Anda di halaman 1dari 19

DIABETES MILITUS

Kegunaan suatu konsensus pengelolaan ialah kesatuan pendapat tentang penanganan masalah,
dalamhal ini masalah kesehatan penting : diabetes melitus.Pasien diabetes di
manapun,tinggalnya di Indonesia, akan diobati dengan cara yang sama, karena pasienlah yang
menjadi subyek terpenting konsensus ini.
Ada beberapa alasan untuk memperbaharui konsensus pengelolaan yang telah
digunakan sejak tahun 1993.

1. Perubahan kriteria diagnosis. Berbeda dengan batas normal lama kadar


glukosa puasa (140 mg/dl plasma vena), batas baru ialah 126 mg/dl
sesuai dengan usul ADA untuk mendiagnosis pasien sedini mungkin.
Pencantuman kriteria ini mendahului keputusan WHO.

2. Perkembangan obat baru. Suatu kelas obat pengendali kadar glukosa


seperti inhibitor glukosidase alfa (acarbose) perlu dimasukkan dalam
perbendaharaan obat untuk diabetes. Demikian pula sulfonilurea
generasi ketiga dan teknologi farmasi baru GITS.

Dalam konsensus baru ini bab pencegahan (primer, sekunder dan tersier) semakin penting dan
pilar penyuluhan mengalami perkembangan pesat. Berbagai kemudahan dalam pemantauan
kadar glukosa darah dan alat suntik insulin meningkatkan kemandirian pasien.

Bertambahnya prevalensi diabetes di tingkat nasional maupun global pada dasawarsa


menjelang dan sesudah tahun 2000 mensyaratkan keterlibatan seluruh jajaran medis. Karena itu
PERKENI dan cabang-cabangnya harus memperbanyak pelatihan untuk menerapkan konsensus
pengelolaan diabetes di tingkat pelayanan kesehatan primer, suatu kegiatan yang sudah dimulai
sejak tahun 1996.

Setidak-tidaknya untuk pencegahan sekunder telah dihasilkan anak-anak konsensus


pengelolaan diabetes* berupa pedoman untuk masalah yang lebih khusus, yaitu :

1. Konsensus pengelolaan dislipidemia pada diabetes melitus di Indonesia


2. Konsensus diagnosis dan penatalaksanaan diabetes melitus gestasional

Pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi telah dicantumkan sebagai bab terpisah.


Sumbangan pemikiran dari spesialis lain sangat berperan dan sangat dihargai.

Walaupun petunjuk praktis untuk perencanaan makan sudah tersedia, masih perlu
dikembangkan pedoman untuk hidangan dengan kandungan karbohidrat 70 – 75 %. Hidangan
ini tetap harus mampu memenuhi persyaratan gizi seimbang untuk kebutuhan pasien semiurban
dan pedesaan.

Bila diabetes melitus diyakini sebagai salah satu penyakit degeneratif akibat perubahan
gaya hidup, pencegahan primer merupakan conditio sine qua non. Ini berarti bahwa anggota
PERKENI harus mengajak masyarakat awam untuk menempuh cara hidup sehat. Peran sebagai
komunikator perlu dikembangkan di samping peran sebagai dokter.

Semoga Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia 1998 menjadi tonggak baru
di bidang kesehatan negara tercinta ini.

Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 -


2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di

Yong & Fitri 1 Diabetes Melitus


Manado didapatkan prevalensi DM 6,1%. Penelitian yang dilakukan di Jakarta membuktikan
adanya kenaikan prevalensi. Prevalensi DM pada daerah urban di Jakarta meningkat dari 1,7%
pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. Demikian pula prevalensi DM di Ujung
Pandang (daerah urban), meningkat dari 1,5% pada tahun 1981 menjadi 2,9% pada tahun 1998.
Walaupun demikian, prevalensi DM di daerah rural ternyata masih rendah. Di Tasikmalaya
didapatkan prevalensi DM sebesar 1,1%, sedang di Kecamatan Sesean suatu daerah sangat
terpencil di Tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8% (11 penderita di antara 1310
penduduk umur > 30 tahun). Di daerah Jawa Timur, perbedaan urban rural ini tidak begitu
tampak. Di Surabaya pada penelitian epidemiologis yang dikerjakan di Puskesmas perkotaan
pada tahun 1991 yang mencakup 13460 penduduk, didapatkan prevalensi sebesar 1,43%,
sedang di daerah rural pada suatu penelitian yang mencakup 1640 penduduk (1989) juga
didapatkan prevalensi yang hampir sama yaitu 1,47%.

