Anda di halaman 1dari 82

Cerdas K3:

Pedoman K3 di Bengkel Pemakaian Listrik

Angga Restu Reffanda


Ummi Ni’matul Fadhilah
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


berkat karunia-Nya buku cerdas K3 di bengkel pemakaian listrik
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas
Negeri Yogyakarta ini dapat kami selesaikan. Buku ini, penyusun
membahas mengenai permasalahan dan penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja di bengkel pemakaian listrik Jurusan
Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri
Yogyakarta menggunakan beberapa analisis.
Buku ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
keselamatan dan kesehatan kerja yang dalam proses penyusunan
buku ini kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi, dan
saran dari beberapa pihak. Rasa terima kasih kami sampaikan
kepada Bapak Ketut Ima Ismara selaku dosen pengampu mata
kuliah K3 di jurusan Pendidikan Teknik Elektro dan teman –
teman Pendidikan Teknik Mekatronika kelas F 2014 yang secara
langsung maupun tidak langsung membantu dalam penyelesaian
buku K3 ini.
Kami selaku penyusun buku ini menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam buku ini. Maka, kritik dan saran yang
menbangun dari para pembaca sangat kami harapkan. Demikian
buku K3 ini kamu susun, semoga bermanfaat.

Yogyakarta, 20 Maret 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................ 1
BAB II KAJIAN TEORI ....................................................... 3
A. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................ 3
B. 5R/5S ........................................................................... 6
C. JSA (Job Safety Analysis) ........................................... 8
D. Ergonomi ................................................................... 10
E. Zerosicks ................................................................... 11
BAB III ANALISIS PENERAPAN K3 ............................. 17
A. Identifikasi Potensi Bahaya ....................................... 17
B. Kecelakaan Akibat Kerja .......................................... 24
C. Penyakit Akibat Kerja ............................................... 28
D. Identifikasi Lingkungan ............................................ 30
E. Identifikasi Pekerjaan ................................................ 30
F. Manajemen Peralatan dan Bengkel ........................... 31
G. Solusi ......................................................................... 33
H. Analisis Jobsheet Praktikum dengan JSA ................. 41
BAB V ANALISIS KONDISI AKTUAL DAN IDEAL ... 49
A. Working Area ....................................................... 49
B. Penempatan Kabel Listrik .................................... 52
C. Cahaya dan Ventilasi ............................................ 55

iv
D. Penempatan Bahan Mudah Terbakar ................... 58
E. Penempatan Alat Pemadam Kebakaran .............. 61
F. Penempatan Jalur Evakuasi .................................. 65
G. Panel Listrik ......................................................... 68
BAB VI PENUTUP ............................................................. 72
A. Kesimpulan ............................................................... 72
B. Saran ......................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 73
LAMPIRAN ......................................................................... 75

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ilustrasi 5S/5R ...................................................... 6


Gambar 2. Implementasi JSA ................................................. 8
Gambar 3. Hazard ................................................................. 17
Gambar 4. Alat Pelindung Telinga ....................................... 19
Gambar 5. Pengaturan Suhu Ruangan .................................. 20
Gambar 6. Masker Pelindung Debu ...................................... 22
Gambar 7. Tergores .............................................................. 25
Gambar 8. Tersengat Arus Listrik ........................................ 26
Gambar 9. Bahaya Panas ...................................................... 27
Gambar 10. Penataan Peralatan Tidak Teratur ..................... 28
Gambar 11. PAK ................................................................... 28
Gambar 12. Sarung tangan .................................................... 33
Gambar 13. Safety Helmet .................................................... 34
Gambar 14. Safety Shoes ....................................................... 34
Gambar 14. Wearpack .......................................................... 35
Gambar 15. Masker ............................................................... 35
Gambar 16. Kacamata K3 ..................................................... 36
Gambar 17. Alat Pemadam Api ............................................ 37
Gambar 18. Pemasangan Poster ............................................ 37
Gambar 19. Pemberian Peringatan pada Lemari .................. 52
Gambar 20. Poster Cara Penggunaan APAR ........................ 64

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. PAK oleh Faktor Fisika .......................................... 29


Tabel 2. PAK oleh Faktor Kimia .......................................... 29
Tabel 3. PAK oleh Faktor Ergonomi .................................... 30

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bekerja dalam lingkungan yang baik, sehat, serta aman
pastilah menjadi harapan oleh semua pekerja dimanapun
mereka berada. Bahkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja, dan
pemerintahan di seluruh dunia. Menurut perkiraan ILO, setiap
tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah
– masalah akibat kerja dari jumlah ini 354.000 mengalami
kecelakaan fatal. Setiap tahun ada 270 juta pekerja yang
mengalami kecelekaan akibat kerja dan 160 juta pekerja
terkena penyakit akibat kerja
Tingkat kecelakaan kerja di negara berkembang
cenderung tinggi, terutama pada budang pertanian, perikanan,
perkayuan, pertambangan dan konstruksi. Tingkat buta huruf
dan pelatihan yang kurang mengakibatkan tingginya
kecelekaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Sebagai
contoh penggunaan alat yang tidak sesuai fungsinya atau
penggunaan bahan berbahaya tanpa mempertimbangkan
batasan ukuran penggunaannya. Disamping itu praktik
ergonomis yang kurang memadai mengakibtkan gangguan
pada otot yang berpengaruh pada produktivitas. Masalah stres
akibat kerja sering kita temui di lapangan kerja. Hal ini dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja seperti stroke.
Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
memiliki beberapa dasar hukum pelaksanaan. Di antaranya

1
ialah Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Permenaker No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Rangkuman
dasar-dasar hukum tersebut antara lain :
1. UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja :
a. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
b. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
c. Adanya bahaya kerja di tempat itu.
2. Permenaker No 5 Tahun 1996 Tentang Sistem
Manajemen K3 :
Setiap perusahaan yang memperkerjakan 100 (seratus)
tenaga kerja atau lebih dan atau yang mengandung potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau
bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran
lingkungan dan penyakit akibat kerja (PAK).
3. Permenaker No 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :
a. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus
memperkerjakan 100 (seratus) orang atau lebih.
b. Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan
kurang dari 100 (seratus) orang tetapi menggunakan
bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar
akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan
pencemaran radioaktif.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja biasa disingkat K3
adalah suatu upaya guna memperkembangkan kerja sama,
saling pengertian, dan partisipasi efektif dari pengusaha atau
pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban. K3 dalam Bahasa Inggris
disingkat OHS (Occupational Health and Safety) merupakan
sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan
kematian sebagai akibat dari kecelakaan kerja. Menurut
OHSAS 18001:2007, keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada
keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang
lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat
kerja. Melalui pelaksanaan K3 ini diharapkan tercipta tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencermaran lingkungan
sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja. Jadi, K3 dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja.
Berdasarkan pengertian K3 diatas dapat diambil
kesimpulan mengenai peran K3. Peran K3 ini, antara lain
sebagai berikut :
1. Setiap individu berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya, dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.

