Anda di halaman 1dari 25

Kompartemen Cairan Tubuh

Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Pada manusia dewasa

distribusi zat padat adalah 40% dari berat badan dan 60% lagi adalah terdiri dari zat

cair. Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya dapat

berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada

bayi usia < 1tahun, cairan tubuh sekitar 80-85% dari berat badan, dan pada bayi >1

tahun, adalah sekitar 70-75% berat badan. Seiring dengan pertumbuhan, presentase

jumlah cairan terhadap berat badan beransur-ansur turun, iaitu pada lelaki dewasa 50-

60% berat badan dan pada wanita dewasa 50% berat badan.

Zat cair (60%) terdiri dari cairan intrasel 40% berat badan, cairan ekstrasel 20%

berat badan, dan cairan transelular 1-3% berat badan. Cairan ekstrasel dibagi lagi

menjadi cairan intravascular dan cairan interstisial. Pada bayi cairan jumlah

ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan berubah sesuai dengan

perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali cairan ekstrasel.

1. Cairan Intrasel

Merupakan cairan yang terkandung didalam sel.

2. Cairan Ekstrasel

Merupakan cairan yang berada diluar sel. Jumlah relative cairan ekstraseluler

berkurang seiring usia. Ia dibagi menjadi:

- Cairan Intravaskular

1
Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah orang

dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma dan sisanya terdiri dari

eritrosit, leukosit dan trombosit.

- Cairan Interstisial

Cairan yang mengelilingi sel, rata-rata volumenya adalah 11-12 liter pada orang

dewasa. Cairan limfe juga termasuk dalam kategori ini.

- Cairan Transeluler

Merupakan cairan yang terkandung di antara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikordial, pleura, sendi synovial, intraocular, dan sekresi saluran

pencernaan.

Dalam cairan tubuh terlarutnya zat-zat elektrolit dan non elektrolit. Zat-zat non

elektrolit antara lainnya adalah glukosa dan protein. Zat-zat elektrolit yang penting

dalam cairan tubuh adalah ion natrium dan ion klorida pada ekstrasel dan ion kalium

dan ion fosfat pada intrasel. Elektrolit itu sendiri merupakan molekul yang pecah

menjadi partikel bermuatan listerik yaitu kation dan anion, yang dinyatakan dalam

mEq/L cairan. Pada tiap kompartemen mempunyai komposisi elektrolit yang

tersendiri. Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama, kecuali didalam

interstisial tidak mengandungi protein.

Perbedaannya seperti yang terlampir dibawah.

2
Na K Mg Ca Cl HCO3 HPO4 SO4 Protein
Plasma
142 4 3 5 103 27 2 1 16
darah
Cairan
144 4 1,5 2,5 114 30 2 1 0
interstisial
Cairan
15 150 27 2 1 10 100 20 63
intraselular

Pergerakan air diantara intrasel dan ekstrasel diatur oleh keseimbangan diantara

tekanan hidrostatik, tekanan osmotik dan tekanan onkotik. Sekiranya keseimbangan

ini terganggu, ia biasanya menyangkut cairan ekstrasel. Tekanan hidrostaik adalah

tekanan yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler. Manakala

tekanan onkotik atau tekanan osmotic koloid adalah tekanan yang mencegah

pergerakan air.

Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan tekanan

onkotik akan turun sehingga cairan intravaskuler akan di dorong masuk ke interstisial

yang berakibat edema. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma,

sehingga bila albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah

masuk ke interstitial.

Terapi cairan dilakukan untuk mengganti volume cairan intravaskular

(perfusi) atau volume cairan interstitial (dehidrasi), atau untuk memperbaiki

abnormalitas elektrolit (hiperkalsemia, hipokalemia, hiper- atau hiponatremia).

Cairan yang memiliki molekul yang besar disebut koloid. Koloid tersebut

tidak dapat dengan mudah melewati membran pemisah kompartemen karena

3
kecilnya ukuran pori membran. Kekuatan yang mendesak membran yang

disebabkan oleh gradien osmotik yang ditimbulkan oleh koloid tersebut disebut

dengan colloidal oncotic pressure (COP).

Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari

Pada dewasa :

Air : 30-35 ml/kg

Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15%

Na⁺ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)

K⁺ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g)

Pada bayi dan anak

Air : 0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)

: 10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg diatas 10 kg

(1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg)

: >20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg diatas 20 kg

(1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg)

Na⁺ : 2 mEq/kg

K⁺ : 2 mEq/kg

Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukan dalam

table berikut:

Caloric Needs Water Needs


Cal/kg Cal/Total MI/100cal MI/kg

4
Infant 125 1000-2000 100-150 150
Children 100 1500-2000 100-150 150
Adolescents 80 2200-3000 125 100
Adult
Bed rest 20-25 1600 90 25
Non sweating 30 2100 90-125 30
Sweating 35 3500 144 40-50
Work 45 3000-5000 125-150 60

Keseimbangan cairan masuk dan keluar.

