I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan Radiografi thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) bertujuan
menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang terdapat di dalam rongga
dada. Teknik radiografi thorax terdiri dari bermacam-macam posisi yang harus dipilih
disesuaikan dengan inidikasi pemeriksaan, misalnya bronchitis kronis, KP, fleural
effusion, pneumo thorax dan lain-lain. Untuk menentukan posisi mana yang tepat,
harus menyesuaikan antara tujuan pemeriksaan dengan kriteria foto yang dihasilkan.
Fluoroscopy Thorax
Adalah cara pemeriksaan yang mempergunakan sifat tembus sinar
roentgen dan suatu tabir yang bersifat fluoresensi bila terkena sinar tersebut.
Umumnya cara ini tidak dipakai lagi,hanya pada keadaan tertentu,yaitu bila kita
ingin menyelidiki pergerakan suatu organ/sistem tubuh seperti dinamika alat-
alat peredaran darah, misalnya jantung dan pembuluh darah besar; serta
pernapasan berupa pergerakan diafragma dan aerasi paru- paru.
Roentgenography
Adalah pembuatan foto roentgen toraks. Agar distorsi dan magnifikasi
yng diperoleh menjadi sekecil mungkin, maka jarak antara tabung dan film
harus 1,80 meter dan foto dibuat sewaktu penderita sedang bernapas dalam
(inspirasi).
1
Tomography
Istilah lainnya : Planigrafi , Laminagrafi , atau Stratigrafi.Pemeriksaan
lapis demi lapis dari rongga dada, biasanya untuk evaluasi adanya tumor atau
atelektase yang bersifat padat, serta adanya keabnormalan dan kerusakan pada
jaringan.
Bronchography
Ialah pemeriksaan percabangan bronkus, dengan cara mengisi saluran
bronkial dengan suatu bahan kontras yang bersifat opaque (menghasilkan
bayangan putih pada foto). Bahan kontras tersebut biasanya mengandung
jodium (lipiodol, dionosil, dsb).
Indikasi pemeriksaan ini misalnya pada Bronkiektasis untuk meneliti
letak, luas, dan sifat bagian-bagian bronkus yang melebar; dan pada tumor-
tumor yang terletak dalam lumen bronkus (space occupying lesions), yang
mungkin mempersempit bahkan menyumbat sama sekali bronkus bersangkutan.
Arteriography
Mengisi kontras pada pembuluh darah pulmonale, sehingga dapat
diketahui vaskularisasi pada mediastinum atau pada paru. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk melihat penyakit-penyakit dengan klinis Arterosklerosis
Obliterans, Aneorisma, Trauma, Malformasi Arterivenous. Kontras media yang
digunakan berjenis water soluble organic iodine compounds.
Angiocardiography
Adalah pemeriksaan untuk melihat ruang-ruang jantung dan pembuluh-
pembuluh darah besar dengan sinar roentgen (fluoroskopi atau roentgenografi),
dengan menggunakan suatu bahan kontras radioopaque, misalnya Hypaque
2
50%, dimasukkan kedalam salah satu ruang jantung melalui kateter secara
intravena.
a. Bronkhitis
b. Atelektasis
c. Trauma
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum
thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
d. Tumor/Massa
3
e. Bronchopneumonia
f. Pneumo Thorax
Pneumo thorax adalah adanya udara atau gas dalam rongga pleura, yang
dapat terjadi secara spontan, sebagai akibat truma disebabkan oleh trauma dada
yang dapat mengakibatkan kebocoran sehingga cairan masuk ke dalam ruang
fleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra thorax,
jika peningkatan intra thorax terjadi, maka distress ( kengerian ) pernapasan dan
gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.
g. Efusi Pleural
h. Cardiomegali
i. Tuberculosis
4
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan
supaya scapula tidak menutupi parenkim paru. Pada PA, sumber X-ray
diposisikan sehingga X-ray masuk melalui posterior (back) dari thorax dan
keluar dari anterior (front) dimana X-ray tersebut terdeteksi. Untuk
mendapatkan gambaran ini, individu berdiri menghadap permukaan datar yang
merupakan detektor X-ray. Sumber radiasi diposisikan di belakang pasien pada
jarak yang standard, dan pancaran X-ray ditransmisikan ke pasien.
5
digunakan untuk mendapatkan CXR berbaring (“supine film”). Sebagai hasilnya
kebanyakan supine film adalah juga AP.
6
Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu,yaitu bila klinis diduga ada
cairan bebas dalam cavum pleura tetapi tidak terlihat pada foto PA atau lateral.
Penderita berbaring pada satu sisi (kiri atau kanan). Film diletakkan di muka
dada penderita dan diberikan sinar dari belakang arah horizontal.
