Anda di halaman 1dari 34

Lima Kemahiran ( Ilmu )

Prakata
Salah satu dari sifat dalil adalah bahwa ia mesti lebih mudah dari yang didalili.
Artinya, premis silogismenya lebih mudah dipahami. Dengan kata lain bahwa proposisi-
proposisi yang digunakan di dalam premis dalil itu, harus lebih mudah untuk dimengerti
isinya ketimbang yang mau dibuktikannya tersebut. Dan kelebihmudahan ini, kalau
masih juga belum bisa dipahami, harus pula didukung dengan dalil lain yang posisinya
lebih mudah juga. Begitulah seterusnya sampai pada suatu dalil yang proposisi-proposisi
silogismenya tidak lagi perlu kepada pembuktian lain dikarenakan kemudahannya, alias
tergolong ilmu mudah ( necessity ).
Suatu statemen dapat dikatakan argumentatif kalau ia memiliki dua ciri secara umum;
didukung oleh dalil-dalil yang berakhir pada suatu dalil yang unsur-unsur silogismenya
tergolong ilmu mudah; kemudian unsur-unsur silogisme tersebut terdiri dari proposisi
yang kebenarannya mencapai nilai Yakin, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.
Sebaliknya, kapan saja pernyataan itu tidak memiliki kekuatan tersebut, baik langsung
atau tidak langsung, maka ia tidak bisa dikatakan argumentatif atau ilmiah.
Proposisi-proposisi yang tidak memerlukan pembuktian lagi ini, dikatakan sebagai
Dasar/Mutu/Zat Silogisme. Dasar-dasar silogisme ini bermacam-macam bentuknya atau
bentuk kebenarannya dimana karena keberagamannya inilah silogisme menjadi
bermacam-macam pula.
Lima Kemahiran ( Ilmu ) yang akan dibahas dalam bab ini, sebenarnya merupakan
akibat dari keberagaman mutu tersebut. Yakni Argumentasi/Demonstrasi/Analisa, Debat,
Tipuan, Retorika dan Puisi ( syair ). Sedang dasar-dasar itu memiliki delapan macam
bentuk sebagaimana berikut:

1. Yakin
Yakin adalah Keyakinan yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, tidak
mungkin keliru, dan bukan karena taklid. Keyakinan ini memiliki dua unsur:
1- Adanya keyakinan ke dua ( secara defakto atau mendekatinya ) setelah keyakinan
terhadap isi proposisinya, bahwa yang diyakininya itu tidak mungkin
ditolak/dilawan ( dikontradiksikan ).
2- Keyakinan ke dua ini tidak mungkin berubah. Hal ini bisa terjadi hanya kalau
keyakinan itu timbul dari sebab-sebab khusus yang ilmiah/logis dan yang telah
mengakibakan adanya keyakinan tersebut. Oleh karena itu, zhan ( sangka kuat )
dan keyakinan karena taklid tidak termasuk dalam hal ini. Sebab zhan tidak bisa
diketahui sebab-sebab ilmiah/logis dari keyakinannya terhadap yang diyakininya
itu.

Keyakinan ke dua di atas bisa timbul dari berbagai sebab. Dan sesuai dengan sebab-
sebab itu Yakin ini terbagi menjadi enam bagian:
1- Prinsip Pertama ( Primary premiss ), yaitu Keyakinan akal yang ditimbulkan
secara langsung oleh sebuah proposisi dengan cara cukup membayangkan
subyek, predikat dan hubungan keduanya. Dan yang demikian ini ada yang
gamblang pada semua orang, seperti Keseluruhan lebih besar dari sebagiannya;
Yang besar tidak bisa masuk ke dalam yang kecil; Dua kontradiksi tidak mungkin

1
bisa bertemu, dll., dan ada pula yang tidak demikian, seperti Ada itu Ada,
sebagaimana yang telah dibahas dalam filsafat.
2- Indrawi ( sense data ), yaitu Keyakinan akal terhadap sebuah proposisi yang
disebabkan indra. Dan indra ini memiliki dua macam bentuk, lahir dan batin.
Indra Lahir adalah panca indra ( mata, telinga, hidung, mulut dan rasa-
sentuhan ). Proposisi yang diyakini karenanya disebut Indrawi, seperti, Matahari
itu bercahaya; Halilintar itu memekakkan telinga; Bunga mawar itu harum; Gula
itu manis; Api itu panas; dll.. Sedang indra batin adalah perasaan, dan proposisi
yang diyakini karenanya disebut Naluri, seperti, Manusia memiliki kasih sayang;
Manusia memiliki duka dan bahagia; dll..
3- Pengalaman ( empirical premiss ), yaitu Keyakinan yang didapat melalui
terulang-ulangnya pengalaman. Seperti Semua api itu panas; Semua es itu
dingin; dll..khususnya dari proposisi-proposisi yang bersumber dari ilmu-ilmu
fisika. Tentu saja kalau induksinya sudah sampai ke tingkat sempurna, yakni yang
telah mencapai pengetahuan kepada kepastian adanya sebab pada kejadiannya.
4- Mutawatir ( testimony ), yaitu Keyakinan yang didapat melalui pemberitaan
beberapa orang yang tidak mungkin bersekongkol dan/atau sama-sama salah
dalam memahami kejadian. Kemutawatiran tidak tergantung pada jumlah tertentu
dari para pemberi berita. Yang penting adalah bahwa mereka tidak mungkin
bersekongkol, misalnya karena tidak saling mengenal. Begitu pula berita yang
diberikan itu tidak berhubungan dengan kejadian-kejadian keilmuan yang pelik
dimana kebanyakan orang tidak tahu, atau bisa saja sama-sama salah dalam
memahaminya. Seperti al-Qur an telah turun kepada Nabi saww; Amirika telah
menyerang Irak pada tgl 20-Maret-03.
5- Intuisi, yaitu Keyakinan yang didapat melalui suara hati dari nurani/jiwa yang
kuat yang dapat menghilang keraguan. Seperti cahaya bulan itu didapat dari
cahaya matahari. Intuisi ini mirip dengan Pengalaman, dari sisi terulang-ulangnya
kejadian yang disaksikan. Beda keduanya adalah kalau Pengalaman cukup dengan
meyakini akan adanya sebab kejadian yang telah membuat kejadian tersebut
terulang-ulang, tapi kalau Intuisi juga menyebutkan hakikat sebabnya.

Catatan: Keyakinan pada nomer tiga sampai dengan nomer lima, tidak bisa
didapat melalui diskusi dan pemaksaan. Sekalipun mereka tergolong ilmu mudah,
tapi keyakinan masing-masing orang menjadi penentu terhadapnya. Jadi keyakinan
masing-masing orang bisa berbeda sesuai dengan pencapaian masing-masing.

6- Fitri ( natural ), yaitu Keyakinan yang didapat melalui proposisi yang seakan
silogismenya bersamanya. Manakala proposisi ini disajikan keyakinanpun akan
segera muncul lantaran Batas-tengahnya bersamanya, seperti, Dua itu adalah
setengah dari empat

2- Sangka
Sangka adalah Keyakinan yang tidak mencapai seratus persen, atau yang masih
dimungkinkan kesalahannya.
Sebenarnya Sangka ini secara umum memiliki makna yang lebih luas. Yakni
keyakinan yang tidak disebabkan oleh dalil atau argumentasi ilmiah. Misalnya,

2
disamping definisi di atas, adalah keyakinan yang disebabkan taklid sekalipun sesuai
dengan kenyataan ( benar ), atau juga keyakinan yang tidak disebabkan taklid tapi tidak
sesuai dengan kenyataannya ( kebodohan ganda ). Akan tetapi yang dimaksudkan di
dalam pelajaran logika adalah yang sesuai dengan definisi di atas.

3- Terkenal
Terkenal adalah Proposisi yang dibenarkan oleh semua atau kebanyakan
masyarakat, baik secara umum atau khusus ( kalau berkenaan dengan bidang tertentu ).
Terkenal ini beda dengan Yakin. Sebab Yakin diharuskan sesuai dengan kenyataan
sebenarnya, dan Terkenal hanya disyaratkan sesuai dengan kesepakatan masyarakat.
Terkenal ini memiliki dua macam makna:
a- Lebih Umum, yaitu yang diyakini kebenarannya oleh semua orang berakal
dimana sebenarnya ia sendiri adalah tergolong Yakin. Oleh karena itu
terkadang satu proposisi bisa memiliki dua ciri, Terkenal dan Yakin, seperti,
Benda yang besar tidak masuk ke dalam yang lebih kecil.
b- Lebih Khusus, yaitu yang tidak umum dibenarkan orang dan hanya dikenal
( terkenal ) dan diterima saja. Seperti baiknya keadilan, buruknya aniaya,
dll..

Macam-macam Terkenal:
1- Dibagi menjadi Mutlak ( terkenal pada semua orang ) dan Terbatas ( terkenal
pada sebagian kelompok saja, seperti mustahilnya rentetan sebab-sebab hingga
tak berujung, pada ulama Kalam )
2- Dibagi menjadi Hakiki ( yang tetap Terkanal sekalipun setelah direnungi, seperti
‘Jangan tolong yang aniaya sekalipun ia adalah seudaramu’ ); Lahiriah ( yang
hilang keterkenalannya setelah perenungan, seperti, ‘Tolonglah saudaramu baik
teraniaya atau aniaya’ ); Serupa dengan Terkenal ( yang keterkenalannya
disebabkan hal lain yang tidak melazimi, seperti, ‘Yang memakai baju gamis
adalah seorang yang Islamnya baik’ ).
3- Sesuai dengan sebab-sebab keterkenalan proposisi Terkenal dibagi menjadi
beberapa bagian sebagai berikut:
a- Mesti diterima, yaitu yang sebab keterkenalannya adalah kegamblangan
kebenarannya, seperti Prinsip Pertama dll., seperti ‘Yang besar tidak
masuk ke dalam yang kecil’.
b- Ide-ide Terpuji, yaitu yang keterkenalannya disebabkan kesepakatan
masyarakat terhadap baik-buruknya suatu perbuatan, seperti ‘Hormatilah
yang lebih tua’.
c- Karakter/kebiasaan, yaitu keterkenalannya disebabkan kesepakatan hati
masyarakat akan suatu nilai yang bersentuhan dengan akhlak atau karakter
manusia, seperti, buruknya penakut dan bagusnya berani atau membela
negara.
d- Interaksi, yaitu yang keterkenalannya disebabkan oleh perasaan
masyarakat yang terinteraksi, seperti, buruknya menyakiti binatang tanpa
alasan benar, dll..
e- Kebiasaan/adat istiadat, yaitu yang keterkenalannya disebabkan oleh
kebiasaan tertentu yang ada pada masyarakat, seperti, menghormati yang

3
datang dengan berdiri, berjalan dengan membungkuk kala mau
menghormati orang yang dilewati, dll..
f- Induksi, yaitu yang keterkenalannya disebabkan oleh induksi masyarakat
terhadap sesuatu, baik yang induksinya itu sempurna atau tidak, seperti,
‘Pemimpin yang hidup sederhana adalah pemimpin yang baik’.

4- Imej ( imagined, duga, khayal, bayangan )


Imej adalah Bayangan seseorang tentang sesuatu yang bukan material ( seperti
cinta kasih ) dan/atau bayangan seseorang yang diambil dari material dan dinisbahkan
untuk wujud-wujud yang bukan material ( seperti cinta dengan lambang hati ), dan/atau
membayangkan semua wujud dengan ciri-ciri materi ( seperti semua wujud termasuk
Tuhan, malaikat dll.. memiliki tempat, waktu dan arah/sisi ).

5- Diakui ( sepakat, musallamaat )


Diakui adalah Proposisi yang diakui keberannya oleh audien ( tunggal atau
banyak ), baik proposisi itu benar secara hakiki atau salah, dan baik penerimaan itu
bersumber dari masyarakat secara umum atau kelompok tertentu.

6- Diterima ( maqbuulaat )
Diterima adalah Proposisi yang diambil dari orang-orang atau sumber-sumber yang
dipercaya dengan cara menaklidinya. Seperti proposisi-proposisi yang diambil dari
agama, filosof atau mujtahid, dll..

7- Menyerupai Kebenaran
Menyerupai Kebenaran adalah Proposisi-proposisi yang pada hakikatnya salah,
tapi diyakini kebenarannya karena secara lahir nampak benar atau menyerupainya.
Seperti pernyataan seseorang tentang suatu sebab dari suatu akibat dimana pada
hakikatnya hal itu bukanlah sebab yang sebenarnya.

8- Khayalan ( imaginative )
Khayalan adalah Proposisi-proposisi yang secara langsung tidak melazimkan
pembenaran, akan tetapi dapat meberikan efek yang besar pada jiwa. Seperti sedih-
bahagia, cinta-benci, dll.. Oleh karena itu, bahkan ketika seseorang tahu akan
kebohongan suatu proposisipun, ia akan tetap terinteraksi.

Macam-macam Silogisme
Silogisme, dilihat dari sisi Dasar-nya, terbagi menjadi lima macam sebagaimana
berikut:
1- Argumentasi, yaitu Silogisme yang dapat memberikan keyakinan penuh dan
benar-benar sesuai dengan kenyataan, yang tujuan pemakaiannya adalah untuk
mengetahui kebenaran dari sisi kebenaran itu sendiri.
2- Debat, yaitu Silogisme yang dapat memberikan keyakinan penuh, tapi tidak mesti
benar secara sungguh-sungguh dan cukuplah bahwa secara umum hal tersebut
dapat diakui dan diterima, yang tujuan pemakaiannya adalah menghentikan lawan
bicara dan membungkamnya.