Cairan Masuk Cairan Keluar


- Minuman : 800-1700 ml - Urin : Normal > 0,5 – 1 ml/kg/jam
- Makanan : 500-1000 ml - Feses : 1 ml/hari
- Hasil oksidasi : 200-300 ml - IWL
: Dewasa : 15 ml/kg/hari
: Anak : (30 – usia(th)) ml/kg/hari

Mekanisme Regulasi Tubuh

Ada dua mekanisme utama yang mengatur air tubuh yaitu pengaturan volume

osmoler dan pengaturan volume non osmoler.

1. Pengaturan osmoler

- Sistem osmoreseptor anti diuretic hormone (ADH)

Pada saat volume cairan intravaskuler berkurang, osmolaritas meningkat,

mengakibatkan pelepasan impuls dari osmoreseptor dihipotalamus anterior yang

meransang pituitary posterior untuk melepas ADH. Penurunan volume cairan

intravaskuler juga meransang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH.

5
ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus kolektivus, sehingga

menaikkan volume cairan intravaskuler. Peningkatan volume cairan intravaskuler

akan memberikan umpan balik ke hipotalamus dan pusat haus sehingga volume

cairan intravaskuler dipertahankan tetap.

- Sistem rennin aldosteron

Saat volume cairan intravaskuler berkurang, macula densa akan melepaskan

rennin yang berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting

enzyme angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan

vasokonstriktor kuat, menstimulasi korteks adrenal untuk mengeluarkan

aldosteron, yang mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi

meningkat.

2. Pengaturan non osmoler

Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang

juga akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia,

reflek intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan

mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

Jenis Cairan

6
1. Cairan intravena

Terdapat 3 jenis cairan intravena yang biasanya digunakan dalam terapi cairan.

a. Cairan Kristaloid

Merupakan cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah ( < 8000

Dalton ) dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik yang rendah menyebabkan ia

mudah dan cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler, sehingga volume yang

diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Cairan ini

mempunyai masa paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruangan

intravaskuler ke interstisial berlansung selama 30-60 menit sesudah infuse dan akan

keluar dalam 24-48 jam sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk

meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.

Contoh cairan yang tergolong cairan kristaloid adalah: Ringer Laktat; Ringer; NaCl

0,9% (NS); Dextrose 5% dan 10%, Darrow; dan D5%+NS dan D5%+1/4NS.

b. Cairan Koloid

Cairan yang mengandungi zat dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton),

misalnya protein. Cairan ini mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti

albumin dalam plasma yang akan tinggal dalam intravaskuler cukup lama. Waktu

paruh koloid intravaskuler adalah 3-6 jam, sehingga volume yang diberikan adalah

sama dengan volume darah yang hilang.

Contoh cairan koloid antara lain albumin, blood product (RBC), plasma protein

fraction (plasmanat) dan koloid sintetik (dextran, hetastarch).

c. Cairan Khusus

7
Dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus. Contohnya NaCl 3%, bic-nat,

mannitol.

Kristaloid Koloid
Lebih baik ( efisien, volume lebih
Efek volume intravaskuler -
kecil, menetap lebih lama)
Efek volume interstitial Lebih baik -
DO₂* sistemik - Lebih tinggi
Sembab paru Keduanya sama-sama potensial menyebabkan sembab paru.
Sembab perifer Sering Jarang
Koagulopati - Dextran > kanji hidroksi etil
Aliran urine Lebih besar GFR menurun
Reaksi-reaksi Tidak ada Jarang
Harga Murah Albumin mahal, lainnya sedang.
*DO₂ = delivery oxygen

Pembagian cairan juga di bagi berdasarkan fungsinya.

1. Cairan pemeliharaan (maintenance therapy)

Ditujukan untuk menggantikan air yang hilang lewat urine, tinja, paru dan kulit.

Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:

Dewasa : 1.5 – 2 ml/kg/jam

Anak-anak : 2 – 4 ml/kg/jam

Bayi : 4 – 6 ml/kg/jam

Neonatus : 3ml/kg/jam

Mengingatkan cairan yang keluar sedikit sekali mengandungi elektrolit, maka

cairan pengganti terbaik adalah cairan hipotonik, seperti D5%+1/4NS, atau D5W.

