Anda di halaman 1dari 16

MODUL 7 LBM 1

“GATAL DI KULIT”

Step 1
Prick Test
a. Tes yang dilakukan pada kulit untuk mengetahui apakah seseorang itu alergi atau tidak.
Dengan cara menusukkan lacet steril ke volar lengan bawah yang telah diberi allergen.
Hipersensitivitas
a. Reaksi patologik sistem imun berlebihan yang tidak diinginkan yang dapat merusak jaringan
tubuh.

Step 2
 Kulit
 Sistem Imun

Step 3
a. KULIT
1. Struktur
a. Epidermis
 Stratum korneum (berupa sel2 gepeng yang mati, protoplasmanya jadi
keratin)
 Stratum lucidum (berupa sel2 gepeng, tidak berinti, protoplasmanya menjadi
protein eleiden)
 Stratum granulosum (berupa sel2 gepeng, berinti)
 Stratum spinosum (berbentuk poligon)
 Stratum basalum (berbentuk kuboid)
b. Dermis (merupakan lapisan dibawah epidermis yang lebih tebal dan lebih vaskuler)
 Pars papila dermis (isi : ujung saraf dan pembuluh darah)
 Pars retikulare (isi : kolagen)
c. Subkutis
Berisi jaringan lemak (adiposa) dan ikat longgar

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:

i. Epidermis
Terdiri atas 5 stratum (Lapisan):

 Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit paling luar,


yang terdiri dari beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak
berinti, dan protoplasmanya telah berubah jadi keratin.
 Stratum lusidum, terdapat langsung dibawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini
tampak lebih jelas pada kulit tebal.
 Stratum Granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dengan inti di antaranya. Butir-
butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Lapisan ini tampak lebih jelas
pada kulit tebal.
 Stratum Spinosum (stratum Malphigi), terdiri atas beberapa lapis
sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
adanya mitosis. Terdapat inti pada protoplasma jernihnya. Diantara
sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan antar sel (intercellular
bridge) yang terdiri dari Protoplasma dan tonofibril atau keratin.
Diantara sel-sel spinosum terdapat sel Langerhans. Sel-sel stratum
spinosum mengandung banyak glikogen.
 Stratum Basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar
(palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis paling bawah.
Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan bereproduktif. Lapisan ini
terdiri atas 2 sel yaitu: sel-sel kolumnar yang dihubungkan dengan
jembatan antarsel. Serta yang kedua sel pembentuk melanin
(melanosit) atau sel-sel berwarna muda yang mengandung butir
pigmen (melanosomes).
ii. Dermis
Merupakan lapisan dibawah dermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.
Lapisan dermis dibagi menjadi:

 Pars Papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung


serabut saraf dan pembuluh darah.
 Pars Retikulare, Bagian dibawahnya yang menonjol ke arah
subkutan, bagian terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti
serabut kolagen, elastin,dan retikulin.
iii. Subkutan
Merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak didalamnya. Sel-sel berguna untuk cadangan makanan. Di lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal
tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya.

<Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima FKUI>

2. Fungsi
 Untuk absorbsi (Penyerapan zat2 khusus)
 Eksresi (pengeluaran zat2 hasil metabolisme)
 persepsi (rangsangan thd panas(lufini), dingin(krause) , nyeri(meissner),
tekanan(paccini) )
 pengatur suhu
 pemberi bentuk tubuh
 proteksi
 kratinasi (memberi perlindungan thd infeksi)
 pembentukan pigmen
 pembentukan vitamin D

 Fungsi Proteksi : kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya : tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya : zat-zat
kimia terutama yg bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, dan alkali kuat
lainnya; gangguan yg bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet;
gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
 - Fungsi Absorbsi : kulit yg sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yg mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yg larut lemak.
 - Fungsi Ekskresi : kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yg tidak berguna lagi
atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
Kelenjar lemak pd fetus atas pengaruh hormon androgen dr ibunya memproduksi
sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pd waktu lahir dijumpai
sebagai vernix caseosa. Sebum yg diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum
ini selain meminyaki kulit jg menahan evaporasi air yg berlebihan sehingga kulit tidak
menjadi kering.
 - Fungsi Persepsi : kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis
dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan krause yg terletak di
dermis. Badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan Merkel Ranvier yg terletak di epidermis. Sedangkan terhadap
tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut
lebih banyak jumlahnya di daerah yg erotik.
 - Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh : kulit melakukan peranan ini dg cara mengeluarkan
keringat dan mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh
darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat
nutrisi yg cukup baik.
 - Fungsi Pembentukan Pigmen : sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal :
melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen
(malanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Warna kulit tidak
sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan jg oleh tebal tipisnya kulit,
reduksi, oksi Hb, dan karoten.
 - Fungsi Keratinasi : lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yg
keratinosit, sel langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dr sel basal yg lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel
menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti
menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yg amorf. Proses ini berlangsung
terus menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti.
Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi
menjadi lapisan tanduk. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari,
dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanisme fisiologik.
 - Fungsi Pembentukan vit D : dimungkinkan dg mengubah 7 dihidroksi kolesterol dg
pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vit D tidak cukup hanya dr
hal tersebut, shg pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.
(Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima 2007)

