Prakata
Salah satu dari sifat dalil adalah bahwa ia mesti lebih mudah dari yang didalili.
Artinya, premis silogismenya lebih mudah dipahami. Dengan kata lain bahwa proposisi-
proposisi yang digunakan di dalam premis dalil itu, harus lebih mudah untuk dimengerti
isinya ketimbang yang mau dibuktikannya tersebut. Dan kelebihmudahan ini, kalau
masih juga belum bisa dipahami, harus pula didukung dengan dalil lain yang posisinya
lebih mudah juga. Begitulah seterusnya sampai pada suatu dalil yang proposisi-proposisi
silogismenya tidak lagi perlu kepada pembuktian lain dikarenakan kemudahannya, alias
tergolong ilmu mudah ( necessity ).
Suatu statemen dapat dikatakan argumentatif kalau ia memiliki dua ciri secara umum;
didukung oleh dalil-dalil yang berakhir pada suatu dalil yang unsur-unsur silogismenya
tergolong ilmu mudah; kemudian unsur-unsur silogisme tersebut terdiri dari proposisi
yang kebenarannya mencapai nilai Yakin, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.
Sebaliknya, kapan saja pernyataan itu tidak memiliki kekuatan tersebut, baik langsung
atau tidak langsung, maka ia tidak bisa dikatakan argumentatif atau ilmiah.
Proposisi-proposisi yang tidak memerlukan pembuktian lagi ini, dikatakan sebagai
Dasar/Mutu/Zat Silogisme. Dasar-dasar silogisme ini bermacam-macam bentuknya atau
bentuk kebenarannya dimana karena keberagamannya inilah silogisme menjadi
bermacam-macam pula.
Lima Kemahiran ( Ilmu ) yang akan dibahas dalam bab ini, sebenarnya merupakan
akibat dari keberagaman mutu tersebut. Yakni Argumentasi/Demonstrasi/Analisa, Debat,
Tipuan, Retorika dan Puisi ( syair ). Sedang dasar-dasar itu memiliki delapan macam
bentuk sebagaimana berikut:
1. Yakin
Yakin adalah Keyakinan yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, tidak
mungkin keliru, dan bukan karena taklid. Keyakinan ini memiliki dua unsur:
1- Adanya keyakinan ke dua ( secara defakto atau mendekatinya ) setelah keyakinan
terhadap isi proposisinya, bahwa yang diyakininya itu tidak mungkin
ditolak/dilawan ( dikontradiksikan ).
2- Keyakinan ke dua ini tidak mungkin berubah. Hal ini bisa terjadi hanya kalau
keyakinan itu timbul dari sebab-sebab khusus yang ilmiah/logis dan yang telah
mengakibakan adanya keyakinan tersebut. Oleh karena itu, zhan ( sangka kuat )
dan keyakinan karena taklid tidak termasuk dalam hal ini. Sebab zhan tidak bisa
diketahui sebab-sebab ilmiah/logis dari keyakinannya terhadap yang diyakininya
itu.
Keyakinan ke dua di atas bisa timbul dari berbagai sebab. Dan sesuai dengan sebab-
sebab itu Yakin ini terbagi menjadi enam bagian:
1- Prinsip Pertama ( Primary premiss ), yaitu Keyakinan akal yang ditimbulkan
secara langsung oleh sebuah proposisi dengan cara cukup membayangkan
subyek, predikat dan hubungan keduanya. Dan yang demikian ini ada yang
gamblang pada semua orang, seperti Keseluruhan lebih besar dari sebagiannya;
Yang besar tidak bisa masuk ke dalam yang kecil; Dua kontradiksi tidak mungkin
1
bisa bertemu, dll., dan ada pula yang tidak demikian, seperti Ada itu Ada,
sebagaimana yang telah dibahas dalam filsafat.
2- Indrawi ( sense data ), yaitu Keyakinan akal terhadap sebuah proposisi yang
disebabkan indra. Dan indra ini memiliki dua macam bentuk, lahir dan batin.
Indra Lahir adalah panca indra ( mata, telinga, hidung, mulut dan rasa-
sentuhan ). Proposisi yang diyakini karenanya disebut Indrawi, seperti, Matahari
itu bercahaya; Halilintar itu memekakkan telinga; Bunga mawar itu harum; Gula
itu manis; Api itu panas; dll.. Sedang indra batin adalah perasaan, dan proposisi
yang diyakini karenanya disebut Naluri, seperti, Manusia memiliki kasih sayang;
Manusia memiliki duka dan bahagia; dll..
3- Pengalaman ( empirical premiss ), yaitu Keyakinan yang didapat melalui
terulang-ulangnya pengalaman. Seperti Semua api itu panas; Semua es itu
dingin; dll..khususnya dari proposisi-proposisi yang bersumber dari ilmu-ilmu
fisika. Tentu saja kalau induksinya sudah sampai ke tingkat sempurna, yakni yang
telah mencapai pengetahuan kepada kepastian adanya sebab pada kejadiannya.
4- Mutawatir ( testimony ), yaitu Keyakinan yang didapat melalui pemberitaan
beberapa orang yang tidak mungkin bersekongkol dan/atau sama-sama salah
dalam memahami kejadian. Kemutawatiran tidak tergantung pada jumlah tertentu
dari para pemberi berita. Yang penting adalah bahwa mereka tidak mungkin
bersekongkol, misalnya karena tidak saling mengenal. Begitu pula berita yang
diberikan itu tidak berhubungan dengan kejadian-kejadian keilmuan yang pelik
dimana kebanyakan orang tidak tahu, atau bisa saja sama-sama salah dalam
memahaminya. Seperti al-Qur an telah turun kepada Nabi saww; Amirika telah
menyerang Irak pada tgl 20-Maret-03.
5- Intuisi, yaitu Keyakinan yang didapat melalui suara hati dari nurani/jiwa yang
kuat yang dapat menghilang keraguan. Seperti cahaya bulan itu didapat dari
cahaya matahari. Intuisi ini mirip dengan Pengalaman, dari sisi terulang-ulangnya
kejadian yang disaksikan. Beda keduanya adalah kalau Pengalaman cukup dengan
meyakini akan adanya sebab kejadian yang telah membuat kejadian tersebut
terulang-ulang, tapi kalau Intuisi juga menyebutkan hakikat sebabnya.
Catatan: Keyakinan pada nomer tiga sampai dengan nomer lima, tidak bisa
didapat melalui diskusi dan pemaksaan. Sekalipun mereka tergolong ilmu mudah,
tapi keyakinan masing-masing orang menjadi penentu terhadapnya. Jadi keyakinan
masing-masing orang bisa berbeda sesuai dengan pencapaian masing-masing.
6- Fitri ( natural ), yaitu Keyakinan yang didapat melalui proposisi yang seakan
silogismenya bersamanya. Manakala proposisi ini disajikan keyakinanpun akan
segera muncul lantaran Batas-tengahnya bersamanya, seperti, Dua itu adalah
setengah dari empat
2- Sangka
Sangka adalah Keyakinan yang tidak mencapai seratus persen, atau yang masih
dimungkinkan kesalahannya.
Sebenarnya Sangka ini secara umum memiliki makna yang lebih luas. Yakni
keyakinan yang tidak disebabkan oleh dalil atau argumentasi ilmiah. Misalnya,
2
disamping definisi di atas, adalah keyakinan yang disebabkan taklid sekalipun sesuai
dengan kenyataan ( benar ), atau juga keyakinan yang tidak disebabkan taklid tapi tidak
sesuai dengan kenyataannya ( kebodohan ganda ). Akan tetapi yang dimaksudkan di
dalam pelajaran logika adalah yang sesuai dengan definisi di atas.
3- Terkenal
Terkenal adalah Proposisi yang dibenarkan oleh semua atau kebanyakan
masyarakat, baik secara umum atau khusus ( kalau berkenaan dengan bidang tertentu ).
Terkenal ini beda dengan Yakin. Sebab Yakin diharuskan sesuai dengan kenyataan
sebenarnya, dan Terkenal hanya disyaratkan sesuai dengan kesepakatan masyarakat.
Terkenal ini memiliki dua macam makna:
a- Lebih Umum, yaitu yang diyakini kebenarannya oleh semua orang berakal
dimana sebenarnya ia sendiri adalah tergolong Yakin. Oleh karena itu
terkadang satu proposisi bisa memiliki dua ciri, Terkenal dan Yakin, seperti,
Benda yang besar tidak masuk ke dalam yang lebih kecil.
b- Lebih Khusus, yaitu yang tidak umum dibenarkan orang dan hanya dikenal
( terkenal ) dan diterima saja. Seperti baiknya keadilan, buruknya aniaya,
dll..
Macam-macam Terkenal:
1- Dibagi menjadi Mutlak ( terkenal pada semua orang ) dan Terbatas ( terkenal
pada sebagian kelompok saja, seperti mustahilnya rentetan sebab-sebab hingga
tak berujung, pada ulama Kalam )
2- Dibagi menjadi Hakiki ( yang tetap Terkanal sekalipun setelah direnungi, seperti
‘Jangan tolong yang aniaya sekalipun ia adalah seudaramu’ ); Lahiriah ( yang
hilang keterkenalannya setelah perenungan, seperti, ‘Tolonglah saudaramu baik
teraniaya atau aniaya’ ); Serupa dengan Terkenal ( yang keterkenalannya
disebabkan hal lain yang tidak melazimi, seperti, ‘Yang memakai baju gamis
adalah seorang yang Islamnya baik’ ).