2. Cairan pengganti (replacement therapy)

8
Ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat sekuestrasi atau proses

patologi lain seperti fistula, efusi pleura, asites, drainase lambung. Sebagai cairan

pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan yang bersifat isotonik seperti, RL, NS,

D5RL, D5%+NS.

3. Cairan khusus

Ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang digunakan

adalah bic-nat, NaCl 3%, dll.

Terapi cairan pada bayi dan anak memiliki pertimbangan yang jauh berbeda

dibandingkan pada pasien dewasa. Kapasitas anak untuk mentoleransi status hidrasi

abnormal jauh lebih kecil daripada dewasa. Konsumsi energi pada bayi dalam

keadaan istirahat kira-kira 70 kkal per kg berat badan, yakni hampir dua kali dewasa.

Luas permukaan tubuh bayi relatif terhadap berat badan lima kali lebih besar daripada

dewasa, sehingga kehilangan air melalui penguapan sangat besar pada demam atau

suhu lingkungan yang panas. Gangguan elektrolit yang lazim dijumpai pada anak

adalah hiponatremia, hipokalemia, dan hipomagnesemia.

Terapi Cairan Parenteral Rumatan

Istilah “terapi cairan rumatan” berarti pemenuhan jumlah air, elektrolit

(natrium, kalium dan klorida), serta glukosa yang dibutuhkan untuk pasien-pasien

yang tidak bisa memilih asupan mereka sendiri (misal, seseorang yang akan

menjalani operasi, penurunan kesadaran atau anoreksia, sakit berat, dll).

9
Terapi cairan rumatan ini tidak mengoreksi defisit cairan atau mengganti

kehilangan abnormal seperti yang terjadi pada diare, muntah-muntah, atau drainase

usus. Kehilangan ini perlu diganti karena merupakan kebutuhan tambahan.

Komponen Cairan Rumatan

- Insensible water loss/IWL

Kira-kira 25% dari konsumsi kalori total terbuang sebagai insensible water loss.

Karena konversi 1 ml air menjadi uap membutuhkan kira-kira 0,5 kkal, maka setiap

100 kcal yang dikonsumsi, 25 kkal di antaranya digunakan untuk pembuangan panas

yang mengubah 50 ml air menjadi uap. Jadi, insensible water loss merupakan fungsi

langsung dari pemakaian energi sebesar rata-rata 50 ml per 100 kkal yang

dikonsumsi. Kira-kira 1/3 dari kehilangan air terjadi melalui paru dan 2/3 melalui

kulit. Contohnya, insensible water loss seorang anak dengan berat 15 kg adalah 625

ml per 24 jam, kira-kira 200 ml melalui paru, dan 400 ml melalui kulit.

Insensible water loss meningkat bila terjadi hiperventilasi (misalnya neonatus

prematur, asma, pneumonia, diabetik ketoasidosis, dan asidosis akibat uremia),

demam, ruam kulit (misalnya viral exanthem), luka bakar, dan lingkungan kering.

Sebaliknya, insensble water loss berkurang pada pasien-pasien koma, sedasi yang

lama, hipotiroidisme, hipotermia, dan menghirup udara lembab (misalnya ventilasi

mekanik). Jika kelembaban lingkungan bertambah sehingga menghambat penguapan

kulit, maka suhu tubuh naik. Setiap peningkatan suhu 100 C di atas 370 C, maka

kebutuhan air (kalori) bertambah 12%.

10
Contohnya, hitung insensible water loss seorang anak dengan berat 15 kg,

pernapasan 50/menit, dan demam 400C. Kebutuhan kalori pada demam kira-kira

1550 kkal/hari, yakni 1250 kkal/24 jam + 1250 kkal x 24%. Insensible water loss

adalah 775 ml/24 jam (yaitu 1550 kkal/24 jam x 0,5 ml/kkal), kira-kira 260 ml dari

paru (775 ml : 3), dan kira-kira 520 ml (775 x 2/3) dari kulit.

Karena pernapasan dua kali lebih cepat dari normal, insensible water loss dari

paru adalah 520 ml (yakni 260 ml x 2). Dengan demikian, insensible water loss total

kira-kira 1040 ml (yakni 520 ml melalui kulit + 520 ml melalui paru). IWL berbeda

dari keringat yang terjadi bila suhu lingkungan melebihi 350C.

Glukosa. Glukosa adalah sumber nutrisi otak, jantung, dan sel darah merah.

Gamble dkk. menunjukkan bahwa pemberian karbohidrat ke pasien rawat-inap yang

puasa mengurangi beban solute (zat terlarut) metabolisme dengan mengurangi

katabolisme protein. Kebutuhan minimal glukosa untuk mencegah katabolisme

protein kira-kira 3 gram/kg/hari untuk bayi dan kira-kira 1,5 gram/kg/hari pada

dewasa.

