Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iv
D. Penempatan Bahan Mudah Terbakar ................... 58
E. Penempatan Alat Pemadam Kebakaran .............. 61
F. Penempatan Jalur Evakuasi .................................. 65
G. Panel Listrik ......................................................... 68
BAB VI PENUTUP ............................................................. 72
A. Kesimpulan ............................................................... 72
B. Saran ......................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 73
LAMPIRAN ......................................................................... 75
iv
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bekerja dalam lingkungan yang baik, sehat, serta aman
pastilah menjadi harapan oleh semua pekerja dimanapun
mereka berada. Bahkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja, dan
pemerintahan di seluruh dunia. Menurut perkiraan ILO, setiap
tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah
– masalah akibat kerja dari jumlah ini 354.000 mengalami
kecelakaan fatal. Setiap tahun ada 270 juta pekerja yang
mengalami kecelekaan akibat kerja dan 160 juta pekerja
terkena penyakit akibat kerja
Tingkat kecelakaan kerja di negara berkembang
cenderung tinggi, terutama pada budang pertanian, perikanan,
perkayuan, pertambangan dan konstruksi. Tingkat buta huruf
dan pelatihan yang kurang mengakibatkan tingginya
kecelekaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Sebagai
contoh penggunaan alat yang tidak sesuai fungsinya atau
penggunaan bahan berbahaya tanpa mempertimbangkan
batasan ukuran penggunaannya. Disamping itu praktik
ergonomis yang kurang memadai mengakibtkan gangguan
pada otot yang berpengaruh pada produktivitas. Masalah stres
akibat kerja sering kita temui di lapangan kerja. Hal ini dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja seperti stroke.
Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
memiliki beberapa dasar hukum pelaksanaan. Di antaranya
1
ialah Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Permenaker No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Rangkuman
dasar-dasar hukum tersebut antara lain :
1. UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja :
a. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
b. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
c. Adanya bahaya kerja di tempat itu.
2. Permenaker No 5 Tahun 1996 Tentang Sistem
Manajemen K3 :
Setiap perusahaan yang memperkerjakan 100 (seratus)
tenaga kerja atau lebih dan atau yang mengandung potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau
bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran
lingkungan dan penyakit akibat kerja (PAK).
3. Permenaker No 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :
a. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus
memperkerjakan 100 (seratus) orang atau lebih.
b. Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan
kurang dari 100 (seratus) orang tetapi menggunakan
bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar
akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan
pencemaran radioaktif.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
3
2. Setiap individu yang berada di tempat kerja perlu terjamin
keselamatannya
3. Setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan
secara aman dan efisien.
4. Untuk mengurangi biaya jika terjadi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja, karena sebelumnya
sudah ada tindakan antisipatif.
K3 ini dibuat tentu mempunyai tujuan. Tujuan dibuatnya K3
secara tersirat tertera dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, tepatnya BAB III tentang syarat-syarat
K3, yaitu :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memandamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurahi bahaya peledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang
berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau
meyebarluasnya suhu, kelembapan, debu, kotoran, asap,
gas, uap, hembudan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
dan getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan
penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik
4
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
12. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertipan
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,
binatang, tanaman atau barang
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah
tinggi.
Jadi, berdasarkan syarat-syarat keselamatan kerja diatas,
dapat disimpulkan bahwa tujuan K3, antara lain sebagai
berikut :
1. Untuk mencapai derajat kesehatan kerja yang setinggi-
tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri,
maupun pekerja - pekerja bebas.
2. Untuk mencegah dan memberantas penyakit dan
kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mempertinggi efisiensi dan
daya produktivitas kerja, serta meningkatkan kegairahan
dan kenikmatan kerja.
Di Indonesia K3 sudah ada sejak pemerintahan kolonial
Belanda. Pada tahun 1908 parlemen Belanda memberlakukan
K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan
Veiligheids Reglement Staatsblad No. 406 tahun 1910.
Kemudian pemerintah Kolonial Belanda menerbitkan
beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi
5
keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah
berdasarkan masing-masing sektor ekonomi.
Karena pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan
masih dalam masa peralihan, maka aspek K3 belum menjadi
isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan
dan keadilan. Selain itu, roda ekonomi nasional baru mulai
dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru diperhatikan sekitar tahun 1970 seiring dengan
semakin ramainya investasi modal dan mengapdosian
teknologi industri nasional (manufaktur). Akhirnya
pemerintah melakukan regulasi dalam bidang
ketenagakerjaan termasuk pengaturan masalah K3, yang
dituangkan dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamtan
Kerja.
B. 5S/5R
7
4. Menambah penghematan karena menghilangkan berbagai
pemborosan di tempat kerja.
8
digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan
bahaya yang :
1. Mungkin diabaikan dalam layout bangunan dan dalam
desain permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan
proses.
2. Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau
personel.
3. Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.
Job Safety Analysis (JSA) dikenal juga dengan Job Hazard
Analysis merupakan upaya untuk mempelajari/menganalisa
dan serta pencatatan tiap - tiap urutan langkah kerja suatu
pekerjaan, dilanjutkan dengan identifikasi potensi - potensi
bahaya di dalamnya kenudian diselesaikan dengan
menentukan upaya terbaik untuk mengurangi ataupun
menghilangkan/mengendalikan bahaya-bahaya pada
pekerjaan yang dianalisa tersebut.
Langkah-langkah dalam menyusun Job Safety Analysis
(JSA) antara lain :
1. Menentuan Jenis Pekerjaan
2. Pekerjaan yang memiliki riwayat kecelakaan kerja paling
parah ataupun sering merupakan prioritas utama untuk
dianalisa keselamatannya. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam menentukan pekerjaan yang akan
dianalisa ialah sebagai berikut :
Tingkat keseringan kecelakaan kerja.
Tingkat kecelakaan yang menyebabkan cacat.
Potensi keparahan kecelakaan kerja.
Pekerjaan yang bersifat baru.
9
Pekerjaan yang memiliki riwayat hampir celaka
(nearmiss).
3. Merinci urutan-urutan / langkah-langkah pekerjaan dari
awal dimulai pekerjaan sampai dengan selesainya
pekerjaan.
4. Mengidentifikasi bahaya dan potensi kecelakaan kerja
terhadap tiap-tiap urutan kerja yang dilakukan.