3- Sesuai dengan sebab-sebab keterkenalan proposisi Terkenal dibagi menjadi
beberapa bagian sebagai berikut:
a- Mesti diterima, yaitu yang sebab keterkenalannya adalah kegamblangan
kebenarannya, seperti Prinsip Pertama dll., seperti ‘Yang besar tidak
masuk ke dalam yang kecil’.
b- Ide-ide Terpuji, yaitu yang keterkenalannya disebabkan kesepakatan
masyarakat terhadap baik-buruknya suatu perbuatan, seperti ‘Hormatilah
yang lebih tua’.
c- Karakter/kebiasaan, yaitu keterkenalannya disebabkan kesepakatan hati
masyarakat akan suatu nilai yang bersentuhan dengan akhlak atau karakter
manusia, seperti, buruknya penakut dan bagusnya berani atau membela
negara.
d- Interaksi, yaitu yang keterkenalannya disebabkan oleh perasaan
masyarakat yang terinteraksi, seperti, buruknya menyakiti binatang tanpa
alasan benar, dll..
e- Kebiasaan/adat istiadat, yaitu yang keterkenalannya disebabkan oleh
kebiasaan tertentu yang ada pada masyarakat, seperti, menghormati yang
3
datang dengan berdiri, berjalan dengan membungkuk kala mau
menghormati orang yang dilewati, dll..
f- Induksi, yaitu yang keterkenalannya disebabkan oleh induksi masyarakat
terhadap sesuatu, baik yang induksinya itu sempurna atau tidak, seperti,
‘Pemimpin yang hidup sederhana adalah pemimpin yang baik’.
6- Diterima ( maqbuulaat )
Diterima adalah Proposisi yang diambil dari orang-orang atau sumber-sumber yang
dipercaya dengan cara menaklidinya. Seperti proposisi-proposisi yang diambil dari
agama, filosof atau mujtahid, dll..
7- Menyerupai Kebenaran
Menyerupai Kebenaran adalah Proposisi-proposisi yang pada hakikatnya salah,
tapi diyakini kebenarannya karena secara lahir nampak benar atau menyerupainya.
Seperti pernyataan seseorang tentang suatu sebab dari suatu akibat dimana pada
hakikatnya hal itu bukanlah sebab yang sebenarnya.
8- Khayalan ( imaginative )
Khayalan adalah Proposisi-proposisi yang secara langsung tidak melazimkan
pembenaran, akan tetapi dapat meberikan efek yang besar pada jiwa. Seperti sedih-
bahagia, cinta-benci, dll.. Oleh karena itu, bahkan ketika seseorang tahu akan
kebohongan suatu proposisipun, ia akan tetap terinteraksi.
Macam-macam Silogisme
Silogisme, dilihat dari sisi Dasar-nya, terbagi menjadi lima macam sebagaimana
berikut:
1- Argumentasi, yaitu Silogisme yang dapat memberikan keyakinan penuh dan
benar-benar sesuai dengan kenyataan, yang tujuan pemakaiannya adalah untuk
mengetahui kebenaran dari sisi kebenaran itu sendiri.
2- Debat, yaitu Silogisme yang dapat memberikan keyakinan penuh, tapi tidak mesti
benar secara sungguh-sungguh dan cukuplah bahwa secara umum hal tersebut
dapat diakui dan diterima, yang tujuan pemakaiannya adalah menghentikan lawan
bicara dan membungkamnya.
4
3- Tipuan, yaitu Silogisme yang dapat memberikan keyakinan penuh dan benar
sekalipun tidak benar secara sungguh-sungguh.
4- Retorika, yaitu Silogisme yang dapat memberikan keyakinan, tapi tidak penuh
dan tujuan pemakaiannya hanyalah membuat audien ( masyarakat ) menerima.
5- Syair ( puisi ), yaitu Silogisme yang memberikan hal-hal selain keyakinan seperti
khayalan dan kekaguman, dan tujuan pemakaiannya hanyalah interaksi dari jiwa
pendengarnya.
Pembahasan satu persatu dari lima hal di atas atau kemampuan menggunakannya
itulah yang disebut dengan Lima Kemahiran. Kemahiran adalah kemampuan jiwa untuk
menggunakan hal-hal yang sesuai dengan tujuannya atas dasar pengetahuan secara
maksimal, seperti dokter, psikater, tani, dll.. Kemahiran ini memiliki dua macam: Ilmu
dan Amal. Sedang Lima Kemahiran di atas termasuk Kemahiran Ilmu.
5
Argumentasi
Definisinya
Argumentasi adalah Silogisme yang Tersusun dengan Proposisi-proposisi yang
Bermutu Yakin. Mutu yakin yang dimaksudkan di sini bisa dari proposisi-proposisi yang
tergolong mudah ( ilmu mudah ) secara langsung, bisa pula yang tergolong sulit ( ilmu
pikir ) akan tetapi berakhir pada ilmu mudah ( tidak langung ). Dengan demikian maka
sasaran yang akan dihasilkan oleh Argumentasi ini tidak mungkin keliru dan mesti
diterima. Karena kalau tidak, maka berarti telah terjadi penyimpangan akibat dari
sebabnya, hal mana yang demikian tidak mungkin terjadi. Jadi, yakin akan menghasilkan
yakin pula.
Pembagian Argumentasi
Argumentasi dibagimenjadi dua bagian:
1- Argumentasi Mengapa ( Limmiy, Causal Proof ), yaitu yang batas tengahnya
merupakan sebab dari terjadinya batas-besar ke atas batas-kecil, disamping
menjadi penyebab dari ketetapan mereka di dalam akal kita. Seperti panas yang
menjadi penyebat memuainya besi dalam silogisme berikut ini. Besi ini naik
derajat panasnya, dan semua besi yang naik derajat panasnya maka ia akan
memuai, oleh karenanya besi ini memuai. Di sini batas-tengahnya, yakni naiknya
derajat panas, disamping menjadi tertetapkannya batas-besar, yakni memuai, ke
atas batas-kecil, yakni besi ini di dalam akal kita, ia juga menjadi penyebab
terjadinya pemuaian besi tersebut secara nyata di luar akal. Argumen Mengapa ini
juga dikenal dengan argumen yang berangkat dari sebab menuju akibat, dan
merupakan paling sempurnya argumentasi serta disebut juga sebagai Argumen
yang Hakiki.
2- Argumentasi Eksistensial ( Inniy, Existential Proof ), yaitu yang batas tengahnya
hanya menjadi penyebab dari ketetapan batas-besar ke atas batas-kecil di dalam
akal. Seperti memuai yang menjadi akibat dari naiknya derajat panas pada besi
dalam silogisme berikut ini. Besi ini memuai, dan seluruh besi yang memuai ia
naik derajat panasnya, oleh karena itu besi ini naik derajat panasnya. Di sini,
batas-tengah hanya menjadi penyebab dari ditetapkannya batas-besar ke atas
batas-kecil dalam akal, yakni menjadikan akal berani menyimpulkan sasaran dan
yakin, dikarenakan adanya penghubung yang dikatakan batas-tengah itu. Tapi di
luar akal, bukanlah memuai menjadi penyebab dari naiknya derajat panas dari
pada besi tersebut. Malah sebaliknya, ia adalah akibat dari padanya.
6
2- Semi Mengapa, yaitu yang batas-tengahnya dan batas-besarnya merupakan dua
akibat dari sebab yang sama. Dikatakan Semi Mengapa karena memang dekat
sekali dengan argumen Mengapa. Sebab cara mengetahui akibat yang lainnya
dengan mengetahui sebabnya dulu yang diketahui melalui akibat yang pertama.
Yakni dari akibat pertama dapat diketahui adanya sebabnya, karena tidak mungkin
ada akibat tanpa ada sebab, lalu dari pengetahuan adanya sebab itulah diketahui
adanya akibat yang lainnya. Jadi, walaupun pada awalnya ‘sebab’ diketahui
melalui akibat, sehingga dengan ini ia tidak bisa dikatakan Argumen Mengapa,
tapi pada akhirnya pengetahuan atas akibat ke dua diketahui dari sebabnya. Dari
sisi inilah ia bisa dikatakan Semi Mengapa. Seperti, Ruangan ini diterangi dengan
lampu dop, dan setiap ruangan yang diterangi lampu dop maka akan naik derajat
panasnya, maka ruangan ini naik derajat panasnya.
Karena keyakinan pada kebenaran/kesalahan suatu proposisi itu merupakan hal yang
mungkin ( kemungkinan ), maka dalam hal ini harus ada sebabnya. Dan sebab keyakinan
tersebut ada dua macam:
1- Dari Dalam, yakni bagian-bagian proposisinya dapat memberian keyakinan secara
langsung. Seperti: Keseluruhan lebih besar dari bagiannya; Kontradiksi tidak bisa
bertemu; Wujud-mungkin mustahil ada tanpa adanya sebab; Akibat tidak mungkin
tidak nyata manakala sebabnya ada.
