Anda di halaman 1dari 9

ETIKA PROFESI DAN PRANATA

PEMBANGUNAN

Dosen Pengampu:
Gerarda Orbita Ida Cahyandari, ST

Disusun Oleh:
Antonius Wikandhito / 160116366
Ni Made Santri Yusantari Ardana / 160116515
Lusia Galih Lestari / 160116660
Kharismada Hakiki / 150115847

UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA


➢ Definisi etika, profesi, dan etika profesi

Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip


moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi)
kehidupan manusia.

Pengertian Etika
Kata etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani “ethos”, yang
dalam bentuk tunggal mempunyai beberapa arti, yaitu norma-norma, nilai-nilai, kaidah
kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Dalam bentuk jamak
(ta etha) mempunyai arti adat kebiasaan. Arti dalam bentuk jamak ini pada akhirnya
menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika pada saat ini. Secara etimologis
etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang ada kebiasaan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 534-535).

Pengertian etika didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 271) adalah :
“Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak). Etika dapat dijelaskan dengan membedakan tiga arti, yaitu:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat”.

Menurut Salam Burhanuddin (1997: 1), etika adalah :


“Sebuah cabang ilmu yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan
perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika menekankan pendekatan
yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral. Etika
merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan
dan terwujud dalam sikap dan pola hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai
kelompok”.

Berbeda dari pendapat Solomon (1987: 5), yang berpendapat bahwa etika adalah
masalah sifat pribadi yang meliputi apa yang disebut “menjadi orang baik”, tetapi
merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat yang disebut ethos-nya.

Pemahaman mengenai makna dari etika dikemukakan menjadi tiga arti oleh Bertens
(2001:6), yakni :
“Pertama, kata “etika” dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya;
kedua, etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral, yaitu sebagai kode etik; ketiga,
istilah “etika” sering digunakan untuk pengertian mengenai ilmu tentang baik atau
buruk”.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika


memberi manusia orientasi bagaimana ia manjalani hidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Etika juga membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Pada akhirnya, etika membantu kita
untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dan tidak perlu kita
lakukan. Hal penting yang perlu dipahami, bahwa etika ini dapat diterapkan dalam
segala aspek atau sisi kehidupan.

Darmastuti (2006: 35-36) membagi etika sebagai kajian filsafat menjadi dua
bagian,
yaitu :
a. Etika Umum, merupakan prinsip-prinsip moral yang mengacu pada prinsip moral
dasar sebagai pegangan dalam bertindak dan menjadi tolok ukur untuk menilai
baik buruknya suatu tindakan yang ada didalam suatu masyarakat.
b. Etika Khusus, merupakan penerapan moral dasar dalam bidang khusus. Aplikasi
dari etika khusus ini misalnya keputusan seseorang untuk bertindak secara etis
dalam suatu bidang tertentu baik itu dalam organisasi.
Etika khusus kemudian dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu :
• Etika Individual, lebih menekankan pada kewajiban manusia terhadap
dirinya sendiri untuk mencapai kesucian hidup, misalnya etika beragama,
menjaga kesehatan dan etika yang berhubungan dengan dirinya.
• Etika Sosial, lebih menekankan pada kewajiban, sikap dan perilaku sebagai
anggota masyarakat dan tanggungjawab individu dengan lingkungannya,
misalnya etika dalam bermasyarakat, etika dalam berorganisasi, etika
profesi, etika keluarga, etika lingkungan hidup, termasuk etika
administrasi negara.

Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur
pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Karena etika dikaitkan dengan seni
pergaulan manusia, maka etika ini kemudian diciptakan dalam bentuk aturan (code)
tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang
ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk
menghakimi segala macam tindakan yang secara logika dan rasional dinilai
menyimpang dari kode etik. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang
disebut dengan “self control” (mengontrol diri sendiri), karena segala sesuatunya
dibuat dan ditetapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu
sendiri.

Dari pemaparan beberapa pendapat dari pakar-pakar mengenai pemahaman


makna etika, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan kajian dari ilmu filsafat yang
lebih menekankan pada tindakan maupun perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Profesi
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang, bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh
pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu
dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Hanya memiliki keahlian saja yang diperoleh
dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat
disebut profesi. Kebingungan mengenai pengertian profesi itu hadir dengan sendirinya
sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini ada karena banyak
orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam
pengertian profesi.