4
3- Tipuan, yaitu Silogisme yang dapat memberikan keyakinan penuh dan benar
sekalipun tidak benar secara sungguh-sungguh.
4- Retorika, yaitu Silogisme yang dapat memberikan keyakinan, tapi tidak penuh
dan tujuan pemakaiannya hanyalah membuat audien ( masyarakat ) menerima.
5- Syair ( puisi ), yaitu Silogisme yang memberikan hal-hal selain keyakinan seperti
khayalan dan kekaguman, dan tujuan pemakaiannya hanyalah interaksi dari jiwa
pendengarnya.

Pembahasan satu persatu dari lima hal di atas atau kemampuan menggunakannya
itulah yang disebut dengan Lima Kemahiran. Kemahiran adalah kemampuan jiwa untuk
menggunakan hal-hal yang sesuai dengan tujuannya atas dasar pengetahuan secara
maksimal, seperti dokter, psikater, tani, dll.. Kemahiran ini memiliki dua macam: Ilmu
dan Amal. Sedang Lima Kemahiran di atas termasuk Kemahiran Ilmu.

Mamfaat Lima Kemahiran Secara Global


- Argumentasi adalah memberikan informasi atau ilmu atas suatu kenyataan yang
sebenarnya secara zati atau langsung dan biasa dimamfaatkan oleh para pencari
ilmu dan kebenaran.
- Debat adalah memberikan mamfaat untuk orang-orang yang berkecimpung dalam
perdebatan dikarenakan keteraturannya dalam berdebat, seperti orang-orang yang
berkecimpung dalam peradilan, keagamaan, madzhab, fiqih dll..
- Tipuan adalah memberikan informasi atas suatu kenyataan yang sebenarnya, tapi
tidak secara langsung, seperti mengetahui racun supaya terhindar dari maut.
- Retorika dan Syair/puisi biasa dimamfaatkan oleh orang-orang politik, organisasi,
bahkan agama, dll., untuk menggerakkan/mempengaruhi massa, tentara dll..
Puisi/syair ini juga tak jarang digunakan di pentas-pentas keagamaan, seni dll..
Kedua kemahiran ini hampir selalu berkenaan dengan masyarakat umum karena
memang mutu dari premis silogismenya cukup dari hal-hal yang dapat diterima
umum dan membuat perasaan mereka puas. Tidak jarang penggunaan Kemahiran
Retorika ini dalam agama, baik penulisan atau mimbar ceramah, telah banyak
menyessatkan masyarakat yang sulit untuk dikembalikan kepada kebenaran
dikarenakan perasaannya telah dikuasai dan hal itu telah membuat akalnya
terbelenggu. Sementara itu, secara global, sangat sedikit orang-orang yang suka
kepada kebenaran argumentatif tanpa melepaskan diri sama sekali dari perasaan.
Sebab argumentasi sulit dimengerti dan seringnya tidak cocok dengan perasaan
dan kepuasaan hawa nafsu. Oleh karenanya tidak jarang orang-orang yang sering
mengaku intelektual, sebenarnya tidak lain adalah orang-orang umum dan
tergolong awam. Karena mereka, dalam forum keilmiahannya sekalipun, sering
dan bahkan tidak sadar ( karena memang tidak tahu ), telah menggunakan
statement-statement retorik dan puitis ( dlm istilah logika ). Oleh karena itu
bagusnya penampilan, bahasa, gaya, dan besarnya nama seseorang, sangat-sangat
mempengaruhi akal kaum intelektual kita, dari sejak pemudanya sampai kepada
pemikirnya. Padahal penilaian terhadap suatu ilmu tidak bisa diukur dengan
bagusnya penampilan, besarnya nama dan besarnya rasa cinta atau hormat, tapi
mesti diukur dengan sesuai tidaknya dengan kenyataan yang sebenarnya dimana
hanya bisa ditelusuri melalui argumentasi secara ikhlas alias jujur.

5
Argumentasi

Definisinya
Argumentasi adalah Silogisme yang Tersusun dengan Proposisi-proposisi yang
Bermutu Yakin. Mutu yakin yang dimaksudkan di sini bisa dari proposisi-proposisi yang
tergolong mudah ( ilmu mudah ) secara langsung, bisa pula yang tergolong sulit ( ilmu
pikir ) akan tetapi berakhir pada ilmu mudah ( tidak langung ). Dengan demikian maka
sasaran yang akan dihasilkan oleh Argumentasi ini tidak mungkin keliru dan mesti
diterima. Karena kalau tidak, maka berarti telah terjadi penyimpangan akibat dari
sebabnya, hal mana yang demikian tidak mungkin terjadi. Jadi, yakin akan menghasilkan
yakin pula.

Pembagian Argumentasi
Argumentasi dibagimenjadi dua bagian:
1- Argumentasi Mengapa ( Limmiy, Causal Proof ), yaitu yang batas tengahnya
merupakan sebab dari terjadinya batas-besar ke atas batas-kecil, disamping
menjadi penyebab dari ketetapan mereka di dalam akal kita. Seperti panas yang
menjadi penyebat memuainya besi dalam silogisme berikut ini. Besi ini naik
derajat panasnya, dan semua besi yang naik derajat panasnya maka ia akan
memuai, oleh karenanya besi ini memuai. Di sini batas-tengahnya, yakni naiknya
derajat panas, disamping menjadi tertetapkannya batas-besar, yakni memuai, ke
atas batas-kecil, yakni besi ini di dalam akal kita, ia juga menjadi penyebab
terjadinya pemuaian besi tersebut secara nyata di luar akal. Argumen Mengapa ini
juga dikenal dengan argumen yang berangkat dari sebab menuju akibat, dan
merupakan paling sempurnya argumentasi serta disebut juga sebagai Argumen
yang Hakiki.
2- Argumentasi Eksistensial ( Inniy, Existential Proof ), yaitu yang batas tengahnya
hanya menjadi penyebab dari ketetapan batas-besar ke atas batas-kecil di dalam
akal. Seperti memuai yang menjadi akibat dari naiknya derajat panas pada besi
dalam silogisme berikut ini. Besi ini memuai, dan seluruh besi yang memuai ia
naik derajat panasnya, oleh karena itu besi ini naik derajat panasnya. Di sini,
batas-tengah hanya menjadi penyebab dari ditetapkannya batas-besar ke atas
batas-kecil dalam akal, yakni menjadikan akal berani menyimpulkan sasaran dan
yakin, dikarenakan adanya penghubung yang dikatakan batas-tengah itu. Tapi di
luar akal, bukanlah memuai menjadi penyebab dari naiknya derajat panas dari
pada besi tersebut. Malah sebaliknya, ia adalah akibat dari padanya.

Pembagian Argumentasi Eksistensial


Argumentasi Eksistensial ini dibagi menjadi dua bagian:
1- Dalil ( Daliyl, Complete Proof ), yaitu yang batas-tengahnya adalah akibat bagi
ditetapkannya batas-besar ke atas batas-kecil dalam eksistensinya, sekalipun ia
merupakan sebab bagi ditetapkannya batas-besar ke atas batas-kecil dalam
argumentasi tersebut. Seperti memuai dalam contoh di atas yang menjadi akibat
dari naiknya derajat panas ( batas-besar ) pada besi ( batas-kecil ), sekalipun ia
menjadi penyebab bagi ditetapkannya derajat panas yang naik ke atas besi.

6
2- Semi Mengapa, yaitu yang batas-tengahnya dan batas-besarnya merupakan dua
akibat dari sebab yang sama. Dikatakan Semi Mengapa karena memang dekat
sekali dengan argumen Mengapa. Sebab cara mengetahui akibat yang lainnya
dengan mengetahui sebabnya dulu yang diketahui melalui akibat yang pertama.
Yakni dari akibat pertama dapat diketahui adanya sebabnya, karena tidak mungkin
ada akibat tanpa ada sebab, lalu dari pengetahuan adanya sebab itulah diketahui
adanya akibat yang lainnya. Jadi, walaupun pada awalnya ‘sebab’ diketahui
melalui akibat, sehingga dengan ini ia tidak bisa dikatakan Argumen Mengapa,
tapi pada akhirnya pengetahuan atas akibat ke dua diketahui dari sebabnya. Dari
sisi inilah ia bisa dikatakan Semi Mengapa. Seperti, Ruangan ini diterangi dengan
lampu dop, dan setiap ruangan yang diterangi lampu dop maka akan naik derajat
panasnya, maka ruangan ini naik derajat panasnya.

Sebab Keyakinan pada Proposisi


Ada dua proposisi yang tidak dapat tidak, harus diyakini kebenarannya:
1- Wujud-mungkin ( terbatas ) mustahil ada tanpa adanya sebab.
2- Akibat tidak mungkin tidak nyata manakala sebabnya ada.

Karena keyakinan pada kebenaran/kesalahan suatu proposisi itu merupakan hal yang
mungkin ( kemungkinan ), maka dalam hal ini harus ada sebabnya. Dan sebab keyakinan
tersebut ada dua macam:
1- Dari Dalam, yakni bagian-bagian proposisinya dapat memberian keyakinan secara
langsung. Seperti: Keseluruhan lebih besar dari bagiannya; Kontradiksi tidak bisa
bertemu; Wujud-mungkin mustahil ada tanpa adanya sebab; Akibat tidak mungkin
tidak nyata manakala sebabnya ada.
2- Dari Luar, yakni yang keyakinannya didapat dari hal-hal di luar proposisinya. Hal
ini ada dua macam:
a- Dari salah satu panca indra lahir atau batin, yakni Indrawi dan Mutawatir,
tapi yang proposisinya Partikulir. Memang, yang mengetahui proposisi
Universal dan Partikulir itu adalah Akal, tapi ia mengetahui Partikulir dari
Indra dan Universal dari Materi Silogisme Akal dan Silogisme Logika.
Sementara Indrawi dan Mutawatir dapat dijadikan materi silogisme hingga
dapat dimamfaatkan untuk menyimpulkan hal-hal universal tersebut dan
keyakinannya, tapi atas bantuan Materi Silogisme Akal.
b- Dari Silogisme Logika dimana Silogisme ini memiliki dua macam:
1- Ada dalam akal dan tidak perlu perenungan lagi. Hasilnya atau
akibatnya adalah kepastian/darurat. Hal ini dapat diambil dari
Eksperimen, Intuisi dan Fitri. Hasil tersebut disebut Darurat karena
kedaruratan terhadap keyakinannya yang disebabkan hadirnya
sebabnya di dalam akal tanpa pikir/renungan. Oleh karenanya sebab
dari keyakinan kepada Prinsip Pertama adalah dari dalam, dan Indrawi,
Mutawatir dari luar; sedang yang tiga sisanya dari luar, yakni
Silogisme mendatang.
2- Tidak ada dalam akan. Di sinilah diperlukannya Argumentasi. Oleh
karenanya kalau Silogisme sudah hadir dalam akal dengan usaha
ilmiah, maka akan segera didapat keyakinan atas hasilnya. Hal ini

7
karena adanya dua kenyataan yang tidak bisa ditolak di atas itu ( wujud
mungkin hanya bisa ada kalau ada akibatnya, dan kalau sebabsudah ada
maka akibat pasti ada ). Dengan demikian maka jelaslah bahwa
Argumentasi berasas pada dua kedaruratan itu, sehingga keduanya
disebut sebagai Jalan Asasi Pikiran untuk Mencari Argumentasi.

Syarat-syarat Mukaddimah/premis Argumentasi


Disyaratkan pada premis argumentasi tujuh hal sebagaimana berikut ini:
1- Harus dari yang Yakin.
2- Mendahului hasilnya dalam wujud secara natural.
3- Mendahului hasilnya dalam akal/pahaman.
4- Lebih mudah dipahami dari hasilnya.
5- Predikatnya mesti Zati Pertama untuk subyeknya.
6- Bermutu Zati Pertama atau Zati sifat.
7- Bersifat universal, dalam arti predikatnya dapat diterapkan pada semua ekstensi
subyeknya pada setiap masa dan keadaan secara Zati- pertama. Oleh karenanya
univesal di sini berlawanan dengan individu ( syakhshiyyah ), bukan partikulir.
Dau syarat terakhir ini adalah syarat bagi yang hasilnya Darurat universal. Tapi
kalau hasilnya dibolehkan kemungkinan, maka tidak mengapa kalau salah satunya
adalah kemungkinan dan bukan universal.

Makna Zati dalam Bab Argumentasi


Ada beberapa makna untuk Zati yang dipakai dalam logika/filsafat, diantaranya sbb:
1- Zati dalam Bab Lima Universal. Maknanya sudah dibahas di sana dimana zati ini
berlawanan dengan Aksiden.
2- Zati dalam Bab Predikasi. Ia berlawanan dengan Asing ( gharib ). Sedang makna
dari Predikat yang Zati adalah yang subyeknya termasuk dari batasannya. Seperti
al-Fa’il Marfu’, Rasional adalah manusia?
3- Zati dalam Bab Predikasi juga, yakni yang predikatnya dapat diambil dari
subyeknya secara langsung/zati. Seperti Ada itu ada. Ia berlawanan dengan
Predikasi dengan Tambahan, yakni yang mesti menambahkan dulu pada
subyeknya baru bisa dipredikati dengan predikat tersebut, seperti Manusia itu ada,
Benda itu adalah yang putih.
4- Zati dalam Bab Predikat juga, tapi bukan sifat dari predikatnya, tapi sifat dari
pemredikatannya. Ia berlawanan dengan Predikasi-Umum/kebanyakan ( syayi’
shina’i ).
5- Zati dalam Bab Sebab-akibat. Ia berlawanan dengan Kebetulan.