2- Dari Luar, yakni yang keyakinannya didapat dari hal-hal di luar proposisinya. Hal
ini ada dua macam:
a- Dari salah satu panca indra lahir atau batin, yakni Indrawi dan Mutawatir,
tapi yang proposisinya Partikulir. Memang, yang mengetahui proposisi
Universal dan Partikulir itu adalah Akal, tapi ia mengetahui Partikulir dari
Indra dan Universal dari Materi Silogisme Akal dan Silogisme Logika.
Sementara Indrawi dan Mutawatir dapat dijadikan materi silogisme hingga
dapat dimamfaatkan untuk menyimpulkan hal-hal universal tersebut dan
keyakinannya, tapi atas bantuan Materi Silogisme Akal.
b- Dari Silogisme Logika dimana Silogisme ini memiliki dua macam:
1- Ada dalam akal dan tidak perlu perenungan lagi. Hasilnya atau
akibatnya adalah kepastian/darurat. Hal ini dapat diambil dari
Eksperimen, Intuisi dan Fitri. Hasil tersebut disebut Darurat karena
kedaruratan terhadap keyakinannya yang disebabkan hadirnya
sebabnya di dalam akal tanpa pikir/renungan. Oleh karenanya sebab
dari keyakinan kepada Prinsip Pertama adalah dari dalam, dan Indrawi,
Mutawatir dari luar; sedang yang tiga sisanya dari luar, yakni
Silogisme mendatang.
2- Tidak ada dalam akan. Di sinilah diperlukannya Argumentasi. Oleh
karenanya kalau Silogisme sudah hadir dalam akal dengan usaha
ilmiah, maka akan segera didapat keyakinan atas hasilnya. Hal ini
7
karena adanya dua kenyataan yang tidak bisa ditolak di atas itu ( wujud
mungkin hanya bisa ada kalau ada akibatnya, dan kalau sebabsudah ada
maka akibat pasti ada ). Dengan demikian maka jelaslah bahwa
Argumentasi berasas pada dua kedaruratan itu, sehingga keduanya
disebut sebagai Jalan Asasi Pikiran untuk Mencari Argumentasi.
Kalau semua perincian di atas dapat dipahami, maka perlu diketahui bahwa Zati dalam
Bab Argumentasi adalah yang terkandung dalam bagian Pertama dan Ke-dua yang, kalau
dikumpulkan akan menjadi: Zati adalah predikat yang bisa diambil untuk batasan zat dari
subyeknya, dan/atau yang salah satu zat predikat tersebut bisa dijadikan batasan-zat dari
subyeknya.
8
Makna Pertama ( Zati Pertama )
Yang dimaksud dengan Predikat-pertama adalah predikat yang bisa ditetapkan untuk
subyeknya tanpa perantaraan. Seperti mempredikati bidang dengan yang putih, bukan
benda dengan yang putih. Sebab yang pertama tanpa perantaraan, tapi yang ke dua
dengan perantaraan bidang.
DEBAT
Definisinya
Debat adalah Silogisme yang Tersusun dari Proposisi-proposisi yang Bermutu
Diakui dan Terkenal.
Debat secara bahasa adalah ngotot dan berkeras kepala dalam mempertahankan
pendapat sendiri atau menjatuhkan pendapat orang lain. Tapi dalam peristilahan logika
adalah menyusun silogisme dari premis-premis bermutu Diakui dan Terkenal untuk
membuat lawan bicaranya ( sendiri atau banyak ) menerima pendapatnya atau Posisi
( sasaran/statemen yang diyakininya ) yang diinginkannya. Silogisme yang tersusun dari
kedua mutu di atas diistilahkan sebagai Silogisme Debat atau Perkataan Debat, dan
pelakunya diistilahkan sebagai Pendebat atau Yang Berdebat.
Pentingnya Debat
Manusia dalam hidupnya tidak akan bisa menghindari pertentangan dan silang
pendapat dengan orang lain. Baik dalam urusan-urusan agama, negara, ekonomi, budaya,
politik, hukum, atau yang lainnya. Argumentasi adalah jalan terbaik untuk membuktikan
kebenaran yang dipegangnya. Namun, karena satu dan lain hal, seseorang tidak bisa
selalu menggunakan argumentasi untuk membuktikan kebenarannya. Bebarapa sebab di
bawah ini adalah sebab-sebab seseorang meninggalkan argumentasi dan merujuk kepada
Debat, diantaranya:
1- Argumentasi adalah satu dalam satu kebenaran. Karena itu kalau ada dua
pendapat dalam satu kebenaran, maka hanya satu yang bisa menggunakan
argumentasi. Sedang yang lainnya terpaksa menggunakan Debat, sengaja atau
tidak, sadar atau tidak.
2- Pendebat, pada umumnya, ingin membuat lawan bicaranya menerima
pendapatnya di hadapan orang banyak dimana umumnya mereka tidak menguasai
apa yang disebut argumentasi ( karena sulit ). Oleh karenanya ia menggunakan
silogisme yang mutu/dasar premisnya Terkenal dan Diakui, supaya masyarakat
juga dapat mengerti dan menerima, sekalipun sebenarnya ia dalam keadaan benar
dan dapat/bisa mengajukan argumentasi.
9
3- Ketika seseorang tidak dapat mengajukan argumentasi atas pendapatnya dan/atau
lawan bicaranya tidak dapat mengerti argumentasinya.
4- Bagi pencari ilmu yang pemula, ia mesti juga melatih akalnya untuk memakai
dalil-dalil selain argumentasi. Dan tidak ada jalan kecuali mempelajari Debat ini.
Mamfaat Debat
Debat memiliki beberapa mamfaat, diantaranya sebagai berikut:
1- Membuat pendebat dapat menguatkan pendapatnya dan membuat lawan bicaranya
menerima akan hal itu.
2- Melatih akal supaya mampu mencari premis-premis yang diinginannya.
3- Mendapatkan kebenaran dan keyakinan terhadap apa-apa yang diperselisihkan
oleh orang ramai.
4- Memudahkan pemula untuk mendapatkan kebenaran dari ilmu-ilmu yang
dicarinya.
5- Debat ini bisa dimamfaatkan oleh orang-orang yang hanya mencari kemenangan
dalam berbicara. Yang ini kami tidak bertanggung jawab di dunia dan akhirat
( penulis ). Jadi mempelajari Debat ini setidaknya memberikan jalan alternatif
kepada kita untuk membuktikan kebenaran dengan jalan yang lebih mudah dari
argumentasi, atau setidaknya menjaga kita untuk tidak diakali orang lain dengan
debat ini.
6- Membuat para pemimpin dapat menjaga sebuah keyaknian dari penyelewengan
yang mungkin akan terjadi.
7- Membuat para pembela hak-hak manusia dapat dengan mudah melakukan
tugasnya di segala lapisan.
Mutu Debat
Mutu Debat adalah Terkenal atau Diakui. Kedua mutu itu dapat digunakan oleh
kedua orang yang berdebat atau bertikai pendapat, yakni Penanya dan
10
Penjawab/Penyata. Tapi yang ke dua ( Diakui ), hanya untuk Penanya saja. Sebab kalau
Penanya memakai proposisi Terkenal, maka Penjawab bisa mengingkarinya karena
hanya Terkenal. Jadi, Penanya harus menjebaknya dengan proposisi-proposisi yang
Diakui.
Tapi tidaklah setiap yang Terkenal itu bisa dijadikan silogisme Debat, sebab ia
memiliki tiga macam bentuk:
1- Terkenal Hakiki, yaitu yang tidak pudar keterkenalannya sekalipun setelah
perenungan dan penelitian. Seperti, Jangan bantu yang salah sekalipun saudaramu.
2- Terkenal Lahiriah, yaitu yang pudar keterkenalannya setelah perenungan,
kebalikan dari Hakiki. Seperti, Perintah orang tua itu mesti dikerjakan.
3- Mirip Terkenal, yaitu yang keterkenalannya karena aksiden yang bukan lazim
dimana keterkenalannya ini akan hilang dengan hilangnya aksiden tersebut.
Seperti akhlak membaca al-Qur an dengan memakai kopyah.
Silogisme Debat hanya dari yang Terkenal pertama. Sedang yang ke dua untuk
Retorika dan yang ke tiga untuk isu-isu.