3
2. Setiap individu yang berada di tempat kerja perlu terjamin
keselamatannya
3. Setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan
secara aman dan efisien.
4. Untuk mengurangi biaya jika terjadi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja, karena sebelumnya
sudah ada tindakan antisipatif.
K3 ini dibuat tentu mempunyai tujuan. Tujuan dibuatnya K3
secara tersirat tertera dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, tepatnya BAB III tentang syarat-syarat
K3, yaitu :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memandamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurahi bahaya peledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang
berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau
meyebarluasnya suhu, kelembapan, debu, kotoran, asap,
gas, uap, hembudan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
dan getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan
penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik

4
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
12. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertipan
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,
binatang, tanaman atau barang
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah
tinggi.
Jadi, berdasarkan syarat-syarat keselamatan kerja diatas,
dapat disimpulkan bahwa tujuan K3, antara lain sebagai
berikut :
1. Untuk mencapai derajat kesehatan kerja yang setinggi-
tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri,
maupun pekerja - pekerja bebas.
2. Untuk mencegah dan memberantas penyakit dan
kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mempertinggi efisiensi dan
daya produktivitas kerja, serta meningkatkan kegairahan
dan kenikmatan kerja.
Di Indonesia K3 sudah ada sejak pemerintahan kolonial
Belanda. Pada tahun 1908 parlemen Belanda memberlakukan
K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan
Veiligheids Reglement Staatsblad No. 406 tahun 1910.
Kemudian pemerintah Kolonial Belanda menerbitkan
beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi

5
keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah
berdasarkan masing-masing sektor ekonomi.
Karena pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan
masih dalam masa peralihan, maka aspek K3 belum menjadi
isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan
dan keadilan. Selain itu, roda ekonomi nasional baru mulai
dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru diperhatikan sekitar tahun 1970 seiring dengan
semakin ramainya investasi modal dan mengapdosian
teknologi industri nasional (manufaktur). Akhirnya
pemerintah melakukan regulasi dalam bidang
ketenagakerjaan termasuk pengaturan masalah K3, yang
dituangkan dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamtan
Kerja.

B. 5S/5R

Gambar 1. Ilustrasi 5S/5R


(Sumber : www.imageoriginal.com)
6
Setiap orang pasti mengharapkan suatu lingkungan kerja
yang selalu bersih, rapi, dan masing – masing orang
mempunyai konsistensi dan disiplin diri, sehingga mampu
mendukung terciptanya tingkat efisiensi dan produktifitas
yang tinggi. Namun pada kenyataannya kondisi ini sulit
terjadi di setiap lingkungan kerja. Banyak orang yang
seringkali mengeluh begitu sulitnya dan banyak membuang
waktu hanya untuk mencari data dan atau sarana yang lupa
penempatannya. Tidak hanya itu, seringkali kita kurang
nyaman dengan kondisi berkas kerja yang berantakan dan
tidak jarang memicu kondisi emosional kita.
Beberapa permasalahan tersebut diatas dapat kita atasi
dengan melakukan penerapan program 5R (Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat dan Rajin), yang merupakan adaptasi program
5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) yang
dikembangkan di Jepang dan sudah digunakan oleh banyak
negara di seluruh penjuru dunia. Ini merupakan suatu metode
sederhana untuk melakukan penataan dan pembersihan
tempat kerja yang dikembangkan dan diterapkan di Jepang.
Adapun manfaat penerapan budaya 5R (5S) di tempat
kerja antara lain :
1. Meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat
kerja yang lebih efisien.
2. Meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu
bersih dan menjadi luas/lapang.
3. Mengurangi bahaya di tempat kerja karena kualitas
tempat kerja yang bagus/baik.

7
4. Menambah penghematan karena menghilangkan berbagai
pemborosan di tempat kerja.

C. JSA (Job Safety Analysis)

Gambar 2. Implementasi JSA


(Sumber : www.safetyproresources.com)

Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan di tempat


kerja adalah dengan menetapkan dan menyusun prosedur
pekerjaan dan melatih semua pekerja untuk menerapkan
metode kerja yang efisien dan aman. Menyusun prosedur
kerja yang benar merupakan salah satu keuntungan dari
menerapkan Job Safety Analysis (JSA) yang meliputi
mempelajari dan membuat laporan setiap langkah pekerjaan,
identifikasi bahaya pekerjaan yang sudah ada atau potensi
(baik kesehatan maupun keselamatan), dan menentukan jalan
terbaik untuk mengurangi dan mengeliminasi bahaya ini. JSA

8
digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan
bahaya yang :
1. Mungkin diabaikan dalam layout bangunan dan dalam
desain permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan
proses.
2. Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau
personel.
3. Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.
Job Safety Analysis (JSA) dikenal juga dengan Job Hazard
Analysis merupakan upaya untuk mempelajari/menganalisa
dan serta pencatatan tiap - tiap urutan langkah kerja suatu
pekerjaan, dilanjutkan dengan identifikasi potensi - potensi
bahaya di dalamnya kenudian diselesaikan dengan
menentukan upaya terbaik untuk mengurangi ataupun
menghilangkan/mengendalikan bahaya-bahaya pada
pekerjaan yang dianalisa tersebut.
Langkah-langkah dalam menyusun Job Safety Analysis
(JSA) antara lain :
1. Menentuan Jenis Pekerjaan
2. Pekerjaan yang memiliki riwayat kecelakaan kerja paling
parah ataupun sering merupakan prioritas utama untuk
dianalisa keselamatannya. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam menentukan pekerjaan yang akan
dianalisa ialah sebagai berikut :
 Tingkat keseringan kecelakaan kerja.
 Tingkat kecelakaan yang menyebabkan cacat.
 Potensi keparahan kecelakaan kerja.
 Pekerjaan yang bersifat baru.

9
 Pekerjaan yang memiliki riwayat hampir celaka
(nearmiss).
3. Merinci urutan-urutan / langkah-langkah pekerjaan dari
awal dimulai pekerjaan sampai dengan selesainya
pekerjaan.
4. Mengidentifikasi bahaya dan potensi kecelakaan kerja
terhadap tiap-tiap urutan kerja yang dilakukan.
5. Menentukan langkah pengendalian terhadap bahaya-
bahaya tiap urutan kerja yang dilakukan.

D. ERGONOMI
Ergonomi dan K3 adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Salah satu tujuan dari pelaksanaan K3 adalah
melindungi pekerja dari kecelakaan kerja maupun penyakit
akibat kerja. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meminimalisasi kecelakaan kerja adalah dengan merancang
suatu sistem kerja yang disesuaikan dengan kondisi tubuh
manusia. Dengan hal ini, kenyamanan pekerja dalam
melakukan pekerjaan akan meningkat sehingga resiko
terjadinya kecelakaan dapat diminimalisasi. Proses inilah
dibutuhkan disiplin ilmu ergonomi dalam perancangan suatu
sistem kerja. Ada ungkapan yang mengatakan “Without
ergonomic, safety management is not enough”. Ungkapan ini
ditunjukkan dengan banyaknya perusahaan yang telah lulus
audit manajemen K3, akan tetapi banyak ditemui keluhan dari
para pekerjanya terkait dengan masalah kesehatan. Hal ini
disebabkan karena metode kerja yang salah atau tidak dibantu
dengan alat bantu yang sesuai. Padahal data menunjukkan

10
bahwa kompensasi perusahaan yang dikeluarkan untuk
mengatasi keluhan ini lebih besar dibandingkan kompensasi
untuk jenis kecelakaan lainnya.
Dengan ergonomi, semua sistem kerja akan dirancang dengan
memperhatikan kemampuan tubuh manusia dengan
memperhatikan konsep Human Centerd Design (HCD).
Intinya adalah beban kerja tidak boleh melebihi kapasitas
kerja (Task Demand < Work capacity). Dengan inilah akan
diperoleh suatu rancangan sistem kerja yang produktif, aman,
nyaman, dan sehat bagi pekerja.
K3 merupakan salah satu aspek tujuan dari penerapan
ergonomi yakni adanya keselamatan (safety) dan kesehatan
(health) di tempat kerja, sedangkan ergonomi merupakan
sebuah ilmu yang tujuannya tidak hanya safety dan health saja
tapi juga sampai ke hal-hal yang lebih luas seperti
productivity dan humanity. Jadi bisa disebutkan bahwa K3
merupakan bagian dari ergonomi.