Kalau semua perincian di atas dapat dipahami, maka perlu diketahui bahwa Zati dalam
Bab Argumentasi adalah yang terkandung dalam bagian Pertama dan Ke-dua yang, kalau
dikumpulkan akan menjadi: Zati adalah predikat yang bisa diambil untuk batasan zat dari
subyeknya, dan/atau yang salah satu zat predikat tersebut bisa dijadikan batasan-zat dari
subyeknya.

8
Makna Pertama ( Zati Pertama )
Yang dimaksud dengan Predikat-pertama adalah predikat yang bisa ditetapkan untuk
subyeknya tanpa perantaraan. Seperti mempredikati bidang dengan yang putih, bukan
benda dengan yang putih. Sebab yang pertama tanpa perantaraan, tapi yang ke dua
dengan perantaraan bidang.

Jangan lupa doanya

DEBAT

Definisinya
Debat adalah Silogisme yang Tersusun dari Proposisi-proposisi yang Bermutu
Diakui dan Terkenal.
Debat secara bahasa adalah ngotot dan berkeras kepala dalam mempertahankan
pendapat sendiri atau menjatuhkan pendapat orang lain. Tapi dalam peristilahan logika
adalah menyusun silogisme dari premis-premis bermutu Diakui dan Terkenal untuk
membuat lawan bicaranya ( sendiri atau banyak ) menerima pendapatnya atau Posisi
( sasaran/statemen yang diyakininya ) yang diinginkannya. Silogisme yang tersusun dari
kedua mutu di atas diistilahkan sebagai Silogisme Debat atau Perkataan Debat, dan
pelakunya diistilahkan sebagai Pendebat atau Yang Berdebat.

Pentingnya Debat
Manusia dalam hidupnya tidak akan bisa menghindari pertentangan dan silang
pendapat dengan orang lain. Baik dalam urusan-urusan agama, negara, ekonomi, budaya,
politik, hukum, atau yang lainnya. Argumentasi adalah jalan terbaik untuk membuktikan
kebenaran yang dipegangnya. Namun, karena satu dan lain hal, seseorang tidak bisa
selalu menggunakan argumentasi untuk membuktikan kebenarannya. Bebarapa sebab di
bawah ini adalah sebab-sebab seseorang meninggalkan argumentasi dan merujuk kepada
Debat, diantaranya:
1- Argumentasi adalah satu dalam satu kebenaran. Karena itu kalau ada dua
pendapat dalam satu kebenaran, maka hanya satu yang bisa menggunakan
argumentasi. Sedang yang lainnya terpaksa menggunakan Debat, sengaja atau
tidak, sadar atau tidak.
2- Pendebat, pada umumnya, ingin membuat lawan bicaranya menerima
pendapatnya di hadapan orang banyak dimana umumnya mereka tidak menguasai
apa yang disebut argumentasi ( karena sulit ). Oleh karenanya ia menggunakan
silogisme yang mutu/dasar premisnya Terkenal dan Diakui, supaya masyarakat
juga dapat mengerti dan menerima, sekalipun sebenarnya ia dalam keadaan benar
dan dapat/bisa mengajukan argumentasi.

9
3- Ketika seseorang tidak dapat mengajukan argumentasi atas pendapatnya dan/atau
lawan bicaranya tidak dapat mengerti argumentasinya.
4- Bagi pencari ilmu yang pemula, ia mesti juga melatih akalnya untuk memakai
dalil-dalil selain argumentasi. Dan tidak ada jalan kecuali mempelajari Debat ini.

Perbandingan Debat dan Argumentasi


Debat ini ada di peringkat ke dua setelah Argumentasi. Dengan demikian di sini mesti
disebutkan perbedaan keduanya:
1- Argumentasi adalah membuktikan kebenaran dengan cara benar dan sesuai
dengan kebenarannya. Artinya menggunakan premis-premis yang benar secara hak
dan senyatanya. Maka dari itu yang dihasilkannya juga kebenaran, sebagaimana
maklum. Dan tujuan dari argumentasi ini adalah membuktikan kebenaran itu
sendiri, tidak lain. Tapi Debat, tujuan utamanya adalah membuat lawannya
menerima pendapatnya. Oleh sebab itulah seorang Pendebat menggunakan
premis-premis yang dikenal dan diakui oleh lawan bicaranya atau masyarakatnya,
agar Posisi ( pendapatnya ) dapat diterima mereka.
2- Debat biasa dilakukan dua orang atau lebih, tapi argumentasi bisa dilakukan
sendirian.
3- Argumentasi itu satu, sebagaimana maklum. Jadi tidak bisa digunakan oleh kedua
orang yang bertikai sekaligus, tapi Debat sebaliknya, apalagi tujuannya hanya
membungkam lawan bicaranya, bukan membuktikan kebenaran.
4- Argumentasi tidak bisa tidak mesti dengan silogisme, tapi Debat, tidak.

Mamfaat Debat
Debat memiliki beberapa mamfaat, diantaranya sebagai berikut:
1- Membuat pendebat dapat menguatkan pendapatnya dan membuat lawan bicaranya
menerima akan hal itu.
2- Melatih akal supaya mampu mencari premis-premis yang diinginannya.
3- Mendapatkan kebenaran dan keyakinan terhadap apa-apa yang diperselisihkan
oleh orang ramai.
4- Memudahkan pemula untuk mendapatkan kebenaran dari ilmu-ilmu yang
dicarinya.
5- Debat ini bisa dimamfaatkan oleh orang-orang yang hanya mencari kemenangan
dalam berbicara. Yang ini kami tidak bertanggung jawab di dunia dan akhirat
( penulis ). Jadi mempelajari Debat ini setidaknya memberikan jalan alternatif
kepada kita untuk membuktikan kebenaran dengan jalan yang lebih mudah dari
argumentasi, atau setidaknya menjaga kita untuk tidak diakali orang lain dengan
debat ini.
6- Membuat para pemimpin dapat menjaga sebuah keyaknian dari penyelewengan
yang mungkin akan terjadi.
7- Membuat para pembela hak-hak manusia dapat dengan mudah melakukan
tugasnya di segala lapisan.

Mutu Debat
Mutu Debat adalah Terkenal atau Diakui. Kedua mutu itu dapat digunakan oleh
kedua orang yang berdebat atau bertikai pendapat, yakni Penanya dan

10
Penjawab/Penyata. Tapi yang ke dua ( Diakui ), hanya untuk Penanya saja. Sebab kalau
Penanya memakai proposisi Terkenal, maka Penjawab bisa mengingkarinya karena
hanya Terkenal. Jadi, Penanya harus menjebaknya dengan proposisi-proposisi yang
Diakui.
Tapi tidaklah setiap yang Terkenal itu bisa dijadikan silogisme Debat, sebab ia
memiliki tiga macam bentuk:
1- Terkenal Hakiki, yaitu yang tidak pudar keterkenalannya sekalipun setelah
perenungan dan penelitian. Seperti, Jangan bantu yang salah sekalipun saudaramu.
2- Terkenal Lahiriah, yaitu yang pudar keterkenalannya setelah perenungan,
kebalikan dari Hakiki. Seperti, Perintah orang tua itu mesti dikerjakan.
3- Mirip Terkenal, yaitu yang keterkenalannya karena aksiden yang bukan lazim
dimana keterkenalannya ini akan hilang dengan hilangnya aksiden tersebut.
Seperti akhlak membaca al-Qur an dengan memakai kopyah.

Silogisme Debat hanya dari yang Terkenal pertama. Sedang yang ke dua untuk
Retorika dan yang ke tiga untuk isu-isu.

Premis Debat
Premis Debat diambil dari Terkenal, baik langsung atau tidak langsung. Maksud dari
tidak langsung adalah proposisi yang keterkenalannya dikarenakan hal-hal di luar dirinya,
dimana hal-hal tersebut memiliki dua macam bentuk:
1- Yang keterkenalannya karena dihubungkan dengan proposisi terkenal, baik
penghubungan itu dengan cara penyamaan atau juga dengan
pembalikan/kelaziman. Misalnya, Menserfis tamu itu baik. Ia menjadi terkenal
karena kesamaannya dengan proposisi terkenal sebelumnya yang menyatakan
Menjamu tamu itu baik. Nah, kalau menjamu tamu itu baik, maka menserfis
keperluan lainnya pasti juga baik. Ini contoh dari yang penyamaan. Sedang contoh
dari yang membalikkan adalah, Menghancurkan musuh itu baik. Proposisi ini
menjadi terkenal karena dilawankan dengan proposisi terkenal, yaitu Menolong
teman itu baik. Nah, kalau menolong teman itu baik, maka Menghancurkan
lawan/musuh itu juga baik. Hal semacam ini timbul karena memperlawankan
teman dengan musuh, dan menolong dengan menghancurkan. Oleh karenanya akal
berpindah dari yang pertama kepada yang ke dua.
2- Yang keterkenalannya dihasilkan dari silogisme yang premis-premisnya terdiri
dari proposisi-proposisi Terkenal.

Permasalahan Debat
Semua proposisi yang diajukan oleh Penanya kepada Penyata/penjawab, baik serupa
dengan pernyataan Penyata atau kebalikannya, disebut sebagai Masalah Debat. Dan
setelah Penyata menerima ajuan proposisi tersebut, lalu si Penanya menjadikannya
premis silogismenya, maka hal itu disebut Mukaddimah/premis Debat.
Penanya bisa mengajukan segala macam proposisi yang bertentangan dengan
proposisi Penyata sebagai pertanyaannya. Tapi hendaknya tidak mengambil dari yang
Terkenal, sebab hal itu bisa membuat Penyata menolak hal tersebut disebabakan ke-
Terkenalannya itu ( misalnya karena bukan Yakin, dll ) atau membuatnya berani
bertentangan dengan Terkenal itu sendiri. Begitu pula, hendaknya tidak menanyakan

11
tentang esensi sesuatu dan/atau sebab-sebabnya, karena hal itu hanya bisa dipahami
melalui pelajaran dan pemikiran ilmiah, bukan dengan debat. Kecuali kalau terpaksa dan
memakainya dalam bentuk pertanyaan ia atau tidak, misalnya: Tidakkah anda
berkeyakinan bahwa manusia itu adalah binatang rasional? Tidakkah anda meyakini
bahwa semua yang terbatas memiliki sebab?

Topik/Bahan Debat
Proposisi dari semua jenis ilmu bisa dijadikan topik debat. Kecuali yang
keterkenalannya bersifat Hakiki dan Lebih Umum. Sebab Terkenal Hakiki Lebih
Umum, tergolong Yakin dan dihukumi Darurat atau Ilmu Mudah . Sementara orang
yang mengingkari Terkenal Hakiki Lebih Umum ini, bukan didebat, tapi dibuatnya
merasakan akibatnya. Sebab orang macam itu akalnya sudah kurang sehat. Misalnya
yang mengingkari bahwa Api itu panas, maka ia mesti didekatkan ke api supaya
merasakan panasnya; yang mengingkari bahwa cahaya bulan adalah pantulan cahaya
matahari, maka ia digojloki saja; yang mengingkari bahwa menyembah Pencipta itu baik,
maka ia mesti diberi pelajaran dengan olokan/gojlokan, dll..
Yang tidak bisa dibuat Bahan/topik Debat adalah matematika, karena ianya bersandar
kepada Indrawi dan Pengalaman dimana semua itu adalah bagian dari Yakin.

Mempermahir Debat
Ada beberapa hal untuk memahirkan diri dalam menggunakan debat ini, diantaranya
sebagai berikut:
1- Menghafal dan mengingat semua proposisi Terkenal. Bisa membedakan Terkenal
Mutlak dan yang tidak. Dapat dengan mudah mengdapatkan proposisi Terkenal
baik dengan cara silogisme atau penghubungan.
2- Mahir membedakan Kata-kata yang beragam, seperti Persekutuan, Perpindahan,
Universal-sama dan beda, Persamaan-Perbedaan, dll. Dari keadaan Kata
sebagaimana di Logika Pertama.
3- Mampu membedakan hal-hal yang Serupa alias Proposisi Menyerupai Kebenaran,
baik dengan Pembedanya atau yang lainnya. Di sinilah salah satu mamfaat
Definisi.
4- Mampu mencari titik temu dari Proposisi-proposisi yang Menyerupai Kebenaran
itu, baik substansial atau aksidental atau hal-hal lain di luar dari keduanya.