Diabetes melitus dapat menyerang warga segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Di
Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan
walaupun sudah jelas dampak negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas SDM, terutama
akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya.

Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020
nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi DM sebesar 4% akan didapatkan 7 juta pasien DM, suatu jumlah yang sangat besar
untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/ subspesialis. Beban serupa tampak lebih
nyata lagi kalau dilihat angka Mc Carthy dan Zimmet (1993) yang memperkirakan jumlah pasien
diabetes di dunia akan mencapai 306 juta jiwa pada tahun 2020. Di kawasan Asean didapatkan
pola peningkatan serupa. Jumlah pasien DM tipe 2 pada tahun 1995 diperkirakan 8,5 juta orang,
akan meningkat menjadi 12,3 juta pada tahun 2000 dan 19,4 juta pada tahun 2010. Semua
pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, harus ikut serta dalam usaha menanggulangi
masalah DM ini. Tentu saja program untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya ledakan DM
ini harus sudah dimulai dari sekarang.

Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi pasien DM, yang seyogyanya diintegrasikan ke
dalam pelayanan kesehatan primer, peran dokter umum sangat penting. Kasus diabetes melitus
sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum. Apalagi kalau
kemudian kadar glukosa darah ternyata dapat terkendali baik dengan pengelolaan di tingkat
pelayanan kesehatan primer. Tentu saja harus ditekankan pentingnya tindak lanjut jangka
panjang pada para pasien tersebut. Pasien yang potensial akan menderita penyulit DM perlu
secara periodik dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada tim pengelola DM
pada tingkat lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudian mereka dapat dikirim kembali kepada
dokter yang biasa mengelolanya. Demikian pula pasien DM yang sukar terkendali kadar glukosa
darahnya, pasien DM dengan penyulit, apalagi penyulit yang potensial fatal, perlu dan harus
ditangani oleh instansi yang lebih mampu dengan peralatan yang lebih lengkap, dalam hal ini
Pusat DM di Fakultas Kedokteran/ Rumah Sakit Pendidikan/RS Rujukan Utama.

Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna bagi pasien DM
dan untuk menekan angka penyulit, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagi pasien
DM. Penyempurnaan dan revisi berkala standar ini perlu disesuaikan dengan kemajuan-
kemajuan ilmu mutakhir, kondisi dan masukan dari para pengelola DM, sehingga dapat diperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien DM.

Diabetes melitus adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga
yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi, tetapi lebih
penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan kepada pasien dan
keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha
memperbaiki hasil pengelolaan DM. Karena itu perlu dibentuk perkumpulan pasien diabetes,

Yong & Fitri 2 Diabetes Melitus


yang tentu akan sangat membantu meningkatkan pengetahuan mereka tentang DM dan
memikirkan kepentingan mereka sendiri semaksimal mungkin.

Panduan ini berisikan standar pengelolaan bagi pasien DM yang merupakan hasil
kesepakatan para pakar DM di Indonesia yang mulai dirintis PB PERKENI sejak pertemuan
bulan Februari 1993 di Jakarta. Revisi dan penyempurnaan buku panduan ini merupakan salah
satu tugas yang diamanatkan oleh kongres PERKENI ke-4 IV di Ujung Pandang tahun 1997
kepada para pakar pengelola DM yang tergabung dalam PERKENI.

Mengingat sebagian besar pasien DM adalah kelompok DM tipe 2, konsensus pengelolaan


ini terutama disusun bagi pasien DM tipe 2, sedang untuk kelompok DM tipe 1 dan DM tipe lain
serta pengelolaan diabetes pada kehamilan dibicarakan dalam buku panduan tersendiri.