7
Posisi Apikal (Lordotik) dilakukan apabila pada foto PA menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan pada daerah apex kedua paru. Proyeksi tambahan
ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan
menginterpretasikan suatu lesi di apex.
8
(Gambar : RAO - Right Anterior Oblique)
9
(Gambar : LAO - Left Anterior Oblique)
Hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal pembengkakan
lokal) atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bisa diterangkan
sebabnya, dan hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto
oblique yang bagus pun, fraktur iga bisa tidak terlihat.
Posisi Ekspirasi
Adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu penderita dalam
keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan
adanya pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang
terinhalasi.
Cukup/ normal
Kurang bila foto thorax terlihat putih (samar samar)
Lebih : bila foto thorax terlihat sangat hitam
Dalam membuat foto thorax ada dua kondisi yang dapat sengaja di buat,
tergantung bagian mana yang ingin di perikasa. Yaitu:
a. Kondisi pulmo (kondisi cukup) foto dengan kV rendah
10
Inilah kondisi yang standar pada foto thorax, sehingga gambaran
parenkim dan corakan paru dapat terlihat. Cara mengetahui apakah suatu
foto rontgen pulmo kondisinya cukup atau tidak:
1. Melihat lusensi udara (hitam) yang terdapat di luar tubuh
2. Memperhatikan vertebra thorakalis:
Pada proyeksi PA kondisi cukup: tampak Vth I-IV
Pada proyeksi PA kondisi kurang : hanya tampak VThI
b. Kondisi kosta (kondisi keras/tulang) foto dengan kV tinggi
Cara mengetahui apakah suatu pulmo kondisinya keras atau tidak:
1. Pada foto kondisi keras, infiltrate pada paru tak terlihat lagi. Cara
mengetahuinya adalah dengan membandingkan densitas paru dengan
jaringan lunak. Pada kondisi keras densitas keduanya tampak sama
2. Memperhatikan vertebra thorakalis
Proyeksi PA kondisi keras: tampak Vth V-VI
Proyeksi PA kondisi keras: yang tampak VTh I-XII selain itu
densita jaringan lunak dan kosta terlihat mirip
2. Inspirasi Cukup
Foto thorax harus di buat dalam keadaan inspirasi cukup. Cara mengetahui
cukup tidaknya inspirasi adalah:
a. Foto dengan inspirasi cukup:
Diafragma setinggi Vth X (dalam keadaan expirasi diafragma
setinggi Vth VII-VIII)
Kosta VI anterior memotong dome diagframa
b. Foto dengan inspirasi kurang
Ukuran jantung dan mediastinum meningkat sehingga dapat
menyebabkan salah interpretasi
Corakan bronkovesikuler meningkat sehingga dapat terjadi salah
interpretasi
3. Posisi sesuai
Seperti telah di terangkan di atas, posisi standar yang paling banyak di
pakai adalah PA dan lateral. Foto thorax biasanya juga diambil dalam posisi
erek
Cara membedakan foto thorax posisi PA dan AP adalah sebagai berikut:
1. Pada foto AP scapula terletak dalam bayangan thorax sementara
pada foto PA scapula terletak di luar bayangan thorax
2. Pada foto AP klavikula terlihat lebih tegak di bandingkan foto PA
3. Pada foto PA jantung biasanya terlihat lebih jelas
4. Pada foto AP gambaran vertebra biasanya terlihat lebih jelas
5. Untuk foto PA label terletak sebelah kiri foto sementara pada foto PA
label biasanya terletak di sebelah kanan foto
11
1. Erect
a. Di bawah hemidiagframa sinistra terdapat gambaran udara dalam fundus
gaster akibat aerofagia. Udara ini samar samar karena bercampur dengan
makanan. Jarak antara udara gaster dengan permukaan diagframa adalah
1cm atau kurang. Udara di fundus gaster ini di namakan magenblase
b. Terdapat gas di flexura lienalis akibat bakteri komensal yang hidup di
situ. Warna lebih lusen (gelap)
2. Supine
a. Udara magenblase bergerak ke bawah (corpus gaster) sehingga jarak
udara magenblase dengan diagframa 3cm. jadi biasanya pada posisi
supine udara magenblase tidak terlihat
4. Simetris
Cara mengetahui kesimetrisan foto:
Jarak antara sendi sternoklavikularis dekstra dan sinistra terhadap garis median
adalah sama. Jika jarak antara kanan dan kiri berbeda berarti foto tidak simetris
5. foto thorax tidak boleh terpotong
1. Cek untuk mengetahui sentrasi foto sudah benar dan foto dibuat pada waktu
inspirasi penuh. Foto yang dibuat pada waktu ekspirasi bisa menimbulkan
keraguan karena bisa menyerupai suatu penyakit misal kongesti paru,
kardiomegali atau mediastinum yang lebar. Kesampingkan bayangan-
bayangan yang terjadi karena rambut, pakaian atau lesi kulit.