Patokan ( place, maudhi’ )


Patokan dalam istilah Debat adalah Proposisi Asal yang Dapat Diambil dari
padanya Proposisi-proposisi Terkenal, Baik Dia Sendiri Terkenal atau Tidak. Seperti,
Kalau salah satu dari dua Pertentangan tertetapkan pada suatu subyek, maka
pertentangannya akan tertetapkan pada subyek yang bertentangan dengannya. Dari
kaidah/posisi ini dapat dikeluarkan beberapa proposisi terkenal lainnya, seperti: Kalau
berbuat baik pada teman itu baik, maka mengganggu musuh itu juga baik; Kalau bergaul
dengan orang bodoh itu jelek, maka tidak berhubungan dengan ulama itu juga jelek;
Kalau benar sudah datang, maka kebatilan akan pergi; Kalau yang kaya semakin banyak,
maka yang miskin akan semakin sedikit.

12
Arahan Untuk Penanya/penyerang
Di sini akan disebutkan beberapa arahan untuk Penanya agar dapat dengan mudah
dan lebih baik menyampaikan melakukan perdebatannya:
1- Menyiapkan Patokan yang diperlukannya.
2- Menyiapkan dalam dirinya jalan/metode yang akan dipakainya.
3- Merahasiakan maksud/proposisi aslinya dan menyampaikannya pada akhir
perdebatannya, yakni dikala lawan bicaranya sudah diperkirakan tidak lagi dapat
melarikan diri setelah menerima semua mukaddimah-mukaddimahnya. Dan untuk
membuatnya menerima maksud akhir dan asli itu, tersedia beberapa jalan:
a- Tidak meminta di awal pembicaraan dari lawan debatnya untuk menerima
posisi yang mau dibelanya. Hal itu karena akan membuat lawan tersebut
lari dan mengingkari posisi yang diajukan, karena masih banyak
kesempatan berlari di awal pembicaraan.
b- Menjelang akhir debatan juga tidak boleh langsung menanyakan maksud
aslinya, karena ia bisa lari. Oleh sebab itu harus menggunakan salah satu
cara di bawah ini:
1- Menjebaknya dengan hal-hal yang lebih umum dari maksud aslinya,
lalu membuatnya tidak berdaya dengan menerapkan keumuman itu
pada individu-individunya, dengan menerapka Silogisme Predikatip.
2- Menjebaknya dengan yang lebih khusus/sempit dari maksud aslinya,
lalu memaksanya dengan induksi.
3- Menjebak dengan hal-hal yang sama dengan maksud aslinya, lalu
memaksanya dengan persamaan.
4- Mengalihkannya pada masalah lain yang merupakan kelaziman
maksud aslinya, lalu memaksanya dengan kelaziman itu.
5- Menjebaknya dengan pertanyaan yang berlawanan dengan maksud
aslinya sehingga ia mengira bahwa kita mau mengakui
pernyataannya, dengan mengingkari maksud kita sendiri. Misalnya,
Tidakkah korupsi itu wajar-wajar saja?
c- Mengacaukan mukaddimah-mukaddimahnya dengan keraguan-keraguan
hingga tidak menyadari maksud aslinya. Kemudian dalam kebingungannya
kita sodorkan maksud asli kita.
d- Menyatakan kejelasan dan keterkenalan mukaddimahnya supaya ia takut
mengingkarinya di depan umum.
e- Mencampur proposisinya dengan proposisi-proposisi lain yang tidak
berhubungan dengan maksud aslinya, supaya tidak ketahuan dan tidak
terlacak. Dianjurkan proposisi-proposisi yang dibuat untuk mengacau
adalah Terkenal, hingga ia bisa menerima dan akhirnya menerima maksud
asli kita.
f- Untuk lawan yang sombong dan penuh percaya diri dianjurkan untuk
memperbanyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak terlalu berhubungan
dengan maksud asli kita, supaya tidak sadar akan maksud tersebut dan/atau
menyerah karena tidak bisa menjawab.
g- Dikala menyatakan maksud akhir, hendaknya dengan penuh kemantapan
dan tidak tampak keraguan sedikitpun.

13
h- Menyesuaikan dengan daya dan gaya berfikir audien atau lingkungan
bicaranya, dan meraih kepuasan mereka hingga membuat pernyataan
terakhirnya didukung mereka dan membuat lawannya menyerah
kerenanya.
i- Kalau lawan sudah menyerah hendaknya jangan melecehkannya, karena
hal itu membuat mesyarakat/audien tidak menghormatinya.

Arahan Untuk Penyata/penjawab


Yang harus dilakukan Penyata/penjawab ini lebih susah ketimbang Penanya, oleh
karenanya ia mesti berhati-hati dan melangkah setahap demi setahap sbb. ( pelajaran ini
tidak dimaksudkan kecuali mengerti Debat secara umum, bukan mengajari keras kepala
dan riya’ serta sombong terhadap kebenaran, dan bagi yang menggunakannya di jalan-
jalan sesat ini kami tidak bertanggung jawan dunia-akhirat ):
1- Membalikkan proposisi lawan yang berupa pertanyaan itu menjadi proposisi-
proposisi pertanyaan yang mengarah balik kepadanya, hingga waktu bisa lebih
banyak dimiliki dan malah bisa membuatnya menjadi berubah posisi dari
Penjawab menjadi Penanya.
2- Kalau tidak bisa melakukan yang pertama, maka hendaknya ia menawan Penanya
dengan hal-hal yang menjauhkannya dari masalah yang dihadapi demi
mempersempit kesempatan dan waktu serta mengira bahwa ia sedang memberikan
jawaban yang tuntas. Seperti mencari padanan kata dari penanya, lalu
menafsirkannya sebelum kemudian mendebatnya.
3- Kalau dua hal di atas juga gagal dilakukan, maka hendaknya berusaha untuk tidak
menerima atau mengakui hal-hal yang bertentangan dengan posisinya ( yang
diinginkan/dibela ). Tidaklah mengapa kalau ia menerima hal-hal yang Terkenal
kalau ia ada dalam posisi Terkenal, karena Terkenal tidak akan berlawanan dengan
Terkenal.
4- Kalau yang ke tiga di atas juga tidak berhasil, maka hendaknya jangan menolak
Penanya dengan terang-terangan. Dan untuk mencari selamat bisa melakukan
salah satu cara dari dua cara sebagai berikut:
a- Mengakui kekalahannya dan proposisi Penanya. Dan untuk menutupi
malunya bisa dilakukan dengan mengatakan bahwa ia mencari kebenaran
dan menyadari kesalahan.
b- Kalau malu mengakui hal itu, maka ia mengatakan, misalnya, Bagaimana
aku bisa akui pernyataanmu sementara aku belum menguraikan maksudku
dengan baik. Dan setelah itu hendaknya menunda pembahasannya sampai
mendatang dengan berbagai alasan, supaya bisa kabur dari masalah yang
dihadapinya.
5- Kalau semua jalan sudah tertutup, maka hendaknya ia mendebat hubungan atau
kelaziman antara Terkenal dengan penolakan terhadap posisinya itu. Yang terakhir
ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, sebab ia harus betul-betul
mengusai permasalahannya dan hubungan keduanya.

14
Nasihat Untuk Penyata dan Penanya
Arahan atau nasihat untuk Penyata dan Penanya ini dikenal dengan Akhlak-Debat,
atau Cara-Debat.
1- Hendaknya mahir dalam beberapa hal:
a- Membalik-balikkan satu silogisme menjadi empat silogisme sesuai dengan
kaidah Perlawanan dan Kontra ( Misalnya, dari bir Bintang memabukan
menjadi tidak memabukkan –lawannya- atau menjadi menyegarkan –
kontranya. Begitu pula premis besarnya dibalik-balik hingga semuanya
menjadi empat silogisme ).
b- Membalikkan satu silogisme dengan Pembalikan Sama dan Pembalikan
Perlawanan serta melawankan Subyek dan/atau Predikat.
c- Membuat premis-premis yang banyak dari pelbagai disiplin ilmu demi
memperbanyak refrensinya dan mudah menggunakannya kala diperlukan.

2- Dapat menarik perhatian hadirin, kepada dirinya atau perkataannya.


3- Memilih kata-kata yang bagus dan bertekanan hingga menarik perhatian orang dan
mengaguminya.
4- Tidak memberikan kesempatan pada lawannya untuk bercerita atau berbicara yang
tidak berhubungan.
5- Dapat dengan mudah membuat pemisalan, menukil refrensi seperti ayat, hadits
atau kata-kata puitis, dan lain-lain dari pelbagai ilmu.
6- Jangan meninggikan suaranya melebihi kadar yang umum, karena hal itu bisa
menurunkan wibawanya.
7- Menhindari umpatan dan ejekan serta kata-kata permusuhan, karena hal itu bisa
mengusik perasaan hadirin dan mewariskan permusuhan dan kebencian.
8- Bertawadhu’ dalam debatnya kala menghadapi lawan debatnya itu.
9- Menampakkan penghormatan penuh pada lawan debatnya dan tidak berbicara
kecuali dengan apa-apa yang bisa melukiskan maksudnya.
10- Menghindari Debat dengan orang-orang riyak, sombong, bermusuhan, penguasa,
dll.. Dan kalau terpaksa berdebat dengan mereka, maka tidak masalah kalau ia
menggunakan tipuan-tipuan.
11- Washiat paling akhir adalah, hendaknya bagi yang berdebat tidak
mementingkan apapun kecuali mencari kebenaran atau membuktikannya,
mengakui kesalahannya atau konsekwen pada kebenarannya, menghindari
keras kepala, basa-basi yang tak perlu, gombalan-gombalan, kepalsuan,
penipuan, kebohongan, permusuhan dan mengulang-ulang kesalahan. Semua
ini tidak bisa dilakukan tanpa usaha yang keras dan pertolongan Allah SWT..

Jangan lupa doanya

15
RETORIKA

( Memiliki Tiga Bahasan: Dasar atau Kaidah, Patokan dan Pelengkap )

Prakata
Ketahuilah bahwa umumnya masyarakat tidak mudah untuk menerima silogisme-
silogisme Argumentasi dan Debat. Hal itu karena mereka lebih banyak menggunakan
perasaan dari pada akal pikiran. Oleh karenanya pikiran mereka telah disandra oleh
perasaan tersebut dan telah membuatnya menjadi pikiran yang datar dan sangat
sederhana, jauh dari keilmiahan dan perenungan yang teliti dan dalam. Maka dari itu bagi
yang ingin mempengaruhi mereka dan pekiran mereka, hendaknya memilih jalan lain
selain Argumentasi dan Debat. Yaitu jalan yang bisa mempengaruhi perasaan, dimana
masarakat umum dan bahkan tidak jarang para tokoh dan pemikirnya juga, suka akan hal
itu. Kesukaan mereka ini, tidak lain karena dalam keseharian dan kehidupan, mereka
sering atau selalu memerankan perasaan, seperti harga diri, emosi, cinta kasih, tolong-
menolong, dll., sehingga hal semacam itu telah membuat mereka membawa-bawa
perasaan tersebut ke dalam forum-forum resmi, keilmuan dan keagamaan.
Ketika ada kaidah yang mengatakan: “Bicaralah dengan masyarakat sesuai dengan
kemampuan/akal mereka”, maka cara yang paling sesuai untuk hal ini adalah Retorika.
Inilah sisi perlunya kita kepada Retorika.
Tapi, yang mesti diingat adalah, kita tidak boleh menggunakan ilmu ini untuk tujuan
yang tidak terpuji dan membela yang salah, apalagi dalam masalah-masalah yang
menyangkut agama. Dan sesiapa melakukannya, ia adalah penjahat ilmu dan informasi
yang jauh lebih buruk dari penjahat materi. Dan kami tidak bertanggung jawab di dunia
dan akhirat.
Setidaknya, ketika kita mengetahui tiori ini, kita akan terjaga dari tipuan orang-orang
yang telah menggunakannya dalam kebatilan, baik dengan sadar atau tidak. Yakni kita
tidak akan terpengaruh oleh Retorika yang sekalipun tersajikan secara profosional,
sehingga kita tertipu dan materinya yang salah kita jadikan kebenaran. Ringkasnya, kita
tidak akan terbawa-bawa oleh Retorikator yang canggih sekalipun, sehingga kita
mencampur adukkan keilmiahan dengan kepalsuan. Oleh karenanya kita tidak akan
pernah menjadikan oknom dan ketokohan seseorang atau penghormatan kepadanya,
timbangan dalam keilmuan/kebenaran, dan meninggalkan argumentasi di tempat-tempat
yang memang memerlukan argumentasi, tidak seperti berobat ke dokter atau bertaqlid
kepada seorang mujtahid.

Tugas dan Tanggung Jawab Retorika


Tugas Retorika adalah membela suatu ide, pandangan dan keyakinan dan/atau atau
menjelaskannya kepada masyarakat umum. Dan karena masyarakat pada umumnya
terpengaruh oleh perasaannya sendiri, maka Retorika ini bertugas menyiapkan mereka
supaya dapat dengan mudah menerima sesuatu yang akan disampaikan seorang
penceramah atau retorikator. Dan tugas semacam ini bukan hanya berat dan menguasai
tata cara retorika ini, tapi juga memerlukan kepada latihan-latihan dan praktek lapangan.
Dengan demikian nanpak jelas bahwa keperluan kita kepada retorika ini sangatlah besar.

16
Definisi dan Tujuan Retorika
Retorika adalah Silogisme yang Tersusun dari Premis-premis yang Bermutu
Sangka, Diterima dan Terkanal. Tujuannya adalah untuk membuat audien atau pembaca
siap menerima statemen-statemen yang ingin disampaikan oleh retorikator. Retorika
dalam istilah ini tidak hanya bisa dilakukan dengan ceramah, tapi bisa dengan cara
wawancara, panel tulisan dll..