5. Menentukan langkah pengendalian terhadap bahaya-
bahaya tiap urutan kerja yang dilakukan.
D. ERGONOMI
Ergonomi dan K3 adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Salah satu tujuan dari pelaksanaan K3 adalah
melindungi pekerja dari kecelakaan kerja maupun penyakit
akibat kerja. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meminimalisasi kecelakaan kerja adalah dengan merancang
suatu sistem kerja yang disesuaikan dengan kondisi tubuh
manusia. Dengan hal ini, kenyamanan pekerja dalam
melakukan pekerjaan akan meningkat sehingga resiko
terjadinya kecelakaan dapat diminimalisasi. Proses inilah
dibutuhkan disiplin ilmu ergonomi dalam perancangan suatu
sistem kerja. Ada ungkapan yang mengatakan “Without
ergonomic, safety management is not enough”. Ungkapan ini
ditunjukkan dengan banyaknya perusahaan yang telah lulus
audit manajemen K3, akan tetapi banyak ditemui keluhan dari
para pekerjanya terkait dengan masalah kesehatan. Hal ini
disebabkan karena metode kerja yang salah atau tidak dibantu
dengan alat bantu yang sesuai. Padahal data menunjukkan
10
bahwa kompensasi perusahaan yang dikeluarkan untuk
mengatasi keluhan ini lebih besar dibandingkan kompensasi
untuk jenis kecelakaan lainnya.
Dengan ergonomi, semua sistem kerja akan dirancang dengan
memperhatikan kemampuan tubuh manusia dengan
memperhatikan konsep Human Centerd Design (HCD).
Intinya adalah beban kerja tidak boleh melebihi kapasitas
kerja (Task Demand < Work capacity). Dengan inilah akan
diperoleh suatu rancangan sistem kerja yang produktif, aman,
nyaman, dan sehat bagi pekerja.
K3 merupakan salah satu aspek tujuan dari penerapan
ergonomi yakni adanya keselamatan (safety) dan kesehatan
(health) di tempat kerja, sedangkan ergonomi merupakan
sebuah ilmu yang tujuannya tidak hanya safety dan health saja
tapi juga sampai ke hal-hal yang lebih luas seperti
productivity dan humanity. Jadi bisa disebutkan bahwa K3
merupakan bagian dari ergonomi.
E. ZEROSICK
Zerosicks merupakan salah satu panduan untuk menyusun
program berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja
yang merupakan singkatan dari hazard, environment, risk,
observation, opportunity, occupational, solution,
implementation, culture, climate, control, knowledge, dan
standarisasi.
Hazard adalah suatu kondisi atau tindakan atau potensi
yang dapat menimbulkan kerugian. Hazard dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu :
11
1. Biological Hazard (bahaya biologi), yang termasuk
kedalam kategori ini antara lain, virus, jamur, bakteri,
tanaman, burung, binatang yang dapat menginfeksi atau
memberikan reaksi negative kepada manusia.
2. Chemical Hazard (bahaya kimia), adalah bahaya yang
ditimbulkan oleh bahan kimia seperti toksisitas bahan
kimia, daya ledak bahan kimia, penyebab kanker,
oksidasi, bahan kimia mudah terbakar.
3. Ergonomic Hazard (bahaya ergonomi), yang termasuk
didalam kategori ini antara lain desain tempat kerja yang
tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat melakukan
aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan
yang berulang-ulang.
4. Physical Hazard (bahaya fisika), yang termasuk didalam
kategori ini antara lain kebisingan, tekanan, suhu, getaran,
dan radiasi.
5. Psychological Hazard (bahaya psikososial), yang
termasuk kategori ini adalah stress kerja yang diakibatkan
oleh beberapahal seperti jam kerja yang terlalu lama,
pimpinan yang terlalu galak, lingkungan kerja yang tidak
nyaman, dan sebagainya.
Environment atau pengenalan lingkungan bertujuan untuk
mengetahui sumber bahaya yang ditimbulkan misalnya
ergonomic tempat kerja, bahan berbahaya dan beracun,
pendidikan, ekonomi, dan juga tentang lingkungan terkait
dengan hewan, tumbuhan, air, udara, dan tanah yang dapat
menyebabkan atau mendukung terjadinya kecelekaan dan
terganggunya kesehatan.
12
Risk (Risiko) atau kemungkinan terjadinya suatu dampak,
Analisis risiko kerja dapat mengenali risiko kerja yang dapat
menimbulkan penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan
akibat kerja (KAK).
Observation (pengamatan) ditujukan untuk mengamati
tingkat risiko dan bahaya yang berdampak pada lingkungan,
peralatan, maupun pekerja dengan menggunakan analisis 5W
+ 1H ditambah dengan beberapa keterangan tambahan yang
dilengkapi dengan analisis SWOT. Proses ini diharapkan
akan dapat menghasilkan berbagai data dan informasi terkait
dengan hazard dan risiko serta bagaimana solusinya
Opportunity (peluang) dilakukan untuk mengatahui
peluang terjadinya bahaya di lingkungan kerja baik yang
disebabkan oleh faktor kesalahan manusia ataupun
lingkungan terkait, sehingga dapat ditentukan berbagai
peluang solusi untuk mencegah timbulnya kecelakaan yang
terjadi di lingkungan kerja.
Occupational (individu), kondisi ini meliputi kondisi fisik
dan psikis individu, beban kerja, dan hubungan atar individu
dalam suatu pekerjaan. Faktor ini sangat berpengaruh dalam
keselamatan dan kesehatan kerja.
Solution (solusi) merupakan upaya dalam menyelesaikan
masalah yang ada. Seperti prinsip SMART (Specifics,
Measuable, Achievable, Realistic, Time). Specifics, yaitu
solusi yang diberikan bersifat spesifik mengenai
permasalahan yang ada sehingga akan lebih efisien dan harus
jelas maksud tujuannya ataupun ruang lingkupnya.
Measuable, yaitu solusi harus mempunyai program yang
13
dapat mengukur keberhasilan secara luas mengenai
permasalahan yang ada. Achievable, yaitu solusi harus dapat
mencapai aplikatif mengenai permasalahan yang ada atau
mempunyai tahapan tindakan yang jelas. Realistic, yaitu
solusi dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari
sehingga mudah untuk dilakukan. Time, yaitu solusi yang
dilakukan mempunyai batasan waktu yang jelas agar mudah
dinilai dan dievaluasi.