DIAGNOSIS

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk
memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler.

Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-
alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan, terutama untuk memantau kadar glukosa
darah. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan
cara konvensional.

A. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya (mass-
screening=pemeriksaan penjaring) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal,
rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat
kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up),
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu

Faktor risiko untuk DM, yaitu:

 kelompok usia dewasa tua (> 45 tahun)


 kegemukan {BB (kg)> 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}
 tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
 riwayat keluarga DM
 riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
 riwayat DM pada kehamilan
 dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl).
 pernah TGT atau GDPT

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu,
kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
standar (lihat skema langkah-langkah diagnostik DM).

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan
penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa
faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. Pasien dengan Toleransi

Yong & Fitri 3 Diabetes Melitus


Glukosa Terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu merupakan tahapan sementara
menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3
tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.

Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini risiko
terjadinya aterosklerosis lebih tinggi daripada kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan
penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia.

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)

Bukan Belum pasti DM


DM DM

Kadar glukosa darah


sewaktu < 110 110 - 199 200
plasma vena < 90 90 - 199 200
darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa


plasma vena < 110 110 - 125 126
darah kapiler < 90 90 - 109 110

* metoda enzimatik

B. Langkah-langkah untuk Menegakkan Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata
kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika
keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga
digunakan untuk patokan diagnosis DM.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985) :

 Tiga (3) hari sebelumnya makan seperti biasa


 kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
 puasa semalam, selama 10 - 12 jam
 kadar glukosa darah puasa diperiksa
 diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/Kg BB anak, dilarutkan
dalam air 250 ml, dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
 diperiksa kadar glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;
selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Yong & Fitri 4 Diabetes Melitus


Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl atau

2.Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)  126 mg/dl


Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir atau

3. Kadar glukosa plasma  200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram
pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan
khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang
menurun cepat.
** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik
Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar
glukosa darah puasa.
Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama (Lihat Buku Konsensus
Pengelolaan Diabetes Melitus Gestasional).

Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM
American Diabetes Association (ADA) 1997.

Klasifikasi Etiologis Diabetes Meli-tus (ADA 1997)

1. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) :
Autoimun, Idiopatik.

2. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)

3. Diabetes tipe Lain

A. Defek genetik fungsi sel beta:

- Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.


- DNA mitokondria

B. Defek genetik kerja insulin

C. Penyakit eksokrin pankreaspankreatitis,tumor/pankreatektomi ,pankreatopati fibrokalkulus

D. Endokrinopati akromegali ,sindrom Cushing,feokromositoma, hipertiroidisme

E. Karena obat/zat kimia- vacor: pentamidin, asam nikotinat,glukokortikoid, hormon tiroid ,tiazid,
dilantin, interferon alfa dan lain-lain.

F. Infeksi,Rubella kongenital, Cyto-MegaloVirus (CMV)

Yong & Fitri 5 Diabetes Melitus


A. Tujuan

Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan


sehat.Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun
neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas DM.Cara : menormalkan
kadar glukosa, lipid, insulin. Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe 2 adalah
terdapatnya faktor genetik, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas,

Kegiatan :
- mengelola pasien secara holistik
- mengajarkan perawatan mandiri

B. Hal-hal yang Perlu Dilakukan pada Pengelolaan Pasien DM

1. Pada pertemuan pertama :

a. Anamnesis-keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan gejala komplikasi

b. Pemeriksaan jasmani lengkap


- TB, BB, TD, rabaan nadi kaki
- Tanda neuropati dicari
- Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku
- Pemeriksaan visus

c. Pemeriksaan penunjang yang harus dilakuan, tergantung fasilitas yang tersedia.