E. ZEROSICK
Zerosicks merupakan salah satu panduan untuk menyusun
program berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja
yang merupakan singkatan dari hazard, environment, risk,
observation, opportunity, occupational, solution,
implementation, culture, climate, control, knowledge, dan
standarisasi.
Hazard adalah suatu kondisi atau tindakan atau potensi
yang dapat menimbulkan kerugian. Hazard dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu :

11
1. Biological Hazard (bahaya biologi), yang termasuk
kedalam kategori ini antara lain, virus, jamur, bakteri,
tanaman, burung, binatang yang dapat menginfeksi atau
memberikan reaksi negative kepada manusia.
2. Chemical Hazard (bahaya kimia), adalah bahaya yang
ditimbulkan oleh bahan kimia seperti toksisitas bahan
kimia, daya ledak bahan kimia, penyebab kanker,
oksidasi, bahan kimia mudah terbakar.
3. Ergonomic Hazard (bahaya ergonomi), yang termasuk
didalam kategori ini antara lain desain tempat kerja yang
tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat melakukan
aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan
yang berulang-ulang.
4. Physical Hazard (bahaya fisika), yang termasuk didalam
kategori ini antara lain kebisingan, tekanan, suhu, getaran,
dan radiasi.
5. Psychological Hazard (bahaya psikososial), yang
termasuk kategori ini adalah stress kerja yang diakibatkan
oleh beberapahal seperti jam kerja yang terlalu lama,
pimpinan yang terlalu galak, lingkungan kerja yang tidak
nyaman, dan sebagainya.
Environment atau pengenalan lingkungan bertujuan untuk
mengetahui sumber bahaya yang ditimbulkan misalnya
ergonomic tempat kerja, bahan berbahaya dan beracun,
pendidikan, ekonomi, dan juga tentang lingkungan terkait
dengan hewan, tumbuhan, air, udara, dan tanah yang dapat
menyebabkan atau mendukung terjadinya kecelekaan dan
terganggunya kesehatan.

12
Risk (Risiko) atau kemungkinan terjadinya suatu dampak,
Analisis risiko kerja dapat mengenali risiko kerja yang dapat
menimbulkan penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan
akibat kerja (KAK).
Observation (pengamatan) ditujukan untuk mengamati
tingkat risiko dan bahaya yang berdampak pada lingkungan,
peralatan, maupun pekerja dengan menggunakan analisis 5W
+ 1H ditambah dengan beberapa keterangan tambahan yang
dilengkapi dengan analisis SWOT. Proses ini diharapkan
akan dapat menghasilkan berbagai data dan informasi terkait
dengan hazard dan risiko serta bagaimana solusinya
Opportunity (peluang) dilakukan untuk mengatahui
peluang terjadinya bahaya di lingkungan kerja baik yang
disebabkan oleh faktor kesalahan manusia ataupun
lingkungan terkait, sehingga dapat ditentukan berbagai
peluang solusi untuk mencegah timbulnya kecelakaan yang
terjadi di lingkungan kerja.
Occupational (individu), kondisi ini meliputi kondisi fisik
dan psikis individu, beban kerja, dan hubungan atar individu
dalam suatu pekerjaan. Faktor ini sangat berpengaruh dalam
keselamatan dan kesehatan kerja.
Solution (solusi) merupakan upaya dalam menyelesaikan
masalah yang ada. Seperti prinsip SMART (Specifics,
Measuable, Achievable, Realistic, Time). Specifics, yaitu
solusi yang diberikan bersifat spesifik mengenai
permasalahan yang ada sehingga akan lebih efisien dan harus
jelas maksud tujuannya ataupun ruang lingkupnya.
Measuable, yaitu solusi harus mempunyai program yang

13
dapat mengukur keberhasilan secara luas mengenai
permasalahan yang ada. Achievable, yaitu solusi harus dapat
mencapai aplikatif mengenai permasalahan yang ada atau
mempunyai tahapan tindakan yang jelas. Realistic, yaitu
solusi dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari
sehingga mudah untuk dilakukan. Time, yaitu solusi yang
dilakukan mempunyai batasan waktu yang jelas agar mudah
dinilai dan dievaluasi.
Implementation dapat dihubungkan dengan istilah KISSS
(koordinasi, integrasi, simpel, sinergi dan sinkronisasi) dalam
rangka menciptakan keharmonisan dalam suatu kegiatan.
Berikut penjelasannya :
1. Koordinasi berarti sebagai proses penyatuan tujuan-
tujuan K3 dan kegiatan pada tingkat satu satuan yang
terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Koordinasi dapat dilakukan oleh seorang kepala
bengkel kepada pengguna bengkel praktikum
(mahasiswa) agar mahasiswanya mempunyai
pegangan mana yang harus diikuti sesuai standar K3
yang berlaku
2. Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration"
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan.
Integrasi juga sebagai proses penyesuaian di antara
unsur-unsur K3 yang saling berbeda.
3. Makna simpel yang dapat diterapkan dalam K3 yaitu
sebagai pola pikir yang terapkan untuk memahami
pedoman K3 yang baik.

14
4. Sinergi adalah memastikan hubungan kerja antar
individu dalam suatu pekerjaan telah berjalan sesuai
dengan keinginkan.
5. Sinkronisasi dapat berupa cara untuk menyamakan
atau menghubungkan antar individu, bagaimana
langkah pencegahan bahaya menggunakan pedoman
K3.
Culture (budaya) pembudayaan K3 di lingkungan kerja
dimulai dari pembuatan SOP dengan aturan yang mendukung
lainnya seperti mengadakan sosialisasi. SOP dapat berupa
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan
fungsi dan alat penilaian kerja instansi pemerintah
berdasarkan indikator teknis, administrasif, dan prosedural
sesuai dengan tata kerja yang bersangkutan.
Climate (iklim) sebuah organisasi memiliki peranan
penting dalam pelaksanaan program berkaitan dengan
implemntasi K3. Budaya dan iklim tidak bisa secara singkat
diterapkan karena perlu pembiasaan yang dapat menciptakan
rutinitas.
Control (pengendalian) terhadap lingkungan (bengkel)
dan para pengguna bengkel dilakukan untuk menjamin
pelaksanaan program. Adanya pengendalian bertujuan agar
program kebijakan dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan
tertentu.
Knowledge (pengetahuan) dalam berbagai bidang dpat
digunakan sebagai referensi penyusunan program kebijakan
yang diambil. Pengetahuan dapat sebagai langkah agar dapat

15
mengetahui apa yang harus dilakukan (knowhow) untuk
meminimalisir kecelakaan kerja.
Standarisasi, merupakan upaya penyamaan prosedur
terhadap apa yang dilakukan. Berisi peraturan yang harus
disepakati dan dilaksanakan bersama.

16
BAB III
ANALISIS PENERAPAN K3

A. Identifikasi Potensi Bahaya (Hazard)

Gambar 3. Hazard
(Sumber : www.stonybrook.edu)

Pengelolaan bengkel pemakaian listrik di Jurusan Teknik


Elektro UNY yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) merupakan bagian yang melekat dan tak
terpisahkan dari semua aktifitas di bengkel. Orang yang
bekerja di bengkel praktik, terutama di bengkel pemakaian
listrik, memiliki resiko bahaya yang menyangkut tentang arus
listrik dan berbagai benda yang dapat menimbulkan
kecelakaan. Perguruan Tinggi memiliki tanggung jawab yang
besar dalam menjaga keselamatan di bengkel pemakaian
listrik. Hendaknya tidak beranggapan bahwa para mahasiswa,
teknisi/laboran atau dosen telah memiliki pengetahuan yang

17
cukup tentang keamanan dan keselamatan kerja di bengkel
pemakaian listrik. Seyogjanya masalah keamanan dan
keselamatan kerja di benkel pemakaian diberikan perhatian
dan penekanan yang cukup, sejalan dengan pelaksanaan
kurikulum.
Perlu kiranya terus diupayakan pemberian informasi yang
jelas, rinci dan menyeluruh tentang bahaya di bengkel
pemakaian listrik serta berupaya menciptakan keselamatan
kerja di tempat praktik tersebut. Untuk mahasiswa, informasi
dapat diberikan dalam perkuliahan, sebelum praktikum atau
penelitian. Para dosen, teknisi/laboran atau karyawan lain
dapat memperoleh informasi melalui melalui penjelasan rutin
oleh pihak yang berwenang, membaca buku, bahkan
informasi tentang keamanan dan keselamatan bengkel
pemakaian listrik dapat dengan mudah diakses melalui
internet.
Gambar 3 menunjukkan beberapa potensi bahaya yang
ada di dalam bengkel pemakaian listrik. Potensi bahaya
(hazard) di bengkel pemakaian listrik dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Physical Hazard (Bahaya Fisika)


Bahaya fisika pada bengkel pemakaian listrik terdiri
dari kebisingan, perubahan suhu ruangan, dan
penerangan, berikut penjelasannya :
a. Kebisingan
Kebisingan merupakan suara yang timbul akibat dari
pekerjaan praktik yang dapat menurun pendengaran.