Implementation dapat dihubungkan dengan istilah KISSS
(koordinasi, integrasi, simpel, sinergi dan sinkronisasi) dalam
rangka menciptakan keharmonisan dalam suatu kegiatan.
Berikut penjelasannya :
1. Koordinasi berarti sebagai proses penyatuan tujuan-
tujuan K3 dan kegiatan pada tingkat satu satuan yang
terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Koordinasi dapat dilakukan oleh seorang kepala
bengkel kepada pengguna bengkel praktikum
(mahasiswa) agar mahasiswanya mempunyai
pegangan mana yang harus diikuti sesuai standar K3
yang berlaku
2. Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration"
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan.
Integrasi juga sebagai proses penyesuaian di antara
unsur-unsur K3 yang saling berbeda.
3. Makna simpel yang dapat diterapkan dalam K3 yaitu
sebagai pola pikir yang terapkan untuk memahami
pedoman K3 yang baik.
14
4. Sinergi adalah memastikan hubungan kerja antar
individu dalam suatu pekerjaan telah berjalan sesuai
dengan keinginkan.
5. Sinkronisasi dapat berupa cara untuk menyamakan
atau menghubungkan antar individu, bagaimana
langkah pencegahan bahaya menggunakan pedoman
K3.
Culture (budaya) pembudayaan K3 di lingkungan kerja
dimulai dari pembuatan SOP dengan aturan yang mendukung
lainnya seperti mengadakan sosialisasi. SOP dapat berupa
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan
fungsi dan alat penilaian kerja instansi pemerintah
berdasarkan indikator teknis, administrasif, dan prosedural
sesuai dengan tata kerja yang bersangkutan.
Climate (iklim) sebuah organisasi memiliki peranan
penting dalam pelaksanaan program berkaitan dengan
implemntasi K3. Budaya dan iklim tidak bisa secara singkat
diterapkan karena perlu pembiasaan yang dapat menciptakan
rutinitas.
Control (pengendalian) terhadap lingkungan (bengkel)
dan para pengguna bengkel dilakukan untuk menjamin
pelaksanaan program. Adanya pengendalian bertujuan agar
program kebijakan dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan
tertentu.
Knowledge (pengetahuan) dalam berbagai bidang dpat
digunakan sebagai referensi penyusunan program kebijakan
yang diambil. Pengetahuan dapat sebagai langkah agar dapat
15
mengetahui apa yang harus dilakukan (knowhow) untuk
meminimalisir kecelakaan kerja.
Standarisasi, merupakan upaya penyamaan prosedur
terhadap apa yang dilakukan. Berisi peraturan yang harus
disepakati dan dilaksanakan bersama.
16
BAB III
ANALISIS PENERAPAN K3
Gambar 3. Hazard
(Sumber : www.stonybrook.edu)
17
cukup tentang keamanan dan keselamatan kerja di bengkel
pemakaian listrik. Seyogjanya masalah keamanan dan
keselamatan kerja di benkel pemakaian diberikan perhatian
dan penekanan yang cukup, sejalan dengan pelaksanaan
kurikulum.
Perlu kiranya terus diupayakan pemberian informasi yang
jelas, rinci dan menyeluruh tentang bahaya di bengkel
pemakaian listrik serta berupaya menciptakan keselamatan
kerja di tempat praktik tersebut. Untuk mahasiswa, informasi
dapat diberikan dalam perkuliahan, sebelum praktikum atau
penelitian. Para dosen, teknisi/laboran atau karyawan lain
dapat memperoleh informasi melalui melalui penjelasan rutin
oleh pihak yang berwenang, membaca buku, bahkan
informasi tentang keamanan dan keselamatan bengkel
pemakaian listrik dapat dengan mudah diakses melalui
internet.
Gambar 3 menunjukkan beberapa potensi bahaya yang
ada di dalam bengkel pemakaian listrik. Potensi bahaya
(hazard) di bengkel pemakaian listrik dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis yaitu :
18
Kebisingan dapat bersumber dari suara kompresor
saat dinyalakan sebagai alat untuk membersihkan
kotoran di komponen – komponen listrik seperti
komponen pendingin ruangan ( AC ) yang digunakan
untuk diteliti dalam praktikum. Suara bising yang
tinggi dapat menyebabkan dampak negative seperti
mengganggu konsentrasi kerja, stres , dan tuli.
Dianjurkan memakai pelindung telinga agar terbebas
dari kecelakaan kerja seperti pada gambar 4. Hal ini
sesuai dengan standar K3.
19
kinerja saat praktikum. Penataan ruangan yang salah
dapat mempengaruhi perubahan suhu dalam hal ini
berkaitan dengan perubahan suhu panas. Akibatnya
setiap orang cepat mengalami kelelahan. Bila hal
tersebut berlangsung terlalu lama dapat mengurangi
konsetrasi saat praktikum bahkan dapat
menimbulkan stres. Untuk itu perlu ada pengaturan
suhu memakai AC atau kipas angin maupun secara
alami yaitu dengan penyediaan ventilasi udara yang
memadai. Gambar 5 menunjukkan pengaturan suhu
ruangan dengan AC.
c. Penerangan
Penerangan di bengkel pemakaian listrik sangatlah
penting karena berpengaruh pada keselamatan saat
20
menggunakan alat – alat listrik. Perlu adanya sistem
penerangan yang baik untuk menjamin keselamatan
dan kesehatan di bengkel pemakaian listrik. Efek
terhadap kurangnya penerangan dalam ruangan pada
orang yaitu iritasi, penglihatan rangkap, sakit kepala,
dan penglihatan kabur.
21
Gambar 6. Masker Pelindung Debu
(Sumber : www.xorvia.com)
22
ergonomi juga berhubungan dengan aspek sosial dan
psikologis manusia dan pekerjaannya. Sebagai contoh,
beban kerja yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, tugas -
tugas yang tidak jelas, time pressure, pelatihan yang tidak
cukup, dan dukungan sosial lemah, semua itu bisa
berdampak negatif terhadap orang dan pekerjaan yang
mereka lakukan.