Premis Debat
Premis Debat diambil dari Terkenal, baik langsung atau tidak langsung. Maksud dari
tidak langsung adalah proposisi yang keterkenalannya dikarenakan hal-hal di luar dirinya,
dimana hal-hal tersebut memiliki dua macam bentuk:
1- Yang keterkenalannya karena dihubungkan dengan proposisi terkenal, baik
penghubungan itu dengan cara penyamaan atau juga dengan
pembalikan/kelaziman. Misalnya, Menserfis tamu itu baik. Ia menjadi terkenal
karena kesamaannya dengan proposisi terkenal sebelumnya yang menyatakan
Menjamu tamu itu baik. Nah, kalau menjamu tamu itu baik, maka menserfis
keperluan lainnya pasti juga baik. Ini contoh dari yang penyamaan. Sedang contoh
dari yang membalikkan adalah, Menghancurkan musuh itu baik. Proposisi ini
menjadi terkenal karena dilawankan dengan proposisi terkenal, yaitu Menolong
teman itu baik. Nah, kalau menolong teman itu baik, maka Menghancurkan
lawan/musuh itu juga baik. Hal semacam ini timbul karena memperlawankan
teman dengan musuh, dan menolong dengan menghancurkan. Oleh karenanya akal
berpindah dari yang pertama kepada yang ke dua.
2- Yang keterkenalannya dihasilkan dari silogisme yang premis-premisnya terdiri
dari proposisi-proposisi Terkenal.
Permasalahan Debat
Semua proposisi yang diajukan oleh Penanya kepada Penyata/penjawab, baik serupa
dengan pernyataan Penyata atau kebalikannya, disebut sebagai Masalah Debat. Dan
setelah Penyata menerima ajuan proposisi tersebut, lalu si Penanya menjadikannya
premis silogismenya, maka hal itu disebut Mukaddimah/premis Debat.
Penanya bisa mengajukan segala macam proposisi yang bertentangan dengan
proposisi Penyata sebagai pertanyaannya. Tapi hendaknya tidak mengambil dari yang
Terkenal, sebab hal itu bisa membuat Penyata menolak hal tersebut disebabakan ke-
Terkenalannya itu ( misalnya karena bukan Yakin, dll ) atau membuatnya berani
bertentangan dengan Terkenal itu sendiri. Begitu pula, hendaknya tidak menanyakan
11
tentang esensi sesuatu dan/atau sebab-sebabnya, karena hal itu hanya bisa dipahami
melalui pelajaran dan pemikiran ilmiah, bukan dengan debat. Kecuali kalau terpaksa dan
memakainya dalam bentuk pertanyaan ia atau tidak, misalnya: Tidakkah anda
berkeyakinan bahwa manusia itu adalah binatang rasional? Tidakkah anda meyakini
bahwa semua yang terbatas memiliki sebab?
Topik/Bahan Debat
Proposisi dari semua jenis ilmu bisa dijadikan topik debat. Kecuali yang
keterkenalannya bersifat Hakiki dan Lebih Umum. Sebab Terkenal Hakiki Lebih
Umum, tergolong Yakin dan dihukumi Darurat atau Ilmu Mudah . Sementara orang
yang mengingkari Terkenal Hakiki Lebih Umum ini, bukan didebat, tapi dibuatnya
merasakan akibatnya. Sebab orang macam itu akalnya sudah kurang sehat. Misalnya
yang mengingkari bahwa Api itu panas, maka ia mesti didekatkan ke api supaya
merasakan panasnya; yang mengingkari bahwa cahaya bulan adalah pantulan cahaya
matahari, maka ia digojloki saja; yang mengingkari bahwa menyembah Pencipta itu baik,
maka ia mesti diberi pelajaran dengan olokan/gojlokan, dll..
Yang tidak bisa dibuat Bahan/topik Debat adalah matematika, karena ianya bersandar
kepada Indrawi dan Pengalaman dimana semua itu adalah bagian dari Yakin.
Mempermahir Debat
Ada beberapa hal untuk memahirkan diri dalam menggunakan debat ini, diantaranya
sebagai berikut:
1- Menghafal dan mengingat semua proposisi Terkenal. Bisa membedakan Terkenal
Mutlak dan yang tidak. Dapat dengan mudah mengdapatkan proposisi Terkenal
baik dengan cara silogisme atau penghubungan.
2- Mahir membedakan Kata-kata yang beragam, seperti Persekutuan, Perpindahan,
Universal-sama dan beda, Persamaan-Perbedaan, dll. Dari keadaan Kata
sebagaimana di Logika Pertama.
3- Mampu membedakan hal-hal yang Serupa alias Proposisi Menyerupai Kebenaran,
baik dengan Pembedanya atau yang lainnya. Di sinilah salah satu mamfaat
Definisi.
4- Mampu mencari titik temu dari Proposisi-proposisi yang Menyerupai Kebenaran
itu, baik substansial atau aksidental atau hal-hal lain di luar dari keduanya.
12
Arahan Untuk Penanya/penyerang
Di sini akan disebutkan beberapa arahan untuk Penanya agar dapat dengan mudah
dan lebih baik menyampaikan melakukan perdebatannya:
1- Menyiapkan Patokan yang diperlukannya.
2- Menyiapkan dalam dirinya jalan/metode yang akan dipakainya.
3- Merahasiakan maksud/proposisi aslinya dan menyampaikannya pada akhir
perdebatannya, yakni dikala lawan bicaranya sudah diperkirakan tidak lagi dapat
melarikan diri setelah menerima semua mukaddimah-mukaddimahnya. Dan untuk
membuatnya menerima maksud akhir dan asli itu, tersedia beberapa jalan:
a- Tidak meminta di awal pembicaraan dari lawan debatnya untuk menerima
posisi yang mau dibelanya. Hal itu karena akan membuat lawan tersebut
lari dan mengingkari posisi yang diajukan, karena masih banyak
kesempatan berlari di awal pembicaraan.
b- Menjelang akhir debatan juga tidak boleh langsung menanyakan maksud
aslinya, karena ia bisa lari. Oleh sebab itu harus menggunakan salah satu
cara di bawah ini:
1- Menjebaknya dengan hal-hal yang lebih umum dari maksud aslinya,
lalu membuatnya tidak berdaya dengan menerapkan keumuman itu
pada individu-individunya, dengan menerapka Silogisme Predikatip.
2- Menjebaknya dengan yang lebih khusus/sempit dari maksud aslinya,
lalu memaksanya dengan induksi.
3- Menjebak dengan hal-hal yang sama dengan maksud aslinya, lalu
memaksanya dengan persamaan.
4- Mengalihkannya pada masalah lain yang merupakan kelaziman
maksud aslinya, lalu memaksanya dengan kelaziman itu.
5- Menjebaknya dengan pertanyaan yang berlawanan dengan maksud
aslinya sehingga ia mengira bahwa kita mau mengakui
pernyataannya, dengan mengingkari maksud kita sendiri. Misalnya,
Tidakkah korupsi itu wajar-wajar saja?
c- Mengacaukan mukaddimah-mukaddimahnya dengan keraguan-keraguan
hingga tidak menyadari maksud aslinya. Kemudian dalam kebingungannya
kita sodorkan maksud asli kita.
d- Menyatakan kejelasan dan keterkenalan mukaddimahnya supaya ia takut
mengingkarinya di depan umum.
e- Mencampur proposisinya dengan proposisi-proposisi lain yang tidak
berhubungan dengan maksud aslinya, supaya tidak ketahuan dan tidak
terlacak. Dianjurkan proposisi-proposisi yang dibuat untuk mengacau
adalah Terkenal, hingga ia bisa menerima dan akhirnya menerima maksud
asli kita.
f- Untuk lawan yang sombong dan penuh percaya diri dianjurkan untuk
memperbanyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak terlalu berhubungan
dengan maksud asli kita, supaya tidak sadar akan maksud tersebut dan/atau
menyerah karena tidak bisa menjawab.
g- Dikala menyatakan maksud akhir, hendaknya dengan penuh kemantapan
dan tidak tampak keraguan sedikitpun.
13
h- Menyesuaikan dengan daya dan gaya berfikir audien atau lingkungan
bicaranya, dan meraih kepuasan mereka hingga membuat pernyataan
terakhirnya didukung mereka dan membuat lawannya menyerah
kerenanya.
i- Kalau lawan sudah menyerah hendaknya jangan melecehkannya, karena
hal itu membuat mesyarakat/audien tidak menghormatinya.
14
Nasihat Untuk Penyata dan Penanya
Arahan atau nasihat untuk Penyata dan Penanya ini dikenal dengan Akhlak-Debat,
atau Cara-Debat.
1- Hendaknya mahir dalam beberapa hal:
a- Membalik-balikkan satu silogisme menjadi empat silogisme sesuai dengan
kaidah Perlawanan dan Kontra ( Misalnya, dari bir Bintang memabukan
menjadi tidak memabukkan –lawannya- atau menjadi menyegarkan –
kontranya. Begitu pula premis besarnya dibalik-balik hingga semuanya
menjadi empat silogisme ).
b- Membalikkan satu silogisme dengan Pembalikan Sama dan Pembalikan
Perlawanan serta melawankan Subyek dan/atau Predikat.
c- Membuat premis-premis yang banyak dari pelbagai disiplin ilmu demi
memperbanyak refrensinya dan mudah menggunakannya kala diperlukan.
