Anda di halaman 1dari 26

JOURNAL READING

Pola Luka pada Korban Mati Akibat Senjata Api di Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Medikolegal FK Unsrat – RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Januari 2007 – Desember 2013

Penguji :
dr. Abraham, Sp.F

Pembimbing :
dr. Marlis Tarmizi

Disusun Oleh
Amuza Lechimi Kanthan 112016500
Nadia Syahirah 112016386
Nur Hidayah Dzulkifly 112016249
Nur Amirah Trijayanti 1610221014
Putri Andriany 1610221084
Bayu Rachmawan 22010116210030
Diana Kumalasari 22010116210019

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
PERIODE 22 MEI – 17 JUNI 2017
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing, Journal Reading dari :


Nama/NRP :
1. Amuza Lechimi Kanthan (FK Universitas Kristen Krida Wacana)
2. Nadia Syahirah (FK Universitas Kristen Krida Wacana)
3. Nur Hidayah Dzulkifly (FK Universitas Kristen Krida Wacana)
4. Nur Amirah Trijayanti (FK UPN “Veteran” Jakarta)
5. Putri Andriany (FK UPN “Veteran” Jakarta)
6. Bayu Rachmawan (FK Universitas Diponegoro)
7. Diana Kumalasari (FK Universitas Diponegoro)

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik


Judul : Pola Luka pada Korban Mati Akibat Senjata Api di Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik Medikolegal FK Unsrat – RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Periode Januari 2007 – Desember 2013
Dosen Penguji : dr. Abraham, Sp.F
Pembimbing : dr. Marlis Tarmizi

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, Juni 2017


Dosen Penguji

dr. Abraham, Sp.F

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I ULASAN ............................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
BAB III KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL ..............................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................

iii
BAB I
ULASAN

Journal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015

Pola Luka pada Korban Mati Akibat Senjata Api di Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Medikolegal FK Unsrat – RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Januari 2007 – Desember 2013

Rilano V. S. Umboh, Nola T. S. Mallo, Djemi Tomuka

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola luka pada korban mati akibat senjata api.
Jenis penelitian bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal FK Unsrat – RSUP
Prof. dr. R. D. Kandou Manado selama periode Oktober 2014 sampai dengan Desember
2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode Januari 2007 sampai dengan
Desember 2013 terdapat dua kasus luka tembak yang memenuhi kriteria. Kasus pertama
terjadi pada Juli 2012 dan kasus kedua terjadi pada November 2012. Kedua korban berjenis
kelamin laki – laki. Korban pertama berusia 25 tahun dan korban kedua berusia 44 tahun.
Lokasi luka tembak korban pertama ada di bagian dada kiri sedangkan korban kedua ada di
lengan atas kiri. Mekanisme kematian kedua korban adalah perdarahan massif. Disarankan
penelitian lebih lanjut dengan periode yang diteliti lebih lama dan dilakukan di rumah sakit
lainnya yang ada di sekitar Manado.
Kata kunci: pola luka, senjata api, korban mati

4
PENDAHULUAN

Penggunaan senjata api dalam tindak kekerasan dalam beberapa tahun terakhir ini
mengalami peningkatan. Diperkirakan terdapat lebih dari 500.000 kasus luka tembak dalam
setahun. Menurut WHO pada tahun 2001, jumlah tersebut mewakili seperempat dari total
perkiraan 2,3 juta kematian akibat kekerasan. Dari 500.000 kasus luka tembak, 42%
merupakan kasus bunuh diri, 38% merupakan kasus pembunuhan dan 20% merupakan kasus
perang dan konflik senjata.1,2
Luka tembak merupakan salah satu penyebab kematian di Amerika Serikat dan
diperkirakan tiap tahun terdapat kurang lebih 70.000 korban luka tembak dengan 30.000
diantaranya mengalami kematian.1 Laporan dari Inggris dan Wales pada tahun 2001 angka
kejadian luka tembak adalah 0,4/100.000 kasus dan ada laporan dari Kanada mengenai
angka kejadian luka tembak yaitu 2,6/100.000 kasus.3 Laporan hak asasi manusia triwulan
kedua tahun 1998 yang dikeluarkan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat pada
triwulan kedua tercatat ada 102 warga negara yang menjadi korban kekerasan senjata api di
Indonesia.4 Laporan mengenai angka kejadian dan pola luka akibat senjata api di Provinsi
Sulawesi Utara khususnya di Kota Manado sampai saat ini belum ada. Berdasarkan beberapa
hal tersebut, maka penulis merasa perlu untuk melakukan suatu penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui pola luka pada korban mati akibat senjata api.

METODOLOGI
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data
sekunder. Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober 2014 sampai dengan Desember
2014 di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal FK Unsrat – RSUP Prof. dr. R. D.
Kandou Manado. Objek penelitian dalam penelitian ialah surat keterangan Visum et
Repertum yang ada di tempat penelitian. Surat keterangan Visum et Repertum yang diteliti
yaitu selama periode Januari 2007 – Desember 2013.

HASIL
Pada tabel 1 dapat dilihat jumlah kasus luka akibat senjata api pada korban mati selama
periode Januari 2007 sampai Desember 2013 yang diperiksa menurut data Visum et
Repertum (VeR) di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal FK Unsrat - RSUP Prof.
dr. R. D. Kandou Manado.