18
Kebisingan dapat bersumber dari suara kompresor
saat dinyalakan sebagai alat untuk membersihkan
kotoran di komponen – komponen listrik seperti
komponen pendingin ruangan ( AC ) yang digunakan
untuk diteliti dalam praktikum. Suara bising yang
tinggi dapat menyebabkan dampak negative seperti
mengganggu konsentrasi kerja, stres , dan tuli.
Dianjurkan memakai pelindung telinga agar terbebas
dari kecelakaan kerja seperti pada gambar 4. Hal ini
sesuai dengan standar K3.

Gambar 4. Alat Pelindung Telinga


(Sumber : www.surabaya.proxsisgroup.com)

b. Perubahan suhu ruangan


Perubahan suhu ruangan di bengkel pemakaian listrik
dapat terjadi kapan saja. Hal ini dapat mempengaruhi

19
kinerja saat praktikum. Penataan ruangan yang salah
dapat mempengaruhi perubahan suhu dalam hal ini
berkaitan dengan perubahan suhu panas. Akibatnya
setiap orang cepat mengalami kelelahan. Bila hal
tersebut berlangsung terlalu lama dapat mengurangi
konsetrasi saat praktikum bahkan dapat
menimbulkan stres. Untuk itu perlu ada pengaturan
suhu memakai AC atau kipas angin maupun secara
alami yaitu dengan penyediaan ventilasi udara yang
memadai. Gambar 5 menunjukkan pengaturan suhu
ruangan dengan AC.

Gambar 5. Pengaturan Suhu Ruangan


(Sumber : www.ummi-online.com)

c. Penerangan
Penerangan di bengkel pemakaian listrik sangatlah
penting karena berpengaruh pada keselamatan saat

20
menggunakan alat – alat listrik. Perlu adanya sistem
penerangan yang baik untuk menjamin keselamatan
dan kesehatan di bengkel pemakaian listrik. Efek
terhadap kurangnya penerangan dalam ruangan pada
orang yaitu iritasi, penglihatan rangkap, sakit kepala,
dan penglihatan kabur.

2. Chemical Hazard (Bahaya Kimia)


Bahaya kimia di bengkel pemakaian listrik yang
banyak dijumpai adalah debu. Debu adalah partikel yang
terbentuk oleh kekuatan – kekuatan alami atau mekanis
yang mengakibatkan pemecahan atau penghancuran atau
pelembutan sehingga terjadi pengecilan ukuran
(Soedirman, 2011:21). Debu dihasilkan dari pembersihan
alat – alat praktikum, misalnya saat praktikum
memperbaiki AC. Perlu adanya penutup atau masker
untuk melindungi bahaya debu yang sesuai dengan
standar K3. Penyakit yang timbul akibat dari debu ini
adalah sesak nafas dan batuk, bahkan bila dalam jangka
waktu yang lama akan menimbulkan gejala sakit kepala
karena kekurangan oksigen yang mengalir ke otak.

21
Gambar 6. Masker Pelindung Debu
(Sumber : www.xorvia.com)

3. Ergonomic Hazard (Bahaya Ergonomi)


Ergonomi ditujukan pada siapa pun yang memiliki
pekerjaan yang berhubungan dengan pemeliharaan dan
perbaikan kesehatan dan keselamatan serta ditujukan juga
pada siapapun yang menginginkan pemahaman yang
mendalam mengenai ergonomi di tempat kerja. Beberapa
contoh dari permasalahan ergonomi dan nasehat-nasehat
yang cukup sederhana/efektif yang bisa dilakukan dan
diterapkan sebagai jalan pemecahan permasalahan
ergonomi yang dihadapi di tempat kerja. Ergonomi
memastikan bahwa tugas-tugas, peralatan, informasi dan
lingkungan harus menyesuaikan terhadap pekerja bukan
sebaliknya. Ergonomi secara umum tidak hanya dikenal
untuk pemecahan permasalahan secara fisik akan tetapi

22
ergonomi juga berhubungan dengan aspek sosial dan
psikologis manusia dan pekerjaannya. Sebagai contoh,
beban kerja yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, tugas -
tugas yang tidak jelas, time pressure, pelatihan yang tidak
cukup, dan dukungan sosial lemah, semua itu bisa
berdampak negatif terhadap orang dan pekerjaan yang
mereka lakukan.
Hal yang bisa dilakukan jika sudah mengenali
permasalahan ergonomic yaitu :
a. Mencari kemungkinan penyebab dan
mempertimbangkan kemungkinan pemecahannya.
Sebuah perubahan kecil diperlukan untuk membuat
tugas lebih mudah dan lebih aman untuk
dilaksanakan. Sebagai contoh:
 Membuang benda-benda yang berada di bawah
meja untuk menciptakan ruang yang cukup untuk
kaki
 Memperkenalkan rotasi kerja diantara tugas-tugas
yang berbeda untuk mengurangi kelelahan secara
fisik dan mental
b. Bicara dan bertemu dengan siswa untuk mendapatkan
saran-saran mereka dan membicarakan kemungkinan
pemecahannya. Libatkan siswa dan dosen mulai
proses awal, ini akan membantu semua pihak untuk
menerima setiap perubahan usulan.
c. Pastikan bahwa segala perubahan dievaluasi dengan
baik oleh para pekerja yang melakukan pekerjaannya.
Berhati-hatilah bahwa sebuah perubahan untuk

23
memecahkan sebuah masalah tidak diciptakan untuk
menimbulkan masalah baru.
d. Pemahaman yang baik terhadap ergonomi
menciptakan pemahaman yang baik secara ekonomik.
Keterlibatan ergonomi tidak memerlukan biaya tinggi,
dan dapat menghemat biaya dalam jangka panjang
dengan melalui pengurangan cedera dan absensi kerja.
Pemahaman ergonomi di tempat kerja kemungkinan
dapat mengurangi sakit, nyeri, dan stress di tempat
kerja dan meningkatkan kepuasan kerja. Solusi
ergonomi dapat dilakukan dengan cara yang
sederhana dan langsung dapat dilihat hasilnya,
misalnya saja perubahan yang kecil pada kursi, yakni
mengubah tinggi kursi sesuai dengan keterbatasan
yang ada pada individu.

B. Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)


Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi
pada saat seseorang melakukan pekerjaan. Kecelakaan akibat
kerja merupakan peristiwa yang tidak direncanakan yang
disebabkan oleh suatu tindakan yang tidak berhati-hati atau
suatu keadaan yang tidak aman atau kedua-duanya. Berikut
akan dijelaskan beberapa kecelakaan akibat kerja (PAK) di
bengkel pemakaian listrik :
1. Tergores benda tajam
Tergores dapat disebabkan oleh benda yang tajam, seperti
lempengan besi yang tidak sengaja tergores oleh tangan
yang tidak memakai pelindung.

24
Gambar 7. Tergores
(Sumber : www.female.kompas.com)

2. Tersengat arus listrik


Bekerja di bengkel pemakaian listrik tentunya tidak lepas
dari listrik. Oleh karena itu instalasi listrik di ruangan
harus dipasang dengan rapi dan terukur agar tidak terjadi
kecekaan kerja oleh arus listrik. Perlu hati – hati saat
praktikum yang secara langsung menggunakan listrik.
Gambar 6 menunjukkan bahaya yang diakibatkan oleh
sengatan arus listrik.