- Hb, leukosit, LED, hitung jenis leukosit.
- Glukosa darah puasa dan sesudah makan
- Urin rutin
- Albumin serum
- EKG
- Kreatinin
- Foto paru
- SGPT
- Funduskopi
- Lipid : Kolesterol total, Kolesterol HDL, Trigliserida
- Albumin urin kuantitatif 24 jam/ mikroalbuminuria
- HbA1c (opsional pada pertemuan pertama)

d. Penyuluhan sepintas mengenai:

1. Apakah penyakit DM itu


2. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
3. Penyulit DM
4. Perencanaan makan
5. Kegiatan jasmani
6. Obat berkhasiat hipoglikemik dan hipoglikemia
7. Perawatan kaki

2. Secara berkala

Menurut kebutuhan : pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan

Yong & Fitri 6 Diabetes Melitus


Tiap tiga (3) bulan :
- HbA1c

Tiap tahun :
- Pemeriksaan jasmani lengkap,Albumin urin, sedimen urin,Kreatinin ,SGPT,Lipid ,EKG
- Funduskopi

Idealnya semua pasien DM mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama pada semua
tingkat pengelola kesehatan, baik primer, sekunder, maupun tersier. Namun mengingat
keterbatasan yang ada pada berbagai tingkat pengelola kesehatan, macam dan jumlah
pemeriksaan penunjang yang diperiksa disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Demikian pula
tingkat pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan kapasitas dan fasilitas yang ada.
Penyuluhan dan pencegahan primer dapat dikerjakan pada semua tingkat pengelola kesehatan.

C. Pilar utama pengelolaan DM

1. Penyuluhan
2. Perencanaan makan

3. Latihan jasmani

4. Obat berkhasiat hipoglikemik

Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolik dimulai dengan pengaturan


makan disertai dengan kegiatan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (4 - 8 minggu). Bila
setelah itu kadar glukosa darah masih belum memenuhi kadar sasaran metabolik yang
diinginkan, baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin sesuai dengan
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin/obat berkhasiat hipoglikemik dapat
segera diberikan.

Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah
mendapat pelatihan khusus untuk itu.Penyuluhan (Edukasi Diabetes) Penyuluhan untuk
rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes
adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes,
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut :
Karbohidrat 60 - 70%
Protein 10 - 15%
Lemak 20 - 25%

Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT).

BB (kg)
BMI = IMT = ------------------
{TB (m)}2

IMT normal Wanita = 18,5 - 22,9 kg/m2

IMT normal Pria = 20 - 24,9 kg/m2

Yong & Fitri 7 Diabetes Melitus


Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi
memanfaatkan Rumus Broca, yaitu:

BB idaman = (TB – 100) – 10%

Status gizi :

- Berat Badan kurang = < 90% BB idaman


- Berat Badan normal = 90 - 110% BB idaman
- Berat Badan lebih = 110 - 120% BB idaman
- Gemuk = > 120% BB idaman

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan kebutuhan
kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian
ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10 - 30%; untuk atlet dan pekerja berat
dapat lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres
akut (infeksi, dan sebagainya) sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung,
dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang
(30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10 - 15%) di antaranya. Pembagian porsi
tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan
makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan
makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan
pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang
terjadwal. makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70 - 75% juga memberikan hasil
yang baik.Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber asam
lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari,
diutamakan serat larut.Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan
mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami hipertensi, harus mengurangi
konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan
tetap diizinkan. Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk
mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.Untuk mendapatkan kepatuhan terhadap
pengaturan makan yang baik, adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat
membantu pasien.

Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3 - 4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,
yang sifatnya sesuai CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance training).
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75 - 85% denyut nadi maksimal (220 - umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.Sebagai contoh olahraga ringan
adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20
menit dan olahraga berat misalnya jogging.

Obat Berkhasiat Hipoglikemik

Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur
namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum tercapai (lihat sasaran
pengendalian glukosa darah), dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemik
(oral/suntikan).

Yong & Fitri 8 Diabetes Melitus


Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral, baik golongan sulfonilurea,
metformin maupun inhibitor glukosidase alfa, harus diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal.
Tidak dianjurkan untuk memberikan obat-obat tersebut pada pasien dengan gangguan fungsi
hati atau ginjal.

Sulfonilurea : Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Oleh sebab itu merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, pada pasien usia lanjut obat
golongan sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari.