5
Tahun n (%)
2007 -
2008 -
2009 -
2010 -
2011 -
2012 2 (100 %)
2013 -
Tabel 1. Jumlah kasus luka akibat senjata api pada korban mati selama periode Januari 2007 sampai Desember
2013 yang diperiksa menurut data Visum et Repertum (VeR) di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal
FK Unsrat – RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado

Jenis Variabel Korban Pertama Korban Kedua


Jenis kelamin Laki – laki Laki – laki
Umur (tahun) 25 44
Lokasi luka Dada kiri Lengan atas kiri
Mekanisme kematian Perdarahan Perdarahan
Tabel 2. Karakteristik seluruh sampel

BAHASAN
Hasil penelitian ini (tabel 2) didapatkan dua kasus kematian akibat senjata api selama
periode Januari 2007 sampai Desember 2013 di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Medikolegal FK Unsrat - RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Sedikitnya kasus yang
ditemukan pada penelitian ini tidak dapat menggambarkan jumlah kasus keseluruhan di Kota
Manado apalagi di Propinsi Sulawesi Utara. Hal ini dapat terjadi banyak kasus lain yang
tidak dibawa ke RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado tetapi dibawa ke rumah sakit lain
atau jumlah kasus kematian akibat senjata api memang hanya sedikit di Kota Manado.
Mungkin penyebabnya adalah penggunaan senjata api di kalangan masyarakat yang masih
kurang. Masyarakat Kota Manado masih cenderung melakukan kekerasan menggunakan
benda yang lebih tradisional. Data sampel pada penelitian ini diambil dari hasil dan temuan
visum kedua korban. Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia,
baik hidup maupun mati. Visum et Repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medis.
Pada surat permintaan harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah
hanya pemeriksan luar atau pemeriksaan dalam (autopsi). Adapun tujuan dari Visum et
6
Repertum adalah untuk menentukan identitas korban, sebab kematian, pola luka, ada
tidaknya penyakit alamiah atau pengaruh obat dan alkohol, dan memberikan kesimpulan dari
hasil pemeriksaan forensik.5
Dari surat keterangan Visum et Repertum kedua korban dapat diperoleh identitas
korban, umur, jenis kelamin, lokasi luka dan sebab kematian. Dua korban yang menjadi
sampel penelitian adalah laki-laki. Jenis kelamin semua korban adalah lakilaki bukan suatu
hal yang kebetulan. Hal ini mungkin dapat diakibatkan beberapa faktor. Secara teori bahwa
laki-laki memiliki sex-determining region Y (SRY), yang dapat memengaruhi tingkat
agresifitasnya dalam merespon suatu hal atau dalam keadaan stres.6 Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa laki-laki cenderung lebih agresif daripada perempuan. Faktor tersebut
dapat menjadikan laki-laki banyak memiliki konflik dengan orang lain dan membuat laki-
laki rentan dalam penembakan.
Penelitan ini juga memperoleh alur luka penyebab kematian korban. Hasil yang kami
dapatkan bahwa korban pertama didapatkan luka yang menembus kulit, jaringan bawah
kulit, iga IV kiri menembus paru kiri bagian atas, pangkal paru, paru kiri bagian bawah,
pembuluh nadi utama, tulang belakang dan berakhir di sum-sum tulang belakang dengan
panjang alur 20 cm. Temuan visum pada korban kedua menunjukkan luka tembak di lengan
atas kiri yang menembus kulit, jaringan bawah kulit, otot, tulang selangka kiri, masuk ke
rongga dada dan paru bagian atas, jaringan antar iga IV kanan dan masuk ke jaringan otot.
Alur luka ditemukan dari kiri atas depan ke kanan bawah belakang, sepanjang 38 cm.
Penelitian ini juga menunjukkan sebab kematian dari korban. Sebab kematian korban
pertama ialah luka tembak pada dada kiri yang merusak paru dan melubangi pembuluh nadi
utama. Luka tembak pada daerah lengan atas kiri yang masuk ke rongga dada dan merusak
paru kanan sehingga terjadi perdarahan disimpulkan sebagai penyebab kematian pada
korban kedua. Mekanisme kematian dari kedua kasus pada penelitian ini dapat disimpulkan
adalah perdarahan yang masif.
Pada kasus pertama korban kehilangan darah karena terjadi lubang pada pembuluh
nadi utama. Secara teori bahwa pada kondisi terjadi robekan atau lubang pembuluh nadi
utama, sangat cepat dapat terjadi syok hemorhagik atau syok perdarahan bahkan dapat
menyebabkan kematian sehingga kondisi ini membutuhkan penanganan yang segera.
Temuan pada korban kedua juga mengalami kehilangan darah yang banyak karena
kerusakan paru kanan. Kemungkinan pada korban kedua mengalami hematotoraks, dimana
luka tembak masuk ke dalam dada sehingga menyebabkan adanya darah dalam rongga
pleura. Trauma pada toraks yang terjadi dapat menyebabkan gagal ventilasi (keluar
7
masuknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar (organ kecil pada paru
yang mirip kantung), dan kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik (sirkulasi
darah). Trauma pada dada juga dapat menyebabkan kematian.7