25
Gambar 8. Tersengat Arus Listrik
(Sumber : www.smartdetoxsynergy.com)

3. Terpapar panas
Panas dapat disebabkan oleh komponen – komponen
listrik yang terlalu lama digunakan. Bila dibiarkan terlalu
lama dapat merusak komponen dan menimbulkan
kebakaran. Penyebab lain dari kebakaran dapat bersumber
dari konsleting listrik yang menimbulkan percikan api.

26
Gambar 9. Bahaya Panas
(Sumber : www.mataangin.us)

4. Tersandung
Tersandung bisa disebabkan oleh benda-benda berupa
peralatan praktik ataupun tertabrak benda-benda yang
bergerak. Hal ini karena penataan ruangan kurang rapi dan
tidak sesuai dengan standar K3.

5. Tertimpa benda
Benda yang diletakkan tidak sesuai pada tempatnya dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu perlu
ada space tempat atau penyediaan peralataan praktik agar
tidak terjadi kecelakaan kerja. Gambar 10 menunjukkan
penataan peralatan yang tidak teratur.

27
Gambar 10. Penataan Peralatan Tidak Teratur

C. Penyakit Akibat Kerja

Gambar 11. PAK


(Sumber : http://belajark3.com)

28
Penyakit akibat kerja adalah gangguan baik jasmani
maupun rohani yang ditimbulkan dan diperparah oleh
aktivitas kerja ataupun kondisi lain yang berhubungan dengan
pekerjaan. Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan
PAK.
1. Fisika
Kondisi PAK
Suhu tinggi Heat stress
Suhu dingin Fros bite
Kebisingan Hearing loss
Getaran Reynold disease
Tekanan Caison’s disease
Radiasi Katarak
Tabel 1. PAK oleh Faktor Fisika
2. Kimia
Kondisi PAK
Zat iritan Iritasi selaput lendir
Zat korosif Luka bakar
Zat karsinogenik Kanker
Zat alergen Dermatitis, asma
Zat Mutagenik Mutasi genetik
Zat Teratogenik Penyakit kongenital
Debu Pneumukoniosis
Tabel 2. PAK oleh Faktor Kimia

3. Ergonomi
Kondisi PAK
Beban Angkat Hernia
Cara Mengangkat Trauma Otot & Sendi
29
Posisi tidak ergonomis Mosculeskeletal disorder
Gerakan Repetitif Carpal tunel syndrome
Konstraksi Statis Kelelahan, nyeri otot
Tabel 3. PAK oleh Faktor Ergonomi

D. Identifikasi Lingkungan (Environment)


Lingkungan kerja yang tidak rapi dan belum sesuia
standar dapat mengganggu kinerja mahasiswa dalam
melakasanakan praktikum. Kecelakaan akibat kerja dan
penyakit kerja sangat mungkin terjadi jika lingkungan kerja
tidak kondusif.
Pada jobsheet praktikum di bengkel pemakaian listrik,
keselamatan kerja dalam praktikum belum lengkap sesuai
dengan standar K3. Oleh karena itu kelengkapan keselamatan
kerja ditulis sebagai pedoman praktikum dan mencegah
kecelekaan kerja.

E. Identifikasi Pekerjaan (Occupational)


Setiap praktik memiliki karakteristik dan prosedur tersendiri
yang harus ditaati agar memenuhi Standar Operating
Prosedure (SOP) yang telah disepakati. Oleh karena itu
penjelasan dan pemahaman jobsheet dan K3 pada setiap
praktikum yang dilakukan wajib diketahui oleh praktikan
(mahasiswa). Setelah mengamati di bengkel pemakaian listrik
beberapa hal dapat kita sampaikan yaitu :
1. Kurangnya sosialisasi K3 saat melakukan praktikum
2. Lemahnya penerapan K3 yang sesuai dengan standar
3. Kondisi lingkungan yang belum memenuhi 5S/5R

30
4. Penilaian K3 dalam praktik belum sepenuhnya
dimasukkan ke dalam aspek penilaian pada saat
praktikum
5. Pada bengkel pemakaian listrik sudah terpasang poster
edukasi tentang K3

F. Manajemen Peralatan dan Bengkel


1. Implementasi
a. Plan ( Perencanaan )
Perencanaan program yang sesuai dengan tujuan dan
permasalahan yang ada. Contohnya mencari tahu
major accident yang sering terjadi, kemudian mencari
penyebab atau sumber bahayanya, dan membuat
rencana penanggulangannya.
b. Do ( Pelaksanaan )
Melaksanakan program yang sudah ditentukan /
ditetapkan sebelumnya. Tahap ini akan melibatkan
seluruh departemen, dan biasanya mengacu pada
sistem manajemen atau prosedur yang berlaku.
Contohnya : pelaksaanaan tolak ukur untuk
mengontrol bahaya, pelaksanaan manajemen k3
c. Action ( Tindakan )
Melaksanakan perbaikan terhadap temuan atau
kekurangan pelaksanaan program yang sudah
ditentukan.
2. Knowledge
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa agar
menerapkan k3 di labolatorium guna dapat menerapkan
safety culture dapat dilakukan dengan berbagai cara
misalnya dengan mengadakan pelatihan k3, seminar k3,

31
pengadaan klinik kesehatan di pabrik, melakukan
sosialisasi tentang penggunaan / pemakaian alat
pelindung diri , pemasangan poster tentang k3.
3. Evaluasi
a. Faktor pendukung dari luar yang dapat mendukung
safety culture, yaitu :
 sarana yg cukup
 peralatan k3 yg cukup
 adanya bidang yg mengurus k3
 prasarana yg cukup
 adanya biaya yg cukup utk mengembangkan k3
 adanya kemampuan yg memadai utk
mengembangkan k3
b. Faktor pendukung dari dalam yang dapat mendukung
safety culture, yaitu :
 kepercayaan/sugesti dari masing – masing
individu
 kemampuan mental terbatas
 kurang pengetahuan
 kurang keterampilan
 motivasi yang keliru
c. Output yang dihasilkan dari evaluasi :
 sehat
 nyaman
 aman
 senang
 rapi
 produktif

32
G. Solusi
Pencegahan potensi bahaya, kecelakaan akibat kerja
maupun penyakit akibat kerja dapat dilakukan melalui
beberapa hal. Berikut adalah penjelasan nya :
1. Menggunakaan alat pelindung diri (APD)
APD yang sering digunakan dalam praktikum di bengkel
pemakaian listrik meliputi :
a. Sarung tangan

Gambar 12. Sarung tangan


(Sumber : www.indonetwork.co.id)

Material sarung tangan sangat beragam, seperti karet,


kulit dan kain. Fungsinya sebagai pelindung tangan
dari goresan benda tajam, paparan benda dingin atau
panas, bahan kimia dan aliran listrik. Sehingga tangan
tidak mudah mengalami cedera atau kerusakan
tertentu.

33
b. Safety Helmet

Gambar 13. Safety Helmet


(Sumber : www.bestworkwear.co.uk)

Alat ini memiliki fungsi dalam melindungi kepala dari


resiko terkena benda jatuh. Sehingga mengurangi
potensi cedera atau bahkan kematian.

c. Safety shoes

Gambar 14. Safety Shoes


(Sumber : www.mediak3.com)

34
Berfungsi mirip sepatu karet, tapi sepatu ini dilapisi
dengan material metal dan sol karet yang kuat serta
tebal. Pada ujung kaki biasanya dilengkapi material
anti hantaran listrik dan baja.

d. Pakaian kerja (wearpack)

Gambar 14. Wearpack

Praktikum di bengkel pemakaian listrik dianjurkan


memakai pakaian kerja (wearpack)

e. Masker

35
Gambar 15. Masker
(Sumber : www. jualalatk3.com)

Masker fungsinya sebagai penutup hidung, sehingga


bisa membantu penyaringan udara yang terhirup
ketika sedang bekerja. Terutama di kawasan yang
kualitas udaranya sangat rendah, seperti beracun dan
berdebu.

f. Kacamata

Gambar 16. Kacamata K3


(Sumber : www.alatkesehatanjogja.com)

Kacamata ini berfungsi untuk melindungi mata saat


praktikum berlangsung.