15
RETORIKA
Prakata
Ketahuilah bahwa umumnya masyarakat tidak mudah untuk menerima silogisme-
silogisme Argumentasi dan Debat. Hal itu karena mereka lebih banyak menggunakan
perasaan dari pada akal pikiran. Oleh karenanya pikiran mereka telah disandra oleh
perasaan tersebut dan telah membuatnya menjadi pikiran yang datar dan sangat
sederhana, jauh dari keilmiahan dan perenungan yang teliti dan dalam. Maka dari itu bagi
yang ingin mempengaruhi mereka dan pekiran mereka, hendaknya memilih jalan lain
selain Argumentasi dan Debat. Yaitu jalan yang bisa mempengaruhi perasaan, dimana
masarakat umum dan bahkan tidak jarang para tokoh dan pemikirnya juga, suka akan hal
itu. Kesukaan mereka ini, tidak lain karena dalam keseharian dan kehidupan, mereka
sering atau selalu memerankan perasaan, seperti harga diri, emosi, cinta kasih, tolong-
menolong, dll., sehingga hal semacam itu telah membuat mereka membawa-bawa
perasaan tersebut ke dalam forum-forum resmi, keilmuan dan keagamaan.
Ketika ada kaidah yang mengatakan: “Bicaralah dengan masyarakat sesuai dengan
kemampuan/akal mereka”, maka cara yang paling sesuai untuk hal ini adalah Retorika.
Inilah sisi perlunya kita kepada Retorika.
Tapi, yang mesti diingat adalah, kita tidak boleh menggunakan ilmu ini untuk tujuan
yang tidak terpuji dan membela yang salah, apalagi dalam masalah-masalah yang
menyangkut agama. Dan sesiapa melakukannya, ia adalah penjahat ilmu dan informasi
yang jauh lebih buruk dari penjahat materi. Dan kami tidak bertanggung jawab di dunia
dan akhirat.
Setidaknya, ketika kita mengetahui tiori ini, kita akan terjaga dari tipuan orang-orang
yang telah menggunakannya dalam kebatilan, baik dengan sadar atau tidak. Yakni kita
tidak akan terpengaruh oleh Retorika yang sekalipun tersajikan secara profosional,
sehingga kita tertipu dan materinya yang salah kita jadikan kebenaran. Ringkasnya, kita
tidak akan terbawa-bawa oleh Retorikator yang canggih sekalipun, sehingga kita
mencampur adukkan keilmiahan dengan kepalsuan. Oleh karenanya kita tidak akan
pernah menjadikan oknom dan ketokohan seseorang atau penghormatan kepadanya,
timbangan dalam keilmuan/kebenaran, dan meninggalkan argumentasi di tempat-tempat
yang memang memerlukan argumentasi, tidak seperti berobat ke dokter atau bertaqlid
kepada seorang mujtahid.
16
Definisi dan Tujuan Retorika
Retorika adalah Silogisme yang Tersusun dari Premis-premis yang Bermutu
Sangka, Diterima dan Terkanal. Tujuannya adalah untuk membuat audien atau pembaca
siap menerima statemen-statemen yang ingin disampaikan oleh retorikator. Retorika
dalam istilah ini tidak hanya bisa dilakukan dengan ceramah, tapi bisa dengan cara
wawancara, panel tulisan dll..
Unsur-unsur Retorika
Retorika memiliki dua unsur:
1- Unsur Pokok, yaitu Setiap Perkataan atau Ucapan yang Secara Langsung
Bisa Memuaskan Audien ( lisan/tulisan ) dalam Menerima Suatu Statemen
yang Diinginkan. Dikatakan memuaskan, karena pondasi Retorika memang
dibangun di atas kepuasan audien. Dan dalil-dalil yang dipakai dalam kepuasan
ini disebut dengan Pembuktian ( proof, tatsbiyt ), artinya Kata-kata yang
Dapat Memberikan Keyakinan yang Tidak Penuh ( Sangka ).
2- Unsur Penunjang, yaitu Setiap Perkataan, Keadaan atau Kondisi yang
Hanya Membantu Unsur Pokok dalam Memberikan Efeknya. Dan Unsur
Penunjang ini memiliki dua bagian:
a- Memperdaya, ia dibagi menjadi tiga: Memperdaya dengan Retorikator,
Retorika dan Audien.
b- Kesaksian, ia memiliki dua bagian: Penukilan kata dan kesaksian
dengan keadaan/situasi.
Unsur Pokok
Premis-premis yang dipakai dalam Silogisme Retorika itu adalah yang bermutu
Sangka, Diterima dan Terkenal. Tapi Terkenal yang dipakai di Ritorika ini hanyalah dari
Terkenal yang Lahiriah, bukan Terkenal Hakiki dan Mirip Terkenal. Hal ini karena dalam
Retorika tidak memiliki penentang seperti Debat misalnya.
17
bicaranya, gerakan tangannya, mimik wajahnya, ceria dan sedihnya ( sesuai
dengan isi ceramahnya ) dll..
Kesaksian Kata
Sebagaimana disebutkan di atas, kesaksian dengan kata ini termasuk dari Unsur
Penunjang sebuah ceramah atau retorika. Dan sudah tentu dapat membantu dalam
membuat audien menerima dengan puas apa-apa yang akan disampaikan oleh seorang
retorikator. Penukilan kata ini bisa diambil dari mana saja asalkan merupakan sumber
kebenaran seperti al-Qur an dan Hadits, atau setidaknya dianggap demikian seperti kata-
kata seorang ulama, filosof, ahli tafsir, ahli hadits, penyair, orang ramai, catatan sejarah,
dll. dari sumber-sumber yang bisa diterima oleh audien.
18
Beda Antara Retorika dan Debat
Kedua hal dari Retorika dan Debat ini memiliki kesamaan dalam hal tidak dibatasinya
dengan disiplin ilmu tertentu, dan dalam tujuannya, yaitu menguasai audien ( sendiri atau
banyak ) agar menerima statemen-statemennya. Begitu pula sebagian premis-premisnya
memiliki kesamaan, seperti Terkenal. Sedang perbedaannya ada pada tiga hal sebagai
berikut:
1- Topik, dalam topik ini disamping memiliki persamaan sebagaimana di atas,
keduannya juga memiliki perbedaan. Yaitu di tempat-tempat yang diperlukan
keyakinan argumentatif, Debat dikecualikan.
2- Tujuan, yaitu kalau Debat memaksa lawan bicaranya untuk menerima statemen-
statemennya dengan kelaziman dan semacam paksaan, tapi kalau Retorika dengan
kepuasan.
3- Mutu Premis, yakni dalam Debat yang dipakai adalah Terkenal Hakiki dan dalam
Retorika, Terkenal Lahiriah.
Macam-macam Retorika
Tujuan asli seorang Rotorikator adalah memaparkan suatu kebaikan atau keburukan
dari suatu masalah, dengan cara ikut mengambil peranan di dalamnya dengan
mempengaruhi audien, dan dengan cara menunjukkan rasa simpatik kepada audien. Hal
semacam ini ada tiga macam:
1- Perselisihan, yakni yang pembahasannya menyangkut masalah-masalah yang
sedang terjadi dan dihadapi ( diperselisihkan ). Dan kalau yang dijelaskan adalah
suatu kebaikan, maka disebut Pujian, dan kalau sebaliknya disebut Celaan.
2- Persengketaan, yakni yang pembahasannya menyangkut masalah-masalah yang
telah lalu. Kalau yang dijelaskan bersangkutan dengan mamfaat, maka disebut
Ucapan Terima Kasih, dan kalau sebaliknya, maka disebut Pengaduan.
3- Musyawarah, yakni yang pembahasannya menyangkut masalah-masalah yang
akan datang. Kalau pembahasannya menyangkut kebaikan dan maslahat, maka
disebut Rangsangan, dan kalau sebaliknya, disebut Peringatan.
19
Model Retorika
Model yang banyak dipakai dalam Retorika adalah Silogisme dan Percontohan,
sekalipun sesekali dipakai pula Induksi. Dan dalam Retorika tidak mesti syarat-syarat
silogismenya dipenuhi secara profisional sebagaimana telah dibahas di logika dua. Begitu
pula induksinya tidak mesti memenuhi semua syarat-syarat penginduksian. Ingat, semua
ini hanyalah tiori umum dalam Retorika dan menguasai audien. Tujuan yang salah dan
pembelaan terhadap yang salah, merupakan tanggung jawab pelaku sendiri-sendiri, bukan
kami, baik di dunia dan akhirat.
Tersembunyi
Tersembunyi adalah Premis Besar yang Tidak Disebutkan dalam Silogisme. Hal ini
dilakukan oleh seorang Retorikator disebabkan adalanya salah satu dari beberapa hal di
bawah ini:
1- Menutupi ketidakmenyeluruhan kebenaran premis-besarnya. Misalnya, Setiap
penyabar itu disukai orang.
2- Kalau penyebutan premis-besar tersebut mesti didahului dengan pembuktian
kebenarannya secara argumentasi ilmiah yang, umumnya tidak disukai orang
ramai dan melelahkan mereka.
3- Kalau premis-besar tersebut sudah merupakan hal jelas bagi semua orang dimana
menyebutkannya menyebabkan retorika bertele-tele.