Biguanid (Metformin) : Obat golongan ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati di samping juga efek memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat golongan ini terutama
dianjurkan dipakai sebagai obat tunggal pada pasien gemuk. Biguanid merupakan kontraindikasi
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya pasien dengan penyakit serebro kardiovaskular).
Obat biguanid dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan bersamaan atau sesudah makan.

Inhibitor Glukosidase Alfa (Acarbose) : Obat golongan ini mempunyai efek utama
menurunkan puncak glikemik sesudah makanTerutama bermanfaat untuk pasien dengan kadar
glukosa darah puasa yang masih normal. Biasanya dimulai dengan dosis 2 kali 50 mg setelah
suapan pertama waktu makan. Jika tidak didapati keluhan gastrointestinal, dosis dapat dinaikkan
menjadi 3 kali 100 mg. Pada pasien yang menggunakan acarbose jangka panjang perlu
pemantauan faal hati dan ginjal secara serial, terutama pasien yang sudah mengalami gangguan
faal hati dan ginjal.

INSULIN

Indikasi penggunaan insulin pada DM - tipe 2 :

 ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat


 stres berat (infeksi sistemik, operasi berat)

 berat badan yang menurun dengan cepat

 kehamilan/DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.

 tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada kontra indikasi
dengan OHO.

Jenis dan lama kerja insulin

Jenis Awitan kerja Puncak kerja Lama kerja (jam)


(jam) (jam)

Insulin kerja pendek 0,5 - 1 2-4 5-8

Yong & Fitri 9 Diabetes Melitus


Insulin kerja 1 – 2 4 - 12 8 - 24
menengah

Insulin kerja panjang 2 6 - 20 18 - 36

Insulin campuran 0,5 - 1 2 - 4 dan 6 -12 8 - 24

Mekanisme Kerja, Efek Samping Utama dan Pengaruh terhadap HbA1c

Cara kerja utama Efek samping utama Pengaruh


terhadap
HbA1c

Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik 1,5-2,5%


Hipoglikemia

Metformin Menekan produksi glukosa hati Diare, dispepsia, asidosis laktat 1,5-2,5%

Inhibitor Menghambat absorpsi glukosa Flatulens, tinja lembek 0,5-1,0%


glukosidase
alfa

Insulin Menekan produksi glukosa hati, Hipoglikemia, BB naik Potensial


stimulasi pemanfaatan glukosa normal

Obat Hipoglikemik Oral

Obat Dosis awal Dosis maksimal Pemberian sehari yg


dianjurkan
Golongan Sulfonilurea*
15-20 mg
Glibenklamid 2,5 mg 1-2
kali
240 mg
Gliklasid 80 mg 1-2

Yong & Fitri 10 Diabetes Melitus


kali
120 mg
Glikuidon 30 mg 2-3
kali
20 mg
Glipisid 5 mg 1-2
kali
20 mg
Glipisid GITS 5 mg 1 kali
6 mg
Glimepirid** 1 mg 1 kali
500 mg
Klorpropamid 50 mg 1 kali
Golongan Biguanid
2500 mg
Metformin*** 500 1-3
mg kali
Golongan inhibitor glukosidase alfa#
300 mg
Acarbose 50 mg 3 kali

* diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan


** dapat diberikan sesaat sebelum makan
*** diberikan sebelum makan. Untuk mengurangi efek samping mual dapat
diberikan bersama maupun sesudah makan
# diberikan segera setelah suapan pertama waktu makan

Pada umumnya pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan kadar glukosa darah pasien. Kalau dengan
sulfonilurea atau metformin sampai dosis maksimal ternyata sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai, perlu dipikirkan kombinasi 2 kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda
(sulfonilurea + metformin atau metformin + sulfonilurea, acarbose + metformin atau
sulfonilurea).Ada berbagai cara kombinasi OHO dan insulin (OHO + insulin kerja cepat 3 kali
sehari, OHO + insulin kerja sedang pagi hari, OHO + insulin kerja sedang malam hari). Yang
banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin malam hari mengingat walaupun dapat
diperoleh keadaan kendali glukosa darah yang sama, tetapi jumlah insulin yang diperlukan paling
sedikit pada kombinasi OHO dan insulin kerja sedang malam hari.