36
g. Alat pemadam api

Gambar 17. Alat Pemadam Api


(Sumber : www.alatpemadam-kebakaran.com)

2. Memasang poster K3 di bengkel pemakaian listrik,


sebagai bentuk edukasi para mahasiswa yang praktikum.

Gambar 18. Pemasangan Poster K3

3. Pemeriksaan secara rutin


Pemeriksaan dan pengawasan sarana pra sarana di
bengkel pemakaian listrik dapat dilakukan seminggu
sekali. Hal ini dilakukan agar bengkel tempat praktikum

37
tersebut dapat memenuhi persyaratan standarisasi kualitas
yang sesuai dengan K3

4. Pengadaan kotak P3K


Pengadaan kotak P3K merupakan suatu upaya yang harus
ada di bengkel pemakaian listrik, sebab kotak P3K
berguna untuk memberi pertolongan pertama pada
kecelakaan kerja.

5. Sosialisasi dan penerapan 5S/5R


Sosialisasi dan penerapan 5S di bengkel pemakaian listrik
harus dilaksanakan secara bertahap sesuai urutannya.
Jika tahap pertama (ringkas/seiri) tidak dilakukan
dengan baik, maka tahap berikutnya pun tidak akan
dapat dijalankan secara maksimal, dan seterusnya.

a. Ringkas
Prinsip ringkas adalah memisahkan segala sesuatu
yang diperlukan dan menyingkirkan yang tidak
diperlukan dari tempat kerja. Mengetahui benda
mana yang tidak digunakan, mana yang akan
disimpan, serta bagaimana cara menyimpan supaya
dapat mudah diakses terbukti sangat berguna untuk
diaplikasi di bengkel pemakaian listrik.
Langkah melakukan ringkas :
 Cek-barang yang berada di area masing-masing.
 Tetapkan kategori barang-barang yang digunakan
dan yang tidak digunakan.
 Beri label warna merah untuk barang yang tidak
digunakan

38
 Siapkan tempat untuk menyimpan / membuang /
memusnahkan barang-barang yang tidak
digunakan.
 Pindahkan barang barang yang berlabel merah
ketempat yang telah ditentukan.

b. Rapi
Prinsip rapi adalah menyimpan barang sesuai
dengan tempatnya. Kerapian adalah hal mengenai
sebagaimana cepat kita meletakkan barang dan
mendapatkannya kembali pada saat diperlukan
dengan mudah. Perusahaan tidak boleh asal-asalan
dalam memutuskan dimana benda-benda harus
diletakkan untuk mempercepat waktu untuk
memperoleh barang tersebut.
Langkah melakukan rapi :
 Rancang metode penempatan barang yang
diperlukan, sehingga mudah didapatkan saat
dibutuhkan
 Tempatkan barang-barang yang diperlukan
ketempat yang telah dirancang dan disediakan
 Beri label / identifikasi untuk mempermudah
penggunaan maupun pengembalian ketempat
semula.

c. Resik
Prinsip resik adalah membersihkan tempat atau
lingkungan kerja, peralatan dan barang-barang agar
tidak terdapat debu dan kotoran.
Langkah melakukan resik :

39
 Penyediaan sarana kebersihan
 Pembersihan bengkel pemakaian listrik
 Peremajaan bengkel pemakaian
 Pelestarian resik.

d. Rawat
Prinsip rawat adalah mempertahankan hasil yang
telah dicapai pada 3R sebelumnya dengan
membakukannya (standardisasi).
Langkah melakukan rawat :
 Tetapkan standar kebersihan, penempatan,
penataan
 Komunikasikan kesetiap karyawan yang sedang
bekerja di tempat kerja

e. Rajin
Prinsip rajin adalah terciptanya kebiasaan pribadi
mahasiswa untuk menjaga dan meningkatkan apa
yang sudah dicapai. Rajin di tempat kerja berarti
pengembangan kebiasaan positif di tempat kerja.
Apa yang sudah baik harus selalu dalam keadaan
prima setiap saat. Prinsip rajin di tempat kerja
adalah “lakukan apa yang harus dilakukan dan
jangan melakukan apa yang tidak boleh dilakukan”

40
H. Analisis Jobsheet Praktikum dengan JSA
Jurusan CHARGING AND
Job Sheet
Teknik Elektro CHANGING
FT UNY COMPONENTS 4 x 50 Menit

A. TUJUAN
Setelah selesai praktek diharaapkan mahasiswa dapat:
1. Memahami fungsi masing-masing komponen pada model
sistem pendingin.
2. Memperbaiki perralatan moel sistem pendingin dengan benar.
3. Mengganti komponen yang rusak atau tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
4. Mengisi gas refrigeran pada model sistem pendingin dengan
benar.
5. Mengaplikasikan pemakaian dari hasil model sistem
pendingin.
6. Menentukan jumlah gas refrigeran yang berada pada model
sistem pendingin.

B. ALAT DAN BAHAN


1. Modul Basis Refrigeration Training Unit 1 unit
2. Kunci inggris 2 buah
3. Manifold gauge 1 unit
4. Komponen baru seperti filter dryer, sight glass, dll secukupnya
5. Tabung gas refrigeran 12 1 buah
6. Lem gasket secukupnya
7. Vacump pump 1 buah
8. Air sabun dan spoon secukupnya

41
C. KESELAMATAN KERJA
1. Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan fungsinya.
2. Mengenakan pakaian kerja pada saat bekerja.
3. Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai
4. Melaksanakan praktek sesuai dengan petunjuk kerja.
5. Jangan menghidupkan tegangan apabila bahan praktikum
belum terpasang secara sempurna.
6. Jangan menghidupkan rangkaian sebelum diuji oleh dosen
pengampu tentang kebenaran rangkaian.
7. Jika sudah selesai kembalikan alat sesuai pada tempatnya
dengan rapi.
8. Jagalah kebersihan saat praktikum berlangsung.
9. Jangan bermain-main di ruang praktek.

D. GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Trainer

42
Gambar 2.1 Manifold Gauge

Gambar 2.3 Prosedur Pemasangan Manifold Gauge

43
E. LANGKAH KERJA
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Amati Gambar 2.1 Diagram Trainer dan pahami komponen
pada modul Basis Refrigeration Training Unit.
3. Cek kondisi alat dan bahan, serta pastikan semua hand valve
dalam keadaan tertutup dengan cara memutar pada posisi close.
4. Pastikan modul tidak terhubung dengan sumber listrik dan
posisikan MCB tetap pada posisi mati.
5. Buang gas refrigeran dari komponen yang terpasang dengan
memutar nepel dan dilepas secara pelan-pelan sampai gas
habis, catatan jangan pada kompresor.
6. Lepas komponen yang akan diganti, seperti penggantian filter
dryer, sight glass, atau lainnya.
7. Setelah dilakukan penggantian, komponen yang akan dipasang
terlebih dahulu diolesi lem gasket secukupnya pada
sambungan.
8. Pasang komponen dengan benar dan jangan sampai pipa yang
terpasang rusak atau bengkok.
9. Siapkan manifold gauge seperti pada Gambar 2.2 Manifold
Gauge, vacum pump dan tabung gas refrigeran 12 serta
pastikana katub pada manifold gauge dalam keadaan tertutup
semua.
10. Pasanga manifold gauge sesuai prosedur pada Gambar 2.3
Prosedur Pemasangan Manifold Gauge.
11. Hidupkan alat vacum pump yang sudah terpasang dengan
manifold gauge.
12. Buka semua katub pada manifold gauge agar gas refrigeran
dapat mengalir pada vacum pump.
13. Jalankan hingga beberapa menit, sampai tekanan mencapai
kurang lebih -30 psi.