Hal yang bisa dilakukan jika sudah mengenali
permasalahan ergonomic yaitu :
a. Mencari kemungkinan penyebab dan
mempertimbangkan kemungkinan pemecahannya.
Sebuah perubahan kecil diperlukan untuk membuat
tugas lebih mudah dan lebih aman untuk
dilaksanakan. Sebagai contoh:
Membuang benda-benda yang berada di bawah
meja untuk menciptakan ruang yang cukup untuk
kaki
Memperkenalkan rotasi kerja diantara tugas-tugas
yang berbeda untuk mengurangi kelelahan secara
fisik dan mental
b. Bicara dan bertemu dengan siswa untuk mendapatkan
saran-saran mereka dan membicarakan kemungkinan
pemecahannya. Libatkan siswa dan dosen mulai
proses awal, ini akan membantu semua pihak untuk
menerima setiap perubahan usulan.
c. Pastikan bahwa segala perubahan dievaluasi dengan
baik oleh para pekerja yang melakukan pekerjaannya.
Berhati-hatilah bahwa sebuah perubahan untuk
23
memecahkan sebuah masalah tidak diciptakan untuk
menimbulkan masalah baru.
d. Pemahaman yang baik terhadap ergonomi
menciptakan pemahaman yang baik secara ekonomik.
Keterlibatan ergonomi tidak memerlukan biaya tinggi,
dan dapat menghemat biaya dalam jangka panjang
dengan melalui pengurangan cedera dan absensi kerja.
Pemahaman ergonomi di tempat kerja kemungkinan
dapat mengurangi sakit, nyeri, dan stress di tempat
kerja dan meningkatkan kepuasan kerja. Solusi
ergonomi dapat dilakukan dengan cara yang
sederhana dan langsung dapat dilihat hasilnya,
misalnya saja perubahan yang kecil pada kursi, yakni
mengubah tinggi kursi sesuai dengan keterbatasan
yang ada pada individu.
24
Gambar 7. Tergores
(Sumber : www.female.kompas.com)
25
Gambar 8. Tersengat Arus Listrik
(Sumber : www.smartdetoxsynergy.com)
3. Terpapar panas
Panas dapat disebabkan oleh komponen – komponen
listrik yang terlalu lama digunakan. Bila dibiarkan terlalu
lama dapat merusak komponen dan menimbulkan
kebakaran. Penyebab lain dari kebakaran dapat bersumber
dari konsleting listrik yang menimbulkan percikan api.
26
Gambar 9. Bahaya Panas
(Sumber : www.mataangin.us)
4. Tersandung
Tersandung bisa disebabkan oleh benda-benda berupa
peralatan praktik ataupun tertabrak benda-benda yang
bergerak. Hal ini karena penataan ruangan kurang rapi dan
tidak sesuai dengan standar K3.
5. Tertimpa benda
Benda yang diletakkan tidak sesuai pada tempatnya dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu perlu
ada space tempat atau penyediaan peralataan praktik agar
tidak terjadi kecelakaan kerja. Gambar 10 menunjukkan
penataan peralatan yang tidak teratur.
27
Gambar 10. Penataan Peralatan Tidak Teratur
28
Penyakit akibat kerja adalah gangguan baik jasmani
maupun rohani yang ditimbulkan dan diperparah oleh
aktivitas kerja ataupun kondisi lain yang berhubungan dengan
pekerjaan. Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan
PAK.
1. Fisika
Kondisi PAK
Suhu tinggi Heat stress
Suhu dingin Fros bite
Kebisingan Hearing loss
Getaran Reynold disease
Tekanan Caison’s disease
Radiasi Katarak
Tabel 1. PAK oleh Faktor Fisika
2. Kimia
Kondisi PAK
Zat iritan Iritasi selaput lendir
Zat korosif Luka bakar
Zat karsinogenik Kanker
Zat alergen Dermatitis, asma
Zat Mutagenik Mutasi genetik
Zat Teratogenik Penyakit kongenital
Debu Pneumukoniosis
Tabel 2. PAK oleh Faktor Kimia
3. Ergonomi
Kondisi PAK
Beban Angkat Hernia
Cara Mengangkat Trauma Otot & Sendi
29
Posisi tidak ergonomis Mosculeskeletal disorder
Gerakan Repetitif Carpal tunel syndrome
Konstraksi Statis Kelelahan, nyeri otot
Tabel 3. PAK oleh Faktor Ergonomi
30
4. Penilaian K3 dalam praktik belum sepenuhnya
dimasukkan ke dalam aspek penilaian pada saat
praktikum
5. Pada bengkel pemakaian listrik sudah terpasang poster
edukasi tentang K3
31
pengadaan klinik kesehatan di pabrik, melakukan
sosialisasi tentang penggunaan / pemakaian alat
pelindung diri , pemasangan poster tentang k3.
3. Evaluasi
a. Faktor pendukung dari luar yang dapat mendukung
safety culture, yaitu :
sarana yg cukup
peralatan k3 yg cukup
adanya bidang yg mengurus k3
prasarana yg cukup
adanya biaya yg cukup utk mengembangkan k3
adanya kemampuan yg memadai utk
mengembangkan k3
b. Faktor pendukung dari dalam yang dapat mendukung
safety culture, yaitu :
kepercayaan/sugesti dari masing – masing
individu
kemampuan mental terbatas
kurang pengetahuan
kurang keterampilan
motivasi yang keliru
c. Output yang dihasilkan dari evaluasi :
sehat
nyaman
aman
senang
rapi
produktif
32
G. Solusi
Pencegahan potensi bahaya, kecelakaan akibat kerja
maupun penyakit akibat kerja dapat dilakukan melalui
beberapa hal. Berikut adalah penjelasan nya :
1. Menggunakaan alat pelindung diri (APD)
APD yang sering digunakan dalam praktikum di bengkel
pemakaian listrik meliputi :
a. Sarung tangan
33
b. Safety Helmet
c. Safety shoes
34
Berfungsi mirip sepatu karet, tapi sepatu ini dilapisi
dengan material metal dan sol karet yang kuat serta
tebal. Pada ujung kaki biasanya dilengkapi material
anti hantaran listrik dan baja.
e. Masker
35
Gambar 15. Masker
(Sumber : www. jualalatk3.com)
f. Kacamata
36
g. Alat pemadam api
37
tersebut dapat memenuhi persyaratan standarisasi kualitas
yang sesuai dengan K3
a. Ringkas
Prinsip ringkas adalah memisahkan segala sesuatu
yang diperlukan dan menyingkirkan yang tidak
diperlukan dari tempat kerja. Mengetahui benda
mana yang tidak digunakan, mana yang akan
disimpan, serta bagaimana cara menyimpan supaya
dapat mudah diakses terbukti sangat berguna untuk
diaplikasi di bengkel pemakaian listrik.