- Kebutuhan Cairan (NWL) Perhari

Umur BB > 2,5 kg BB < 2,5 kg

1 Hr 80 cc/kgbb/hr 60 cc/kgbb/hr

2 Hr 100 cc/kgbb/hr 90 cc/kgbb/hr

3 Hr 120 cc/kgbb/hr 120 cc/kgbb/hr

4 Hr 140 cc/kgbb/hr 150 cc/kgbb/hr

5 Hr 150 cc/kgbb/hr 200 cc/kgbb/hr

11
6 Hr 150 cc/kgbb/hr 200 cc/kgbb/hr

TRIWULAN I 150 – 175 cc/kgbb/hr

II 140 – 150 cc/kgbb/hr

III 125 – 140 cc/kgbb/hr

IV 110 – 125 cc/kgbb/hr

1 – 3 TH 100 cc/kgbb/hr

4 – 6 TH 90 cc/kgbb/hr

7 – 9 TH 80 cc/kgbb/hr

10 – 12 TH 70 cc/kgbb/hr

13 – 15 TH 60 cc/kgbb/hr

16 – 18 TH 50 cc/kgbb/hr

Setiap kenaikan suhu 1°C Water loss 2,5%

Defisit Cairan pada :

Dehidrasi ringan 4-5% BB

Dehidrasi sedang 6-9% BB

Dehidrasi berat >10% BB

Macrodrips : 1 cc 20 tts

Microdrips : 1 cc 60 tts

Perhitungan tetesan infus :

Tetes Macro

12
Tts/mnt = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)

Lamanya infus (jam) x 4

Tetes Micro

Tts/mnt = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)

Lamanya infus (jam)

atau

Tts/mnt = Jml cairan yg dimasukkan (cc) x Jml tts/cc

Lamanya infus diberikan (mnt)

Maintenance : rumus kebutuhan cairan / 24 jam 30-50 cc/kgbb

Cairan replacement / sequester :

a. Operasi ringan 4 cc/kgbb/jam

b. Operasi sedang 6 cc/kgbb/jam

c. Operasi berat 8 cc/kgbb/jam

Cairan pengganti darah 3-4x jml perdarahan.

Transfusi darah.

Utk kenaikan 1 gr Hb :

1. Whole blood 6 cc/kgBB

2. PRC 3 cc/kgBB.

3. TBV : 70 cc/kgbb

Terapi Cairan Diare Dehidrasi

≤ 2 th : Asering sist 24 jam

13
4 jam I (5 x BB)

20 jam II (3 x BB)

> 2 th : RL sist 8 jam

1 jam I (10 x BB)

7 jam II (3 x BB)

Khusus diare hipertonis + PEM berat

Cairan KaEn 3B sist 24 jam

1 jam I (3 x BB)

23 jam II (1½ x BB)

Kehilangan air dan elektrolit melalui urin

Ekskresi urin merupakan fungsi dari kandungan solute metabolik (biasanya

urea dan elektrolit, dinyatakan dalam mOsm/100 kkal) dan konsentrasi urin

(dinyatakan dalam mOsm/L). Jadi, katabolisme protein dan ion-ion yang diingesti

merupakan penentu utama dari osmolaritas urin. Sebaliknya, karbohidrat dan lemak

dimetabolisme menjadi CO2 dan H2O sehingga bukan merupakan kontributor

penting dari zat-zat terlarut yang perlu diekskresikan urin. Kandungan zat terlarut

(solut) metabolisme bervariasi menurut diet. Diet orang dewasa menghasilkan kira-

kira 40 mOsm/100 kkal (kira-kira 1200 mOsm per hari), bayi yang minum susu 40

mOsm/100 kkal, bayi yang mendapat ASI 10 mOsm/100 kkal, dan pasien-pasien

rawat inap yang hanya mendapat cairan parenteral yang mengandung dekstrosa 5%

20 mOsm/100 kkal.

14
Ginjal manusia memproduksi urin yang bisa berkisar antara 50 sampai 1400

mOsm/L (berbanding lurus dengan berat jenis urin 1,001-1,040). Osmolaritas urin

sebesar 300 mOsm/L sebanding dengan berat jenis 1,010. Pemberian 65 ml air per

100 kkal energi yang dikonsumsi memungkinkan ekskresi solut metabolisme pada

300 mOsm/liter, yaitu [(20 mOsm/100 kcal) : 300 mOsm/L] x 1000 = 65 ml/100 kkal.

Ada produksi air sebanyak 15 ml per 100 kkal yang dikonsumsi per hari. Ini

dinamakan air oksidasi.