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Ditemukan dua kasus luka akibat senjata api yang menyebabkan kematian di Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal FK Unsrat – RSUP Prof.dr. R. D. Kandou Manado
selama periode Januari 2007 sampai Desember 2013.
2. Ditemukan kedua kasus tersebut di atas terjadi pada tahun 2012, yaitu pada bulan
Juli dan November.
3. Ditemukan kedua korban adalah laki-laki. Korban pertama berumur 25 tahun
sedangkan korban kedua berumur 44 tahun.
4. Ditemukan lokasi luka korban pertama pada dada kiri sedangkan lokasi luka korban
kedua pada lengan atas kiri.
5. Ditemukan sebab kematian kedua korban adalah perdarahan masif.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Luka Tembak


II.1.1 Definisi Luka Tembak
Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru atau
persentuhan peluru dengan tubuh Termasuk dalam luka tembak adalah luka penetrasi
ataupun perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru memasuki suatu objek dan tidak
keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi anak peluru menembus objek secara keseluruhan.
Luka dalam luka tembak dapat berupa keduanya, baik luka penetrasi maupun luka perforasi.
Peluru yang ditembakkan kekepala dapat menembus kulit dan tengkorak sebelum akhirnya
bersarang didalam otak. Hal ini menimbulkan luka penetrasi pada kepala dan luka perforasi
pada tengkorak dan otak (Amir, 2011).
II.1.2 Mekanisme Luka Tembak
Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma mekanik
seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya transfer energi dari
luar menuju jaringan. Keruskan yang terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi energi
kinetiknya, yang juga akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik yang
lainnya. Energi kinetik ini akan mengakibatkan daya dorong peluru kesuatu jaringan
sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah
atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru (Algozi,
2011).
Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang menembus
jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada jaringan
seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan kerusakan dengan adanya zona-zona
disekitar luka. Dengan adanya peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga
disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan diameter rongga
ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil sesaat setelah peluru
berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan konsistensi yang padat tingkat

9
kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek luka juga berhubungan dengan gaya
gravitasi (Algozi, 2011).
Terdapat tiga mekanisme tersering luka tembak yang dapat mengakibatkan
kematian, yaitu :
1. Kehilangan darah masif (perdarahan) adalah penyebab tersering kematian akibat
senjata api adalah kehilangan darah yang banyak. Peluru menembus pembuluh darah
arteri besar yang mengakibatkan pembuluh darah lubang, terjadi perdarahan. Jika
sebuah peluru atau fragmennya masuk ke organ dalam seperti hati, cederanya itu
sendiri tidak mengancam jiwa, tetapi perdarahan yang masif dapat membuat cedera
itu mengancam jiwa
2. Trauma juga dapat menyebabkan kematian. Saat sebuah peluru masuk menembus
tubuh, peluru itu akan membuat lubang. Tergantung pada jenis peluru dan bagian
tubuh mana yang terkena, pelurunya akan membuat luka utama. Jika pelurunya
banyak dapat mengakibatkan luka dalam sekunder. Jika peluru masuk ke organ
penting seperti, otak, sistem saraf, paru-paru, trauma tersebut dapat langsung
menyebabkan kematian.
Infeksi merupakan penyebab kematian pada luka tembak. Penetrasi peluru akan menghasilkan
luka tembak. Peluru yang masuk dapat membawa kuman. Jika tidak diobati dengan baik apalagi luka
yang dihasilkan luas dapat memudahkan terjadinya infeksi. Infeksi yang berat dapat terjadi syok
sepsis, yang seringkali berakhir dengan kematian.

II.1.3 Deskripsi Luka Tembak


Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau
gigitan hewan.10 Pada luka yang disebabkan oleh tembakan, penting untuk melakukan
deskripsi yang jelas mengenai luka yang disebabkan olehnya. Hal ini karena, bersangkutan
dengan ciri khas dari karakteristik senjata api, peluru, projeksi dan jarak tembakan
dilakukan. Secara terinci, pembagian deskripsi dilakukan dengan cara:
1. Lokasi
a. jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri
garis pertengahan tubuh
b. .lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
a. ukuran dan bentuk

10
b. lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
c. luka bakar
d. lipatan kulit, utuh atau tidak
e. tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
a. grains powder
b. deposit bubuk hitam, termasuk korona
c. tatto
d. metal stippling
4. Perubahan
a. oleh tenaga medis
b. oleh bagian pemakaman
5. Track
a. penetrasi organ
b. arah
i. depan ke belakang (belakang ke depan)
ii. kanan ke kiri(kiri ke kanan)
iii. atas ke bawah
c. kerusakan sekunder
i. perdarahan
ii. daerah sekitar luka
d. kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
a. titik penyembuhan
b. tipe misil
c. tanda identifikasi
d. susunan
7. Luka keluar
a. lokasi
b. karakteristik
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu

11
Pada deskripsi luka terbuka yang diakibatkan oleh tembakan, perlu di jelaskan jarak
antara luka terbuka tersebut dengan tumit supaya dapat dijadikan salah satu petunjuk
terhadap tinggi pelaku yang akan disesuaikan dengan projeksi dari senjata api.
Klasifikasi luka tembak
Jarak
Cara menentukan jarak tembakan adalah berdasarkan karekteristik luka tembak, ciri-
ciri luka ditentukan dari material yang keluar dari muncung senjata api selain dari peluru itu
sendiri, atau corak yang dihasilkan akibat interaksi direk antara target dan senjata api
tersebut. Material dari senjata api dapat berbentuk jelaga, asap panas, bagian peluru dan lain-
lain.10
Luka tembak dapat dklasifikasikan berdasarkan jarak tembak antara moncong senjata
dengan target yaitu tubuh korban.11 Luka tembak yang terjadi dapat ditemukan dalam bentuk
penetrasi atau perforasi. Penetrasi luka terjadi apabila peluru memasuki objek dan tidak
dapat keluar, sedangkan perforasi luka terjadi apabila peluru dapat melewati keseluruhan
objek.12 Klasifikasi luka tembak ditentukan berdasarkan ciri ditimbulkan pada setiap
tembakan yang dilepaskan dari berbagai jarak.11 luka tembak dapat diklasifikasikan sebagai
luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Jarak tembak antara muncung senjata api dan
targetnya dibagi kepada tempel, jarak sangat dekat, jarak dekat dan jarak jauh, dengan
berbagai lagi subtipe yang juga dapat ditunjuk. Jarak tempel dan sangat dekat sering kali
disatukan dalam satu kelompok.13
Penentuan luka tembak masuk tidak hanya dapat ditentukan melalui karekteristik luka,
tetapi juga diperlukan pemeriksaan khusus untuk menentukan secara pasti bahwa luka
tersebut merupakan luka tembak masuk. Hal ini karena kadang-kala ciri luka tembak boleh
jadi tidak jelas. Pemeriksaan khusus yang diperlukan adalah pemeriksaan mikroskopik,
kimiawi dan pemeriksaan radiologi.
Cedera tembak pada dada
Luka yang mengenai dada dapat merusak pleura, paru-paru, pembuluh darah besar,
jantug, mediastinum, diaphragma dan isi abdomen. Cedera yang paling sering terjadi adalah
hemopneumotoraks dari penetrasi peluru ke paru-paru dan dinding dada. Hal ini
memerlukan rawatan drainase dada yang masif. Luka atau cedera pada pembuluh intercostal
atau jantung dapat menyebabkan terjadinya pendarahan masif.14

12
II.1.4 Luka Tembak Masuk
Ciri luka tembak masuk biasanya dalam bentuk yang berentetan dengan
abrasi tepi yang melingkar di sekeliling defek yang dihasilkan oleh peluru. Abrasi
tepi tersebut berupa goresan atau lecet pada kulit yang disebabkan oleh peluru ketika
menekan masuk kedalam tubuh. Ketika ujung peluru melakukan penetrasi ke dalam
kulit, maka hal tersebut akan menghasilkan abrasi tepi yang konsentris, yaitu goresan
pada kulit berbentuk cincin dengan ketebalan yang sama, oleh karena peluru masuk
secara tegak lurus terhadap kulit. Ketika ujung peluru melakukan penetrasi pada kulit
dengan membentuk sudut, maka hal ini akan menghasilkan tepi yang eksentris, yaitu
bentuk cincin yang lebih tebal pada satu area. Area yang tebal dari abrasi tepi yang
eksentris mengindikasikan arah datangnya peluru. Sebagai tambahan, semakin tebal
abrasi tepi, semakin kecil sudut peluru pada saat mengenai sudut kulit.15
Luka tembak masuk yang tidak khas berbentuk ireguler dan mungkin
memiliki sobekan pada tepi luka. Jenis luka masuk seperti ini biasanya terjadi ketika
peluru kehilangan putaran oleh karena menembak di dalam laras senjata. Bahkan
dalam perjalanannya dengan terpilin, peluru bergerak secara terhuyung ketika
menabrak kulit sehingga sering memberikan gambaran bentuk D pada luka. Luka
tembak masuk yang tidak khas dapat disebabkan oleh senjata yang tidak berfungsi
baik atau oleh karena amunisis yang rusak, tetapi lebih sering dihasilkan dari peluru
jenis Ricochets atau peluru yang mengenai benda lain terlebih dahulu, seperti jendela
yang bergerak otomatis, sebelum mengenai tubuh. Jenis lain dari luka tembak masuk
yang tidak khas terjadi ketika mulut senjata apu mengalami kontak langsung dengan
kulit diatas permukaan tulang, seperti padan tulang tengkorak atau sternum. Ketika
senjata ditembakkan, maka hal ini akan menghentikan gas secara langsung dari mulut
senjata ke dalam luka di sekitar peluru. Gas akan mengalami penetrasi ke dalam
jaringan subkutan, dimana gas tersebut meluas sehingga menyebabkan kulit disekitar
luka tembak masuk menjadi meregang dan robek. Luka robek atau laserasi menyebar
dari bagian tengah dengan memberikan defek berbentuk stellata atau penampak
seperti bintang.16