- Sistem Imun : Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi
terhadap infeksi.
(Imunologi dasar ed.6.karnen garna baratawidjaja)

1. Fisiologis
 Komponen Imun non-spesifik
a. Fisik
1. Kulit
2. Selaput lendir
3. Mukosa
4. dll
b. Larut
1. Keringat
2. As. Lambung
3. Dll
c. Seluler
1. Fagosit
2. Sel natural killer (NK)
3. Sel mast
4. Dll

www.unsoed.ac.id
Komponen imun spesifik : Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang
dianggap asing bagi dirinya.
Benda asing yg pertama kali muncul  dlm badan  dikenal oleh sistem imun
spesifik  terjd sensitasi sel-sel imun tsb .
JIKA ada benda asing yang sama  terpajan ulang  dikenal CEPAT  dihancurkan
olehnya.
OLEH KARENA sistem imun tersebut HANYA dapat menyingkirkan benda asing yang
sudah dikenal sebelumnya  disebut SPESIFIK
NB: Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sis. Imun
spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun non spesifik. TAPI pada umumnya
terjalin kerjasama antara antbodi-komplemen-fagosit dan antara sel T makrofag.
(Imunologi dasar ed.6.karnen garna baratawidjaja)

1. Seluler
- Limfosit T
- Yang berperan Sel limfosit T atau sel T
- Berasal dari sel asal yg sama spt sel B : sel asal multipoten di sum-sum tulang
- Pada orang dewasa sel T dibentuk di sumsum tulang, TAPI proliferasi dan
diferensiasinya di kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus
( timosin dittemukan dlm peredaran darah)
- Fungsi : untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus,
jamur, parasit dan keganasan
(Imunologi dasar ed.6.karnen garna baratawidjaja)

- Limfokin
2. Humoral
- Limfosit B
- Humor = cairan tubuh
- Pemeran utama : limfosit B atau sel B
- Sel B berasal dari : sel asal multipoten di sum-sum tulang
- Pada unggas sel yang disebut Bursal cell / sel B akan bermigrasi dan
berdeferensiasi  sel B yang matang  dalam alat ( Bursa Fabricius) 
letaknya dkt kloaka
Pada MANUSIA terjadi di sum-sum tulang
- Bila sel B dirangsang oleh benda asing  sel tsb akan berproliferasi,
deferensiasi dan berkembang  sel plasma yang membentuk antobody 
antibody yg dilepas ditemukan di dlm serum  fungsi antibody ialah
pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler,virus dan bakteri serta dan
menetralisasi toksinnya.
(Imunologi dasar ed.6.karnen garna baratawidjaja)

Jenis imunitas spesifik:

IMUNITAS HOMORAL IMUNITAS SELULER

EKTRASELULER INTRASELULER

Mikroba Mikroba ekstraseluler Fagositosis oleh Mikroba intraseluler


makrofag (virus) berkembangbiak
dlm sel terinfeksi

Respons Limfosit Sel B Th CTL

Mekanisme efektor Antibody Makrofag yang CTL membunuh sel


dan fungsi diaktifkan membunuh yang terinfeksi dan
Mencegah infeksi dan mikroba yg dimakan menyingkirkan sumber
menyingkirkan infeksi
mikroba ekstraseluler

(Imunologi dasar ed.6.karnen garna baratawidjaja)