Langkah melakukan ringkas :
Cek-barang yang berada di area masing-masing.
Tetapkan kategori barang-barang yang digunakan
dan yang tidak digunakan.
Beri label warna merah untuk barang yang tidak
digunakan
38
Siapkan tempat untuk menyimpan / membuang /
memusnahkan barang-barang yang tidak
digunakan.
Pindahkan barang barang yang berlabel merah
ketempat yang telah ditentukan.
b. Rapi
Prinsip rapi adalah menyimpan barang sesuai
dengan tempatnya. Kerapian adalah hal mengenai
sebagaimana cepat kita meletakkan barang dan
mendapatkannya kembali pada saat diperlukan
dengan mudah. Perusahaan tidak boleh asal-asalan
dalam memutuskan dimana benda-benda harus
diletakkan untuk mempercepat waktu untuk
memperoleh barang tersebut.
Langkah melakukan rapi :
Rancang metode penempatan barang yang
diperlukan, sehingga mudah didapatkan saat
dibutuhkan
Tempatkan barang-barang yang diperlukan
ketempat yang telah dirancang dan disediakan
Beri label / identifikasi untuk mempermudah
penggunaan maupun pengembalian ketempat
semula.
c. Resik
Prinsip resik adalah membersihkan tempat atau
lingkungan kerja, peralatan dan barang-barang agar
tidak terdapat debu dan kotoran.
Langkah melakukan resik :
39
Penyediaan sarana kebersihan
Pembersihan bengkel pemakaian listrik
Peremajaan bengkel pemakaian
Pelestarian resik.
d. Rawat
Prinsip rawat adalah mempertahankan hasil yang
telah dicapai pada 3R sebelumnya dengan
membakukannya (standardisasi).
Langkah melakukan rawat :
Tetapkan standar kebersihan, penempatan,
penataan
Komunikasikan kesetiap karyawan yang sedang
bekerja di tempat kerja
e. Rajin
Prinsip rajin adalah terciptanya kebiasaan pribadi
mahasiswa untuk menjaga dan meningkatkan apa
yang sudah dicapai. Rajin di tempat kerja berarti
pengembangan kebiasaan positif di tempat kerja.
Apa yang sudah baik harus selalu dalam keadaan
prima setiap saat. Prinsip rajin di tempat kerja
adalah “lakukan apa yang harus dilakukan dan
jangan melakukan apa yang tidak boleh dilakukan”
40
H. Analisis Jobsheet Praktikum dengan JSA
Jurusan CHARGING AND
Job Sheet
Teknik Elektro CHANGING
FT UNY COMPONENTS 4 x 50 Menit
A. TUJUAN
Setelah selesai praktek diharaapkan mahasiswa dapat:
1. Memahami fungsi masing-masing komponen pada model
sistem pendingin.
2. Memperbaiki perralatan moel sistem pendingin dengan benar.
3. Mengganti komponen yang rusak atau tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
4. Mengisi gas refrigeran pada model sistem pendingin dengan
benar.
5. Mengaplikasikan pemakaian dari hasil model sistem
pendingin.
6. Menentukan jumlah gas refrigeran yang berada pada model
sistem pendingin.
41
C. KESELAMATAN KERJA
1. Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan fungsinya.
2. Mengenakan pakaian kerja pada saat bekerja.
3. Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai
4. Melaksanakan praktek sesuai dengan petunjuk kerja.
5. Jangan menghidupkan tegangan apabila bahan praktikum
belum terpasang secara sempurna.
6. Jangan menghidupkan rangkaian sebelum diuji oleh dosen
pengampu tentang kebenaran rangkaian.
7. Jika sudah selesai kembalikan alat sesuai pada tempatnya
dengan rapi.
8. Jagalah kebersihan saat praktikum berlangsung.
9. Jangan bermain-main di ruang praktek.
D. GAMBAR
42
Gambar 2.1 Manifold Gauge
43
E. LANGKAH KERJA
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Amati Gambar 2.1 Diagram Trainer dan pahami komponen
pada modul Basis Refrigeration Training Unit.
3. Cek kondisi alat dan bahan, serta pastikan semua hand valve
dalam keadaan tertutup dengan cara memutar pada posisi close.
4. Pastikan modul tidak terhubung dengan sumber listrik dan
posisikan MCB tetap pada posisi mati.
5. Buang gas refrigeran dari komponen yang terpasang dengan
memutar nepel dan dilepas secara pelan-pelan sampai gas
habis, catatan jangan pada kompresor.
6. Lepas komponen yang akan diganti, seperti penggantian filter
dryer, sight glass, atau lainnya.
7. Setelah dilakukan penggantian, komponen yang akan dipasang
terlebih dahulu diolesi lem gasket secukupnya pada
sambungan.
8. Pasang komponen dengan benar dan jangan sampai pipa yang
terpasang rusak atau bengkok.
9. Siapkan manifold gauge seperti pada Gambar 2.2 Manifold
Gauge, vacum pump dan tabung gas refrigeran 12 serta
pastikana katub pada manifold gauge dalam keadaan tertutup
semua.
10. Pasanga manifold gauge sesuai prosedur pada Gambar 2.3
Prosedur Pemasangan Manifold Gauge.
11. Hidupkan alat vacum pump yang sudah terpasang dengan
manifold gauge.
12. Buka semua katub pada manifold gauge agar gas refrigeran
dapat mengalir pada vacum pump.
13. Jalankan hingga beberapa menit, sampai tekanan mencapai
kurang lebih -30 psi.
44
14. Tutup semua katub manifold gauge dan lepas vacum pump
apabila sudah mencapai tekanan yang diinginkan.