Luka tembak masuk dapat dibedakan menjadi :16


1. Luka tembak tempel (contact wounds)

13
- Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan ditembakkan.
Bila tekanan pada tubuh erat disebut “hard contact”, sedangkan yang tidak
erat disebut “soft contact”.
- Umumnya luka berbentuk bundar yang dikelilingi kelim lecet yang sama
lebarnya pada setiap bagian.
- Jaringan subkutan 5-7,5 cm di sekitar luka tembak masuk mengalami
laserasi.
- Di sekeliling luka tampak daerah yang berwarna merah atau merah cokelat,
yang menggambarkan bentuk dari moncong senjata, ini disebut jejas laras.
- Rambut dan kulit sekitar luka dapat hangus terbakar.
- Saluran luka akan berwarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir mesiu,
jelaga dan minyak pelumas.
- Tepi luka dapat berwarna merah, oleh karena terbentuknya COHb.
- Bentuk luka tembak temple sangat dipengaruhi oleh keadaan / densitas
jaringan yang berada dibawahnya, dengan demikian dapat dibedakan :
a. Luka tembak tempel di daerah dahi
b. Luka tembak tempel di daerah pelipis
c. Luka tembak tempel di daerah perut
- Luka tembak temple di daerah dahi mempunyai ciri :
a. Luka berbentuk bintang
b. Terdapat jejas laras
- Luka tembak temple di daerah pelipis mempunyai ciri :
a. Luka berbentuk bendar
b. Terdapat jejas laras
- Luka tembak temple di daerah perut mempunyai ciri :
a. Luka berbentuk bundar
b. Kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras
2. Luka tembak jarak dekat (close range wounds)
- Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban masih dalam
jangkauan butir-butir mesiu (luka tembak jarak dekat) atau jangkauan jelaga
dan api (luka tembak jarak sangat dekat).

14
- Luka berbentuk bundar atau oval tergantung sudut masuknya peluru, dengan
di sekitarnya terdapat bintik-bintik hitam (kelin tato) dan atau jelaga (kelim
jelaga).
- Ukuran luka lebih kecil dibanding peluru.
- Di sekitar luka dapat ditemukan daerah yang berwarna merah atau hangus
terbakar.
- Bila terdapat kelim tato, berarti jarak antar moncong senjata dengan korban
sekitar 60 cm (50-60 cm), yaitu untuk senjata genggam.
- Bila terdapat pula kelim jelaga, jaraknya sekitar 30 cm (25-30 cm)
- Bila terdapat juga kelim api, maka jarak antara moncong senjata dengan
korban sekitar 15 cm.
3. Luka tembak jarak jauh ( long range wound)
- Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban diluar
jangkauan atau jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau
terbakar sebagian.
- Jarak diatas 45 cm
- Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
- Warna kehitaman atau kelim tattoo tidak ada.
- Luka berbentuk bundar atau oval dengan disertai adanya kelim lecet.
- Bila senjata sering dirawat (diberi minyak) maka pada kelim lecet dapat
dilihat pengotoran berwarna hitam berminyak, jadi ada kelim kesat atau
kelim lemak.

II.1.5 Luka Tembak Keluar


Jika peluru yang ditembakkan dari senjata api mengenai tubuh korban dan
kekuatannya masih cukup untuk menembus dan keluar pada bagian tubuh lainnya, maka
luka tembak dimana peluru meninggalkan tubuh itu disebut luka tembak keluar. Bilamana
peluru yang masuk ke dalam tubuh korban tidak terbentur dengan tulang, maka saluran luka
yang terbentuk yang menghubungkan luka tembak masuk dan luka tembak keluar dan dapat
menunjukkan arah datangnya peluru yang dapat sesuai dengan arah tembakan.15
Luka tembak keluar mempunyai ciri khusus yang sekaligus merupakan perbedaan
pokok dengan luka tembak masuk; tidak adanya kelim lecet dan kelim-kelim lainnya dan
umumnya lebih besar dari luka tembak masuk. Faktor-faktor yang menyebabkan luka
tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk adalah:15

15
 Perubahan luas peluru oleh karena terjadinya deformitas sewaktu peluru berada
dalam tubuh dan membentur tulang.
 Perubahan gerak; peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (tumbling) atau
pergerakan yang lurus menjadi tidak teratur (yawing)
 Peluru pecah menjadi beberapa fragmen yang menyebabkan luka tembak keluar
menjadi besar
 Fragmen tulang membuat robekan tambahan

Pada beberapa keadaan luka tembak keluar lebih kecil dari luka tembak masuk, hal
ini disebabkan;
 Kecepatan peluru berkurang ketika menembus tubuh sehingga luka tembak keluar
akan lebih kecil
 Adanya benda menahan atau menekan kulit bagian yang peluru akan keluar

Jumlah luka tembak keluar juga boleh lebih banyak dari jumlah peluru yang ditembakkan;
 Peluru pecah dan masing-masing pecahan mempunyai luka tembak keluar tersendiri
 Peluru menyebabkan ada tulang yang patah, dan tulang tersebut terdorong keluar
pada tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya peluru
 Dua peluru masuk kedalam tubuh melalui satu luka tembak masuk (tandem bullet
injury), kemudian kedua peluru tersebut berpisah dan keluar melalui tempat yang
berbeda.

