Anda di halaman 1dari 18

PEGANGAN PELATIH

OTOLOGI

MODUL I.1
PERIKONDRITIS

EDISI II

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
Modul I.1 – Perikondritis

DAFTAR ISI

A. WAKTU ........................................................................................... 2
B. TUJUAN PEMBELAJARAN .......................................................... 2
C. METODE PEMBELAJARAN ......................................................... 2
D. PERSIAPAN SESI ........................................................................... 2
E. KOMPETENSI ................................................................................ 3
F. REFERENSI .................................................................................... 3
G. CONTOH KASUS ........................................................................... 4
H. EVALUASI....................................................................................... 4
I. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR........ 6
J. DAFTAR TILIK .............................................................................. 7
K. MATERI PRESENTASI .................................................................. 8
L. MATERI BAKU .............................................................................. 16

1
Modul I.1 – Perikondritis

A. WAKTU

Proses Pengembangan Kompetensi Alokasi Waktu


Sesi dalam kelas 4 x 120 menit (classroom session)
Sesi praktikum 5 x 120 menit (coaching session)
Sesi praktik dan pencapaian kompetensi 4 jam (facilitation and assessment)

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti sesi ini peserta didik terampil dalam:
1. Mampu menegakkan diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus perikondritis dan othematom.
2. Mampu memutuskan dan menangani kasus perikondritis dan othematom
sesuai kompetensi.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk:
1. Menjelaskan anatomi, histologi, topografi dan fisiologi daun telinga.
2. Menjelaskan definisi dan patofisiologi perikondritis dan othematom.
3. Menjelaskan gambaran klinis perikondritis dan othematom.
4. Melakukan penanganan nonbedah pada perikondritis dan othematom.
5. Melakukan penanganan bedah pada perikondritis dan othematom sesuai
kompetensi.

C. METODE PEMBELAJARAN

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
 Presentasi modul
 Referat/tinjauan pustaka
 Skills lab
 Poliklinik
 Bedside teaching
 Tindakan/operasi

D. PERSIAPAN SESI

1. Bahan penunjang presentasi:


o Power point
2
Modul I.1 – Perikondritis

o Video

2. Kasus: Perikondritis dan othematom.

3. Sarana dan alat bantu latih: (disesuaikan dengan pencapaian kompetensi)


o Penuntun belajar (learning guide): terlampir.
o Tempat belajar (training setting): instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap,
kamar operasi, ruang praktikum.
o Model/manekin telinga.
o Komputer/laptop.
o In focus.

E. KOMPETENSI

Mampu menegakkan diagnosis perikondritis dan othematom berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan, serta mampu
melakukan penatalaksanaan.

Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan mampu:
1. Menjelaskan epidemiologi dan patofisiologi perikondritis.
2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pada kasus
perikondritis dan othematom.
3. Menjelaskan gejala dan tanda perikondritis.
4. Menentukan sikap dalam penatalaksanan perikondritis.
5. Melakukan penatalaksanaan secara optimal dan tuntas pada perikondritis.

F. REFERENSI

1. Linstrom CJ, Lucente FE. Infections of the External Ear. In: Bailey BJ,
Johnson JT, Newlands SD, editors. Head & Neck Surgery –
Otolaryngology, 5th ed. Lippincott Willia&Wilkins Publisher;2010.p.
1988-2001
2. Buchman CA, Levine JD, Balkany TJ. Infection of the Ear. In : Lee KJ,
editor. Essential Otolarngology Head & Neck Surgery, 8th ed. McGraw-
Hill;2003.p.462-511.
3. Browning GG. Aetiopathology of inflammatory conditions of the external
and middle ear.In: Booth JB, editor. Otology, Scott-Browns’s
Otolaryngology, 6th ed. Butterworth Heinemann;1997.p.3/3/1-3/3/36

3
Modul I.1 – Perikondritis

4. Austin DF. Diseases of the external ear. In : Ballenger JJ, Snow JB,
editors. Otorhinolarngology: Head ad Neck surgery, 17th ed. Williams &
Wilkins; 2007.p.974-88.

G. CONTOH KASUS

Seorang laki-laki, umur 32 tahun datang dengan keluhan telinga kanan bengkak,
terasa gatal, nyeri dan disertai keluar cairan dari telinga yang dirasakan sejak 3
hari.