Unsur-unsur Retorika
Retorika memiliki dua unsur:
1- Unsur Pokok, yaitu Setiap Perkataan atau Ucapan yang Secara Langsung
Bisa Memuaskan Audien ( lisan/tulisan ) dalam Menerima Suatu Statemen
yang Diinginkan. Dikatakan memuaskan, karena pondasi Retorika memang
dibangun di atas kepuasan audien. Dan dalil-dalil yang dipakai dalam kepuasan
ini disebut dengan Pembuktian ( proof, tatsbiyt ), artinya Kata-kata yang
Dapat Memberikan Keyakinan yang Tidak Penuh ( Sangka ).
2- Unsur Penunjang, yaitu Setiap Perkataan, Keadaan atau Kondisi yang
Hanya Membantu Unsur Pokok dalam Memberikan Efeknya. Dan Unsur
Penunjang ini memiliki dua bagian:
a- Memperdaya, ia dibagi menjadi tiga: Memperdaya dengan Retorikator,
Retorika dan Audien.
b- Kesaksian, ia memiliki dua bagian: Penukilan kata dan kesaksian
dengan keadaan/situasi.

Unsur Pokok
Premis-premis yang dipakai dalam Silogisme Retorika itu adalah yang bermutu
Sangka, Diterima dan Terkenal. Tapi Terkenal yang dipakai di Ritorika ini hanyalah dari
Terkenal yang Lahiriah, bukan Terkenal Hakiki dan Mirip Terkenal. Hal ini karena dalam
Retorika tidak memiliki penentang seperti Debat misalnya.

Memperdaya dengan Retorikator


Memperdaya dengan Retorikator ini termasuk hal-hal yang dapat menyiapkan audien
agar bisa puas dalam menerima statemen-statemen yang akan disampaikan retorikator itu
sendiri. Misalnya tampil dengan penampilan yang bisa diterima audien. Hal ini dapat
dilakukan dengan dua cara:
1- Mengenalkan ( dalam bentuk promosi ) jati diri retorikator. Hal ini sangat efektif
untuk mempengaruhi audien hingga mereka memiliki kesiapan yang cukup atau
bahkan bagus untuk menerima dengan penuh kemantapan apa-apa yang akan
disampaikan retorikator. Karena masyarakat secara umum mementingkan ‘Siapa
yang mengatakan’, bukan ‘Apa yang dikatakan’, atau ‘Apa dalilnya’. Artinya
mereka lebih suka menyandarkan ilmu-ilmu dan keyakinan mereka kepada orang
besar ( baca: dikaguminya ), ketimbang dalil dan argumentasi. Hal ini sesuai
dengan insting ( naluri ) dasar manusia, sekalipun kita harus berusaha keluar dari
hal semacam ini dan mengikuti pertibangan akal serta argumentasi.
2- Tampil dengan penampilan menarik sehingga mendapat sambutan dan
penghormatan yang baik dari audien. Misalnya cara berpakaiannya, cara

17
bicaranya, gerakan tangannya, mimik wajahnya, ceria dan sedihnya ( sesuai
dengan isi ceramahnya ) dll..

Memperdaya dengan Retorika ( perkataan/ceramah )


Dalam hal ini seorang retorikator mesti menyesuaikan cara bicaranya dengan keadaan
yang sedang dihadapinya. Apakah ia harus melembutkan suaranya atau mengeraskan dan
melantangkannya, bahkan mungkin perlu berteriak atau juga melekuk-lekukkannya.
Semua itu mesti sesuai dengan keadaan, sekalipun tidak ada cara khusus yang mengatur
tekanan suara tersebut. Oleh karenanya pilihan-pilihan itu diserahkan sepenuhnya kepada
kemahiran retorikator. Semua ini dilakukan demi keberhasilan suatu ceramah/retorika
dimana akan dikatakan berhasil kalau bisa membuat audiennya puas. Inilah yang di atas
diistilahkan dengan Memuaskan.

Memperdaya dengan Audien


Memperdaya dengan audien ini termasuk hal-hal yang bisa membuat audien puas akan
retorika/statemen seorang retorikator. Misalnya dengan menyanjung mereka atau sesepuh
mereka dalam jasa-jasa dan/atau perbuatan baiknya; membuat mereka tertawa sehingga
jiwa mereka selesa; tidak sesekali mencerca, melecehkan atau membuat mereka malu;
dll.. Semua ini menjadi penting karena antara retorikator dan audien memiliki hubungan
batin dimana tanpa adanya keserasian kejiwaan antara keduanya, akan membuat
komunikasi di antara mereka tidak akan berjalan dengan baik, apalagi membuat audien
puas dalam menerima statemen-statemen retorikator.

Kesaksian Kata
Sebagaimana disebutkan di atas, kesaksian dengan kata ini termasuk dari Unsur
Penunjang sebuah ceramah atau retorika. Dan sudah tentu dapat membantu dalam
membuat audien menerima dengan puas apa-apa yang akan disampaikan oleh seorang
retorikator. Penukilan kata ini bisa diambil dari mana saja asalkan merupakan sumber
kebenaran seperti al-Qur an dan Hadits, atau setidaknya dianggap demikian seperti kata-
kata seorang ulama, filosof, ahli tafsir, ahli hadits, penyair, orang ramai, catatan sejarah,
dll. dari sumber-sumber yang bisa diterima oleh audien.

Kesaksian dengan Situasi


Kesaksian dengan situasi ini termasuk faktor penunjang bagi diterimanya retorika
seorang retorikator. Maksud dari kesaksian di sini adalah situasi atau kondisi dari seorang
retorikator itu sendiri. Hal ini bisa dicapai dengan dua hal:
1- Retorikatornya, yaitu semakin disegani dan dikagumi, maka akan semakin
memuaskan audien dalam menerima statemen-statemennya. Misalnya seorang
yang sangat dikenal keberaniannya, ketaqwaannya, rasa solidarisnya,
kecerdasannya, keintektualannya, ketinggian jabatannya, dll..
2- Perkataannya, yakni semakin seorang retorikator mantap dalam bicaranya, maka
akan semakin memuaskan audien. Misalnya dengan bersumpah atas
kebenarannya, atau menantang yang menentangnya, dll..

18
Beda Antara Retorika dan Debat
Kedua hal dari Retorika dan Debat ini memiliki kesamaan dalam hal tidak dibatasinya
dengan disiplin ilmu tertentu, dan dalam tujuannya, yaitu menguasai audien ( sendiri atau
banyak ) agar menerima statemen-statemennya. Begitu pula sebagian premis-premisnya
memiliki kesamaan, seperti Terkenal. Sedang perbedaannya ada pada tiga hal sebagai
berikut:
1- Topik, dalam topik ini disamping memiliki persamaan sebagaimana di atas,
keduannya juga memiliki perbedaan. Yaitu di tempat-tempat yang diperlukan
keyakinan argumentatif, Debat dikecualikan.
2- Tujuan, yaitu kalau Debat memaksa lawan bicaranya untuk menerima statemen-
statemennya dengan kelaziman dan semacam paksaan, tapi kalau Retorika dengan
kepuasan.
3- Mutu Premis, yakni dalam Debat yang dipakai adalah Terkenal Hakiki dan dalam
Retorika, Terkenal Lahiriah.

Unsur Pelaksanaan Retorika


Dilihat dari pelaksanaannya, Retorika memiliki tiga unsur:
1- Retorikator, yaitu yang berbicara atau berpidato.
2- Retorika, yaitu pidatonya atau pembicaraannya.
3- Audien, yaitu yang mendengarkan ceramahnya. Ia memiliki tiga macam bentuk:
a- Audien dalam arti umum, yakni orang-orang yang dijadikan sasaran
ceramahnya atau yang diceramahi.
b- Penilai, yaitu yang menilai isi ceramahnya, apakah karena Ia/mereka
seorang hakim atau menghakimi.
c- Pengamat, yaitu yang mengamati jalannya ceramah/pembicaraan dimana
ia/mereka tidak memiliki peran kecuali mendukung atau melecehkan. Dan
kedua unsur terakhir ini tidak berfungsi kecuali dalam pertikaian.
d- Moderator, yaitu yang memimpin jalannya pembicaraan/ceramah, dialog,
pertanyaan, dll. termasuk menyimpulkan hasil akhir.

Macam-macam Retorika
Tujuan asli seorang Rotorikator adalah memaparkan suatu kebaikan atau keburukan
dari suatu masalah, dengan cara ikut mengambil peranan di dalamnya dengan
mempengaruhi audien, dan dengan cara menunjukkan rasa simpatik kepada audien. Hal
semacam ini ada tiga macam:
1- Perselisihan, yakni yang pembahasannya menyangkut masalah-masalah yang
sedang terjadi dan dihadapi ( diperselisihkan ). Dan kalau yang dijelaskan adalah
suatu kebaikan, maka disebut Pujian, dan kalau sebaliknya disebut Celaan.
2- Persengketaan, yakni yang pembahasannya menyangkut masalah-masalah yang
telah lalu. Kalau yang dijelaskan bersangkutan dengan mamfaat, maka disebut
Ucapan Terima Kasih, dan kalau sebaliknya, maka disebut Pengaduan.
3- Musyawarah, yakni yang pembahasannya menyangkut masalah-masalah yang
akan datang. Kalau pembahasannya menyangkut kebaikan dan maslahat, maka
disebut Rangsangan, dan kalau sebaliknya, disebut Peringatan.

19
Model Retorika
Model yang banyak dipakai dalam Retorika adalah Silogisme dan Percontohan,
sekalipun sesekali dipakai pula Induksi. Dan dalam Retorika tidak mesti syarat-syarat
silogismenya dipenuhi secara profisional sebagaimana telah dibahas di logika dua. Begitu
pula induksinya tidak mesti memenuhi semua syarat-syarat penginduksian. Ingat, semua
ini hanyalah tiori umum dalam Retorika dan menguasai audien. Tujuan yang salah dan
pembelaan terhadap yang salah, merupakan tanggung jawab pelaku sendiri-sendiri, bukan
kami, baik di dunia dan akhirat.

Tersembunyi
Tersembunyi adalah Premis Besar yang Tidak Disebutkan dalam Silogisme. Hal ini
dilakukan oleh seorang Retorikator disebabkan adalanya salah satu dari beberapa hal di
bawah ini:
1- Menutupi ketidakmenyeluruhan kebenaran premis-besarnya. Misalnya, Setiap
penyabar itu disukai orang.
2- Kalau penyebutan premis-besar tersebut mesti didahului dengan pembuktian
kebenarannya secara argumentasi ilmiah yang, umumnya tidak disukai orang
ramai dan melelahkan mereka.
3- Kalau premis-besar tersebut sudah merupakan hal jelas bagi semua orang dimana
menyebutkannya menyebabkan retorika bertele-tele.

Kalau premis-besar yang kebenarannya tidak menyeluruh, terpaksa disebutkan juga,


maka hendaknya disebut secara sepintas lalu saja, supaya tidak ketahuan ketidak
umumannya. Dan kecekatan beretorika, terletak pada kecekatan seseorang dalam
menyebutkan atau menyembunyikan premis-besarnya ini.

Analogi/Penyerupaan
Retorika mengandalkan Silogisme dan Analogi/Penyerupaan. Tapi Penyerupaan ini
lebih banyak dipakai lantaran lebih mudah dimengerti oleh audien secara umum. Di akhir
Logika Dua telah dibahas mengenainya secara singkat. Analogi/Penyerupaan, tidak dapat
memberikan apapun kecuali Sangkaan dan Perkiraan saja. Ia tidak akan memberikan
ke-Yakin-an kecuali kalau Kesamaan antara Asal dan Berikutan-nya merupakan Sebab
Lengkap dan Sesungguhnya bagi tetapnya suatu hukum atas Asal-nya.
Jadi, kalau Analogi ini mau dipakai dalam penerapan hukum Fiqh, maka agama,
sebagai sumbernya, mesti menyebutkan dulu sebab-hukumnya bagi yang Asal, baru
setelah itu dengan sebab itu pulalah, Hukum tersebut ditetapkan kepada Berikutan-nya.
Dan dengan demikian, sebenarnya, hal semacam ini tidak lagi bisa disebut Analogi.
Sebab pada kenyataannya ia adalah Silogisme yang, sudah tentu dapat memberikan
keyakinan.