Luka tembak keluar pada di daerah kepala dapat seperti bintang (stellate). Bentuk
bintang tersebut terjadi pada tembakan dimana tenaganya diteruskan ke segala arah,
fragmen-fragmen tulang yang terbentuk turut terdorong ke luar dan menimbulkan robekan-
robekan baru yang dimulai dari pinggir luka dan menyebar secara radier.16
II.1.6 Pemeriksaan Khusus pada Luka Tembak
Pada beberapa keadaan, pemeriksaan terhadap luka tembak masuk sering dipersulit
oleh adanya pengotoran oleh darah, sehingga pemeriksaan tidak dapat dilakukan dengan
baik, akibat penafsiran atau kesimpulan mungkin sekali tidak tepat. Untuk menghadapi
penyulit pada pemeriksaan tersebut dapat dilakukan prosedur, yaitu luka tembak dibersihkan
dengan hidrogen peroksida (3% by volume). Setelah 2-3 menit luka tersebut dicuci dengan
air, untuk membersihkan busa yang terjadi dan membersihkan darah. Dengan pemberian
hidrogen peroksida tadi, luka tembak akan bersih, dan tampak jelas, sehingga deskripsi dari
luka dapat dilakukan dengan akurat.17

16
Selain secara makroskopik, yaitu dengan karakteristik pada luka tembak masuk, tidak
jarang diperlukan pemeriksaan khusus untuk menentukan secara pasti bahwa luka tersebut
luka tembak masuk; ini disebabkan oleh karena tidak selamanya luka tembak masuk
memperlihatkan ciri-ciri yang jelas. Adapun pemeriksaan khusus yang dimaksud adalah
pemeriksaan mikroskopik, pemeriksaan kimiawi dan pemeriksaan radiologik:17
1. Pemeriksaan Mikroskopik
Perubahan mikroskopis yang tampak diakibatkan oleh dua faktor, yaitu akibat trauma
mekanis dan termis. Luka tembak tempel dan luka tembak jarak dekat :17
a. Kompresi epitel, di sekitar luka tampak epitel yang normal dan yang mengalami
kompresi, elongasi dan menjadi pipihnya sel-sel epidermal serta elongasi dari inti sel
b. Distorsi dari sel epidermis di tepi luka yang dapat bercampur dengan butir-butir mesiu
c. Epitel mengalami nekrosis koagulatif, epitel sembab, vakuolisasi sel-sel basal
d. Akibat panas, jaringan kolagen menyatu dengan pewarnaan HE, akan lebih banyak
mengambil warna biru (basofilik staining)
e. Tampak perdarahan yang masih baru dalam epidermis (kelainan ini paling dominan),
dan adanya butir-butir mesiu
f. Sel-sel pada dermis intinya mengkerut, vakuolisasi dan pignotik
g. Butir-butir mesiu tampak sebagai benda tidak beraturan, berwarna hitam atau hitam
kecoklatan
a) Pada luka tembak tempel “hard contact” permukaan kulit sekitar luka tidak
terdapat butir-butir mesiu atau hanya sedikit sekali, butir-butir mesiu akan
tampak banyak di lapisan bawahnya, khususnya di sepanjang tepi saluran luka
b) Pada luka tembak tempel “soft contact” butir-butir mesiu terdapat pada kulit dan
jaringan dibawah kulit
c) Pada luka tembak jarak dekat, butir-butir mesiu terutama terdapat pada
permukaan kulit, hanya sedikit yang ada pada lapisan-lapisan kulit

2. Pemeriksaan Kimiawi
Pada “black gun powder” dapat ditemukan kalium, karbon, nitrit, nitrat, sulfis, sulfat,
karbonat, tiosianat dan tiosulfat. Pada “smokeless gun powder” dapat ditemukan nitrit dan
selulosa nitrat. Pada senjata api yang modern, unsur kimia yang dapat ditemukan ialah timah,
barium, antimon, dan merkuri. Unsur-unsur kimia yang berasal dari laras senjata dan dari
peluru sendiri dapat ditemukan ialah timah, antimon, nikel, tembaga, bismut perak dan
thalium. Pemeriksaan atas unsur-unsur tersebut dapat dilakukan terhadap pakaian, di dalam
17
atau di sekitar luka. Pada pelaku penembakan, unsur-unsur tersebut dapat dideteksi pada
tangan yang menggenggam senjata.17

3. Pemeriksaan dengan Sinar-X


Pemeriksaan foto rontgen pada luka tembak kurang bermanfaat. Ada beberapa alasan
penggunaan foto rontgen, yakni :17
a. Untuk mengetahui lokasi peluru
b. Untuk mengetahui lokasi pecahan peluru. Meskipun luka tembaknya merupakan luka
tembak terbuka, peluru mungkin pecah dan berada dalam tubuh
c. Untuk mengetahui saluran peluru
d. Untuk mengetahui defek pada tulang
e. Untuk mengetahui adanya emboli udara berkaitan dengan adanya bahaya pada
pembuluh darah yang besar akibat peluru
f. Sebagai bukti tertulis bahwa tubuh korban telah diperiksa dan adanya luka akibat
peluru
g. Untuk menyingkirkan adanya peluru dalam tubuh
Radiografi dapat juga digunakan pada pasien hidup untuk menentukan beberapa
karakteristik adanya peluru dalam tubuh. Terdapat masalah yang tidak diharapkan saat
radiografi digunakan sebagai pemeriksaan rutin untuk memeriksa luka tembak.
Foto rontgen dapat menyatakan ada peluru yang mungkin tidak berhubungan dengan
penembakan yang sedang diselidiki. Yang kedua, kaliber dari peluru tidak dapat ditentukan
dengan tepat dengan menggunakan foto rontgen. Adanya distorsi dengan menggunakan foto
rontgen besar dan tergantung jarak peluru dari film X ray. Sangat sulit memperkirakan
kaliber yang tepat dari peluru berdasarkan penampilan peluru di foto rontgen. Pemeriksaan
radiografi yang lain kadang-kadang digunakan pada pemeriksaan luka tembak. Ini terdiri
dari soft X-rays yang terkadang dinamakan grenz rays.
Pemeriksaan secara radiologik dengan sinar-X ini pada umumnya untuk memudahkan
dalam mengetahui letak peluru dalam tubuh korban, demikian pula bila ada partikel-pertikel
yang tertinggal. Pada “tandem bullet injury” dapat ditemukan dua peluru walaupun luka
tembak masuknya hanya satu. Bila pada tubuh korban tampak banyak pellet tersebar, maka
dapat dipastikan bahwa korban ditembak dengan senjata jenis “shoot gun”, yang tidak
beralur, dimana dalam satu peluru terdiri dari berpuluh pellet. Bila pada tubuh korban
tampak satu peluru, maka korban ditembak oleh senjata jenis “rifled”.