Jadi, kebutuan air rumatan untuk pasien rawat inap yang mendapat larutan

karbohidrat kira-kira 100 ml/100 kkal (yakni 65 ml/100 kkal kehilangan air melalui

urin + 50 ml/100 kcal insensible water loss – 15 ml/100 kkal air oksidasi). Walaupun

berbagai sistem telah digunakan untuk menaksir kebutuhan rumatan cairan dan

elektrolit, rumus Holiday-Segar bisa digunakan.

DEHIDRASI

Kekurangan cairan pada ruang intravaskular mengakibatkan perfusi menjadi

tidak baik dan oksigenasi jaringan tidak cukup. Berkurangnya volume cairan tersebut

mengakibatkan tekanan pada pembuluh darah menjadi berkurang. Parameter fisik

yang menunjukkan status perfusi adalah denyut jantung, intensitas pulsus, capillary

refill time (CRT), warna membran mukosa, dan temperatur rektal. Kebanyakan

hewan yang mengalami kekurangan cairan intravaskular (perfusi jelek) juga

mengalami kekurangan cairan ekstravaskular. Sehingga cairan kristaloid harus

15
diberikan secara simultan pada saat pemberian koloid yang digunakan untuk

memperbaiki kekurangan cairan intravaskular.

Kekurangan cairan pada ruang ekstravaskular (interstisial dan intraselular)

menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh yang sering diikuti

oleh kehilangan elektrolit dan perubahan keseimbangan asam-basa di dalam tubuh.

Kehilangan air dan elektrolit, terutama kehilangan natrium, akan mengancam

kehidupan hewan, karena natrium berperan untuk mempertahankan tekanan osmotik

plasma dan volume cairan yang bersirkulasi.

Muntah dapat menyebakan tubuh kehilangan banyak air dan elektrolit dan

dapat menimbulkan dehidrasi yang mengancam kehidupan. Jika muntah disebabkan

oleh obstruksi intestinal bagian atas, kehilangan asam klorida dapat menimbulkan

alkalosis metabolik hipokloremik di samping kehilangan natrium dan air. Diare

adalah penyebab utama kehilangan air dan elektrolit pada hewan. Di samping

menyebabkan kehilangan natrium dan air, diare juga mengakibatkan kehilangan

bikarbonat sehingga dapat mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik. Hewan

dapat mengkompensasi kehilangan banyak air dan elektrolit selama diare, sepanjang

pemasukan secara normal dapat dipertahankan. Jika pemasukan air dan pakan

terbatas, dehidrasi akan terjadi dengan cepat. Selama fase poliuria pada kasus nefritis,

natrium akan hilang bersama pengeluaran urin. Hal tersebut akan menimbulkan

dehidrasi jika disertai terjadinya muntah. Pada kasus diabetes melitus, poliuria

osmotic dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi yang signifikan.

16
Tanda dehidrasi adalah turgor (elastisitas) kulit menurun, membrane mukosa

kering, dan CRT bertambah lama. Dehidrasi parah dapat mengakibatkan kelemahan,

depresi, dan kolaps kardiovaskular (syok). Abnormalitas hasil pemeriksaan

laboratorium yang umum dan sering ditemukan adalah peningkatan PCV, protein

plasma, dan berat jenis urine biasanya lebih tinggi dari 1,035. Walaupun perubahan

biokimia kompleks sering berkaitan dengan dehidrasi, tetapi perhatian utama adalah

penggantian volume cairan yang efektif. Abnormalitas elektrolit dan

ketidakseimbangan asam-basa yang ringan sampai sedang dapat diperbaiki dengan

mekanisme kompensasi tubuh setelah pasien direhidrasi.

Terapi cairan dilakukan untuk mengembalikan perfusi dan hidrasi jaringan

dengan tetap memperhatikan agar tidak terjadinya volume berlebihan yang dapat

menimbulkan komplikasi berupa edema pulmoner, perifer, dan otak. Pemilihan cairan

yang tepat ditentukan oleh lokasi dimana kekurangan cairan tersebut terjadi dan jenis

cairan yang akan digunakan – koloid, kristaloid, atau kombinasi keduanya.