Cara Penyuntikan Insulin

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan). Pada keadaan
khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin dapat diberikan
tunggal (satu macam insulin kerja cepat, kerja menengah atau kerja panjang), tetapi dapat juga
diberikan kombinasi insulin kerja cepat dan kerja menengah, sesuai dengan respons individu
terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Untuk menyuntik
insulin kombinasi kerja cepat dan menengah atau panjang, diperlukan teknik khusus untuk
mencampur kedua macam insulin tersebut dalam satu semprit. Lokasi penyuntikan juga harus
diperhatikan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh

Yong & Fitri 11 Diabetes Melitus


sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dapat dipakai lebih dari satu kali (sampai satu
minggu) oleh pasien yang sama. Jarum suntik dapat dipakai sampai dirasakan tidak nyaman lagi.
Harus diperhatikan benar konsentrasi insulin (U40, U100). Dianjurkan dipakai konsentrasi yang
tetap (U40 atau U100), tidak berganti-ganti, dengan semprit yang sesuai (semprit U40 untuk
insulin U40, semprit U100 untuk insulin U100).

Kriteria Pengendalian

DM terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus
secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid dan HbA 1c

Untuk pasien berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari pada biasa
(puasa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan darah,
dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang.

Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk


  Glukosa darah puasa
(mg/dl) 80 - 109 110 - 139  140
  Glukosa darah 2 jam
(mg/dl) 110 - 159 160 - 199  200
  Hb A1c (%)
4 - 5,9 6-8 >8
  Kolesterol total (mg/dl)
< 200 200 - 239  240
 Kolesterol LDL
(mg/dl) tanpa PJK < 130 130 - 159  160

Yong & Fitri 12 Diabetes Melitus


Yong & Fitri 13 Diabetes Melitus
Hipoglikemia dan Cara Mengatasinya

Terjadinya hipoglikemia terutama pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingat konsekuensi yang ditimbulkannya, yang dapat fatal atau menyebabkan kemunduran
bermakna pada pasien. Pada setiap pasien DM dengan kesadaran menurun kemungkinan
hipoglikemia harus selalu dipikirkan dan diantisipasi. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut
sering lebih lamban. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea juga dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi benar
sampai semua obat habis diekskresi, yang kadang memerlukan waktu lama (24-36 jam, bahkan
mungkin lebih pada pasien dengan gagal ginjal kronik).

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa
lapar) dan gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).

Semua pasien DM yang mendapat obat hipoglikemik oral atau insulin harus mendapat
penyuluhan yang memadai mengenai gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya. Demikian pula
keluarganya.

Jika dicurigai ada hipoglikemia harus segera dilakukan pengelolaan hipoglikemia (dari
memberikan air manis, minuman yang mengandung gula murni, berkalori, bukan gula pemanis,
sampai suntikan glukosa 40% intravena atau glukagon bila diperlukan). Dalam menghadapi
pasien tidak sadar, pemberian gukosa 40% intravena merupakan tindakan darurat yang harus
pertama kali diberikan kalau pengelola tidak yakin bahwa kasus tersebut bukan kasus
hipoglikemia.

Harus diingatkan lagi bahwa pada orang tua, pulihnya kesadaran dapat lebih lamban.
Demikian pula pasien yang mendapat obat hipoglikemik sulfonilurea dengan masa kerja panjang.
Apa lagi pada pasien DM yang juga disertai penyulit gangguan fungsi ginjal.

Dengan PJK < 100 100 - 129  130


Kolesterol HDL (mg/dl)
> 45 35 - 45 < 35
Trigliserida (mg/dl) tanpa PJK
< 200 200 - 249  250

Dengan PJK < 150 150 – 199  200


BMI = IMT wanita
18,5 - 22,9 23 - 25 > 25 atau < 18,5

20 - 24,9 25 - 27 > 27 atau < 20


pr
ia
Tekanan darah (mmHg)
< 140/90 140 - 160/ 90 - > 160/95
95

PENYULIT DM

Yong & Fitri 14 Diabetes Melitus


Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.