18
Pada keadaan dimana tubuh korban telah membusuk lanjut atau telah rusak
sedemikian rupa, sehingga pemeriksaan sulit, maka dengan pemeriksaan radiologi ini akan
dengan mudah menentukan kasusnya, yaitu dengan ditemukannya anak peluru pada foto
rontgen. Luka tembak masuk dilukis dalam keadaan asli atau dibuat foto. Pada luka tembak
jarak dekat dibuat percobaan parafin, yang kegunaannya untuk menentukan sisa mesiu pada
tangan penembak atau sisa-sisa mesiu sekitar luka tembak untuk jarak dekat.

4. Pemeriksaan baju pada korban luka tembak


Pemeriksaan korban luka tembak tidak lengkap tanpa pemeriksaan defek baju yang
dibuat oleh peluru. Beberapa cara pemeriksaannya :16
a. Idealnya baju korban harus dilepaskan tanpa merusak baju tersebut
b. Untuk mengidentifikasi korban, dapat dicari barang-barang yang ada di saku
c. Baju harus dilepaskan dari korban, tapi jika hal ini dapat merusak maka dilakukan
manipulasi sehingga luka dapat dilihat
d. Korban yang meninggal, sekarat, dan potensial untuk resusitasi kardiopulmonologi
dirawat oleh petugas medis. Berkaitan dengan hal ini, baju korban harus dipotong
atau dirobek
Pemeriksaan baju pada korban dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang
berbeda. Ini meliputi :
a. Dengan mata telanjang
b. Dengan menggunakan gelas
c. Dengan mikroskop binocular
d. Dengan fotografi inframerah

II.1.7 Jenis Senjata Api

Senjata api diartikan sebagai setiap alat, baik yang sudah terpasang ataupun yang
belum, yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap, yang dirancang atau diubah, atau
yang dapat diubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-
gas yang dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah terbakar didalam alat tersebut, dan
termasuk perlengkapan tambahan yang dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang pada
alat demikian.19
Klasifikasi Senjata Api
Senjata api adalah suatu senjata yang menggunakan tenaga hasil peledakan mesiu,
dapat melontarkan proyektil (anak peluru) yang berkecepatan tinggi melalui larasnya.19
19
Proyektil yang dilepaskan dari suatu tembakan dapat tunggal, dapat pula tunggal berurutan
secara otomatis maupun dalam jumlah tertentu bersama-sama.19 Senjata api dapat
dikelompokan menjadi dua kelompok iaitu berdasarkan panjang laras dan berdasarkan alur
laras.20 Senjata api berdasarkan ukuran laras:16
1. Laras pendek.
a. Revolver, Mempunyai metal drum (tempat penyimpanan 6 peluru) yang
berputar (revolve) setiap kali trigger ditarik dan menempatkan peluru baru
pada posisi siap untuk di tembakkan.
b. Pistol, peluru disimpan dalam sebuah silinder yang diputar dengan menarik
picunya.
2. Laras panjang.
Senjata ini berkekuatan tinggi dengan daya tembak sampai 3000 m, mempergunakan
peluru yang lebih panjang. Dibagi menjadi dua yaitu:
a. Senapan tabur: Senapan tabur dirancang untuk dapat memuntahkan butir-
butir tabur ganda lewat larasnya, moncong senapan halus dan tidak terdapat
rifling.
b. Senapan untuk menyerang: Senapan ini mengisi pelurunya sendiri, mampu
melakukan tembakan otomatis sepenuhnya, mempunyai kapasitas magasin
yang besar dan dilengkapi ruang ledak untuk peluru senapan dengan
kekuatan sedang (peluru dengan kekuatan sedang antara peluru senapan
standard dan peluru pistol).