15. Buka katub low preasure manifold gauge dan katub tabung gas
agar gas refrigeran dapat mengalir dan mengisi modul Basis
Refrigeration Training Unit untuk mencapai tekanan yang
berbeda dari keadaan awal.
16. Tutup katub low preasure manifold gauge dan jangan lepas dari
discharge service valve apabila sudah mencapai tekanan yang
diinginkan.
17. Lakukan tes kebocoran dengan ambil air sabun yang berbusa
banyak dan spoon untuk mengolesi pada tiap-tiap sambungan
yang terdapat komponen, apabila ada kebocoran akan terlihat
dari gelembung yang terbentuk di busa air sabun yang di olesi.
18. Lakukan perbaikan apabila terjadi kebocoran dengan hati-hati
karena bisa menyebabkan patah apabila dipaksa terus-menerus
untuk pengencangan.
19. Pastikan tidak ada kebocoran dengan pengecekan berulang kali
agar modul Basis Refrigeration Training Unit dapt bekerja
maksimal.
20. Apabila sudah selesai dan dinyatakan lolos dari kebocoran,
bersihkan modul Basis Refrigeration Training Unit.
21. Cek kondisi alat dan bahan, serta pastikan semua hand valve
dalam keadaan terbuka dengan cara memutar pada posisi ON.
22. Catat tekanan posisi awal High Preasure Gauge dan Low
Preasure Gauge pada Tabel 2.1 Data Keadaan Awal
23. Hubungkan banana plug antara fasa dengan fasa, menggunakan
kabel jumper.
24. Pasang ampere meter pada kabel jumper secara aman dan
pastikan pengguanaan tang ampere untuk mengukur arus.
25. Taruh termometer digital di dalam evaporator dan kabel output
di ikat pada pipa merah setelah kompresor.
45
26. Hubungkan modul dengan sumber listrik pada steker yang
sudah disiapkan ke stop kontak yang ada pada ruang bengkel/
ruang kerja.
27. Posisikan MCB pada posisi hidup.
28. Tekan tombol ON pada saklar power (Power Push Button
Swicth 3 fasa) agar modul Basic Refrigeration Training Unit
bekerja dan jalankan stopwatch.
29. Amati perubahan yang terjadi dan masukkan ke dalam Tabel
1.2 Data Keadaan Bekerja.
30. Setelah data sudah lengkap dan menunjukkan keadaan stabil
pada suhu serta arus yang ditunjukkan, maka hentikan waktu
pada stopwatch dan lakukan pengembalian waktu (reset) agar
menunjukkan posisi nol.
31. Tekan saklar manual (Push Button Switch berwana merah)
pada posisi ON dan jalaka stopwatch kembali.
32. Amati perubahan yang terjadi dan masukkan ke dalam Tabel
1.3 Data Keadaan Selenoid Bekerja.
33. Setelah 10 menit dari waktu yang ditunjukan stopwatch, maka
tekan saklar power (Power Push Button Switch 3 fasa) pada
posisi OFF.
34. Tekan saklar manual (Push Button Switch berwana merah)
pada posisi OFF juga.
35. Posisikan MCB pada posisi mati dan lepas steker dari stop
kontak pada sumber listrik.
36. Ambil kain lap untuk mengeringkan modul Basic Refrigeration
Training Unit .
37. Lepas tang ampere, kabel jumper, dan termometer digital.
38. Bersihkan modul serta kembalikan alat dan bahan pada tempat
semula.
39. Buatlah laporan sementara dari percobaan ini dan laporkan
kepada dosen instruktur.
46
F. DATA PENGAMATAN
Tabel 1.1 data Keadaan Awal
NO PENGAMATAN TEKANAN
1 High Preasure Gauge
2 Low Preasure Gauge
47
Tabel 1. 3 Data Keadaan Selenoid Bekerja
NO WAKTU ARUS HPG LPG SUHU SUHU
1 0 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
2 5 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
3 10 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
48
BAB IV
ANALISIS KONDISI AKTUAL DAN IDEAL
A. Working Area
Beberapa alat ditempatkan tidak sesuai dengan yang
seharusnya
Kondisi Aktual
Kondisi Ideal
Analisis :
Penataan alat kerja yang baik akan memudahkan
mahasiswa dalam hal berpindah dan mengakses barang -
barang yang digunakan ketika praktik. Diperlukan space
yang cukup untuk menyimpan barang-barang yang belum
digunakan saat praktik, namun mudah dalam hal akses
49
pengambilanya. Jalur transportasi di dalam bengkel juga
harus jelas, dengan adanya garis jalan yang didalamnya
steril dari barang barang praktek. Karena penataan barang
yang kurang baik akan berpotensi timbulnya kecelakaan
kerja.
5S/5R :
a. Tidak memenuhi persyaratan rapi
- Peralatan praktik masih belum rapi dan terlihat masih
berantakan.
- Kesulitan akses area kerja dan mencari barang
b. Tidak memenuhi persyaratan resik
- Kondisi meja praktikum sudah terlihat kotor, perlu
adanya peremajaan.
- Area kerja cenderung akan mudah kotor
Zerosicks
a. Hazard
- Peletakan alat yang tidak sesuai tempatnya dapat
menyebabkan seseorang terjatuh dan terpeleset.
- Menghambat tindakan evakuasi
- Bepengaruh terhadap aspek psikologis karena area
kerja yang sumpek
b. Environtment
- Penempatan peralatan yang tidak sesaui pada
tempatnya dapat menyebabkan lingkungan menjadi
tidak kondusif dan menganggu saat praktikum
berlangsung.
50
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S
d. Solution
- Penataan ruang kerja dengan menerapakan 5R
Ringkas : Simpan barang-barang yang tidak
diperlukan saat praktek
Rapi : Penataan barang sesuai dengan temptanya
dengan baik, diklasifikasi, layout yang
baik
Resik : Menjaga kebersihan bengkel
Rawat : Merawat semua peralatan
Rajin : Menyimpan barang-barang yang tidak
digunakan pada area tertentu yang tidak
mengganggu kegiatan praktik
e. Implementation
- Mengadakan koordinasi sebelum dan sesudah
pelaksanakan praktik antara dosen dan mahasiswa
yang bersangkutan.