A. Penyulit akut :
- ketoasidosis diabetik
- hiperosmolar non ketotik
- hipoglikemia

B. Penyulit menahun

1. Makroangiopati:
- Pembuluh darah jantung (penyakit jantung kororner)
- Pembuluh darah tepi
- Pembuluh darah otak (stroke)

2. Mikroangiopati:
- retinopati diabetik
- nefropati diabetik

3. Neuropati

4. Rentan infeksi, seperti misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi


saluran kemih

5. Kaki diabetik (gabungan 1 sampai dengan 4)

Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu
lain. Hipertensi dan dislipidemia merupakan faktor risiko penting penyulit makroangiopati, oleh
sebab itu hipertensi dan dislipidemia harus dicari dan diobati dengan sebaik-baiknya (lihat bab
Masalah Khusus).

PENCEGAHAN DM

A. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok
risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM (lihat
halaman 4). Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan
faktor-faktor tersebut.

B. Pencegahan Sekunder

Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya


penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi
dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan biaya
besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal berarti mengelola DM dengan baik agar
tidak timbul penyulit lanjut DM.

C. Pencegahan Tersier

Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus
berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin,
sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80 - 325 mg) dapat

Yong & Fitri 15 Diabetes Melitus


dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makro-
angiopati.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan,
terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit
jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain seperti dari bagian ilmu penyakit mata,
bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri dan lain sebagainya.

PENYULUHAN

Penyuluhan bagi pasien DM tidak hanya dilakukan oleh dokter yang mengobati, tetapi juga oleh
segenap jajaran terkait dengan pengelolaan DM, seperti perawat penyuluh, pekerja sosial, ahli
gizi, dan sebagainya sesuai dengan bidang keahlian masing- masing. Tentu saja
penataran/penyuluhan berkala bagi para penyuluh juga sangat penting untuk setiap saat dapat
menyegarkan dan memperbaiki materi penyuluhan yang mereka berikan kepada para pasien
DM. Dalam menjalankan tugasnya tenaga kesehatan dalam bidang diabetes memerlukan suatu
landasan empati, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:

 berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya kecemasan
 berikan informasi secara bertahap, jangan sekaligus
 mulailah dengan hal yang sederhana, baru kemudian yang lebih sulit
 gunakan alat bantu dengar pandang
 lakukan pendekatan dengan mengatasi masalah dan lakukanlah simulasi
 berikan pengobatan sesederhana mungkin agar kepatuhan lebih baik
 lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima
 jangan memaksakan tujuan pengobatan kita
 lakukan motivasi, berikan penghargaan dan diskusikanlah hasil pemeriksaan
laboratorium

MASALAH KHUSUS

A. DM – Tipe 2 dan Ibadah Puasa

 Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan
kalau berpuasa.
 Pasien yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan
untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa.
 Untuk yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat diberikan
sedemikian sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada dosis sahur.
 Untuk pasien DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin kerja menengah yang
diberikan saat berbuka saja.
 Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak
berpuasa dalam bulan Ramadhan

B. DM dan Hipertensi

Pengelolaan hipertensi pada DM tipe 2

1. Indikasi Pengobatan : Bila TD Sistolik > 140 mm TD Diastolik > 90 mmHg

Yong & Fitri 16 Diabetes Melitus


Pada Hipertensi Sistolik :TD sistolik > 140 mmHg
TD diastolik < 90 mmHg

2. Sasaran (target penurunan) Tekanan Darah:Dewasa (> 18 tahun) :


tidak hamil < 130/85 mmHg, hamil 120/80 mmHg

Hipertensi sistolik :
- TD sistolik > 180 -> < 160 mmHg
- TD sistolik 160 - 179 -> diturunkan 20 mmHg

3. Pengelolaan :Pengobatan non-farmakologis Modifikasi gaya hidup, antara lain :


penurunan BB, olah raga, mengurangi/menghentikan rokok, alkohol, garam, dan lain-
lain.