Volume Cairan yang Dibutuhkan

Rencana untuk terapi cairan harus mempertimbangkan kehilangan cairan yang

terjadi, kebutuhan pemeliharan fungsi tubuh, dan kehilangan abnormal yang terus

berlanjut. Kehilangan cairan yang terjadi adalah jumlah kehilangan cairan sebelum

pemeriksaan, dan diduga dengan memperhatikan sejarah, pemeriksaan fisik, dan data

laboratorium. Dugaan persentase dehidrasi berdasarkan sejarah penyakit,

pemeriksaan fisik, dan data laboratorium (Lorenz, et al., 1997)

17
Kebutuhan cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh harus disuplai ketika

pasien tidak dapat atau tidak akan meminum air yang cukup untuk mengganti

kehilangan cairan secara normal melalui urine, tinja, saluran respirasi, dan kulit

(kurang lebih 40-60 ml/kg/hari). Volume kehilangan abnormal cairan yang terus

berlanjut harus diestimasi dan termasuk dalam terapi pengganti cairan. Contoh

kalkulasi untuk menduga volume cairan yang dibutuhkan pasien (Lorenz, et al.,

1997).

Larutan untuk Terapi

Ada dua tipe utama cairan yang dapat digunakan dalam terapi, yaitu kristaloid

dan koloid. Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil

sehingga membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut. Cairan kristaloid dapat

mengganti dan mempertahankan volume cairan ekstraselular. Oleh karena 75-80%

cairan kristaloid yang diberikan secara IV menuju ruang ekstravaskular dalam satu

jam pada hewan normal, maka cairan kristaloid sangat diperlukan untuk rehidrasi

interstisial. Konsentrasi natrium dan glukosa pada kristaloid menentukan osmolalitas

dan tonisitas larutan.

Pada kebanyakan situasi kritis, cairan kristaloid isotonis pengganti elektrolit

yang seimbang, seperti cairan Ringer laktat, digunakan untuk mengganti elektrolit

dan bufer pada konsentrasi khas cairan ekstraselular. Garam normal (cairan natrium

klorida 0,9%) juga merupakan cairan pengganti yang isotonis tetapi tidak seimbang

dalam hal elektrolit dan bufer. Cairan kristaloid dalam volume besar yang diberikan

dengan cepat secara IV menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular

18
dan penurunan COP dengan cepat. Hal tersebut mengakibatkan ekstravasasi ke

interstisial.

Cairan koloid adalah larutan kristaloid yang mengandung molekul besar

sehingga membran kapiler tidak permeabel terhadap cairan tersebut. Larutan koloid

merupakan pengganti cairan intravaskular. Darah total, plasma, dan albumin pekat

mengandung koloid alami dalam bentuk protein, terutama albumin. Dextran dan

hydroxyethyl starches (HES) adalah koloid sintetis yang dalam penggunaannya dapat

digabung dengan darah total atau plasma, tetapi tidak dianggap sebagai pengganti

produk darah ketika albumin, sel darah merah, antitrombin, atau protein koagulasi

dibutuhkan. Pemulihan dehidrasi dengan menggunakan kombinasi koloid dan

kristaloid membutuhkan volume yang lebih sedikit, dan waktu pemulihan dicapai

lebih cepat. Apabila ditambah koloid, jumlah infus kristaloid dapat berkurang 40-

60% dibandingkan menggunakan kristaloid saja. Kombinasi kristaloid, koloid

sintetis, dan koloid alami sering diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien.

Potongan melintang kapiler. Molekul koloid terlalu besar untuk melewati membran

sehingga tetap di dalam kapiler (Ettinger dan Feldman, 2005)

Pilihan cairan didasarkan pada abnormalitas yang membutuhkan perbaikan.

Secara umum, cairan poliionik dan isotonik, misalnya Ringer laktat merupakan cairan

yang paling serba guna karena komposisinya mirip dengan cairan ekstraselular.

Cairan Ringer laktat adalah cairan alkalizer karena mengandung laktat yang

merupakan prekursor bikarbonat. Cairan Ringer meningkatkan jumlah klorida

sehingga merupakan cairan acidifier. Cairan Ringer laktat dan Ringer mengandung

19
hanya sedikit kalium. Dibutuhkan penambahan kalium klorida pada cairan tersebut

apabila digunakan pada pasien yang banyak kehilangan kalium dari tubuhnya

(hipokalemia).

Larutan natrium klorida isotonik (0,9%) atau garam, sering disebut (salah

kaprah) cairan fisiologis atau garam normal. Garam isotonik mengandung 154 mEq

natrium dan 154 mEq klorida. Konsentrasi natriumnya mendekati cairan

ekstraselular, tetapi konsentrasi kloridanya lebih tinggi. Peningkatan kandungan

klorida dapat menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremia. Garam isotonis tidak

mengandung elektrolit yang lain. Karena alasan tersebut, penggunaan garam 0,9%

harus dibatasi pada pasien yang mengalami kehilangan banyak natrium, misalnya

insufisiensi adrenokortikal, yang juga dikenal sebagai penyakit Addison. Garam

0,45% kadang-kadang digunakan untuk pasien yang mengalami dehidrasi

hipernatremia.