- Menempatkan peralatan sesuai tempatnya agar tidak
mengganggu praktikum dan terciptanya sinergi di
tempat praktikum.
- Adanya rambu – rambu atau stiker untuk
mengembalikan kembali peralatan yang sudah dipakai
ke tempat semula atau sesuai seperti gambar berikut
ini :
51
Gambar 19. Pemberian Peringatan pada Lemari
52
Kondisi Aktual
Kondisi Ideal
Analisis :
Kabel yang rapi akan membuat suasana praktik menjadi lebih
efektif. Berbeda dengan kabel yang tidak tertat dengan rapi.
Hal itu akan membuat pemandangan yang mempengaruhi
pola piker saat akan praktikum. Oleh karena itu kabel – kabel
listrik harus diikat dengan rapi.
5R/5S :
a. Tidak memenuhi persyaratan rapi
- Kabel listrik masih belum rapi dan terlihat masih
berantakan.
- Kesulitan dalam mencari sumber tenganan listrik..
53
b. Tidak memenuhi persyaratan ringkas
- Banyak kabel .yang sudah tidak dipakai masih
berantakan
Zerosiks
a. Hazard
- Penempatan kabel yang tidak beraturan dapat
menyebabkan konsleting listrik.
- Konsleting listrik dapat menimbulkan luka bakar
bahkan kematian.
- Dapat menyebabkan seseorang terjatuh karena terjerat
kabel.
b. Environment
- Peletakan kabel yang tidak beraturan dapat
menyebabkan lingkungan kerja menjadi sumber
bahaya.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S
d. Solution
- Penerapan 5R/5S pada prinsip rapi untuk membuat
kabel lebih terpelihara dan rapi.
- Pengecekan seminggu sekali guna terpeliharanya
bengkel untuk praktikum yang aman.
e. Implementation
- Mengadakan koordinasi sebelum dan sesudah
pelaksanakan praktik.
- Menempatkan peralatan sesuai tempatnya agar tidak
mengganggu praktikum..
54
f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan.
- Bekerja dengan disiplin K3.
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi
Kondisi Ideal
55
Analisis :
Ventilasi ruangan belum cukup sehingga berdampak pada
pengapnya ruangan dan sirkulasi udara di ruangan kurang
baik. Saat praktikum dapat meniimbulkan lingkungan yang
panas sehingga dapat mengganggu konsentrasi.
5R/5S :
a. Tidak memenuhi persyaratan resik
- Terlihat ventilasi ruangan masih terlihat berdebu
b. Tidak memenuhi persyaratan rawat
- Terlihat ventilasi yang kurang perawatan karena
kotoran yang makin lama makin tebal akibat debu.
Zerosicks
a. Hazard
- Dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yaitu
Gangguan pernafasan, alergi, gatal-gatal karena debu.
- Aspek psikologi terganggu, karena kondisi ruangan
yang tidak nyaman.
b. Environment
- Lingkungan menjadi tidak kondusif dengan ventilasi
yang kurang sehingga akan terasa pengap. Hal itu
dapat mengganggu jalannya praktikum.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S
d. Solution
Sirkulasi udara harus diperhatikan. Penempatan ventilasi
perlu, untuk mensuplai udara bersih masuk ke ruangan
56
Ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:
- Lubang-lubang ventilasi ditempatkan pada dinding-
dinging yang saling berhadapan agar terjadi aliran
udara yang baik dalam ruang.
- Lubang-lubang ventilasi ditempatkan tidak sama
tinggi dari lantai agar terjadi aliran udara yang baik
dalam ruang.
- Cerobong udara keluar dibuat setinggi mungkin agar
terjadi aliran udara yang baik dalam ruang (efek
cerobong).
- Tinggi letak lubang ventilasi masuk sedemikian
sehingga aliran udaramasuk mengenai daerah
hunian (living zone) pada batas ketinggian 0,30 m-
1,80m diatas lantai.
- Lubang-lubang ventilasi sebaiknya dibuat dengan
kombinasi ventilasi horizontal dan vertikal.
- Untuk kenyamanan ruang, kecepatan aliran udara
dibuat berkisar antara0,10-0,15 m/detik. Untuk
kesehatan tidak melebihi 0,5 m/det, atau kurang dari
0,10 m/det.
e. Implementasi
- Membersihkan tempat praktikum sebelum dan
sesudah praktikum agar terciptanya lingkungan yang
nyaman..
- Menyediakan kipas angin atau AC agar udara tidak
pengap di dalam ruangan.
57
- Penyediaan alat kebersihan guna memperlancar
proses pembersihan ruangan dari kotoran misalnya
debu.
- Disiplin dalam menjaga kebersihan ruangan.
f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan.
- Bekerja dengan disiplin K3
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi
58
Kondisi Ideal
Analisis :
Penyimpanan bahan yang mudah terbakar belum dilakukan
dengan baik dan tepat, kesalahan penyimpanan bahan-bahan
kimia akan berakibat fatal. Pemisahan bahan kimia dan
bahan yang mudah terbakar, dan penglasifikasian
penyimpanan perlu dilakukan. Sehingga perlu tindakan
khusus dalam menangani bahan-bahan kimia.
5R/5S :
a. Tidak memenuhi persyaratan resik dan rapi
- Terlihat penempatan bahan mudah terbakar belum di
perhatikan
b. Tidak memenuhi persyaratan rawat
- Terlihat tangki – tangki bahan mudah terbakar yang
kurang perawatan karena kotoran yang makin lama
makin tebal akibat debu.
- Tangki gas yang sudah tak terisi kurang terpelihara.
59
Zerosicks
a. Hazard
- Dapat membakar bengkel jika terjadi kebakaran
- Aspek psikologi terganggu, karena kondisi ruangan
yang tidak nyaman.
b. Environment
- Lingkungan menjadi tidak kondusif dengan tangka –
tangki yang menutup ruang gerak. Hal itu dapat
mengganggu jalannya praktikum.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S.
d. Solution
- Menyusun barang agar terlihat rapi dan mudah
digunakan
- Memisahkan bahan yang berbahaya dan mudah
terbakar dari api
- Dilakukan pengkalsifikasian antara bahan kimia
berbahaya, tidak berbahaya, mudah dan tidak mudah
terbakar
- Pemberian garis pembatas warna merah guna tanda
bahaya.
e. Implementasi
- Memberikan peringatan agar tidak sembarangan
menggunakan bahan kimia dengan memasang tanda-
tanda keselamatan seperti garis pembatas berikut ini :
60
Gambar 20. Pemberian Garis Tanda Bahaya
f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan.