De George dalam Salam (1997: 137) menyimpulkan bahwa, profesi adalah pekerjaan
yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan
mengandalkan suatu keahlian. Seseorang yang profesional, apabila tidak menjalankan
suatu pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan tidak dapat disebut sebagai seorang
yang berprofesi, sedangkan seseorang yang memiliki profesi tidak selalu disebut
sebagai seorang yang profesional.

Salam Burhanuddin (1997: 137-138) memberikan persepsinya mengenai istilah


profesi, yakni :
“Sesuatu yang berkaitan dengan bidang yang dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian,
akan tetapi dengan keahlian saja yang didapat dari pendidikan kejuruan belum cukup
untuk disebut profesi. Jadi profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian
dan etika khusus dan standar layanan. Dalam perkembangannya profesi dipahami sebagai
keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan jalur pendidikan atau keahlian”.

Menurut pandangan Keraf dalam Darmastuti (2006: 92-93), profesi sendiri


berdasarkan maknanya dipahami sebagai :
“Suatu pekerjaan yang dapat digunakan sebagai kegiatan pokok untuk mencari nafkah
hidup dengan keahlian tertentu.” Berdasarkan pemahaman ini, ada beberapa
batasan-batasan terhadap profesi yang menjadi ciri-ciri profesi tersebut, yaitu :
a. Memiliki skill atau kemampuan yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan
yang tidak dimiliki orang lain.
b. Memiliki kode etik sebagai standar moral kode perilaku yang digunakan dalam
profesi tersebut, yaitu by profession & by function.
c. Memiliki tanggung jawab profesi (responsibility) dan integritas pribadi (integrity).
d. Memiliki jiwa pengabdian kepada publik dengan dedikasi profesi luhur.
e. Otonominasi organisasi profesional yang ditunjukkan dengan adanya manajemen
organisasi.
f. Menjadi anggota salah satu organisasi profesi dengan menjaga eksistensi.

Secara umum, ada beberapa ciri yang melekat pada profesi menurut Salam
Burhanuddin, (1997: 139-140), yakni;
Pertama, adanya pengetahuan khusus; Kedua, adanya kaidah dan standar moral yang
sangat tinggi; Ketiga, mengabdi kepada kepentingan masyarakat; Keempat, ada izin
khusus untuk bisa menjalankan suatu profesi; Kelima, kaum profesional biasanya
menjadi anggota dari suatu organisasi profesi.

Pendapat lainnya dipaparkan oleh Muhammad (2001: 58), yang menyatakan bahwa :
“Profesi adalah pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan bidang tertentu yang
mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap dengan tujuan
memperoleh pendapatan”.

Adapun kriteria dalam profesi adalah sebagai berikut :


a. Meliputi bidang tertentu.
b. Berdasarkan keahlian dan keterampilan tertentu.
c. Bersifat tetap atau terus menerus.
d. Bersifat tetap atau terus menerus.
e. Bertanggung jawab pada diri sendiri dan masyarakat.
f. Terkelompok dalam suatu organisasi.
Sedangkan pengertian profesi menurut Kansil (2003: 4-6) adalah :
“Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,
kejujuran, dan sebagainya) tertentu, sebagai tugas kegiatan seseorang yang
mengerjakan sesuatu, bukan hanya untuk kesenangan, tetapi merupakan mata
pencaharian”.

Adapun ciri-ciri yang ada dalam profei, yakni :


a. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan
berkembang dan diperluas.
b. Suatu teknis intelektual.
c. Penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis.
d. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
e. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
f. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri.
g. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang
akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota.
h. Pengakuan sebagai profesi
i. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari
pekerjaan profesi.
j. Hubungan erat dengan profesi lain.

Dipahami dari beberapa pendapat di atas, bahwa profesi merupakan pekerjaan


yang digunakan untuk mendapatkan nafkah hidup dalam memenuhi kebutuhan hidup
dengan menerapkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Untuk menjalankan
profesi memerlukan izin khusus, yang berfokus pada pengabdian kepada kepentingan
masyarakat, dan biasanya orang yang memiliki profesi menjadi anggota dari suatu
organisasi profesi.