H. EVALUASI

1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pretest dalam bentuk tertulis dan lisan
sesuai dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai
pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi
kekurangan yang ada. Materi pretest terdiri atas:
- Anatomi dan fisiologi daun telinga.
- Penegakan diagnosis.
- Penatalaksanaan.
2. Selanjutnya dilakukan diskusi bersama dengan fasilitator untuk membahas
kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang berkenaan
dengan penuntun belajar.
3. Peserta didik diwajibkan untuk mengaplikasikan langkah-langkah yang
tertera dalam penuntun belajar melalui metode bedside teaching kepada
pasien sesungguhnya dengan pengawasan fasilitator dan mengisi formulir
penilaian sebagai berikut:
- Perlu perbaikan: pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak
dilaksanakan.
- Cukup: pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal
pemeriksaan terdahulu lama atau kurang memberi kenyamanan
kepada pasien.
- Baik: pelaksanaan benar dan baik (efisien).
4. Melakukan case based discussion (formulir penilaian terlampir).
5. Peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi tugas yang dapat
memperbaiki kinerja (task-based medical education).
6. Pencapaian pembelajaran:
a. Ujian akhir stase, setiap divisi/unit kerja oleh masing-masing sentra
pendidikan.
b. Ujian nasional dilakukan pada akhir tahapan pendidikan spesialis oleh
kolegium ilmu kesehatan THT-KL.

4
Modul I.1 – Perikondritis

Kuesioner:
Sebelum Pembelajaran
1. Jelaskan anatomi dan histologi daun dan liang telinga.
2. Jelaskan etiologi dan faktor risiko perikondritis.
3. Jelaskan patogenesis dan patofisiologi terjadinya perikondritis.
4. Sebutkan pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis perikondritis.
5. Jelaskan penatalaksanaan pada perikondritis.

Jawaban:

Tengah Pembelajaran
1. Perikondritis dapat disebabkan oleh:
a. Proteus mirabilis
b. P. aeruginosa
c. Enterobacter
d. S. aureus
e. Semua jawaban di atas benar

2. Penatalaksanaan pada perikondritis, kecuali:


a. Antibiotika profilaksis
b. Antibiotika tetes telinga
c. Antibiotika antipseudomonas
d. Operasi untuk mengurangi kartilago yang nekrotik
e. Evakuasi seroma atau hematoma

Jawaban:

Essay/Ujian Lisan/Uji Sumatif


Seorang laki-laki, umur 32 tahun datang dengan keluhan telinga kanan bengkak,
terasa gatal, nyeri dan disertai keluar cairan dari telinga yang dirasakan sejak 3
hari.
a. Apa saja kemungkinan penyakit yang diderita?
b. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk menunjang dalam
menegakkan diagnosis?
2. Jelaskan perbedaan antara othematom dan perikondritis.
3. Jelaskan patofisiologi terjadinya othematom dan perikondritis.
4. Jelaskan penatalaksanaan othematom dan perikondritis.

Jawaban:

5
Modul I.1 – Perikondritis

I. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR

PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR INSISI DAN KOMPRESI DAUN TELINGA

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan).
2. Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika
harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau
membantu untuk kondisi di luar normal.
3. Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu pengerjaan
efisien.
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan).

NAMA PESERTA:..................................... TANGGAL: .................................

KEGIATAN KASUS KE-


I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
 Nama
 Diagnosis
 Informed choice dan informed consent
 Rencana Tindakan
 Persiapan Sebelum Tindakan
II. PROSEDUR
1. Membersihkan daun dan liang telinga dengan cairan
aquadest atau NaCl 0,9% hangat.
2. Mengusap daun telinga dengan Betadine sebagai
tindakan a dan antiseptik.
2. Melakukan tindakan anestesi lokal dengan lidocain
dan adrenalin = 2:1
pada daerah di sekitar area perikondritis.
3. Insisi perikondritis di daerah yang berfluktuasi atau
indurasi dengan arah insisi searah dengan kurvatura
telinga.
4. Dilakukan drainase darah, serosa, dan kuretase serta
pembersihan
jaringan nekrotik dan granulasi pada daerah daun
telinga.
5. Dilakukan balut tekan pada kedua sisi daun telinga
6
Modul I.1 – Perikondritis

KEGIATAN KASUS KE-


(depan dan belakang)
dengan penjahitan through and through yang
melewati balutan hingga menembus kartilago.
6. Dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas atau
pengiriman jaringan ke bagian Patologi Anatomi
apabila diperlukan.
7. Dilakukan pemberian obat antibiotik dan antinyeri
secara oral.

J. DAFTAR TILIK

PENILAIAN KINERJA
PROSEDUR INSISI DAN KOMPRESI DAUN TELINGA

Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang


diperagakan oleh peserta pada saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur,
dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini:
: Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur
atau panduan standar
: Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai
dengan prosedur atau panduan standar
T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak
diperagakan oleh peserta selama proses evaluasi oleh pelatih

PESERTA: ...................................... TANGGAL :.........................................