Macam-macam Analogi
Telah dikatakan bahwa Retorika banyak menggunakan Analogi atau Penyerupaan.
Penyerupaan ini memiliki tiga macam bentuk sebagai berikut:
1- Penyerupaan yang disebabkan adanya perkiraan bahwa Kesamaan-nya,
merupakan sebab hukum bagi Asal dan Berikutan-nya, dimana kalau benar –hal
ini sulit diketahui kecuali dalam kontek fiqh yang disebutkan sendiri oleh syariat-

20
maka benar pula penerapan tersebut dan kalau sebaliknya, maka sebaliknya pula.
Misalnya Bir –dari anggur- diharamkan syariat dikarenakan bisa membuat mabuk.
Di sisi lain kita punya minuman lain dari gandum, misalnya, yang juga
memabukkan yang belum punya hukum. Lalu kita memindahkan hukum bir-
anggur itu ke bir-gandum karena kesamaan efek dari keduanya dimana efek
tersebutlah yang dikatakan syariat sebagai sebab hukumnya. Hal ini sebenarnya
bukan Analogi, tapi Silogisme sebagaimana maklum. Dan ini termasuk yang
memberikan keyakinan akan kebenarannya, bukan sangka.
2- Penyerupaan yang disebabkan adanya Kesamaan dalam penisbahan suatu predikat
atas subyeknya yang ada pada Asal dan Berikutan-nya. Ia bisa dibagi menjadi
dua: Hakiki dan Praduga. Hakiki adalah yang keserupaan nisbahnya secara
betulan dan sesungguhnya, seperti firman Tuhan, ‘Perumpamaan orang-orang
yang dipikulkan kepadanya kitab Taurat lalu tidak membawawanya
( mengamalkannya ), sama seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang
tebal’. Atau seperti perkataan yang mengatakan, ‘Murid yang rendah hati akan
cepat mendapat ilmu, seperti tanah yang rendah dimana air akan cepat
mengalir ke dalamnya’. Praduga adalah yang sebaliknya, hal mana kalau
direnungkan dapat diketahui bahwa keduanya tidak memiliki keserupaan dalam
nisbahnya. Seperti kata-kata Umar untuk menjawab orang-orang Anshar yang
mengatakan, ‘Dari kami ( Anshar ) pemimpin dan dari kalian ( Muhajirin )
pemimpin’. Ia berkata ‘Tidak mungkin dua orang dalam satu tali/ikatan’.
Padahal yang dimaksud Anshar adalah pemimpinnya bergantian antara Anshar dan
Muhajirin, sementara maksud Umar adalah tidak mungkin dua pemimpin dalam
satu masa.
3- Penyerupaannya disebabkan kesamaan kata saja dimana hal ini sebenarnya adalah
Penipuan. Seperti kebencian atau kecintaan seseorang terhadap orang dikarenakan
kesamaan namanya atau rupanya.

Patokan
Patokan dalam istilah Retorika dan Debat dalam bahasa Arab berbeda kata, Nu’
untuk yang pertama, dan untuk yang ke dua Maudhi’. Dan di dalam Retorika memiliki
arti Proposisi Asal –aturan- yang Dapat Dijadikan Pedoman/patokan Untuk
Mengambil Premis-premis Retorika ( pemuasan penerima ). Misalnya pernyataan yang
mengatakan Kontradiksi/lawan dari suatu hukum/predikat dapat ditetapkan pada
lawan subyeknya. Sebab dari proposisi ini seorang Retorikator dapat mengatakan bahwa
Kalau seseorang kawan layak ditolong, maka seorang lawan layak diganggu.

Patokan dalam Perselisihan


Makna dari Perselisihan ini sudah dijelaskan di atas dimana ia bisa berupa Pujian
atau Celaan, dan dikatakan Perselisihan karena menyangkut masalah-masalah yang
sedang dihadapi dan diperselisihkan. Oleh karena itu Retorika ini mirip Debat, dan
perbedaan keduanya hanya terletak di dua sisi:
1- Seorang Retorikator menghadapi audien yang secara umum pasif, sedang Debat
sebaliknya.
2- Tujuan seorang Retorikator mengarahkan atau merangsang audien kepada
perbuatan baik dan menjauhkan mereka dari perbuatan jelek. Sementara Pendebat

21
bertujuan membungkam lawannya. Oleh karena itu seorang Retorikator mesti
banyak tahu tentang kebaikan dan keburukan. Misalnya kebaikan manusia itu dari
sisi ringannya ia berbuat baik seperti kebijakan, keadilan, memaafkan,
kelembutan, dll.. Kebaikan rumah itu dari sisi yang membuatnya sempurna, seperti
luasnya, banyaknya kamarnya, kuat temboknya, lancar airnya, tidak bocornya,
luas halamannya, dll..
Begitu pula, seorang Retorikator mesti bisa membuat yang baik nampak buruk
dan sebaliknya, yakni secara sekilas pandang, hingga membuat audien terkecoh
( tapi yang mesti diingat adalah nasihat kami di awal bab Retorika ini ). Misalnya,
menyogok itu memperlancar birokrasi kita di perkantoran; polisi yang menerima
sogokan di jalanan itu mempermudah masyarakat; sudah sepantasnya kerabat itu
didahulukan dalam pertolongan; dll..

Patokan dalam Persengketaan


Makna Persengketaan adalah Penjelasan Mengenai yang Telah Terjadi. Baik
menyangkut kebaikan –Ucapan Terima Kasih- keburukan –Pengaduan.Oleh karenanya
Persengketaan ini diamping bersangkutan dengan dua hal di atas, ia juga bersangkutan
dengan hal-hal yang berhubungan dengan keduannya, yakni Permohonan Maaf,
Penyesalan dan Permohonan Ampun.
- Ucapan Terima Kasih dapat dilakukan dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan
dari yang telah terjadi dan menyebutkan kesempurnaannya.
- Pengaduan hanya dapat dilakukan sehubungan dengan kezaliman seseorang atau
kelompok.Sedang zalim artinya menganiaya atau merugikan orang lain secara
tidak sesuai dengan hukum ( agama atau akal ) dan dengan sengaja.
Sementara bentuk anianya bisa korban jiwa, keselamatan, kehormata, uang, dll..
Dan obyeknya bisa seseorang secara sendiri, keluarga atau kelompok atau bahkan
bangsa.
- Permohonan maaf sebenarnya menolak kezaliman, dan hal ini bisa dilakukan
dengan dua cara:
a- Mengingkari terjadinya sesuatu yang dianggap zalim.
b- Mengingkari bahwa yang terjadi itu sebuah kezaliman.
- Penyesalan adalah mengakui terjadinya dan kezalimannya. Yang terakhir ini juga
bisa disebut Permintaan Ampun.

Patokan dalam Musyawarah


Ketahuilah bahwa tak sepantasnya seorang pemusyawarah memusyawarahkan apa-apa
yang tidak ada dalam kemampuannya dan yang dalam bidang-bidang yang tidak
dikuasainya. Sedang Patokan yang berhubungan dengan Musyawarah ini ada dua
macam:
1- Berhungan dengan urusan-urusan pemerintahan, yaitu ada empat macam:
a- Keuangan, seperti eksport-inport dll.. Oleh karenanya Retorikator dalam
hal ini mesti menguasai semua sistem yang ada dan hal-hal yang bisa
disangkutkan ke dalamnya.
b- Peperangan atau Perdamaian. Penceramah di sini mesti tahu tentang
ketentaraan dan strategi perang dan apa-apa yang berhubungan dengannya.

22
c- Pembangunan Negara. Di sini Retorikator mesti tahu tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pemabangunan di segala bidang. Memiliki wawasan
mengenai hal itu dan ide-ide baru untuk menutupi kekurangan yang ada.
d- Sosial Kemasyarakatan. Seperti perdagangan, keagamaan, politik, tradisi,
dll.. Dan setiap seorang Retorikator mau mengupas bidang-bidang itu,
maka ia harus menguasainya dengan baik. Sebenarnya, Musyawarah ini
adalah paling penting dan bahayanya Retorika. Dalam hal ini Retorikator
mesti menguasai ilmu jiwa ( psikologi ) dan kemasyarakatan. Lebih
penting lagi penerapan dari kedua ilmu itu dalam kehidupan sehari-hari
hingga dapat menentukan pilihan dan atasi masalah dengan tepat manakala
beritorika.
2- Berhubungan dengan urusan-urusan yang rinci dan partikel. Hal-hal semacam ini
tidak terbatas, sekalipun dapat disatukan dalam tujuan Retorika, yakni Mencari
Penyelesaian dan Kebaikan. Oleh karena itu seorang Retorikator harus tahu
beberapa hal di bawah ini:
a- Apa yang dimaksud dengan Masalah. Sebab tanpa tahu apa yang disebut
masalah dan problema, maka ia akan mengobati yang sehat dan
membiarkan yang sakit.
b- Apa yang dimaksud Kebaikan dalam hal yang dihadapinya itu. Banyak
orang yang tidak mengerti agama dengan spesifik, mencoba menerangkan
problema, ketidakbaikan dan kebaikan secara agama, padahal yang
diterapkannya itu adalah ide-ide dia yang diatasnamakan agama -tanpa
sadar. Ia mengira bahwa dengan hanya menukil ayat-ayat dan hadits-hadits
serta fatwa seorang mujtahid atau filosof ( padahal tdk dipahami dg baik ),
sudah cukup untuk mewakili agama. Padahal yang dikataknnya itu jauh
dari kenyataan dan kebenaran. Belakangan ini ada orang mendefinisikan
Akhlaq dan Sufi/Irfan serta Fiqh dengan Pengkaburan Total dan Sangat
Tidak Terarah. Hal itu tidak lain karena ia mengira bahwa agama bisa
dipelajari untuk dijadikan modal menjadi guru ( bukan untuk pribadi ),
dengan sendirian/otodidak, lalu kemudian menjadi guru besar ( bahkan
mujtahid ) dan memberikan definisi dalam bidang-bidang agama serta
mencari jalan keluar ( berfatwa ) bagi masalah yang dibuatnya sendiri
( baca: masalah yang dimasalah-masalahkan oleh dirinya sendiri dimana
masalah itu sebenarnya tidak ada ). Hingga berani mengkontradiksikan
sebagian aspek agama Islam yang suci ini dengan aspek lain di dalamnya,
yakni Fiqh dan Akhlak. Hingga ia menganggap besar dirinya bak Mujtahid
dan berfatwa kepada masyarakat supaya meninggalkan fiqh ketika
pengamalannya tidak berakhlaq. Subhanallah!
c- Apa terapan yang baik untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
oleh seorang individu, kelompok, masyarakat dan/atau bangsa dan negara.
Yakni tahu cara terbaik untuk itu.
d- Hal-hal yang membantu pencapai tujuan/kebaikan dari terapan-terapan
pokok dalam penyelesaiannya itu.
e- Apa yang terbaik dari terapan-terapan yang tersedia untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi

23
Pelengkap
Telah diterangkan dan dirincikan di depan apa arti Unsur Pokok dan Penunjang.
Kedua hal ini merupakan bagian dari Retorika. Di sini, akan disajikan hal-hal yang
sekalipun tidak termasuk bagian inti Retorika, tapi memiliki peranan penting juga dalam
pemberian efek sebuah Retorika pada audiennya. Artinya menjadi pelengkap dan
penyempurna. Oleh karenanya dikatakan sebagai Pelengkap, Penyempurna dan
Pengindah. Pelengkap ini terdiri dari tiga hal pokok:
1- Yang berhubugan dengan kata-kata dalam sebuah Retorika.
2- Yang berhubugan dengan penyusunan kata.
3- Yang berhubungan dengan tampakan Retorikator.

Yang Berhubungan dengan Kata-kata


Yang dimaksudkan di sini adalah berhubungan dengan dua hal:
1- Susunan bahasanya sesuai dengan gramer yang ada dan bagus.
2- Benar dari sisi pemakaian kata-katanya dilihat dari sisi makna yang
diinginkannya. Misalnya jangan sampai berlebihan dalam memakai
kata-kata hingga kelihatan bohong, seperti memuji teman sebagai
super, dll..
3- Tidak berbicara dengan bahasa orang awam atau bahasa anak
jalanan, misalnya.
4- Tidak bertele-tele.
5- Makna kata-katanya jelas.
6- Tidak kabur dan membingungkan.
7- Menhindari pengulangan yang tidak perlu.
8- Menjauhi kata-kata yang asing dan kotor serta liar.
9- Memiliki daya pikat, misalnya dengan permisalan, percontohan,
penyamaan, puisi, majazi, dll., asal tidak terlalu banyak.
10- Memiliki keindahan dilihat dari sisi potongan-potongan kalimat
yang dipakai. Hal ini bisa dilakukaan dalam beberapa hal:
a- Mirip panjang-pendeknya.
b- Mirip dilihat dari kata-kata yang dipakai. Misalnya, Ilmu itu
adalah warisan berharga, sedang harta adalah warisan tak
bermakna.
c- Sama dilihat dari huruf-huruf akhirnya. Misalnya, Allah
dalam mencipta singa, bunga, telinga, kucing, kambing,
kepiting, dll..
d- Mengulang kata dengan kata yang semakna dan setujuan.
Misalnya, Keberanian itu adalah menerima kebenaran, cinta
dan mengamalkan kebenaran, membela dan menyanjung
kebenaran, tapi tidak memaksakannya kepada orang lain.
Atau, Cinta itu adalah menolong dan membela, cinta itu
adalah pengorbanan harta dan jiwa, cinta itu adalah motifasi
dan air mata.

24
Yang Berhubugan dengan Penyusunan Kata dalam Retorika
Setiap kalimat yang dipakai untuk menjelaskan sesuatu dalam Retorika, terdiri dari
dua unsur: Pernyataan dan Argumentasi. Tapi ada tiga hal lainnya yang menunjang
kedua hal tersebut:
1- Mukaddimah. Di sini seorang Retorikator dapat memberikan arahan-arahan
kepada audien untuk menyiapkan diri mereka dalam memperhatikan apa-apa yang
akan disampaikannya, dan arahan-arahan terhadap isi dan maksud retorikanya. Hal
ini bisa terwujud dengan dua hal:
a- Tidak mengucapkan hal-hal yang bisa membuat audien lari
meninggalkannya atau mengantuk, lelah, tidak suka, dll..
b- Tidak terlalu memperpanjang mukaddimahnya. Cukup dengan ringkasan
dan penyebutan akan hal-hal yang penting saja.
2- Cerita. Yaitu cerita-cerita hikmah/lapangan yang dapat membantu memberikan
kemudahan kepada audien dalam memahami Retorikannya.
3- Penutup. Yaitu meringkas apa-apa yang telah disampaikannya, berdoa dan ucapan
terima kasih kepada audien.