Analogi/Penyerupaan
Retorika mengandalkan Silogisme dan Analogi/Penyerupaan. Tapi Penyerupaan ini
lebih banyak dipakai lantaran lebih mudah dimengerti oleh audien secara umum. Di akhir
Logika Dua telah dibahas mengenainya secara singkat. Analogi/Penyerupaan, tidak dapat
memberikan apapun kecuali Sangkaan dan Perkiraan saja. Ia tidak akan memberikan
ke-Yakin-an kecuali kalau Kesamaan antara Asal dan Berikutan-nya merupakan Sebab
Lengkap dan Sesungguhnya bagi tetapnya suatu hukum atas Asal-nya.
Jadi, kalau Analogi ini mau dipakai dalam penerapan hukum Fiqh, maka agama,
sebagai sumbernya, mesti menyebutkan dulu sebab-hukumnya bagi yang Asal, baru
setelah itu dengan sebab itu pulalah, Hukum tersebut ditetapkan kepada Berikutan-nya.
Dan dengan demikian, sebenarnya, hal semacam ini tidak lagi bisa disebut Analogi.
Sebab pada kenyataannya ia adalah Silogisme yang, sudah tentu dapat memberikan
keyakinan.
Macam-macam Analogi
Telah dikatakan bahwa Retorika banyak menggunakan Analogi atau Penyerupaan.
Penyerupaan ini memiliki tiga macam bentuk sebagai berikut:
1- Penyerupaan yang disebabkan adanya perkiraan bahwa Kesamaan-nya,
merupakan sebab hukum bagi Asal dan Berikutan-nya, dimana kalau benar –hal
ini sulit diketahui kecuali dalam kontek fiqh yang disebutkan sendiri oleh syariat-
20
maka benar pula penerapan tersebut dan kalau sebaliknya, maka sebaliknya pula.
Misalnya Bir –dari anggur- diharamkan syariat dikarenakan bisa membuat mabuk.
Di sisi lain kita punya minuman lain dari gandum, misalnya, yang juga
memabukkan yang belum punya hukum. Lalu kita memindahkan hukum bir-
anggur itu ke bir-gandum karena kesamaan efek dari keduanya dimana efek
tersebutlah yang dikatakan syariat sebagai sebab hukumnya. Hal ini sebenarnya
bukan Analogi, tapi Silogisme sebagaimana maklum. Dan ini termasuk yang
memberikan keyakinan akan kebenarannya, bukan sangka.
2- Penyerupaan yang disebabkan adanya Kesamaan dalam penisbahan suatu predikat
atas subyeknya yang ada pada Asal dan Berikutan-nya. Ia bisa dibagi menjadi
dua: Hakiki dan Praduga. Hakiki adalah yang keserupaan nisbahnya secara
betulan dan sesungguhnya, seperti firman Tuhan, ‘Perumpamaan orang-orang
yang dipikulkan kepadanya kitab Taurat lalu tidak membawawanya
( mengamalkannya ), sama seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang
tebal’. Atau seperti perkataan yang mengatakan, ‘Murid yang rendah hati akan
cepat mendapat ilmu, seperti tanah yang rendah dimana air akan cepat
mengalir ke dalamnya’. Praduga adalah yang sebaliknya, hal mana kalau
direnungkan dapat diketahui bahwa keduanya tidak memiliki keserupaan dalam
nisbahnya. Seperti kata-kata Umar untuk menjawab orang-orang Anshar yang
mengatakan, ‘Dari kami ( Anshar ) pemimpin dan dari kalian ( Muhajirin )
pemimpin’. Ia berkata ‘Tidak mungkin dua orang dalam satu tali/ikatan’.
Padahal yang dimaksud Anshar adalah pemimpinnya bergantian antara Anshar dan
Muhajirin, sementara maksud Umar adalah tidak mungkin dua pemimpin dalam
satu masa.
3- Penyerupaannya disebabkan kesamaan kata saja dimana hal ini sebenarnya adalah
Penipuan. Seperti kebencian atau kecintaan seseorang terhadap orang dikarenakan
kesamaan namanya atau rupanya.
Patokan
Patokan dalam istilah Retorika dan Debat dalam bahasa Arab berbeda kata, Nu’
untuk yang pertama, dan untuk yang ke dua Maudhi’. Dan di dalam Retorika memiliki
arti Proposisi Asal –aturan- yang Dapat Dijadikan Pedoman/patokan Untuk
Mengambil Premis-premis Retorika ( pemuasan penerima ). Misalnya pernyataan yang
mengatakan Kontradiksi/lawan dari suatu hukum/predikat dapat ditetapkan pada
lawan subyeknya. Sebab dari proposisi ini seorang Retorikator dapat mengatakan bahwa
Kalau seseorang kawan layak ditolong, maka seorang lawan layak diganggu.
21
bertujuan membungkam lawannya. Oleh karena itu seorang Retorikator mesti
banyak tahu tentang kebaikan dan keburukan. Misalnya kebaikan manusia itu dari
sisi ringannya ia berbuat baik seperti kebijakan, keadilan, memaafkan,
kelembutan, dll.. Kebaikan rumah itu dari sisi yang membuatnya sempurna, seperti
luasnya, banyaknya kamarnya, kuat temboknya, lancar airnya, tidak bocornya,
luas halamannya, dll..
Begitu pula, seorang Retorikator mesti bisa membuat yang baik nampak buruk
dan sebaliknya, yakni secara sekilas pandang, hingga membuat audien terkecoh
( tapi yang mesti diingat adalah nasihat kami di awal bab Retorika ini ). Misalnya,
menyogok itu memperlancar birokrasi kita di perkantoran; polisi yang menerima
sogokan di jalanan itu mempermudah masyarakat; sudah sepantasnya kerabat itu
didahulukan dalam pertolongan; dll..
22
c- Pembangunan Negara. Di sini Retorikator mesti tahu tentang hal-hal yang
berhubungan dengan pemabangunan di segala bidang. Memiliki wawasan
mengenai hal itu dan ide-ide baru untuk menutupi kekurangan yang ada.
d- Sosial Kemasyarakatan. Seperti perdagangan, keagamaan, politik, tradisi,
dll.. Dan setiap seorang Retorikator mau mengupas bidang-bidang itu,
maka ia harus menguasainya dengan baik. Sebenarnya, Musyawarah ini
adalah paling penting dan bahayanya Retorika. Dalam hal ini Retorikator
mesti menguasai ilmu jiwa ( psikologi ) dan kemasyarakatan. Lebih
penting lagi penerapan dari kedua ilmu itu dalam kehidupan sehari-hari
hingga dapat menentukan pilihan dan atasi masalah dengan tepat manakala
beritorika.
2- Berhubungan dengan urusan-urusan yang rinci dan partikel. Hal-hal semacam ini
tidak terbatas, sekalipun dapat disatukan dalam tujuan Retorika, yakni Mencari
Penyelesaian dan Kebaikan. Oleh karena itu seorang Retorikator harus tahu
beberapa hal di bawah ini:
a- Apa yang dimaksud dengan Masalah. Sebab tanpa tahu apa yang disebut
masalah dan problema, maka ia akan mengobati yang sehat dan
membiarkan yang sakit.
b- Apa yang dimaksud Kebaikan dalam hal yang dihadapinya itu. Banyak
orang yang tidak mengerti agama dengan spesifik, mencoba menerangkan
problema, ketidakbaikan dan kebaikan secara agama, padahal yang
diterapkannya itu adalah ide-ide dia yang diatasnamakan agama -tanpa
sadar. Ia mengira bahwa dengan hanya menukil ayat-ayat dan hadits-hadits
serta fatwa seorang mujtahid atau filosof ( padahal tdk dipahami dg baik ),
sudah cukup untuk mewakili agama. Padahal yang dikataknnya itu jauh
dari kenyataan dan kebenaran. Belakangan ini ada orang mendefinisikan
Akhlaq dan Sufi/Irfan serta Fiqh dengan Pengkaburan Total dan Sangat
Tidak Terarah. Hal itu tidak lain karena ia mengira bahwa agama bisa
dipelajari untuk dijadikan modal menjadi guru ( bukan untuk pribadi ),
dengan sendirian/otodidak, lalu kemudian menjadi guru besar ( bahkan
mujtahid ) dan memberikan definisi dalam bidang-bidang agama serta
mencari jalan keluar ( berfatwa ) bagi masalah yang dibuatnya sendiri
( baca: masalah yang dimasalah-masalahkan oleh dirinya sendiri dimana
masalah itu sebenarnya tidak ada ). Hingga berani mengkontradiksikan
sebagian aspek agama Islam yang suci ini dengan aspek lain di dalamnya,
yakni Fiqh dan Akhlak. Hingga ia menganggap besar dirinya bak Mujtahid
dan berfatwa kepada masyarakat supaya meninggalkan fiqh ketika
pengamalannya tidak berakhlaq. Subhanallah!
c- Apa terapan yang baik untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
oleh seorang individu, kelompok, masyarakat dan/atau bangsa dan negara.
Yakni tahu cara terbaik untuk itu.
d- Hal-hal yang membantu pencapai tujuan/kebaikan dari terapan-terapan
pokok dalam penyelesaiannya itu.
e- Apa yang terbaik dari terapan-terapan yang tersedia untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi
23
Pelengkap
Telah diterangkan dan dirincikan di depan apa arti Unsur Pokok dan Penunjang.