Sumber :
http://digilib.unila.ac.id/3515/15/BAB%20II.pdf
https://www.scribd.com/document/350874555/PENGERTIAN-ETIKA-PROFESI

➢ Pranata pembangunan (Definisi)

Definisi
pranata/pra·na·ta/ n sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan
norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi
berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat; institusi.
(https://kbbi.web.id/pranata)
pembangunan/pem·ba·ngun·an/ n proses, cara, perbuatan membangun.
(https://kbbi.web.id/bangun-2 )
Pranata dalam pengertian umum adalah interaksi antar individu/kelompok dalam
kerangka peningkatan kesejahteraan atau kualitas hidup.
(eprints.undip.ac.id/27117/1/172-BA-FT-2007.pdf)
Pranata Pembangunan adalah interaksi antar pelaku pembangunan untuk menghasilkan
fisik ruang yang berkualitas. Pelaku yang terlibat dan berinteraksi, adalah pemilik
(owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana, dan unsur pendukung lainnya).
(eprints.undip.ac.id/27117/1/172-BA-FT-2007.pdf)
➢ Kasus sesuai dengan etika profesi

MENGUAK KISAH ROMO MANGUN DALAM “MANGUN”

Y.B Mangunwijaya dikenal sebagai seorang


rohaniwan, arsitek, dan sastrawan yang besar
karena karya-karyanya. Namun, mungkin tak
banyak yang tahu bahwa ia juga seorang
aktivis yang memperjuangkan warga tertindas.
Setelah 10 tahun menjadi rohaniwan,
arsitektur, dan dosen, Romo Mangun,
demikian ia biasa disapa, membantu warga di
Kali Code, Jogjakarta dan Kedung Ombo,
Sragen. Perjuangannya membela rakyat
tertindas dari penggusuran menjadi hal yang
menarik kala ia menggunakan pendekatan intelektual. "Ada hal berbeda ketika Romo
Mangun membela warga tertindas. Saat menentang penggusuran, dia tidak dengan emosi,
tapi pendekatan intelektual," ujar penulis buku novel biografi 'Mangun', Sergius Sutanto, di
Toko Buku (TB) Gramedia Matraman, Jakarta, Jumat (26/8/2016).

Sergius mengisahkan, Romo Mangun melakukan pendekatan arsitektur untuk


membela warga pinggiran Kali Code ketika akan digusur. "Romo Mangun menyumbang
pemikirannya untuk membangun hunian-hunian dengan eksterior yang akrab dengan
kondisi sosial-budaya warga setempat, namun tetap indah dipandang mata," ujar Sergius.
Selain itu, Romo Mangun juga turut membangun mentalitas warga Kali Code untuk tidak
membuang sampah sembarangan. "Dia membangun Kali Code menjadi sangat indah,
dengan arsitektur yang unik," lanjut Sergius.

Perjuangan Romo Mangun tak berhenti di sana. Dalam keadaan sakit, kata Sergius,
Romo Mangun membela para petani di Kedung Ombo yang digusur karena wilayahnya
akan dijadikan sebuah waduk. "Dokter melarang Romo untuk beraktivitas karena penyakit
jantung. Tapi relawan berkunjung dan minta Romo masuk Kedung Ombo. Banyak orang
melihat Romo sakit saat memperjuangkan Kedung Ombo," papar Sergius. Namun,
perjuangan Romo Mangun bukan tanpa sebab. Keluarga, terutama sosok ibu, turut
mengambil peran besar di balik perjuangannya selama ini.

Menurut Sergius, keputusan Romo Mangun keluar dari gereja serta melepaskan
pekerjaan sebagai arsitek dan dosen untuk membela rakyat tertindas, diambil dengan
pertimbangan ibu serta keluarganya. "Novel biografi ini akhirnya kembali kepada
keluarga. Tulisan-tulisan tentang Romo Mangun tidak pernah menyentuh keluarga. Maka
buku ini memperlihatkan Romo Mangun menjadi seperti itu karena siapa," papar
Sergius. Ia berharap, buku setebal 402 halaman ini mampu membangkitkan semangat
berkeadilan dengan berkaca pada apa yang dilakukan Romo Mangun. "Jika laki-laki
membaca buku ini saya ingin dia punya spirit, ketegasannya membela kaum tertindas. Jika
perempuan terinspirasi soal keibuan orangtua Romo Mangun," kata dia.

KESESUAIAN KASUS ETIKA PROFESI DENGAN SUMBER:

KODE ETIK ARSITEK DAN KAIDAH TATA LAKU PROFESI ARSITEK 2007:
IKATAN ARSITEKTUR INDONESIA (IAI)

1. http://www.iaibali.org/assets/content_upload/files/kode%20etik.pdf

SUMBER KASUS

2. http://nasional.kompas.com/read/2016/08/26/19470241/menguak.kisah.romo.man
gun.dalam.mangun.