44
14. Tutup semua katub manifold gauge dan lepas vacum pump
apabila sudah mencapai tekanan yang diinginkan.
15. Buka katub low preasure manifold gauge dan katub tabung gas
agar gas refrigeran dapat mengalir dan mengisi modul Basis
Refrigeration Training Unit untuk mencapai tekanan yang
berbeda dari keadaan awal.
16. Tutup katub low preasure manifold gauge dan jangan lepas dari
discharge service valve apabila sudah mencapai tekanan yang
diinginkan.
17. Lakukan tes kebocoran dengan ambil air sabun yang berbusa
banyak dan spoon untuk mengolesi pada tiap-tiap sambungan
yang terdapat komponen, apabila ada kebocoran akan terlihat
dari gelembung yang terbentuk di busa air sabun yang di olesi.
18. Lakukan perbaikan apabila terjadi kebocoran dengan hati-hati
karena bisa menyebabkan patah apabila dipaksa terus-menerus
untuk pengencangan.
19. Pastikan tidak ada kebocoran dengan pengecekan berulang kali
agar modul Basis Refrigeration Training Unit dapt bekerja
maksimal.
20. Apabila sudah selesai dan dinyatakan lolos dari kebocoran,
bersihkan modul Basis Refrigeration Training Unit.
21. Cek kondisi alat dan bahan, serta pastikan semua hand valve
dalam keadaan terbuka dengan cara memutar pada posisi ON.
22. Catat tekanan posisi awal High Preasure Gauge dan Low
Preasure Gauge pada Tabel 2.1 Data Keadaan Awal
23. Hubungkan banana plug antara fasa dengan fasa, menggunakan
kabel jumper.
24. Pasang ampere meter pada kabel jumper secara aman dan
pastikan pengguanaan tang ampere untuk mengukur arus.
25. Taruh termometer digital di dalam evaporator dan kabel output
di ikat pada pipa merah setelah kompresor.

45
26. Hubungkan modul dengan sumber listrik pada steker yang
sudah disiapkan ke stop kontak yang ada pada ruang bengkel/
ruang kerja.
27. Posisikan MCB pada posisi hidup.
28. Tekan tombol ON pada saklar power (Power Push Button
Swicth 3 fasa) agar modul Basic Refrigeration Training Unit
bekerja dan jalankan stopwatch.
29. Amati perubahan yang terjadi dan masukkan ke dalam Tabel
1.2 Data Keadaan Bekerja.
30. Setelah data sudah lengkap dan menunjukkan keadaan stabil
pada suhu serta arus yang ditunjukkan, maka hentikan waktu
pada stopwatch dan lakukan pengembalian waktu (reset) agar
menunjukkan posisi nol.
31. Tekan saklar manual (Push Button Switch berwana merah)
pada posisi ON dan jalaka stopwatch kembali.
32. Amati perubahan yang terjadi dan masukkan ke dalam Tabel
1.3 Data Keadaan Selenoid Bekerja.
33. Setelah 10 menit dari waktu yang ditunjukan stopwatch, maka
tekan saklar power (Power Push Button Switch 3 fasa) pada
posisi OFF.
34. Tekan saklar manual (Push Button Switch berwana merah)
pada posisi OFF juga.
35. Posisikan MCB pada posisi mati dan lepas steker dari stop
kontak pada sumber listrik.
36. Ambil kain lap untuk mengeringkan modul Basic Refrigeration
Training Unit .
37. Lepas tang ampere, kabel jumper, dan termometer digital.
38. Bersihkan modul serta kembalikan alat dan bahan pada tempat
semula.
39. Buatlah laporan sementara dari percobaan ini dan laporkan
kepada dosen instruktur.

46
F. DATA PENGAMATAN
Tabel 1.1 data Keadaan Awal
NO PENGAMATAN TEKANAN
1 High Preasure Gauge
2 Low Preasure Gauge

Tabel 1.2 Data Keadaan Kerja


NO WAKTU ARUS HPG LPG SUHU SUHU
1 0 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
2 5 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
3 10 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
4 15 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
5 20 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
6 25 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
7 30 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
8 35 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
9 40 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
10 45 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
11 60 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi

47
Tabel 1. 3 Data Keadaan Selenoid Bekerja
NO WAKTU ARUS HPG LPG SUHU SUHU
1 0 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
2 5 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi
3 10 menit ..... A ..... ..... ..... °C ..... °C
psi psi

G. TUGAS DAN PERTANYAAN


1. Buatlah laporan lengkap dan disertai dengan kesimpulan.
2. Jelaskan penyebab komponen yang diganti tersebut !
3. Mengapa pada saat penyambungan digunakan lem gaskaet
buka lem yang lain yang lebih rekat?
4. Jelaskan prosedur pemakaian monifold gauge dan prinsip
kerja dari masing-masing komponen yang terpasang di
manifld gauge ?
5. Mengapa tidak dilakukan pembuangan gas refrigeran dari
discharge service valves yang berada di kompressor? Jelaskan
?
6. Jelaskan istilah flashing pada proses pengisian gas refrigeran !
7. Apakah ada alat untuk mengganti peran manifold gauge secara
sederhana, jelaskan !
8. Bagaimana perbedaan hasil percobaab dari job sheet yang
pertama dengan job sheet yang kedua?

48
BAB IV
ANALISIS KONDISI AKTUAL DAN IDEAL

A. Working Area
Beberapa alat ditempatkan tidak sesuai dengan yang
seharusnya

Kondisi Aktual

Kondisi Ideal

Analisis :
Penataan alat kerja yang baik akan memudahkan
mahasiswa dalam hal berpindah dan mengakses barang -
barang yang digunakan ketika praktik. Diperlukan space
yang cukup untuk menyimpan barang-barang yang belum
digunakan saat praktik, namun mudah dalam hal akses

49
pengambilanya. Jalur transportasi di dalam bengkel juga
harus jelas, dengan adanya garis jalan yang didalamnya
steril dari barang barang praktek. Karena penataan barang
yang kurang baik akan berpotensi timbulnya kecelakaan
kerja.

5S/5R :
a. Tidak memenuhi persyaratan rapi
- Peralatan praktik masih belum rapi dan terlihat masih
berantakan.
- Kesulitan akses area kerja dan mencari barang
b. Tidak memenuhi persyaratan resik
- Kondisi meja praktikum sudah terlihat kotor, perlu
adanya peremajaan.
- Area kerja cenderung akan mudah kotor

Zerosicks
a. Hazard
- Peletakan alat yang tidak sesuai tempatnya dapat
menyebabkan seseorang terjatuh dan terpeleset.
- Menghambat tindakan evakuasi
- Bepengaruh terhadap aspek psikologis karena area
kerja yang sumpek
b. Environtment
- Penempatan peralatan yang tidak sesaui pada
tempatnya dapat menyebabkan lingkungan menjadi
tidak kondusif dan menganggu saat praktikum
berlangsung.

50
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S
d. Solution
- Penataan ruang kerja dengan menerapakan 5R
Ringkas : Simpan barang-barang yang tidak
diperlukan saat praktek
Rapi : Penataan barang sesuai dengan temptanya
dengan baik, diklasifikasi, layout yang
baik
Resik : Menjaga kebersihan bengkel
Rawat : Merawat semua peralatan
Rajin : Menyimpan barang-barang yang tidak
digunakan pada area tertentu yang tidak
mengganggu kegiatan praktik
e. Implementation
- Mengadakan koordinasi sebelum dan sesudah
pelaksanakan praktik antara dosen dan mahasiswa
yang bersangkutan.
- Menempatkan peralatan sesuai tempatnya agar tidak
mengganggu praktikum dan terciptanya sinergi di
tempat praktikum.
- Adanya rambu – rambu atau stiker untuk
mengembalikan kembali peralatan yang sudah dipakai
ke tempat semula atau sesuai seperti gambar berikut
ini :

51
Gambar 19. Pemberian Peringatan pada Lemari

f. Culture (Budaya kerja)


- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan.
- Bekerja di tempat praktikum dengan disiplin K3
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi

B. Penempatan Kabel Listrik


Peletakan kabel yang tidak beraturan.