Kedua hal ini merupakan bagian dari Retorika. Di sini, akan disajikan hal-hal yang
sekalipun tidak termasuk bagian inti Retorika, tapi memiliki peranan penting juga dalam
pemberian efek sebuah Retorika pada audiennya. Artinya menjadi pelengkap dan
penyempurna. Oleh karenanya dikatakan sebagai Pelengkap, Penyempurna dan
Pengindah. Pelengkap ini terdiri dari tiga hal pokok:
1- Yang berhubugan dengan kata-kata dalam sebuah Retorika.
2- Yang berhubugan dengan penyusunan kata.
3- Yang berhubungan dengan tampakan Retorikator.
24
Yang Berhubugan dengan Penyusunan Kata dalam Retorika
Setiap kalimat yang dipakai untuk menjelaskan sesuatu dalam Retorika, terdiri dari
dua unsur: Pernyataan dan Argumentasi. Tapi ada tiga hal lainnya yang menunjang
kedua hal tersebut:
1- Mukaddimah. Di sini seorang Retorikator dapat memberikan arahan-arahan
kepada audien untuk menyiapkan diri mereka dalam memperhatikan apa-apa yang
akan disampaikannya, dan arahan-arahan terhadap isi dan maksud retorikanya. Hal
ini bisa terwujud dengan dua hal:
a- Tidak mengucapkan hal-hal yang bisa membuat audien lari
meninggalkannya atau mengantuk, lelah, tidak suka, dll..
b- Tidak terlalu memperpanjang mukaddimahnya. Cukup dengan ringkasan
dan penyebutan akan hal-hal yang penting saja.
2- Cerita. Yaitu cerita-cerita hikmah/lapangan yang dapat membantu memberikan
kemudahan kepada audien dalam memahami Retorikannya.
3- Penutup. Yaitu meringkas apa-apa yang telah disampaikannya, berdoa dan ucapan
terima kasih kepada audien.
25
PUISI
( termasuk syair, slogan, pantun dll. )
Prakata
Puisi ini umum dipakai oleh setiap bangsa dan umat manusia. Tujuan aslinya adalah
mempengaruhi jiwa pendengar sehingga mereka terbawa kepada apa-apa yang
diinginkan oleh seorang puitis atau penyair, seperti kesedihan, kebahagiaan,
keberanian, kemarahan, rasa solidaritas, dll..
Hal mendasar bagi sebuah Puisi, adanya khayalan dan penggambaran ( simbolis ),
sekalipun bagi sebagian umat diharuskan juga adanya hal-hal lain seperti susunan kata
tertentu, akhiran kata sama atau berseling, dll.. Semua itu diperlukan dalam Puisi karena
lebih memberikan kesan dan efek pada jiwa atau psikologi pendengarnya. Jadi,
sebagaimana Rotorika memiliki unsur pokok dan penunjang, maka Puisi juga memiliki
dua unsur itu.
Definisi Puisi
Puisi adalah Proposisi Bermutu Khayalan yang Disusun dari Kata-kata Khusus
yang Disesuaikan dengan Keindahan Setiap Bahasa yang Dipakainya.
Mamfaat Puisi
Puisi ini memiliki beberapa mamfaat, diantaranya:
1- Merangsang keberanian bala tentara
2- Merangsang umat manusia pada sebuah keyakinan agama, politik, ekonomi atau
bahkan kepada sebuah revolusi pemikiran tertentu.
3- Mendukung sebuah pemerintahan dengan pujian dan sanjungan, serta
menjatuhkan penentangnya dengan celaan dan lecehan.
4- Meluapkan kebahagian dan keceriaan, seperti dalam pesta perkawinan.
5- Mencuatkan rasa penderitaan dan duka, seperti dalam peringatan kematian dan
kesyahidan.
6- Merangsang perasaan cinta atau emosi kebirahian.
7- Mewujudkan rasa tidak senang kepada kemungkaran dan pengumbaran hawa
nafsu, serta mencipta rasa senang kepada semua kebaikan dan pengekangan
terhadap segala macam nafsu.
26
Ukuran Ke-Puisian atau Ke-Khayalan
Pelukisan yang dilakukan dengan Puisi dapat dicapai dengan tiga hal:
1- Susunan kata dan kalimat serta bait-baitnya.
2- Kata-kata yang dipilih di dalamnya.
3- Proposisi Khayal, yakni yang dapat memberikan efek pada jiwa tanpa harus
melalui pembenaran.
Kalau ketiga hal di atas dipenuhi oleh seseorang, maka ia dapat dikatakan sebagai
Penyair. Keahlian dalam hal ini terdapat berbagai tingkatan dimana semakin tinggi
seseorang menguasainya, maka akan semakin tinggi pula derajat ke-Penyairannya di
mata masyarakat.
Pedoman Khayalan
Sudah dikatakan di atas bahwa melukis dengan Puisi dapat dilakukan dengan tiga
unsur; susunan kata dan kalimat, kata-kata yang dipilih dan proposisi Khayal. Untuk
susunan kata dan kalimat, dapat dipelajari di ilmu Bahasa. Sedang pemilihan kata, di
27
ilmu Musik/lantun. Tapi untuk Proposisi Khayal, tidak ada ilmu yang mengaturnya
secara khusus. Ia merupakan kebolehan yang sepenuhnya diserahkan kepada Penyair.
Oleh karena itu semakin kuat khayalan seseorang, maka ia akan semakin mampu
membuat Puisi dan semacamnya.
Kumohon Doamu
TIPUAN
( sophistical refutation, mughalathah )
Makna Tipuan
Dalam istilah Logika, semua silogisme yang menolak suatu statemen, disebut
Sangkalan. Kalau premis-premisnya bermutu Yakin, maka ia dikatakan Sangkalan
Argumentatif; kalau bermutu Terkenal dan Diakui, dikatakan Sangkalan Debatis; kalau
bermutu Menyerupai Kebenaran, disebut Sesat/Sophist; dan kalau bermutu Menyerupai
Terkenal dan Diakui, dikatakan Huru-Hara.
Dua hal terakhir itu disebut juga dengan Tipuan, karena dapat menipu lawan bicara
sehingga ia menjadi keliru dalam memahami persoalan yang sebenarnya. Baik
keserupaan dan penyerupaannya itu disengaja atau karena kekeliruan/kesalahan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Tipuan adalah Silogisme yang Premis-premisnya
Bermutu Menyerupai Kebenaran, Terkenal dan Diakui.
Dan sudah tentu, bahwa sangkalan yang bermutu premis Penyerupaan ini, disebut
dengan Sangkalan Tipuan. Tapi kalau dari awal memang ada kesengajaan terhadap
tipuannya itu, maka hal semacam ini disebut sebagai Penyesatan, Ujian dan
Permusuhan.
Sesungguhnya, Tipuan dan Penyesatan tidak akan terjadi manakala manusia tidak
lengah, ceroboh dan egois. Dan tragisnya Tipuan ini bukan saja terjadi diantara dua
lawanan bicara, tapi bisa juga terjadi di dalam akal dan sanubari manusia itu sendiri.
Akibatnya, untuk mengontrol yang ke dua ini, lebih sulit dan perlu pengorbanan. Hal itu
karena manusia lebih menyanjung dan mengagumi dirinya sendiri, atau setidaknya lebih
percaya dan tak pernah mencurigainya. Oleh karenanya ia lebih suka mengkritisi orang
lain ketimbang dirinya sendiri. Penyakit ini, sekalipun sulit disembuhkan, tapi tidak
mustahil. Orang-orang yang menghakimi dirinya sendiri setiap hari dan waktu disertai
28
permintaan tolong pada Sang Kuasa, tidak mustahil akan dapat terlepas dari penyakit
yang Maha Halus dan Berbahaya ini.
Kemudian sebagaimana biasa, kami berlepas diri dari orang-orang yang
menggunakan ilmu ini ke jalan yang tidak benar dan membela kesalahan atau
setidaknya menutupinya. Pelajaran ini dipelajari, disamping bisa digunakan ke
jalan yang benar sebagaimana akan diurai, ianya juga bisa menghindarkan kita
dari Tipuan orang lain dalam berbagai masalah yang kita hadapi.
Tujuan Tipuan
Menyengaja dengan Tipuan ini, dilihat dari tujuannya, dapat dibagi menjadi dua
bagian:
1- Baik, yakni yang tujuannya benar-benar kebaikan dan kemaslahatan. Hal ini juga
dibagi menjadi dua bagian:
a- Ujian, yakni manakala ingin mengetahui kemampuan lawan bicaranya
seperti muridnya.
b- Permusuhan, yakni manakala untuk menjatuhkan lawan bicaranya yang
keterlaluan dalam kesesatannya.
2- Buruk, yakni segala macam keburukan, baik secara akal atau syariat. Seperti riya’,
sombong, egoisme, membelot dari kebenaran, lari dari tanggung jawab, apologi
yang salah, menang sendiri, dll. dimana penyebab semua ini umumnya adalah
adanya rasa kekuarangan dalam dirinya ditinjau dari sisi keilmuan. Oleh karenanya
orang semacam ini akan mencari jalan lain, selain belajar, untuk menutupi
kekurangannya itu. Semoga Tuhan selalu menyelamatkan kita dari semua
keburukan.