2. Cek untuk mengetahui exposure sudah benar ( bila sudah diperoleh densitas
yang benar, maka jari yang diletakkan di belakang daerah yang hitam pada
foto tepat dapat terlihat). Foto yang pucat karena underexposed harus
diinterpretasikan dengan hati-hati, gambaran paru bisa memberi kesan
adanya edema paru atau konsolidasi. Foto yang hitam karena overexposed
bisa memberi kesan adanya emfisema.
3. Cek untuk mengetahui susunan tulang-tulang (iga, clavicula, scapula,dll)
merupakan bentukan dalam keadaan normal atau tidak.
4. Cek jaringan lunaknya, yaitu kulit, subcutan fat, musculus-musculus seperti
pectoralis mayor, trapezius dan sternocleidomastoideus. Pada wanita dapat
terlihat mammae serta nipplenya.
5. Cek untuk mengetahui posisi diafragma normal dengan prinsip diafragma
kanan biasanya 2,5 cm lebih tinggi daripada kiri. Normalnya pertengahan
costae 6 depan memotong pada pertengahan hemidiafragma kanan.
6. Cek sinus costophrenicus baik pada foto PA maupun lateral.
7. Cek mediastinum superior apakah melebar, atau adakah massa abnormal,
dan carilah trachea.
12
8. Cek untuk mengetahui kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar.
Diameter jantung pada orang dewasa (posisi berdiri) harus kurang dari
separuh lebar dada. Atau dapat menentukan CTR (Cardio Thoracalis Ratio).
9. Cek hilus dan bronkovaskular pattern. Hilus adalah bagian tengah pada paru
dimana tempat masuknya pembuluh darah, bronkus, syaraf dan pembuluh
limfe. Hilus kiri normal lebih tinggi daripada hilus kanan.
13
Setelah dibuat garis-garis seperti di atas pada foto thorax, selanjutnya
kita hitung dengan menggunakan rumus perbandingan sebagai berikut :
Ketentuan :
Jika nilai perbandingan di atas nilainya 50% (lebih dari/sama dengan
50% maka dapat dikatakan telah terjadi pembesaran jantung
(Cardiomegally)
14
5. Pada Pulmo
a) Oedema paru
15
TB Paru
pneumonia
- Terlihat pemadatan berbercak – bercak dengan bayangan
berbatas tidak jelas
- Terlihat kavitasi (pembentukan abses)
16
Tampak perselubungan homogen pada lapangan paru sebelah kiri
yang menutupi batas kiri jantung, diafragma,dan sinus disertai
dengan shift midline ke kiri.
Abses Paru
- Ditemukan lesi uang logam (coin lesion) / nodulus
17
- Terdapat bayangan sferis
f) Bayangan garis
- Biasanya tidak lebih tebal dari garis pensil, yang terpenting
adalah garis septal, dapat terlihat pada limfangitis Ca
g) Sarkoidosis
- Terlihat limfadenopati hilus dan paratrachealis
- Bayangan retikulonodularis pada paru
h) Fibrosis paru
i) Neoplasma
18
- Bayangan bulat dengan tepi tak teratur berlobulasi dan tepi
terinfiltrasi
- Terdapat kavitasi dengan massa
5. Pada Pleura
a) Efusi Pleura
b) Fibrosis Pleura
- Penampilannya serupa dengan cairan pleura, tetapi selalu lebih
kecil daripada bayangan asli. Sudut costophrenicus tetap
terobliterasi.
c) Kalsifikasi Pleura
- Plak kalsium tak teratur, dapat terlihat dengan atau tanpa
disertai penebalan pleura
19
d) Pneumothorax
6. Pada Diafragma
a) Paralisis Diafragma
- Akibat kelainan nervus phrenicus, misal invasi oleh karsinoma
bronchus
- Ditandai oleh elevasi 1 hemidiaphragma
20
b) Eventrasi Diafragma
DAFTAR PUSTAKA
Algin, Oktay, Gökhan Gökalp, and Uǧur Topal. 2011. “Signs in Chest Imaging.”
Diagnostic and Interventional Radiology 17 (1): 18–29.
https://doi.org/10.4261/1305-3825.DIR.2901-09.1.
Ruza, Gustavo Catalan, Rachel Duarte Moritz, and Fernando Osni Machado. 2012.
“Radiografia de Tórax de Rotina Em Terapia Intensiva: Impacto Na Tomada de
21
Decisão.” Revista Brasileira de Terapia Intensiva 24 (3): 252–57.
https://doi.org/10.1590/S0103-507X2012000300008.
Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta,2005.
22