Yang Berhubungan dengan Tampakan Retorikator


Yaitu yang berhubungan dengan tampakan lahir seorang Retorikator yang bisa
memberikan bantuan dalam memberikan pengaruh kepada audien. Hal ini ada dua
macam:
1- Suaranya. Yakni seorang Retorikator mesti bisa menyesuaikan suaranya dengan
isi ceramahnya. Dari tinggi rendahnya, cepat lambatnya, dll..
2- Dirinya. Yakni seorang Retorikator mesti memiliki informasi tentang audiennya,
dan berpenampilan baik. Dan penampilan yang baik ini bisa dilakukan dengan dua
cara:
a- Ucapan. Yakni menjelaskan kemuliaan pribadinya, ketinggian
pengetahuannya, keberaniannya atau apa saja yang dapat memberikan
semacam jaminan kepada audien bahwa dia adalah seorang yang layak
didengar, misalnya.
b- Perbuatan. Yakni diposisikan di tempat yang bagus dan berwibawa,
seperti mimbar dll.. Begitu pula berbaju sesuai dengan kondisi,
berpenampilan baik, dan melakukan perbuatan apa saja yang dapat
memberikan bantuan dalam pemberian pengaruh kepada audien. Dan
termasuk yang dapat memberikan pengaruh ini adalah membacakan Puisi
atau syair-syair.

Jangan lupa doanya

25
PUISI
( termasuk syair, slogan, pantun dll. )

Prakata
Puisi ini umum dipakai oleh setiap bangsa dan umat manusia. Tujuan aslinya adalah
mempengaruhi jiwa pendengar sehingga mereka terbawa kepada apa-apa yang
diinginkan oleh seorang puitis atau penyair, seperti kesedihan, kebahagiaan,
keberanian, kemarahan, rasa solidaritas, dll..
Hal mendasar bagi sebuah Puisi, adanya khayalan dan penggambaran ( simbolis ),
sekalipun bagi sebagian umat diharuskan juga adanya hal-hal lain seperti susunan kata
tertentu, akhiran kata sama atau berseling, dll.. Semua itu diperlukan dalam Puisi karena
lebih memberikan kesan dan efek pada jiwa atau psikologi pendengarnya. Jadi,
sebagaimana Rotorika memiliki unsur pokok dan penunjang, maka Puisi juga memiliki
dua unsur itu.

Definisi Puisi
Puisi adalah Proposisi Bermutu Khayalan yang Disusun dari Kata-kata Khusus
yang Disesuaikan dengan Keindahan Setiap Bahasa yang Dipakainya.

Mamfaat Puisi
Puisi ini memiliki beberapa mamfaat, diantaranya:
1- Merangsang keberanian bala tentara
2- Merangsang umat manusia pada sebuah keyakinan agama, politik, ekonomi atau
bahkan kepada sebuah revolusi pemikiran tertentu.
3- Mendukung sebuah pemerintahan dengan pujian dan sanjungan, serta
menjatuhkan penentangnya dengan celaan dan lecehan.
4- Meluapkan kebahagian dan keceriaan, seperti dalam pesta perkawinan.
5- Mencuatkan rasa penderitaan dan duka, seperti dalam peringatan kematian dan
kesyahidan.
6- Merangsang perasaan cinta atau emosi kebirahian.
7- Mewujudkan rasa tidak senang kepada kemungkaran dan pengumbaran hawa
nafsu, serta mencipta rasa senang kepada semua kebaikan dan pengekangan
terhadap segala macam nafsu.

Sebab Membekasnya Puisi pada Jiwa


Inti Puisi adalah Khayal, dan asasnya adalah Penggambaran, Cerita dan Permisalan,
manakala ingin menyampaikan suatu makna pada pendengarnya. Sedang Penggambaran
dan Pemisalan ini, merupakan hal-hal yang dapat mendatangkan keheranan dan khayalan
bagi jiwa. Dengan demikian, jiwa merasa lezat/nikmat dan puas.
Oleh sebab itu, semakin dalam dan teliti penggambaran itu dilakukan, maka Puisi
akan semakin indah dan berefek pada jiwa. Di sinilah Puisi itu bisa dikatagorikan sebagai
Lukisan. Yakni lukisan yang diukir dengan kata-kata yang, disajikan untuk khalayak
ramai agar mereka terpengaruh olehnya.

26
Ukuran Ke-Puisian atau Ke-Khayalan
Pelukisan yang dilakukan dengan Puisi dapat dicapai dengan tiga hal:
1- Susunan kata dan kalimat serta bait-baitnya.
2- Kata-kata yang dipilih di dalamnya.
3- Proposisi Khayal, yakni yang dapat memberikan efek pada jiwa tanpa harus
melalui pembenaran.

Kalau ketiga hal di atas dipenuhi oleh seseorang, maka ia dapat dikatakan sebagai
Penyair. Keahlian dalam hal ini terdapat berbagai tingkatan dimana semakin tinggi
seseorang menguasainya, maka akan semakin tinggi pula derajat ke-Penyairannya di
mata masyarakat.

Pertanyaan dan Jawaban


Mungkin ada yang bertanya, mengapa kebohongan dapat membuat sebuah Puisi
memiliki harga dan mempengaruhi jiwa? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat
dikatakan bahwa yang dianggap kebohongan itu adalah Keinginan tidak Seriusnya,
bukan Keinginan Seriusnya.
Seperti halnya karikatur, maka lukisan yang dianggap salah dan bohong atau tidak
sesuai dengan kenyataannya itu adalah yang Bukan Maksud Sebenarnya, seperti
menggambar seorang diktator dengan kepala besar sekali dan bermimik bengis. Nah,
kepala besarnya tidak sesuai dengan aslinya ( bohongan ), dan hal itu adalah Bukan
Maksud Sebenarnya. Tapi wajah bengis yang menggambarkan kediktatornya adalah
Maksud Sebenarnya, dan di sini adalah Benar alias tidak bohong.
Dan bahkan dapat dikatakan, bahwa seandainya Maksud Aslinya juga bohong, Puisi,
tetap dapat memberikan efek kepada jiwa pendengarnya. Ini salah satu kelebihan Puisi.

Proposisi Khayalan dan Efeknya


Proposisi/Premis Khayal dapat memberikan efek pada jiwa pendengarnya bukan
selalu disebabkan kebenaran yang dibawanya. Sebab, kebatilannyapun dapat memberikan
efek yang sama. Semua itu karena kebanyakan pendengarnya adalah orang-orang yang
tidak tebiasa dengan premis-premis dan argumentasi ilmiah. Ukuran kebenaran mereka
adalah budaya, rasa dan harga diri. Yakni adalah kebenaran manakala sesuai dengan
budaya, harga diri dan perasaan mereka. Oleh karena itu mereka akan lebih suka kepada
hal-hal yang bersifat khayal, rasa dan perasaan. Akhirnya hal tersebut dapat membuat
mereka dengan suka rela menyerahkan perasaan dan khayalan mereka untuk dijadikan
obyek dan sasaran empuk bagi para Penyair atau menjadi kanvas dari lukisan yang akan
diukir dengan tinta kata-kata mereka.
Di samping itu, rasa Heran dari jiwa manusia yang didapat dari pengkhayalan, dapat
mempermudah terjadinya efek tersebut. Jadi, rasa Heran yang timbul dari Perasaan yang
dimiliki oleh orang ahli rasa dan perasaan ( bukan ilmiah ), merupakan hal dasar dari
terpengaruhnya jiwa yang mendengarkan Puisi.

Pedoman Khayalan
Sudah dikatakan di atas bahwa melukis dengan Puisi dapat dilakukan dengan tiga
unsur; susunan kata dan kalimat, kata-kata yang dipilih dan proposisi Khayal. Untuk
susunan kata dan kalimat, dapat dipelajari di ilmu Bahasa. Sedang pemilihan kata, di

27
ilmu Musik/lantun. Tapi untuk Proposisi Khayal, tidak ada ilmu yang mengaturnya
secara khusus. Ia merupakan kebolehan yang sepenuhnya diserahkan kepada Penyair.
Oleh karena itu semakin kuat khayalan seseorang, maka ia akan semakin mampu
membuat Puisi dan semacamnya.

Dari Mana Datangnya Bakat Puisi?


Bakat membuat Puisi bisa saja dari kelahiran dan bisa juga dari usaha. Yakni rasa
khayal yang lebih menonjol pada seorang anak, dapat memicunya secara lebih cepat
menggapai kepandaian melukisnya ketimbang anak lain. Semua itu kalau disesuaikan
dengan bimbingan yang benar dan terarah. Tapi kalau dibiarkan, maka ia akan layu dan
bahkan bisa mendatangkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Kumohon Doamu

TIPUAN
( sophistical refutation, mughalathah )

Makna Tipuan
Dalam istilah Logika, semua silogisme yang menolak suatu statemen, disebut
Sangkalan. Kalau premis-premisnya bermutu Yakin, maka ia dikatakan Sangkalan
Argumentatif; kalau bermutu Terkenal dan Diakui, dikatakan Sangkalan Debatis; kalau
bermutu Menyerupai Kebenaran, disebut Sesat/Sophist; dan kalau bermutu Menyerupai
Terkenal dan Diakui, dikatakan Huru-Hara.
Dua hal terakhir itu disebut juga dengan Tipuan, karena dapat menipu lawan bicara
sehingga ia menjadi keliru dalam memahami persoalan yang sebenarnya. Baik
keserupaan dan penyerupaannya itu disengaja atau karena kekeliruan/kesalahan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Tipuan adalah Silogisme yang Premis-premisnya
Bermutu Menyerupai Kebenaran, Terkenal dan Diakui.
Dan sudah tentu, bahwa sangkalan yang bermutu premis Penyerupaan ini, disebut
dengan Sangkalan Tipuan. Tapi kalau dari awal memang ada kesengajaan terhadap
tipuannya itu, maka hal semacam ini disebut sebagai Penyesatan, Ujian dan
Permusuhan.
Sesungguhnya, Tipuan dan Penyesatan tidak akan terjadi manakala manusia tidak
lengah, ceroboh dan egois. Dan tragisnya Tipuan ini bukan saja terjadi diantara dua
lawanan bicara, tapi bisa juga terjadi di dalam akal dan sanubari manusia itu sendiri.
Akibatnya, untuk mengontrol yang ke dua ini, lebih sulit dan perlu pengorbanan. Hal itu
karena manusia lebih menyanjung dan mengagumi dirinya sendiri, atau setidaknya lebih
percaya dan tak pernah mencurigainya. Oleh karenanya ia lebih suka mengkritisi orang
lain ketimbang dirinya sendiri. Penyakit ini, sekalipun sulit disembuhkan, tapi tidak
mustahil. Orang-orang yang menghakimi dirinya sendiri setiap hari dan waktu disertai

28
permintaan tolong pada Sang Kuasa, tidak mustahil akan dapat terlepas dari penyakit
yang Maha Halus dan Berbahaya ini.
Kemudian sebagaimana biasa, kami berlepas diri dari orang-orang yang
menggunakan ilmu ini ke jalan yang tidak benar dan membela kesalahan atau
setidaknya menutupinya. Pelajaran ini dipelajari, disamping bisa digunakan ke
jalan yang benar sebagaimana akan diurai, ianya juga bisa menghindarkan kita
dari Tipuan orang lain dalam berbagai masalah yang kita hadapi.

Tujuan Tipuan
Menyengaja dengan Tipuan ini, dilihat dari tujuannya, dapat dibagi menjadi dua
bagian:
1- Baik, yakni yang tujuannya benar-benar kebaikan dan kemaslahatan. Hal ini juga
dibagi menjadi dua bagian:
a- Ujian, yakni manakala ingin mengetahui kemampuan lawan bicaranya
seperti muridnya.
b- Permusuhan, yakni manakala untuk menjatuhkan lawan bicaranya yang
keterlaluan dalam kesesatannya.

2- Buruk, yakni segala macam keburukan, baik secara akal atau syariat. Seperti riya’,
sombong, egoisme, membelot dari kebenaran, lari dari tanggung jawab, apologi
yang salah, menang sendiri, dll. dimana penyebab semua ini umumnya adalah
adanya rasa kekuarangan dalam dirinya ditinjau dari sisi keilmuan. Oleh karenanya
orang semacam ini akan mencari jalan lain, selain belajar, untuk menutupi
kekurangannya itu. Semoga Tuhan selalu menyelamatkan kita dari semua
keburukan.