29
Bagian-bagian Tipuan
Tipuan, memiliki dua bagian pokok:
1- Bagian Substansial, yaitu Proposisi yang secara langsung dapat memberikan
Tipuan.
2- Bagian Aksidental, yaitu hal-hal penunjang bagi terjadinya Tipuan, seperti
mengganggu konsentrasi, pikiran, pelecehan, dll..
Tipuan Kata
Kesalahan atau Tipuan yang dilakukan dengan Kata, bisa terjadi pada:
1- Kata Tunggal. Ia terbagi menjadi tiga bagian:
a- Majemuk makna dari sebuah kata, yakni beberapa makna yang
terkandung dalam satu kata. Ia disebut Majemuk Kata/Nama.
Kemajemukan ini bisa saja karena Persekutuan, Perpindahan,
Improvisasi, Majazi, Penyerupaan, Kandungan, Kelaziman, dll..
b- Majemuk Makna dari perubahan bentuk sebuah kata, yakni beberapa
makna yang timbul dari perubahan bentuk sebuah kata. Misalnya,
dalam Bahasa Arab, Kata kerja, pelaku, obyek, alat, dll.. Ketidak
telitian atau pemelencengan penempatan dari masing-masing perubahan
itu dapat menimbulkan Tipuan.
30
c- Pemelencengan makna dari suatu kata secara aksidental dan
kelaziman. Seperti makna gelas yang terkandung dalam kalimat “Bari
aku air”.
Tipuan Makna
Tipuan Makna ini memiliki tujuh macam bentuk:
1- Peletakan terbalik, yakni menukar tempat subyek dengan predikat, atau
mukaddimah dengan berikutan. Misalnya seseorang berkata, ‘Semua yang ingin
senang mesti punya uang’, ketika ia melihat bahwa setiap yang punya uang
merasa senang. Tipuan atau kekeliruan semacam ini terjadi karena kurang
telitinya seseorang terhadap posisi sebab dan akibatnya, lazim dan yang
dilaziminya, umum dan khususnya, dll..
2- Mengganti yang semestinya dengan yang sebaliknya. Hal ini bisa terjadi dalam
dua bentuk:
a- Subyek yang memiliki beberapa predikat, kemudian salah satu dari
predikatnya itu dipredikatkan kepada predikat yang lainnya. Misalnya,
31
‘Joko adalah berilmu, tinggi, berprinsip, Islam ( agamanya )’. Lalu
dijadikan, ‘Joko itu adalah berilmu tinggi dan berprinsip Islam’.
b- Predikat yang memiliki predikat, tapi predikat tersebut dipredikatkan
kepada subyeknya. Misalnya, ‘Benda ini adalah yang putih, dan setiap
yang putih dapat dilihat mata, maka benda ini dapat dilihat dengan
mata’.
3- Pemredikatan yang kurang baik, baik dengan memberi syarat yang bukan
syaratnya atau menghilangkan syarat yang sesungguhnya. Seperti, ‘Pakaian najis
akan bersih kalau sewaktu mencuci airnya diluapkan dari embernya’. ‘Air
tidak akan menjadi najis kalau terkena najis’.
4- Mencampur beberapa masalah menjadi satu. Misalnya dua pertanyaan, ‘Joko itu
penyair atau bukan?’ dan ‘Joko itu penulis atau bukan?’, dijadikan satu dalam
bentuk Hepotetis bertolakan, ‘Joko itu penyair atau penulis?’. Di sini bisa
membuat penjawab bingung dan tertipu.
5- Silogisme yang salah. Yakni dalam menyusun premis-premisnya terdapat
kesalahan. Misalnya, ‘Hanya manusia yang tertawa, dan seluruh yang tertawa
adalah binatang, maka dari itu hanya manusia yang binatang’. Kesalahan ini
karena tidak terpenuhinya aturan Silogisme dan persyaratannya. Yakni kedelapan
syarat yang umum itu: Mukaddimahnya hanya dua premis; kedua premisnya itu
terpisah dan tidak menyatu; keduanya lebih jelas ketimbang hasil dan
kesimpulannya; keduanya berbeda batasnya; dalam keduanya terdapat
pengulangan bata-tengahnya; hubungan keduanya dan hubungan antara batas-
kecil dan besar adalah hubungan yang hakiki; silogismenya sesuai dengan aturan
empat-bentuk dari sisi jumlah dan positip-negatipnya. Sementara contoh di atas
memiliki hasil yang keliru padahal semua premisnya, sama-sama benar. Hal itu
tidak lain karena premis pertamanya, sebenarnya, terdiri dari dua proposisi.Yaitu
‘Manusia adalah yang tertawa’ dan ‘Selain manusia itu tidak tertawa’. Dengan
demikian maka dua premis tersebut terurai menjadi tiga premis. Oleh karenanya
tidak menghasilkan hasil yang benar, karena tidak terpenuhinya syarat silogisme
yang hanya memiliki dua premis sebagaimana maklum.
6- Tersitanya hasil, yakni hasilnya pada hakikatnya ada pada salah satu premisnya.
Misalnya, ‘Semua manusia adalah insan, dan setiap insan adalah yang tertawa,
maka dari itu semua manusia adalah yang tertawa’. Karena kesamaan manusia
dan insan maka penukaran pemakaiannya tidak membawa perbedaan yang
sebenarnya, alias sama dengan pengulangan saja.
7- Meletakkan yang bukan sebab sebagai sebabnya. Dalam pelajaran silogisme telah
dijelaskan bahwa batas-tengah adalah sebab bagi tertetapkannya batas-besar ke
atas batas-kecil. Begitu pula diharuskan adanya hubungan antara hasil dan
mukaddimahnya. Hilangnya syarat-syarat ini akan membuat keliru dalam
memprediksi sebab-sebabnya dimana akan berakhir pada kelirunya hasil akhirnya.
Misalnya, ‘Orang ini mati dalam demo, dan setiap yang mati dalam demo
adalah syahid, maka orang ini syahid’.
32
Bagian-bagian Aksidental Tipuan
Sudah dikatakan di depan bahwa Bagian Aksidental Tipuan adalah hal-hal yang tidak
menyangkut langsung kepada proposisi Tipuan, tapi dapat membantu mewujudkannya.
Bagian Aksidental ini biasa dilakukan oleh orang-orang yang tidak lagi dapat mampu
mengalahkan lawannya dengan perkataan yang lebih baik dan dapat diterima, misalnya
dari sisi dalil dan argumentasinya atau dari sisi debatannya. Tipuan Aksidental ini
memiliki tujuh bagian juga, yaitu sebagai berikut:
1- Memburukkan dengan hal-hal yang diterima lawan bicara, misalnya menuduhnya
dengan menyimpang dari kebenaran atau Terkenal. Suatu contoh, menjebak
dengan dua pilihan, sementara masih ada pilihan lain yang disembunyikan. Lalu
dari dua pilihan itu kita memburukkannya, sehingga seakan tidak ada tempat
berlari baginya. Misalnya, menurutmu apakah mengikuti pemerintah itu mesti apa
tidak? Kalau mesti bagaimana kalau melanggar agama, dan kalau tidak mesti
bukankah terjadi kekacauan dan ketidak aturan dalam tatanan masyarakat?
Bukankah ini semua adalah tidak umum ( Terkenal ) dan tidak benar?
2- Mendorong lawan bicaranya itu ke dalam kekeliruan, kebatilan atau keburukan.
Misalnya menipunya dengan berbagai pertanyaan atau retorika yang bisa
menjerumuskannya ke jurang kebatilan dan kekeliruan, yakni mengatakan hal-hal
yang salah dan batil atau buruk.
3- Membuat lawan bicaranya emosi atau merasa minder, hingga hilang
konsentrasinya dan setelah itu mengarahkannya kepada hal lain dan lari dari
masalah yang sedang dihadapinya.
4- Mencampur kata-kata dengan bahasa-bahasa dan istilah-istilah yang tidak umum
sehingga membuat lawan bicara kehilangan keseimbangan dan melakukan
kesalahan.
5- Tidak menggamblangkan maksudnya dan menutupinya dengan hal-hal yang tidak
terlalu menyangkut masalahnya serta memperpanjang kata-katanya hingga
membuat lawan bicaranya kelelahan dan malas ( tidak bersemangat ).
6- Berusaha menghentikan lawan bicaranya dengan mengeraskan suaranya,
berteriak, menggerak-gerakkan tangannya, memukul-mukulkan tangannya ke atas
yang lain, berdiri, dll. dari gerakan-gerakan yang bisa membuat lawan bicaranya
minder dan takut atau terenteraksi sehingga ia menghentikan dalil-dalilnya.
7- Menghinakan lawan bicaranya dengan kata-kata yang bisa membuat pandangan
lawannya menjadi tidak simpatik dan bahkan salah menurut para hadirin.
Misalnya dengan mengatakannya Rafidhah, tukang Mut’ah dan Taqiah dst..
33
34