➢ Kasus tidak sesuai dengan etika profesi

Arsitek Jadi "Kambing Hitam" Pembangunan PIM

BANDUNG, KAMIS--Ikatan Arsitek Indonesia Jawa Barat menganggap arsitek


yang menangani pembangunan Pusat Informasi Majapahit di Trowulan, Jawa Timur,
Baskoro Tedjo, hanya menjadi kambing hitam. Dosen Institut Teknologi Bandung
tersebut ditunjuk menjadi arsitek pembangunan PIM ketika masterplannya sudah
jadi.Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jabar Pon S Purajatnika setelah melakukan
klarifikasi terhadap Baskoro, Rabu (7/1) di Bandung, mengatakan, pihak yang
bertanggung jawab seharusnya adalah pembuat masterplan kompleks.”Dari pengakuan
Baskoro, sebelum dia membuat desain peta lokasi PIM, masterplan sudah jadi.
Seharusnya pembuat masterplan ini yang harus mempertanggungjawabkan hasil
karyanya,” kata Pon menegaskan.
Menurut dia, kasus ini harus disikapi secara bijaksana. ”Dalam kasus ini, Baskoro
hanya menangani secuil dari masterplan yang ada, tetapi dijadikan kambing hitam. Yang
perlu ditelusuri adalah siapa pembuat masterplan itu?” ujarnya.Sementara itu, pihak IAI
Jabar masih akan berkoordinasi dengan pihak IAI Pusat untuk menentukan langkah
selanjutnya. Menurut Pon, terjadi pelanggaran atau tidaknya oleh Baskoro terkait
rancangan Pusat Informasi Majapahit (PIM), belum dapat disimpulkan. IAI akan
melakukan klarifikasi terhadap Baskoro.
Klarifikasi akan dilakukan dalam pertemuan dengan IAI Pusat di Jakarta pada 12
Januari 2009. Sebelumnya, Baskoro telah memberikan klarifikasi kepada IAI Jabar di
Bandung Selasa lalu. Baskoro adalah salah satu anggota senior IAI Jabar. Kegiatan
tersebut juga melibatkan sejumlah anggota Dewan Kehormatan IAI Jabar.Jika terbukti
ada pelanggaran etika profesi, sanksi bisa diberikan berupa pencabutan sertifikat
arsitektur sehingga yang bersangkutan tidak bisa berpraktik lagi. ”Namun, kalau tidak
terjadi, kami akan membela Baskoro habis-habisan,” katanya.Pon mengakui, dalam
beberapa kasus, arsitek kerap berada pada posisi tawar yang lebih rendah dari pemilik
proyek.
”Seorang arsitek hanya akan membuat gambar jika telah mendapatkan izin
melakukan pembangunan di wilayah tersebut. Semua sudah bisa menebak, siapa yang
bisa memberi izin pembangunan di suatu wilayah administratif,” ungkapnya.Baskoro
selama ini dikenal sebagai arsitek yang cukup concern terhadap desain arsitektur hijau.
Karya-karyanya antara lain Kompleks Pemakaman Bung Karno, Student Center Institut
Teknologi Bandung (ITB), dan Gedung Galeri Selasar Sunaryo.

Tidak dilibatkan
Secara terpisah, Balai Arkeologi Yogyakarta sebagai pengemban tugas penelitian
arkeologi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, tidak
pernah dilibatkan.”Padahal, Situs Majapahit di Trowulan itu merupakan bagian dari
sasaran penelitian arkeologi yang dirancang jangka panjang. Secara akademis maupun
teknis Balai Arkeologi Yogyakarta tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan
pembangunan PIM,” kata Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto.
Menurut Siswanto, Balai Arkeologi Yogyakarta menempatkan Situs Trowulan
sebagai prioritas pertama untuk penelitian arkeologi sehingga semestinya tak boleh ada
kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan penelitian arkeologi.Akibat proyek PIM
tersebut, data arkeologi, berupa bagian bangunan dan artefak masa Majapahit di area
proyek yang semestinya menjadi bahan penelitian guna mengungkap kejayaan Majapahit,
rusak dan musnah akibat pembangunan fondasi. (JON/GRE/BAY/NAL).

Sumber kasus :
http://entertainment.kompas.com/read/2009/01/09/00402792/arsitek.jadi.quotkambing.hit
amquot.pembangunan.pim

Anda mungkin juga menyukai