- Imunoglobulin

jenis imunoglobulin yaitu IgM, IgG, IgE, Ig A, dan Ig D


Ig G
Ig G merupakan komponen utama (terbanyak )imunoglobulin serum dengan
BM 160000. kadarnya dalam serum yang sekitar 13 mg/mL merupakan 75 %
dari semua Ig. IgG dapat menembus plasenta dan masuk ke janin dan
berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dapat
mengaktifkan komplemen,dan mengaktifkan fagositosis, meningkatkan
pertahanan badan melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi. IgG juga dapat
melindungi neonatus karena sifatnya yang dapat menembus plasenta. IgG
mempunyai sifat opsonin yang efektif oleh karena monosit dan makrofag
memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgG yang dapat mempererat hubungan
antara fagosit dengan sel sasaran. Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor
untuk komplemen pada permukaan fagosit. IgG terdiri atas 4 subkelas yaitu
Ig 1, Ig 2, Ig 3 dan Ig 4, Ig 4 dapat diikat oleh sel mast dan basofil

Ig A
Ig A ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam
cairan sekresi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat,
ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai Ig A sekretori (sIg A)baik IgA dalam
serum maupun dalam sekresi dapat menetralisir toksin atau virus dan atau
mencegah kontak antara toksin /virus dengan alat sasaran. sIgA diproduksi
lebih dulu daripada Ig A dalam serum dan tidak menembus plasenta.sIgA
melindungi tubuh daripatigen oleh karena dapat bereaksi dengan molekul
adhesu dari patogen potensial sehingga mencegah adherens dan kolonisasi
patogen tersebut dalam sel plasma. Gunanya untuk melindungi permukaan
mukosa dengan mencegah terjadinya proteolisis
IA juga dapat bekerja sebagai opsonin. Oleh karena neutrofil, monosit, dan
makrofag memiliki reseptor sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik
komplemen dan menetralisir toksin.Ig A juga dapat berperan pada imunitas
cacing pita

Ig M
Ig M (M berasal dari makroglobulin )
merupakan Ig terbesar. Kebanyakan sel B mengandung IgM pada
permukaannya sebagai reseptor antien. Ig M dibentuk lebih dl pada respons
immun primer tetapi tidak berlangsung lama, karena itu kadar IgM yang
tinggi merupakan tanda adanya infeksi dini.
Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IG M 10 % dari kadar IgM
dewasa ..Fetus umur 12 minggu sudah dapat membentuk.kadar IgM anak
mencapai kadar IgM dewasa pada usia 1 tahun..Ig M dapat mencegah
gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan
merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen dengan kuat dan
tidak menembus plasenta.

IgD
IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah (1% dari total
Ig dalam serum). Ig D tidak mengikat komplemen, mempunyai aktivitas
antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan autoantigen seperti
komponen nukleus. Selanjutnya Ig D ditemukan bersama IgM pada
permukaan sel B sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B.

IgE
Ig E ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit, IgE mudah
diikat mastosit, basofil, eosinofil, makrofag dan trombosit yang ada pada
permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. Ige dibentuk juga
setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran napas dan
cerna.Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi, infeksi cacing,
skitostosomiasis, penyakit hidatid, trinosis, kecuali pada alergi, Ig E pada
alergi dikenal sebagai antibodi reagin.
Guyton n hall
Histologi Dasar Edisi 10 , EGC,Junqueira

Klas Tempat Fungsi

IgG Bentuk antibodi utama di Mengikat patogen, mengaktifkan


sirkulasi komplemen, meningkatkan fagositosis

IgM Di sirkulasi, antibodi Aktifkan komplemen, menggumpalkan sel


terbesar

IgA Di saliva dan susu Mencegah patogen menyerang sel epitel


traktus digestivus dan respiratori.

Ig D Di sirkulasi dan jumlahnya Menandai kematuran sel B


paling rendah
Ig E Membran berikatan Bertanggung jawab dalam respon alergi dan
dengan reseptor basofil melindungi dari serangan parasit cacing
dan sel mast dalam
jaringan

http://staff.ui.ac.id/internal/132206698/material/DASAR-DASARIMUNOBIOLOGI.ppt
 Respon imun
1. Respon imun spesifik
2. Respon imun non-spesifik
 Antigen
2. Patologis
 Hipersensitivitas
a. Tipe
Berdasarkan gel dan coombs :
- 1
Reaksi inflamasi
- 2
Teraktivasinya sel fagosit
- 3
Terjadi reaksi komplemen
- 4
Reaksi seluler
Berdasarkan waktu timbulnya reaksi
- Cepat
Terjadi cepat beberapa saat setelah allergen masuk ke dalam tubuh dan
hilang dalam waktu 2 jam
- Intermediate
Terjadi setelah beberapa jam allergen masuk dan menghilang dalam waktu
24 jam
- Lambat
Terjadi setelah allergen masuk 48 jam dan menghilang dalam waktu >24jam
Etiologi
1. Terdapatnya antibodi IgE yang berlebihan dalam sirkulasi darah
2. Ketahanan tubuh yang kurang

b. Faktor (predisposisi/presipitasi (memperberat/memperingan))


