafik penerapan pola asuh orang tua terhadap siswa SMPS Patria
Dharma dapat kita simpulakan bahwa pola asuh yang banyak di terapkan oleh
orang tua siswa adalah pola asuh authoritativ hal ini dapat kita lihat dari data yang
peneliti rangkum yaitu sebanyak 179 siswa pola asuh authoritativ sudah
diterapkan orang tua siswa sebanyak 151 siswa sedangkan pola asuh permisif
sebanyak 16 orang tua siswa dan pola asuh authoritarian sebanyak 12 orang tua
siswa.
Dari data yang didapatkan oleh peneliti kebanyakan orang tua siswa sudah
menerapkan pola asuh yang tepat terhadap anaknya dan hal ini sangat membantu

18
dalam perkembangan kondisi psikologis anak sehingga nantinya anak tersebut
akan tumbuh dan berkembang sesuai umur seperti hal nya anak-anak pada umum
nya. Sedangkan pola asuh permisif hanya diterapkan oleh 16 orang tua siswa, hal
ini dikarenakan pola asuh permisif bukan merupakan pola asuh yang tepat dalam
mendidik anak dimana pada pola asuh permisif ini akan mengakibatkan anak
menjadi agresif, tidak patuh pada orang tua, sok kuasa, kurang mampu
mengontrol diri, dan kurang aktiv dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
Pada penelitian ini pola asuh authoritarian adalah pola asuh yang sangat
sedikit diterapkan oleh orang tua siswa, hal ini dikarnakan pola asuh authoritarian
bukan pola asuh yang tepat untuk diterapkan terhadap anak. Pola asuh
authoritarian ini akan menyebabkan anak menjadi penakut, pencemas, kurang
bergaul, dan mudah stress. Hal ini harus dihindari oleh orang tua agar
perkembangan psikologis anak tidak terganggu.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua memiliki peran
yang sangat penting dalam pembinaan sifat atau karakter anak, setiap orang tua
sudah pasti memiliki caranya masing-masing dalam mengasuh dan mendidik
anaknya demi terciptanya insan yang berguna bagi nusa dan bangsa dan
khususnya bagi keluarganya masing-masing.
Dari tiga jenis pola asuh diatas bisa dijadikan alternatif orang tua untuk
membina karakter anak sehingga nantinya anak tersebut akan merasakan
perlindungan dari orang tua terhadap lingkungan luar. Diantara ketiga pola asuh
diatas, pola asuh autoritatif terkesan akan membuat karakter seorang anak menjadi
pribadi yang tegar dan mandiri, sudah pasti hal ini sangat didambakan oleh setiap
orang tua melihat anaknya kelak menjadi pribadi yang mandiri serta tidak
cengeng bial sesuatu masalah menimpanya. Tapi semuanya tergantung dari orang
tua yang melahirkan anak tersebut apakah ketiga pola asuh tersebut sudah mereka
terapkan atau belum.
Dengan penerapan pola asuh yang benar maka secara tidak langsung akan
mempengaruhi kondisi psikologi anak. Jika sebagai orang tua menerapkan pola
asuh yang benar maka anak akan memiliki sifat yang baik pula dan tidak akan

19
terjadi penyelewengan sifat, dan dalam hal ini juga anak akan merasa terlindungi
dari pengaruh luar yang tidak dapat ia atasi.
Penerapan pola asuh yang benar juga membantu pemerintah dalam
menjalankan misinya yaitu melindungi hak-hak anak sebagai warga negara yang
sangat dibutuhkan untuk masa depan, serta mewujudkan program primer
pemerintah yaitu Kota Layak Anak sehingga anak lebih nyaman dalam melakukan
aktivitasnya karena anak-anak adalah generasi emas yang bisa dijadikan sebagai
agen perubahan suatu negara. Dalam hal ini kemajuan suatu negara terlihat dari
semangat para pemudanya untuk menuju suatu perubahan bersama, yaitu
perubahan menuju kebaikan.

20
BAB V
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan
merupakan penerus perjuangan bangsa sehingga bisa mewujudkan
bangsa yang memiliki anak dengan karakter nasionalisme yang tinggi.
2. Negara Indonesia telah mengatur perundangan demi keselamatan anak
yang dalam hal ini telah dituaikan kedalam Undang-Undang No. 35
Tahun 2014 (sebelumnya adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
dan telah mengalami perubahan pada tahun 2014)
3. Cepat atau lambatnya perkembangan psikologi anak dipengaruhi oleh
pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya.
4. Ada tiga jenis pola asuh yang bisa diterapkan oleh orang tua ke
anaknya, yaitu : Authoritharian, Permisif dan Authoritatif.
5. Sebanyak 151 Orangtua siswa menerapkan pola authoritative, 16
orangtua siswa menerapkan pola permisif, dan 12 orangtua siswa
menerapkan pola authoritarian.
6. Dengan penerapan pola asuh yang benar, anak akan lebih terasa
dilindungi oleh orang tuanya dan sudah pastihal ini akan
mempercepatkan misi pemerintah yaitu untuk mewujudkan kota layak
anak, sehingga tidak ada lagi kekerasan anak diluar batas kewajaran
manusia.
1.2. Saran
Penulis sadari masih banyak kekurangan dalam hal penulisan
penelitian ilmiah ini, penulis berharap agar untuk pembahasan selanjutnya
agar ditambahkan lagi pola asuh orang tua terhadap anak yang lebih tepat
agar bisa terwujudnya perkembangan psikologi anak yang lebih
berkualitas lagi sehingga bisa terwujudnya kota layak anak yang terbebas
dari pengaruh luar yang tidak diinginkan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Grafindo.


Buhler, Charlotte. 1972. Practishe Kinder Psychologie. Boston:Houghton Mifflin,
Co.
Dorothy. E. 1999. Knowledge Management System: Issues, Challenges, and
Benefits” Journal Communication of Association for Information System.
Hurlock, E.B. 1993. Child Development. Mc Graw Hill Book Company. New
York. USA.
Lembaran Negara Republik Indonesia. 2014. Hak-Hak Perlindungan Anak.
Indonesia.
Muttaqin, Z. Psikologi dan Pendidikan Anak. www.rajaebookgratis.com
M. Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika. Jakarta
Newel, Peter. 2008. Challenging Violence Against Children A Handbook for
NGOs Working on Follow-up to the UN Study. United Kingdom:Bros Ltd.
Rutter, Michael. 1995. Psychosocial disturbances in young people: challenges for
prevention. New York: Cambridge University Press.
Sutari Imam Barnadib. 1987. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta
: Andi Offset.
Undang-Undang Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Tahun 2000 dan
Undang- Undang HAM Tahun 1999 (Pasal 52).2009. Bandung: Citra
Umbara.

22

Anda mungkin juga menyukai