- Bekerja dengan disiplin K3.
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi
61
Kondisi Aktual
Kondisi Ideal
Analisis :
Penempatan alat pemadam kebakaran belum dilakukan
dengan baik karena tidak ditempatkan pada tempat yang
strategis sehingga dapat mengganggu dalam kegiatan kerja
dan kesulitan mencari alat tersebut jika terjadi kebakaran.
Pada penempatan alat pemadam kebakaran seharusnya juga
dipasang poster tentang bagaimana cara menggunakan alat
62
pemadam kebakaran tersebut sehingga memudahkan
pengguna.
5R/5S :
a. Tidak memenuhi persyaratan resik dan rapi
- Terlihat penempatan alat pemadam kebakaran belum
diperhatikan.
b. Tidak memenuhi persyaratan rawat
- Masih belum terpelihara kerapian tempatnya.
Zerosicks
a. Hazard
- Tertunda evakuasi dikarenakan kerusakan alat
pemadam api.
- Penempatan apar yang tidak strategis akan
menimbulkan kesulitan jika dsewaktu-waktu
dibutuhkan .
- Menimbulkan bahaya ergonomis.
b. Environment
- Penempatan alat pemadam kebakaran yang tidak
diperhatikan dapat mengganggu pecegahan
kecelakaan kerja jika sewaktu – waktu terjadi
kebakaran.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S.
63
d. Solution
- Meletakan alat pemadam kebakaran dalam jumlah
yang cukup di tempat-tempat yang strategis dan tidak
mengganggu kegiatan kerja.
- Melakukan perawatan rutin pada alat pemadam
kebakaran. Untuk alat pemadam kebakaran tabung
gas berupa busa dan jenis kering dilakukan
pemeriksaan minimal setiap 6 sampai 12 bulan sekali
dengan periode pengisian kembali selama 5 tahun dan
masa percobaan 5 tahun.
e. Implementasi
- Memasang cara penggunaan alat pemadam kebakaran
dan menempatkannya ditempat yang strategis seperti
berikut ini :
64
f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan.
- Bekerja dengan disiplin K3..
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi
65
Kondisi Ideal
Analisis :
Keberadaan tanda jalur evakuasi belum ada di dalam bengkel
praktikum. Hal ini dapat menyebabkan gangguan evakuasi
semisal terjadi kebakaran ataupun bencana alam seperi gempa
bumi. Tanda jalur evakuasi berfungsi untuk memberi
informasi tentang jalan paling efektif saat terjadi gangguan di
dalam bengkel praktikum.
Zerosicks
a. Hazard
- Belum adanya tanda jalur evakuasi mengakibatkan
kebingungan ketika terjadi hal yang tidak diinginkan
di dalam bengkel praktikum.
- Dapat berakibat fatal ketika terjadi keadaan
emergency (kebakaran, bencana alam, dsb).
- Gangguan psikologi seperti kepanikan saat keadaan
darurat.
66
b. Environment
- Pemberian tanda jalur evakuasi harus di tempat
strategis dan bisa dilihat dengan mudah sehingga
dapat menciptakan rasa aman di lingkungan kerja.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 .
d. Solution
- Penambahan pemasangan tanda-tanda jalur evakuasi,
emergency exit dan titik kumpul.
e. Implementasi
- Pemasangan tanda-tanda jalur evakuasi, emergency
exit dan titik kumpul.
f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan. Melihat rambu – rambu atau tanda
peringatan bahaya..
- Bekerja dengan disiplin K3.
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi
67
G. Panel Listrik
Panel listrik di ruangan masih mudah dibuka dan belum
adanya peringatan bahaya listrik yang lengkap
Kondisi Aktual
Kondisi Ideal
68
Analisis :
Panel listrik di suatu ruangan sangat berbahaya jika tidak
terawat dengan baik. Kondisi panel harus tertutup setiap saat
agar tidak terjadi kecelakaan seperti tersengat listrik. Panel
listrik tersebut memiliki tegangan yang tinggi sehingga dapat
terjadi kebakaran jika terjadi konsleting listrik.
5S/5R
a. Tidak memenuhi persyaratan rawat dan rajin
- Kondisi panel listrik di bengkel masih mudah terbuka
sehingga dapat menimbulkan sumber bahaya
- Perlu dilakukan pengecekan sebelum bengkel
digunakan untuk praktikum
Zerosicks
a. Hazard
- Dapat menciptakan sumber bahaya listrik dari panel
listrik yang kurang perawatan.
- Dapat menyebabkan luka bakar bahkan kematian jika
tersengat listrik bertegangan tinggi
b. Environment
- Pemberian tanda peringatan mengenai bahaya
tegangan listrik dapat ditempel di panel listrik agar
tidak terjadi bahaya di dalam lingkungan
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 .
d. Solution
- Penambahan tanda peringatan bahaya perlu
dilakukan.
69
- Pemberian kunci pada panel listrik agar tidak mudah
dibuka dengan sembarangan.
e. Implementasi
- 1 minggu sekali harus diadakan pemeriksaan pada
panel listrik.
h. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan. Melihat rambu – rambu atau tanda
peringatan bahaya..
- Bekerja dengan disiplin K3.
i. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Analisis mengenai K3 di bengkel pemakaian listrik
sangatlah beragam. Buku ini membahas tentang K3 yang baik
saat praktikum di bengkel dan potensi – potensi bahaya yang
dapat timbul di bengkel. Buku ini juga menawar solusi dalam
pecegahan bahaya yang dapat meminimalisir terjadinya
kecelakaan akibat kerja ataupun penyakit akibat kerja. Contoh
solusinya yaitu penggunaan alat pelindung diri
B. Saran
Buku ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu,
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang membangun.
72
DAFTAR PUSTAKA
73
Pinnagoda, Chandra (1996).Ergonomic Checkpoint : Practical
and Easy-toomploment Solution for Improving Safety, Health,
and Working Conditions. Geneva: ILO
74
LAMPIRAN
1. Poster K3
75
2. Stiker K3
76
77