Cairan kalium klorida tersedia untuk ditambahkan pada cairan Ringer laktat

dan Ringer. Untuk asidosis metabolik yang parah, natrium bikarbonat hipertonik

dapat ditambahkan ke dalam dekstrosa 5% atau garam 0,45%. Natrium bikarbonat

seharusnya tidak ditambahkan ke dalam cairan yang mengandung kalsium, misalnya

Ringer laktat, sebab akan menyebabkan presipitasi kalsium. Penambahan garam 0,9%

dengan natrium bikarbonat juga tidak disarankan, karena cairan yang dihasilkan akan

mengandung natrium dengan konsentrasi yang sangat tinggi. Larutan glukosa 5%

terutama digunakan untuk mensuplai air untuk mengurangi dehidrasi yang

diakibatkan oleh kehilangan air yang mendekati murni (dehidrasi hipernatremia),

20
misalnya terjadi pada panting yang kuat akibat hipertermia. Air murni tidak dapat

diberikan secara parenteral karena bersifat sangat hipotonik dan akan menyebabkan

eritrosit mengembang dan hemolisis. Oleh karena dekstrosa 5% tidak mengandung

elektrolit, maka tidak disarankan penggunaannya pada pasien yang mengalami

gangguan yang ditandai kehilangan banyak elektrolit. Larutan untuk terapi cairan dan

elektrolit pada anjing dan kucing (Lorenz, et al., 1997)

Cairan glukosa pada konsentrasi 10%, 20%, dan bahkan 50% dapat diberikan

secara IV jika diberikan secara pelan-pelan agar bercampur dan larut, terutama

digunakan untuk mensuplai kalori dan untuk menimbulkan diuresis osmotik pada

hewan yang mengalami insufisiensi ginjal. Cairan glukosa hanya diberikan secara IV.

Rute Terapi Cairan

Rute terapi cairan yang paling bermanfaat adalah melalui oral (PO), intravena

(IV), dan subkutan (SC). Rute intraoseus kadang-kadang digunakan untuk terapi

cairan atau darah pada anak anjing dan anak kucing atau pasien dewasa yang tidak

dapat dilakukan melalui vena. Pada pasien yang masih mau minum dan tidak disertai

muntah, rute oral merupakan pilihan yang baik untuk menangani dehidrasi ringan.

Dalam jumlah yang terbatas, cairan yang berbeda dengan cairan ekstraselular dapat

diberikan secara oral.

Pada pemberian cairan secara IV, volume cairan ektraselular akan pulih

dengan cepat dan distribusi cairan ke seluruh tubuh juga cepat. Rute IV dipilih pada

dehidrasi sedang sampai parah atau apabila cairan hilang dari tubuh pasien dengan

cepat. Kelemahan rute IV adalah: efek sampingnya lebih besar (flebitis,

21
bekterimia/septisemia, overhidrasi), membutuhkan waktu dan bantuan untuk

merestrin pasien selama terapi cairan dilakukan. Rute SC sangat praktis pada anjing

dan kucing, terutama untuk terapi pemeliharaan cairan dalam waktu singkat. Cairan

dapat diberikan dengan cepat, tetapi absorpsi dan distribusi cairan di dalam tubuh

jauh lebih lambat dibandingkan dengan pemberian cairan dengan IV. Absorpsi cairan

nyata lebih lama pada hewan yang mengalami hipotensi, sehingga disarankan pada

tahap awal terapi cairan dilakukan secara IV untuk rehidrasi pasien dan memperbaiki

sirkulasi pada jaringan subkutan. Hanya cairan isotonik dan yang tidak mengiritasi

yang diberikan secara SC. Cairan dekstrosa 5% walaupun isotonis tidak disarankan

secara SC untuk hewan yang mengalami dehidrasi parah, karena elektrolit pada

cairan ekstraselular akan berdifusi ke daerah subkutan yang bebas elektrolit,

bergabung dengan cairan dekstrosa 5% diikuti oleh air ekstraselular. Volume cairan

ekstraselular secara temporer akan menurun sampai terjadi keseimbangan antara

cairan dekstrosa 5% dan cairan ekstraselular.

Dengan kombinasi IV dan SC (kehilangan cairan pada awalnya diganti

dengan cara IV diikuti dengan cara SC untuk mempertahankan kebutuhan cairan),

volume ekstraselular dapat dikembalikan dengan cepat, aliran darah ginjal akan

membaik, dan menghindari penanganan dengan penetesan cairan secara IV yang lama

pada pasien dehidrasi.