Predisposisi
1. Genetis
2. Makanan
3. Udara
c. Patogenesis
Allergen masuk -> drespon antibodi (IgE) -> meningkatkan permeabilitas vaskuler
dan histamin -> vasodilatasi -> plasma keluar vaskuler -> inflamasi (4or+Fungsi
lesa)
-> merembes di jaringan -> edema
 Autoimun
Definisi
- Kemampuan tubuh untuk melisis sel sel yang sebenarnya dibutuhkan oleh
tubuh kita
- Sistem imun dimana imun yang nenyerang sel2 tubuh sendiri
Reaksi imun terhadap antigennya sendiri.
BUKU AJAR PATOLOGI EDISI 7, ROBBINS
 Imunodefisiensi/imunokompromise
Definisi :Kekurangan imun
Penyakit imunodefisiensi dapat disebabkan oleh kerusakan herediter yang
memengaruhi perkembangan sistem imun atau dapat terjadi akibat efek sekunder
penyakit lain(misalnya infeksi, malnutrisi, penuaan, imunosupresi, autoimunitas atau
kemoterapi). Secara klinis, pasien dengan imunodefisiensi menunjukkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi dan bentuk tertentu kanker. Jenis infeksi pada seorang
pasien sangat bergantung pada komponen sistem imun yang terkena.
Pasien dengan kelainan imunoglobulin komplemen atau sel fagositik secara khas
mengalami infeksi bakteri piogenik berulang, sebaliknya pasien dengan gangguan
pada imunitas yang diperantarai oleh sel cenderung menderita infeksi yang
disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri intrasel.
 Imunodefisiensi primer
Sebagian besar penyakit imunodefisiensi primer ditentukan secara genetik
dan memengaruhi mekanisme imunitas spesifik (misal : humoral atau
seluler) ataupun mekanisme pertahanan pejamu nonspesifik yang
diperantarai oleh protein komplemen dan sel seperti sel fagosit dan NK.
Sebagian besar imunodefisiensi primer membutuhkan perhatian masa awal
kehidupan (antara usia 6 bulan dan 2 tahun), biasanya karena kerentanan
janin terhadap infeksi yang berulang.
 Imunodefisiensi sekunder
Dapat ditemukan pada pasien malnutrisi, infeksi, kanker, penyakit ginjal, atau
sarkoidosis.
BUKU AJAR PATOLOGI EDISI 7, ROBBINS
Respon imun berkurang / - → tidak mampu melawan infeksi secara adekuat.
Ada 2 bentuk :
1. Primer
- herediter
- gejala : 6 bulan – 2 tahun
1. Sekunder
- perubahan Fs. Imunologik : inf, malnutrisi, penuaan, imunosupresi, kemoterapi dll.
I. Primer
1. Severe combine immunodeficiency disease (SCID)
- Ditandai oleh limfopenia dan defek Fs. Sel T dan B.
- Hipoplasi Timus / -
- Kelenjar limfe, limpa, tonsil, appendik : tidak mengandung jaringan limfoid /
sentrum germinativum sedikit (B), parakortek sedikit (T).
- 50 % penderita resesif autosomal SCID → ADA (adenosin deaminase) (-)
pada limfosit dan erytrosit → akumulasi metabolit deoksidenosin & deoksi
ATP → toksin ut. limfosit
- Terapi : transplantasi ssm. Tulang.
X linked agammaglobulinemia of BRUTON.
- Paling sering.
- Ditandai :
- sel B matang (-) (prasel B normal) → ok mutasi gen tirosin kinase yang
diekspresikan pada sel B muda → Ig serum (-).
- Imun seluler normal.
- Sering inf. bakteri berulang.
3. Defisiensi Ig A terisolasi (isolated Ig A deficiency)
- Ig A (-).
- Sering ditemukan (I = 600).
- Umunya : tanpa gejala → inf, traktus respiratorius, GI. Kel. Autoimun.
- Defek : kegagalan pematangan sel B positif – Ig A.
- Th : tranfusi darah yang mengandung Ig A → t jd anafilaksis