KEGIATAN NILAI
1. Kaji ulang diagnosis.
2. Persiapan tindakan.
3. Melakukan tindakan sesuai dengan prosedur.
4. Melakukan follow up setelah tindakan.

7
Modul I.1 – Perikondritis

K. MATERI PRESENTASI

PERIKONDRITIS DAN OTHEMATOM

8
Modul I.1 – Perikondritis

9
Modul I.1 – Perikondritis

10
Modul I.1 – Perikondritis

11
Modul I.1 – Perikondritis

12
Modul I.1 – Perikondritis

13
Modul I.1 – Perikondritis

14
Modul I.1 – Perikondritis

15
Modul I.1 – Perikondritis

L. MATERI BAKU

Definisi
Peradangan pada perikondrium daun telinga sehingga serum cairan darah
terkumpul di lapisan subperikondrial.

Epidemiologi dan Patofisiologi


- Infeksi jaringan mesenkimal daun telinga.
- Tindik telinga, luka bakar, riwayat operasi, trauma tumpul ataupun tajam
(jatuh, akupunktur) dapat menyebabkan terjadinya infeksi karena terjadi
gangguan vaskularisasi.
- Perikondritis dibedakan dengan kondritis hanya dapat dipastikan pada saat
operasi dengan ditemukannya kartilago yang nekrotik, sebagai tanda pasti
sudah terjadinya kondritis.
- Infeksi sekunder dapat terjadi setelah terjdi penumpukan darah atau serum.
- Deposisi kartilago mulai terjadi pada minggu kedua hingga keempat dari
sisa perikondrium.
- Matriks yang terbentuk dan menumpuk dapat menyebabkan terjadinya
deformitas telinga (cauliflower ear).

Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda-tanda akut dapat tampak meskipun pada beberapa minggu
setelah faktor pencetus muncul.Setelah trauma terjadi pada daun telinga akan
terjadi hematoma yang akan menyebabkan pembengkakan dengan fluktuasi
jaringan, rasa gatal hingga liang telinga dan nyeri atau pada kondisi kronis dapat
16
Modul I.1 – Perikondritis

terjadi eritema, nyeri tekan dan keluar cairan dari telinga, krusta yang terbentuk
dari debris skuamosa, hingga akhirnya terjadi kerusakan kartilago.
Jaringan lunak di sekitar wajah dan leher dapat terpengaruh proses infeksi yang
sedang terjadi.

Bakteri Penyebab
Bakteri penyebab terjadinya perikondritis maupun kondritis adalah P. aeruginosa
(tersering), S. aureus, Enterobacter, Proteus mirabilis dan organisme gram negatif
lain.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan kultur dan
sensitivitas, serta pemeriksaan jaringan biopsi secara patologi anatomi.

Penatalaksanaan
- Tujuan utama penalaksanaan yang dilakukan adalah untuk mengeradikasi
infeksi.
- Optimalisasi tindakan operatif yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengembalikan bentuk daun telinga ke bentuk asal (kosmetik).
- Perawatan luka, evakuasi hematoma atau seroma, pembalutan telinga,
pemberian antibiotika topikal profilaksis, dan pemberian antibiotika
sistemik merupakan standar penatalaksanaan posttrauma daun telinga.
- Pada kasus derajat ringan tindakan debridement dan pengobatan dengan
antibiotika oral maupun topikal memiliki efek yang baik.
- Terapi dengan menggunakan antibiotika ditujukan untuk mengeradikasi
bakteri gram negatif dan S. aureus.
- Pada kasus derajat sedang dapat dilakukan pengobatan dengan pemberian
Ciprofloxacin oral dengan kombinasi dengan anti-Pseudomonas tetes
telinga, seperti Gentamycin atau Fluoroquinolone.
- Diberikan antipseudomonas aminopenicillin atau fluoroquinolone selama
2 hingga 4 minggu.
- Apabila infeksi menyebar hingga ke jaringan lunak regional dan kelenjar
limfe, pasien harus dirawat dan diberikan antibiotika intravena hingga
keadaan klinis yang stabil tercapai.
- Tindakan debridement yang optimal dan adekuat memiliki efek terapi
yang baik pada semua tahapan infeksi perikondritis.
- Apabila infeksi sudah berjalan subakut ataupun kronis dan terdapat
kerusakan pada kartilago, maka tindakan intervensi operasi diperlukan.
Tindakan ini sebaiknya dilakukan di operasi dengan pemantauan tanda
vital.
- Operasi (insisi dan kompresi daun telinga) dilakukan untuk mengeliminasi
kartilago yang mengalami nekrosis dan meminimalisir terjadinya
deformitas bentuk daun telinga.
17

Anda mungkin juga menyukai