Kecepatan Terapi Cairan

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan terapi cairan adalah: rute

terapi, penyakit, kondisi pasien, tujuan terapi, komposisi cairan, dan tingkat restrin

22
yang dibutuhkan. Kehilangan cairan secara akut memerlukan penggantian secara

cepat. Kehilangan cairan secara kronis atau disfungsi paru-paru, jantung, atau otak

membutuhkan pemulihan secara lebih perlahan. Pemahaman tentang kebutuhan

normal harian cairan untukpemeliharaan fungsi tubuh dapat dijadikan dasar untuk

menduga kecepatan infus cairan secara IV pada hewan yang mengalami dehidrasi.

Kebutuhan normal cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh adalah 40-60 ml/kg/hari

atau 1,7-2,5 ml/kg/jam. Metode umum untuk rehidrasi pasien yang mengalami

dehidrasi ringan sampai sedang adalah penggantian dengan agak cepat sekurang-

kurangnya setengah jumlah kebutuhan cairan yang diestimasi selama 4-8 jam pertama

(dengan asumsi fungsi kardiopulmoner dan produksi urin baik). Hal tersebut

dilakukan dengan infus cairan poliionik, misalnya cairan Ringer laktat dengan

kecepatan sekitar dua atau tiga kali kecepatan normal pemasukan cairan untuk

pemeliharaan fungsi tubuh (3,4-7,5 ml/kg/jam) sampai setengah kehilangan cairan

diganti. Cairan yang masih tersisa diberikan secara lebih perlahan selama 16-20 jam

berikutnya dengan infus IV dengan kecepatan 1,5-2,0 kali kecepatan normal

pemasukan cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh perjam (2,5-5,0 ml/kg/jam).

Setelah kehilangan cairan diganti dan kehilangan cairan secara abnormal tidak

lagi terjadi, kecepatan terapi cairan dapat dikurangi (1,7-2,5 ml/kg/jam). Untuk terapi

cairan selanjutnya dapat dipertimbangkan penggunaan cara SC. Terapi cairan secara

IV dengan cepat dilakukan pada pasien yang mengalami syok. Sangat penting

melakukan pengamatan dengan seksama terhadap pasien untuk melihat tanda-tanda

overhidrasi, dan jika tanda-tanda tersebut teramati, kecepatan terapi cairan

23
diperlambat atau dihentikan bila perlu. Tanda-tanda terapi cairan yang terlalu cepat

adalah pasien tampak gelisah, menggigil, takikardia, keluar leleran serus dari hidung,

takipnea, rales basah, batuk, mata menonjol, muntah, dan diare.

Monitoring Pasien

Sangat bermanfaat untuk mencatat pemasukan cairan secara teratur (misalnya

setiap 4 jam) dan total cairan selama 24 jam, termasuk mencatat perkiraan jumlah

urin. Parameter yang dicatat dan frekuensi pencatatan tergantung pada individu kasus.

Pencatatan setiap hari yang perlu dilakukan adalah PCV, total protein plasma, dan

bobot badan. Nilai PCV 12-15% atau kurang merupa kan indikasi untuk

melakukan transfusi darah total (whole blood). Penurunan total plasma protein hingga

kurang dari 3,0-3,5 g/dl menjadi petunjuk untuk memperlambat atau menurunkan

terapi cairan dan mempertimbangkan untuk menggunakan plasma atau transfusi darah

total.

Parameter biokimia penting lainnya untuk memonitor pasien adalah blood urea

nitrogen (BUN) dan elektrolit pada serum, terutama kalium. Peningkatan BUN

mengindikasikan penurunan aliran darah ginjal dan menunjukkan bahwa volume

cairan yang diberikan tidak cukup. Penurunan BUN seringkali memberikan prognosis

yang baik yang menandakan bahwa terapi cairan direspon dengan baik oleh pasien.

Hipokalemia sering terjadi sewaktu terapi cairan secara parenteral dalam beberapa

hari, terutama bila menggunakan cairan yang komposisinya mirip dengan plasma,

misalnya larutan Ringer laktat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan kadar

24
kalium dalam serum secara teratur setiap 2-3 hari. Produksi urin dapat diestimasi

dengan mempalpasi kantung kemih dan mengamati urinasi. Pada pasien yang

mengalami oliguria, monitoring dan pemasukan cairan harus dilakukan secara cermat

untuk mencegah terjadinya overhidrasi yang dapat mengakibatkan terjadinya edema

pulmoner.

Apabila risiko kelebihan cairan lebih besar dari biasanya (misalnya pada

hewan yang mengalami oliguria atau anuria, respon yang tidak baik pada terapi awal

syok, pankreatitis akut), monitoring tekanan vena sentral (central venous pressure =

CVP) dapat membantu mencegah terjadinya edema pulmoner.

25

Anda mungkin juga menyukai