Senjata api berdasarkan Alur Laras :


1. Laras beralur (Rifled bore)
Agar anak peluru dapat berjalan stabil dalam lintasannya, permukaan dalam laras
dibuat beralur spiral dengan diameter yang sedikit lebih kecil dari diameter anak
peluru, sehingga anak peluru yang didorong oleh ledakan mesiu, saat melalui laras,
dipaksa bergerak maju sambil berputar sesuai porosnya, dan ini akan memperoleh
gaya sentripetal sehingga anak peluru tetap dalam posisi ujung depannya di depan
dalam lintasannya setelah lepas laras menuju sasaran. Alur laras ini dibagi menjadi
dua yaitu, arah putaran ke kiri (COLT) dan arah putaran ke kanan (Smith and
Wesson).16,20
2. Laras tak beralur atau laras licin (Smooth bore)

20
Senjata api jenis ini dapat melontarkan anak peluru dalam jumlah banyak pada satu
kali tembakan. Contohnya adalah shotgun.16,21
II.1.8 Amunisi

Amunisi adalah suatu benda yang mempunyai bentuk dan sifat balistik tertentu yang
dapat diisi dengan bahan peledak atau mesiu dan dapat ditembakkan/dilontarkan dengan
senjata maupun dengan alat lain dengan maksud ditujukan kepada suatu sasaran tertentu
untuk merusak/membinasakan.22 Amunisi pada umumnya dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:23,24

1. Berdasarkan struktur. Pembagian amunisi berdasarkan struktur dapat dibagi:


a. Pelor (Bullet)
b. Kelongsong (Cartridge Case)
c. Isian dorong (Propelan)
d. Penggalak (Primer)
2. Berdasarkan Kaliber. Pembagian amunisi berdasarkan kalibernya dapat dibagi
menjadi:
a. Amunisi ringan (MURI). Muri ini dipakai pada senjata yang mempunyai
diameter lubang laras maksimum 12,7 mm.
b. Amunisi berat (MURAT). Murat ini dipakai pada senjata yang mempunyai
diameter lubang laras lebih dari 12,7 mm.

II.1.9 Aspek Medikolegal Luka Tembak

Luka tembak bisa terjadi karena:25


1. Pembunuhan
2. bunuh diri
3. kecelakaan

Dalam membuat kesimpulan luka, sebaiknya dokter menentukan derajat keparahan luka
yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi luka. Penentuan luka berat harus
disesuaikan dengan ketentuan undang undang yaitu yang diatur dalam KUHP 90.
KUHP Pasal 90
Luka berat berarti:
1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak member harapan akan sembuh sama sekali
atauyang dapat menimbulkan bahaya maut.
2) Tidak mampu terus – menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian
3) Kehilangan salah satu pancaindera

21
4) Pendapat cacat berat
5) Penderita sakit lumpuh
6) Terganggu daya piker selama 4 minggu atau lebih
7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

KUHP Pasal 351


1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2) Jika perbuatan itu manjadikan luka berat yang bersalah diancam pidana penjara
paling lama lima tahun.
3) Jika mengakibatkan mati diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4) Dengan penganiyaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

Yang dimaksudkan dengan penganiyaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352:
1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356 maka penganiyaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan dan
penganiyaan ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana penjara
paling lama 3 bulan atau pidan denda empat ribu lima ratus rupiah.

KUHP pasal 353:


1) Jika perbuatan itu menjadi luka berat, dihukum selama-lamanya tujuh tahun

KUHP pasal 35:


1) Dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam karena penganiyaan beratdengan
pidana penjara paling lama 8 tahun

KUHP pasal 355:


1) Penganiyaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu diancam
dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

22
BAB III
23
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL

III.1 Kelebihan Jurnal


1. Jurnal ini menggunakan sampel dari Rumah Sakit, sehingga data yang didapatkan
terpercaya.
2. Jurnal ini membahas pola luka tembak dengan jelas sesuai kasus yang diteliti.

III.2 Kekurangan Jurnal


1. Jurnal ini hanya melakukan penelitian pada satu Rumah Sakit di suatu daerah,
sehingga kurang menggambarkan pola akibat luka tembak di daerah lain.
2. Jurnal ini tidak mencantumkan kronologis dan deskripsi luka secara terperinci
sehingga pembahasannya tidak dapat diolah lebih lanjut dari aspek yang lain.
3. Kasus yang didapatkan dalam penelitian ini tidak dapat menggambarkan jumlah
kasus kematian akibat senjata api secarah menyeluruh di lokasi penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baldatun, R, Sunny, W, Soony, JRK. 2014. Gambaran histologic ginjal hewan coba postmortem.

2. Dahlan, S. 2007. Ilmu kedokteran forensik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

3. Knights, B, Saukko, PK. Knight’s forensic pathology. 3 rd Edition. London : Arnold.

24
4. Kushawa, V, Singh, H, Yadav, M, Srivastva, AK, Agarwal, A. 2007. Time passed since death from
degenerative changes in liver. J indian Acad Forensic Med, 31(4)

5. Kushawa, V, Singh, H, Yadav, M, Srivastva, AK, Agarwal, A. 2014. Time passed since death from
degenerative changes in the lung. J Indian Acad Forensic Med, vol.36, no.3

6. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Edisi 6. EGC, Jakarta.

7. Sherwood, L, 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

8. Thakur, R, Goyal, M, Bhawnani, D. 2015. A study on estimation of time since death after histological
examination of kidney. Int J Res Med Sci, 3(5) 1091-1096

9. Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of anatomy & physiology. Edisi 13. John Wiley & Sons,
Inc, USA.

10. Verma, S, Goyal, M, Kurrey, P, Paikra, L. 2015. Estimation of time since death from histological
changes in hepatic cords and hepatic lobules of human liver. Int Journal of Current Res in Life Sci,
vol.4, no.09, pp.363-366

11. Vij, K. 2008. Textbook of forensic medicine and toxicology. 4th Edition, Elsevier, New Delh.

12. Mescher, A.L. 2011. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas, Edisi 12. EGC. Jakarta.

25
26

Anda mungkin juga menyukai