Sekunder.
- Didapat
- Ok :
1. Infeksi : AIDS
2. Penggunaan obat : - Kemoterapi
- Imunosupresif
1. Peny lain : leukemia

a. Immunodiagnosis
Dapat dilakukan dengan :
1. Menemukan Ag spesifik terhadap sel tumor.
2. Mengukur RI pejamu terhadap sel tumor.
Imunodiagnosis tumor
A. Deteksi sel tumor dan produknya dengan cara imunologik
1. Protein mieloma Bence-Jones (misalnya tumor sel plasma)
2. Alfa Feto Protein (AFP pada kanker hati)
3. Antigen karsinoembrionik (CEA pada kanker gastrointestinal)
4. Deteksi antigen tumor spesifik (dalam sirkulasi atau dengan immunoimaging)
B. Deteksi respons imun anti-tumor
1. Antibodi antitumor
2. CMI antitumor

www.unsoed.ac.id
b. Immunoterapi
Atau desensitisasi atau hiposensitisasi adalah pemberian ekstrak allergen kepada
penderita alergi yang jumlahnya secara perlahan ditingkatkan dengan tujuan
menghilangkan gejala yang ditimbulkan pajanan dengan allergen yang merupakan
penyebab penyakit.

IMUNOLOGI DASAR EDISI 6, KARNEN GARNA BARATAWIDJAJA


c. Inflamasi
Inflamasi merupakan mekanisme proteksi yang terbatas terhadap trauma atau invasi
mikroba dengan reaksi yang menghancurkan, mengencerkan atau membatasi bahan
yang berbahaya dan merusak jaringan.
Inflamasi ditandai oleh perpindahan cairan, protein plasma, dan leukosit dari
sirkulasi ke jaringan sebagai respons terhadap bahaya.
Ciri utama inflamasi akut adalah kemerahan, panas, edem/ bengkak dan sakit.
IMUNOLOGI DASAR EDISI 6, KARNEN GARNA BARATAWIDJAJA