Pengobatan farmakologis

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti hipertensi (OAH).
- pengaruh OAH terhadap profil lipid
- pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Daftar OAH lini pertama (disusun menurut abjad):- Antagonis kalsium
- Diuretik
- Inhibitor ACE
- Penghambat alfa

4. Catatan

a. Pada penderita dengan mikroalbuminuria dilaporkan inhibitor ACE


merupakan OAH lini pertama terpilih. Antagonis kalsium golongan
non-dihidropiridin dilaporkan juga dapat mengurangi
mikroalbuminuria
b. Diuretik dapat digunakan secara hati-hati dengan dosis rendah.
Penggunaan diuretik dosis tinggi dapat memperburuk intoleransi
glukosa
c. Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah
tercapai. Bila tekanan darah dapat dikendalikan, setelah satu tahun
dosis dapat dicoba diturunkan secara bertahap.

C. Dislipidemia pada PADA DM

Dislipidemia baru diobati kalau memang bukan sekunder akibat DM. Pemberian obat
hipolipidemia dipertimbangkan bila kadar glukosa darah sudah normal, namun kadar lipid
darah masih tetap abnormal walaupun pasien sudah menjalani perencanaan makan
rendah lemak selama 3 - 6 bulan. Untuk pasien DM yang disertai PJK, tenggang waktu
dapat lebih singkat bergantung pada penilaian klinis oleh dokter yang
mengelolanya.Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia
pada DM.

Yong & Fitri 17 Diabetes Melitus


D. Aspirin pada DM

Aspirin dosis rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi
pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makrovaskular. Untuk pencegahan primer,
Aspirin hanya diberikan pada pasien DM yang mempunyai satu atau lebih faktor risiko
terjadinya penyulit makrovaskular.

DAFTAR SINGKATAN

ADA American Diabetes Association


BB Berat Badan
BMI Body Mass Index
DM Diabetes Mellitus
EKG Elektro Kardio Gram
GDPT Glukosa Darah Puasa Terganggu
GDP Glukosa Darah Puasa
GDS Glukosa Darah Sewaktu
HDL High Density Lipoprotein
IDF International Diabetes Federation
IMT Indeks Massa Tubuh
LDL Low Density Lipoprotein
LED Laju Endap Darah
OAD Obat Anti Diabetik
OAH Obat Anti Hipertensi
OHO Obat Hipoglikemik Oral
PJK Penyakit Jantung Koroner
PERKENI Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
SGPT Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
ST Sasaran Metabolik Tercapai
STT Sasaran Metabolik Tidak Tercapai
TB Tinggi Badan
TD Tekanan Darah
TGT Toleransi Glukosa Terganggu
TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral
WHO World Health Organization

PENANDATANGAN KONSENSUS NASIONAL


PENGELOLAAN DIABETES MELITUS DI INDONESIA 1998

1. PROF.Dr. KADRI
2. Dr. SJAFII PILIANG
3. Dr. NUR ASJIAH
4. PROF. Dr. SJAFRIL SJAHBUDDIN
5. Dr. ASMAN MANAF
6. Dr. H.R. SURASMO P.
7. PROF.Dr. UTOYO SUKATON
8. PROF. Dr. SUPARTONDO
9. PROF. Dr. SLAMET SUYONO
10. PROF. DR. Dr. A. BOEDISANTOSO R.

11. Dr. AINAL IKRAM


12. Dr. PUDJI RAHARDJO
13. Dr. WIGUNO PRODJOSUDJADI, PHD
14. MURNI I.D. PRAKOSO, SKM, MSc
15. Dr. MARZUKI SURYAATMADJA

Yong & Fitri 18 Diabetes Melitus


16. Dr. JOSE R.L. BATUBARA
17. Dr. SARWONO WASPADJI
18. Dr. SIDARTAWAN SOEGONDO

Sumber: Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia 1998


Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Yong & Fitri 19 Diabetes Melitus

Anda mungkin juga menyukai