Mamfaat Mempelajari Tipuan


Dengan mempelajari Tipuan, seseorang bisa mengambil mamfaat, diantaranya:
1- Dapat terhindari dari hal-hal yang bersifat menipu. Yakni ketika kita tahu
bentuk Tipuan, maka kita akan menghindari bentuk-bentuk itu agar kita tidak
menjadi Penipu.
2- Dapat mempertahankan diri dari para Penipu. Yakni kalau kita tahu jurus-jurus
tipuan ini, maka kita akan dapat menangkal serangan-serangannya dan mencari
titik-titik lemahnya.
3- Dapat memenangkan kebenaran dari serangan para Penipu dengan cara yang
sama. Yakni ketika kita tahu titik-titik lemahnya dan kita tahu pula jurus-jurus
tipuan, maka kita dapat menghadapi Penipu dengan Tipuan juga. Inilah yang
diistilahkan orang dengan ‘Pedang lawan pedang’.

Obyek dan Mutu Tipuan


Yang menjadi Obyek Tipuan adalah semua obyek Argumentasi dan Debat. Sedang
Mutu premisnya adalah Imej dan Menyerupai Kebenaran.

29
Bagian-bagian Tipuan
Tipuan, memiliki dua bagian pokok:
1- Bagian Substansial, yaitu Proposisi yang secara langsung dapat memberikan
Tipuan.
2- Bagian Aksidental, yaitu hal-hal penunjang bagi terjadinya Tipuan, seperti
mengganggu konsentrasi, pikiran, pelecehan, dll..

Bagian-bagian Substansial Tipuan


Bagian Substansial dari Tipuan ini memiliki tiga bagian:
1- Tipuan yang timbul karena Mutu Silogismenya. Ia terbagi menjadi tiga
bagian:
a- Kesalahan yang dikira ( Menyerupai ) Kebenaran atau
keburukan yang dikira Tekenal, kemudian dijadikan premis-
premisnya.
b- Bukan hasilnya ( silogisme ) tapi dikira/dijadikan hasilnya.
c- Dirinya tidak lebih mudah/dikenal dari hasil akhirnya
( kesimpulan ), tapi dikira demikian. Sementara, sebagaimana
maklum, bahwa premis-premis silogisme itu mesti lebih mudah
dan dikenal ketimbang kesimpulan akhirnya ( hasil ).
2- Tipuan yang timbul karena susunan Silogismenya.
3- Tipuan yang timbul karena kedua-duanya.

Bagian-bagian Penyerupaan Terhadap Kebenaran


Bagian pertama ( menyerupai kebenaran ) dari Tipuan yang timbul karena Mutu
Silogisme itu adalah bagian terpenting dari ketiga bagian di atas tersebut. Dan dia sendiri
bisa dibagi menjadi dua bagian: Kata dan Makna. Sementara kedua bagian lainnya dari
ketiga bagian itu bisa digolongkan ke dalam Makna.

Tipuan Kata
Kesalahan atau Tipuan yang dilakukan dengan Kata, bisa terjadi pada:
1- Kata Tunggal. Ia terbagi menjadi tiga bagian:
a- Majemuk makna dari sebuah kata, yakni beberapa makna yang
terkandung dalam satu kata. Ia disebut Majemuk Kata/Nama.
Kemajemukan ini bisa saja karena Persekutuan, Perpindahan,
Improvisasi, Majazi, Penyerupaan, Kandungan, Kelaziman, dll..
b- Majemuk Makna dari perubahan bentuk sebuah kata, yakni beberapa
makna yang timbul dari perubahan bentuk sebuah kata. Misalnya,
dalam Bahasa Arab, Kata kerja, pelaku, obyek, alat, dll.. Ketidak
telitian atau pemelencengan penempatan dari masing-masing perubahan
itu dapat menimbulkan Tipuan.

30
c- Pemelencengan makna dari suatu kata secara aksidental dan
kelaziman. Seperti makna gelas yang terkandung dalam kalimat “Bari
aku air”.

2- Susunan Kata. Ia juga terbagi menjadi tiga bagian:


d- Susunan yang dapat menjadi tipuan. Yaitu yang kalau dilihat dari sisi
kata-katanya, tidak memiliki kemajemukan makna, tapi dilihat dari
susunannya atau keseluruhan kalimatnya, bisa memiliki kemajemukan.
Misalnya perkataan “Aku tidak membawa uang”, yang dikatakan pada
tukang todong untuk memahamkan bahwa ia tak punya uang, sementara
yang dimaksudkannya adalah ia tidak membawa uang di tangannya
sebagaimana layaknya orang membawa barang. Hal semacam ini juga
dikenal dengan nama Tauriah ( menyalah pahamkan audien ).
e- Perkiraan adanya susunan kata yang terbuang. Maksudnya adalah
tipuan yang ditimbulkan dari perkiraan audien bahwa di dalam susunan
kalimat tersebut ada yang terbuang, padahal tidak demikian. Hal ini bisa
terjadi dengan dua keadaan:
1- Subyek rangkap yang kalau dilihat dari masing-masing
rangkapannya hukumnya/predikatnya berbeda dengan kalau
dilihat secara keseluruhan. Misalnya, ‘Air mengandung
Hedrogen dan Oksigen’; ‘Dan setiap Oksigen diperlukan
dalam pernafasan manusia’; ‘Oleh karenanya air diperlukan
dalam pernafasan manusia’.
2- Predikat rangkap dengan perincian yang sama dengan subyek
rangkap di atas. Misalnya, ‘Doktor Fulan itu pandai dalam
bidang komunikasi dan dalam urusan-urusan agama’. Sedang
yang dimaksudkan adalah, ‘Doktor Fulan itu pandai dalam
bidang komunikasi, dan dalam urusan-urusan agama ia buta’.
f- Perkiraan tidak adanya rangkapan dan rincian terpadu, padahal
sebaliknya. Seperti, Lima itu adalah genap dan ganjil. Orang yang
mengira bahwa lima itu bisa genap dan ganjil, sebagaimana apel merah
dan manis, maka ia telah tertipu.

Tipuan Makna
Tipuan Makna ini memiliki tujuh macam bentuk:
1- Peletakan terbalik, yakni menukar tempat subyek dengan predikat, atau
mukaddimah dengan berikutan. Misalnya seseorang berkata, ‘Semua yang ingin
senang mesti punya uang’, ketika ia melihat bahwa setiap yang punya uang
merasa senang. Tipuan atau kekeliruan semacam ini terjadi karena kurang
telitinya seseorang terhadap posisi sebab dan akibatnya, lazim dan yang
dilaziminya, umum dan khususnya, dll..
2- Mengganti yang semestinya dengan yang sebaliknya. Hal ini bisa terjadi dalam
dua bentuk:
a- Subyek yang memiliki beberapa predikat, kemudian salah satu dari
predikatnya itu dipredikatkan kepada predikat yang lainnya. Misalnya,

31
‘Joko adalah berilmu, tinggi, berprinsip, Islam ( agamanya )’. Lalu
dijadikan, ‘Joko itu adalah berilmu tinggi dan berprinsip Islam’.
b- Predikat yang memiliki predikat, tapi predikat tersebut dipredikatkan
kepada subyeknya. Misalnya, ‘Benda ini adalah yang putih, dan setiap
yang putih dapat dilihat mata, maka benda ini dapat dilihat dengan
mata’.
3- Pemredikatan yang kurang baik, baik dengan memberi syarat yang bukan
syaratnya atau menghilangkan syarat yang sesungguhnya. Seperti, ‘Pakaian najis
akan bersih kalau sewaktu mencuci airnya diluapkan dari embernya’. ‘Air
tidak akan menjadi najis kalau terkena najis’.
4- Mencampur beberapa masalah menjadi satu. Misalnya dua pertanyaan, ‘Joko itu
penyair atau bukan?’ dan ‘Joko itu penulis atau bukan?’, dijadikan satu dalam
bentuk Hepotetis bertolakan, ‘Joko itu penyair atau penulis?’. Di sini bisa
membuat penjawab bingung dan tertipu.
5- Silogisme yang salah. Yakni dalam menyusun premis-premisnya terdapat
kesalahan. Misalnya, ‘Hanya manusia yang tertawa, dan seluruh yang tertawa
adalah binatang, maka dari itu hanya manusia yang binatang’. Kesalahan ini
karena tidak terpenuhinya aturan Silogisme dan persyaratannya. Yakni kedelapan
syarat yang umum itu: Mukaddimahnya hanya dua premis; kedua premisnya itu
terpisah dan tidak menyatu; keduanya lebih jelas ketimbang hasil dan
kesimpulannya; keduanya berbeda batasnya; dalam keduanya terdapat
pengulangan bata-tengahnya; hubungan keduanya dan hubungan antara batas-
kecil dan besar adalah hubungan yang hakiki; silogismenya sesuai dengan aturan
empat-bentuk dari sisi jumlah dan positip-negatipnya. Sementara contoh di atas
memiliki hasil yang keliru padahal semua premisnya, sama-sama benar. Hal itu
tidak lain karena premis pertamanya, sebenarnya, terdiri dari dua proposisi.Yaitu
‘Manusia adalah yang tertawa’ dan ‘Selain manusia itu tidak tertawa’. Dengan
demikian maka dua premis tersebut terurai menjadi tiga premis. Oleh karenanya
tidak menghasilkan hasil yang benar, karena tidak terpenuhinya syarat silogisme
yang hanya memiliki dua premis sebagaimana maklum.
6- Tersitanya hasil, yakni hasilnya pada hakikatnya ada pada salah satu premisnya.
Misalnya, ‘Semua manusia adalah insan, dan setiap insan adalah yang tertawa,
maka dari itu semua manusia adalah yang tertawa’. Karena kesamaan manusia
dan insan maka penukaran pemakaiannya tidak membawa perbedaan yang
sebenarnya, alias sama dengan pengulangan saja.
7- Meletakkan yang bukan sebab sebagai sebabnya. Dalam pelajaran silogisme telah
dijelaskan bahwa batas-tengah adalah sebab bagi tertetapkannya batas-besar ke
atas batas-kecil. Begitu pula diharuskan adanya hubungan antara hasil dan
mukaddimahnya. Hilangnya syarat-syarat ini akan membuat keliru dalam
memprediksi sebab-sebabnya dimana akan berakhir pada kelirunya hasil akhirnya.
Misalnya, ‘Orang ini mati dalam demo, dan setiap yang mati dalam demo
adalah syahid, maka orang ini syahid’.

32
Bagian-bagian Aksidental Tipuan
Sudah dikatakan di depan bahwa Bagian Aksidental Tipuan adalah hal-hal yang tidak
menyangkut langsung kepada proposisi Tipuan, tapi dapat membantu mewujudkannya.
Bagian Aksidental ini biasa dilakukan oleh orang-orang yang tidak lagi dapat mampu
mengalahkan lawannya dengan perkataan yang lebih baik dan dapat diterima, misalnya
dari sisi dalil dan argumentasinya atau dari sisi debatannya. Tipuan Aksidental ini
memiliki tujuh bagian juga, yaitu sebagai berikut:
1- Memburukkan dengan hal-hal yang diterima lawan bicara, misalnya menuduhnya
dengan menyimpang dari kebenaran atau Terkenal. Suatu contoh, menjebak
dengan dua pilihan, sementara masih ada pilihan lain yang disembunyikan. Lalu
dari dua pilihan itu kita memburukkannya, sehingga seakan tidak ada tempat
berlari baginya. Misalnya, menurutmu apakah mengikuti pemerintah itu mesti apa
tidak? Kalau mesti bagaimana kalau melanggar agama, dan kalau tidak mesti
bukankah terjadi kekacauan dan ketidak aturan dalam tatanan masyarakat?
Bukankah ini semua adalah tidak umum ( Terkenal ) dan tidak benar?
2- Mendorong lawan bicaranya itu ke dalam kekeliruan, kebatilan atau keburukan.
Misalnya menipunya dengan berbagai pertanyaan atau retorika yang bisa
menjerumuskannya ke jurang kebatilan dan kekeliruan, yakni mengatakan hal-hal
yang salah dan batil atau buruk.
3- Membuat lawan bicaranya emosi atau merasa minder, hingga hilang
konsentrasinya dan setelah itu mengarahkannya kepada hal lain dan lari dari
masalah yang sedang dihadapinya.
4- Mencampur kata-kata dengan bahasa-bahasa dan istilah-istilah yang tidak umum
sehingga membuat lawan bicara kehilangan keseimbangan dan melakukan
kesalahan.
5- Tidak menggamblangkan maksudnya dan menutupinya dengan hal-hal yang tidak
terlalu menyangkut masalahnya serta memperpanjang kata-katanya hingga
membuat lawan bicaranya kelelahan dan malas ( tidak bersemangat ).
6- Berusaha menghentikan lawan bicaranya dengan mengeraskan suaranya,
berteriak, menggerak-gerakkan tangannya, memukul-mukulkan tangannya ke atas
yang lain, berdiri, dll. dari gerakan-gerakan yang bisa membuat lawan bicaranya
minder dan takut atau terenteraksi sehingga ia menghentikan dalil-dalilnya.
7- Menghinakan lawan bicaranya dengan kata-kata yang bisa membuat pandangan
lawannya menjadi tidak simpatik dan bahkan salah menurut para hadirin.
Misalnya dengan mengatakannya Rafidhah, tukang Mut’ah dan Taqiah dst..

Berhati-hatilah dengan cara-cara syethan ini, jangan sampai digunakan. Kita


mempelajarinya hanya untuk tahu dan tidak di-Tipu. Semoga Tuhan selalu menyertai kita
semua.

JANGAN LUPA DOANYA


HASAN ABU AMMAR
*****

33
34

Anda mungkin juga menyukai