HIPERSENSITIVITAS
a) Hipersensitivitas Tipe I
Disebut juga reaksi cepat atau anafilaksis atau reaksi alergi, timbul sesudah tubuh terpajan
dengan allergen.
Pada reaksi tipe I allergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respons imun berupa
produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi.
Urutan kejadian tipe I :
1. Fase sensitasi : waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya
oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil.
2. Fase aktivasi : waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3. Fase efektor : waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.
b) Hipersensitivitas Tipe II
Disebut juga reaksi sitotoksik, terjadi karena dibentuk antibody jenis IgG atau IgM terhadap
antigen yang merupakan bagian sel penjamu. Antibody tersebut dapat mengaktivkan sel
yang memiliki reseptor Fcgamma-R. Sel NK dapat berperan sebagai sel efektor dan
menimbulkan kerusakan melalui Antibody Dependent Cell mediated Cytotoxicity (ADCC).
c) Hipersensitivitas Tipe III
Disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam
sirkulasi / dinding pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Antibodi
yang berperan biasanya jenis IgM atau IgG. Komplemen yang diaktifkan melepas
Macrophage Chemotactic Factor (C3a dan C5a).makrofag yang dikerahkan ke tempat
tersebut melepas berbagai mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan
sekitarnya.
Kompleks imun akan mengaktifkan sejumlah komponen system imun. Komplemen yang
diaktifkan kompleks imun melepas C3a dan C5a (anafilatoksin) yang merangsang sel mast
dan basofil melepas berbagai mediator. Komplemen juga dapat menimbulkan lisis sel bila
kompleks diendapkan di jaringan. Bahan vasoaktif yang dibentuk sel mast dan trombosit
menimbulkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler dan inflamasi. Neutrofil akan
ditarik dan akan memulai mengeliminasi kompleks. Bila neutrofil terkepung di jaringan akan
sulit untuk untuk memakan kompleks dan akan melepas granulnya (angry cell). Kejadian ini
akan menimbulkan lebih banyak kerusakan jaringan.
Makrofag yang memakan kompleks imun dapat mengalami kesulitan dalam
menghancukannya, sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai
sitokin yang juga bekerja secara autokrin.
d) Hipersensitivitas Tipe IV
1. Delayed Type Hypersensitivity (DTH)
Pada DTH, sel CD4+ Th1 yang mengaktifkan makrofag berperan sebagai sel efektor.
CD4+ Th1 melepas sitokin(IFN-gamma) yang mengaktifkan makrofag dan
menginduksi inflamasi. Pada DTH, kerusakan jaringan disebabkan oleh produk
makrofag yang diaktifkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktif intermediet, oksida
nitrat dan sitokin proinflamasi. Sel efektor yang berperan pada DTH adalah makrofag.
2. T Cell Mediated Cytolysis
Dalam T cell mediated cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel CD8 + / CTL / Tc yang
langsung membunuh sel sasaran. Penyakit hipersensitivitas selular diduga
merupakan sebab autoimunitas. Oleh karena itu penyakit yang ditmbulkan
hipersensitivitas seluler cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan
biasanya tidak sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik,
tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respons CTL terhadap hepatosit yang terinfeksi.
Sel CD8+ spesifik untuk antigen atau sel autologus dapat membunuh sel dengan
langsung. Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme seluler,
biasanya ditemukan baik sel CD4+ maupun CD8+ spesifik untuk self antigen dan kedua
jenis sel tersebut dapat menimbulkan kerusakan.
IMUNOLOGI DASAR EDISI 6, KARNEN GARNA BARATAWIDJAJA
Tipe Mekanisme imun Gangguan Prototipe
I Tipe Anafilaksis Alergen mengikat silang Anafilaksis, beberapa
antibody IgEpelepasan bentuk asma bronkhial
amina vasoaktif dan
mediator lain dari basofil
dan sel mast
rekrutmen sel radang lain.
II Antibodi terhadap IgG atau IgM berikatan Anemia hemolitik
Antigen jaringan dengan antigen pada autoimun, eritroblastosis
tertentu permukaan sel  fetalis
fagositosis sel target atau
lisis sel target oleh
komplemen atau
sitotoksisitas yang
diperantarai oleh sel yang
bergantung antibodi.
III Penyakit kompleks Kompleks antigen-antibodi Reaksi Arthus, lupus
Imun  mengaktifkan eritematosus sistemik
komplemen  menarik
perhatian neutrofil 
pelepasan enzim lisosom,
radikal bebas oksigen,dll
IV Hipersensitivitas Limfosit T tersensitisasi  Tuberkulosis, dermatitis
Seluler (Lambat) pelepasan sitokin dan kontak
sitotoksisitas yang
diperantarai sel T
BUKU AJAR PATOLOGI EDISI 7, ROBBINS
1. Tipe I
 Rx hipersensitivitas tipe cepat.
 Ig yang berperan : Ig E.
 Co : asma, rinitis, dermatitis atopi, urtikaria, anafilaksis.
 Ag merangsang sel B untuk membentuk Ig E dengan bantuan sel Th. Ig E kemudian
diikat oleh mastosit melalui reseptor Fc.
Bila terpajan ulang dengan Ag yang sama, maka Ag tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah
ada pada permukaan mastosit. Ikatan ag – Ig E → degranulasi mastosit. Mengeluarkan mediator, Co :
histamin.

2. Tipe II
- Rx. sitotoksik
. Co : Rx transfusi, AHA, Rx obat, Sindrom Good posture, miastenia gravis, pemvigus.
- Adanya Ag yang merupakan bagian sel pejamu,menyebab
kan dibentuknya AB Ig G /
Ig M → mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC.
-Ikatan Ag-Ab → aktifkan komplemen → lisis.
3. Tipe III
- Rx. Komplex imun
– Co : SLE(Autoimun), Farmer’s lung, demam reumatik, artritis reumatoid.
– Komplex Ag.AB (Ig G / Ig M) yang tertimbun dalam jaringan → mengaktifkan
komplemen → melepaskan MCF → makrofag ke daerah tsb → melepaskan enzim →
merusak jaringan.
4. Tipe IV
- Rx. Hipersensitivitas lambat : > 24 jam
– Co : Rx Jones Mote, hipersensitivitas kontak, Rx tuberkulin, Rx granuloma.
– Akibat respon sel T yang sdh disensitisasi Ag → dilepaskan limfokin ( MIF, MAF) →
makrofag yg diaktifkan → merusak jaringan.
www.unsoed.ac.id

Anda mungkin juga menyukai