52
Kondisi Aktual

Kondisi Ideal

Analisis :
Kabel yang rapi akan membuat suasana praktik menjadi lebih
efektif. Berbeda dengan kabel yang tidak tertat dengan rapi.
Hal itu akan membuat pemandangan yang mempengaruhi
pola piker saat akan praktikum. Oleh karena itu kabel – kabel
listrik harus diikat dengan rapi.

5R/5S :
a. Tidak memenuhi persyaratan rapi
- Kabel listrik masih belum rapi dan terlihat masih
berantakan.
- Kesulitan dalam mencari sumber tenganan listrik..

53
b. Tidak memenuhi persyaratan ringkas
- Banyak kabel .yang sudah tidak dipakai masih
berantakan

Zerosiks
a. Hazard
- Penempatan kabel yang tidak beraturan dapat
menyebabkan konsleting listrik.
- Konsleting listrik dapat menimbulkan luka bakar
bahkan kematian.
- Dapat menyebabkan seseorang terjatuh karena terjerat
kabel.
b. Environment
- Peletakan kabel yang tidak beraturan dapat
menyebabkan lingkungan kerja menjadi sumber
bahaya.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S
d. Solution
- Penerapan 5R/5S pada prinsip rapi untuk membuat
kabel lebih terpelihara dan rapi.
- Pengecekan seminggu sekali guna terpeliharanya
bengkel untuk praktikum yang aman.
e. Implementation
- Mengadakan koordinasi sebelum dan sesudah
pelaksanakan praktik.
- Menempatkan peralatan sesuai tempatnya agar tidak
mengganggu praktikum..

54
f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan.
- Bekerja dengan disiplin K3.
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi

C. Cahaya dan Ventilasi


Ventilasi ruangan belum cukup
Kondisi Aktual

Kondisi Ideal

55
Analisis :
Ventilasi ruangan belum cukup sehingga berdampak pada
pengapnya ruangan dan sirkulasi udara di ruangan kurang
baik. Saat praktikum dapat meniimbulkan lingkungan yang
panas sehingga dapat mengganggu konsentrasi.

5R/5S :
a. Tidak memenuhi persyaratan resik
- Terlihat ventilasi ruangan masih terlihat berdebu
b. Tidak memenuhi persyaratan rawat
- Terlihat ventilasi yang kurang perawatan karena
kotoran yang makin lama makin tebal akibat debu.

Zerosicks
a. Hazard
- Dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yaitu
Gangguan pernafasan, alergi, gatal-gatal karena debu.
- Aspek psikologi terganggu, karena kondisi ruangan
yang tidak nyaman.
b. Environment
- Lingkungan menjadi tidak kondusif dengan ventilasi
yang kurang sehingga akan terasa pengap. Hal itu
dapat mengganggu jalannya praktikum.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S
d. Solution
Sirkulasi udara harus diperhatikan. Penempatan ventilasi
perlu, untuk mensuplai udara bersih masuk ke ruangan

56
Ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:
- Lubang-lubang ventilasi ditempatkan pada dinding-
dinging yang saling berhadapan agar terjadi aliran
udara yang baik dalam ruang.
- Lubang-lubang ventilasi ditempatkan tidak sama
tinggi dari lantai agar terjadi aliran udara yang baik
dalam ruang.
- Cerobong udara keluar dibuat setinggi mungkin agar
terjadi aliran udara yang baik dalam ruang (efek
cerobong).
- Tinggi letak lubang ventilasi masuk sedemikian
sehingga aliran udaramasuk mengenai daerah
hunian (living zone) pada batas ketinggian 0,30 m-
1,80m diatas lantai.
- Lubang-lubang ventilasi sebaiknya dibuat dengan
kombinasi ventilasi horizontal dan vertikal.
- Untuk kenyamanan ruang, kecepatan aliran udara
dibuat berkisar antara0,10-0,15 m/detik. Untuk
kesehatan tidak melebihi 0,5 m/det, atau kurang dari
0,10 m/det.
e. Implementasi
- Membersihkan tempat praktikum sebelum dan
sesudah praktikum agar terciptanya lingkungan yang
nyaman..
- Menyediakan kipas angin atau AC agar udara tidak
pengap di dalam ruangan.

57
- Penyediaan alat kebersihan guna memperlancar
proses pembersihan ruangan dari kotoran misalnya
debu.
- Disiplin dalam menjaga kebersihan ruangan.
f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan.
- Bekerja dengan disiplin K3
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi

D. Penempatan Bahan Mudah Terbakar


Penempatan barang mudah terbakar masih belum dilakukan
dengan baik.
Kondisi Aktual

58
Kondisi Ideal

Analisis :
Penyimpanan bahan yang mudah terbakar belum dilakukan
dengan baik dan tepat, kesalahan penyimpanan bahan-bahan
kimia akan berakibat fatal. Pemisahan bahan kimia dan
bahan yang mudah terbakar, dan penglasifikasian
penyimpanan perlu dilakukan. Sehingga perlu tindakan
khusus dalam menangani bahan-bahan kimia.

5R/5S :
a. Tidak memenuhi persyaratan resik dan rapi
- Terlihat penempatan bahan mudah terbakar belum di
perhatikan
b. Tidak memenuhi persyaratan rawat
- Terlihat tangki – tangki bahan mudah terbakar yang
kurang perawatan karena kotoran yang makin lama
makin tebal akibat debu.
- Tangki gas yang sudah tak terisi kurang terpelihara.

59
Zerosicks
a. Hazard
- Dapat membakar bengkel jika terjadi kebakaran
- Aspek psikologi terganggu, karena kondisi ruangan
yang tidak nyaman.
b. Environment
- Lingkungan menjadi tidak kondusif dengan tangka –
tangki yang menutup ruang gerak. Hal itu dapat
mengganggu jalannya praktikum.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S.
d. Solution
- Menyusun barang agar terlihat rapi dan mudah
digunakan
- Memisahkan bahan yang berbahaya dan mudah
terbakar dari api
- Dilakukan pengkalsifikasian antara bahan kimia
berbahaya, tidak berbahaya, mudah dan tidak mudah
terbakar
- Pemberian garis pembatas warna merah guna tanda
bahaya.
e. Implementasi
- Memberikan peringatan agar tidak sembarangan
menggunakan bahan kimia dengan memasang tanda-
tanda keselamatan seperti garis pembatas berikut ini :

60
Gambar 20. Pemberian Garis Tanda Bahaya

f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan.
- Bekerja dengan disiplin K3.
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi

E. Penempatan Alat Pemadam Kebakaran


Penempatan alat pemadam kebakaran belum dilakukan
dengan baik.

61
Kondisi Aktual

Kondisi Ideal

Analisis :
Penempatan alat pemadam kebakaran belum dilakukan
dengan baik karena tidak ditempatkan pada tempat yang
strategis sehingga dapat mengganggu dalam kegiatan kerja
dan kesulitan mencari alat tersebut jika terjadi kebakaran.
Pada penempatan alat pemadam kebakaran seharusnya juga
dipasang poster tentang bagaimana cara menggunakan alat

62
pemadam kebakaran tersebut sehingga memudahkan
pengguna.

5R/5S :
a. Tidak memenuhi persyaratan resik dan rapi
- Terlihat penempatan alat pemadam kebakaran belum
diperhatikan.
b. Tidak memenuhi persyaratan rawat
- Masih belum terpelihara kerapian tempatnya.

Zerosicks
a. Hazard
- Tertunda evakuasi dikarenakan kerusakan alat
pemadam api.
- Penempatan apar yang tidak strategis akan
menimbulkan kesulitan jika dsewaktu-waktu
dibutuhkan .
- Menimbulkan bahaya ergonomis.
b. Environment
- Penempatan alat pemadam kebakaran yang tidak
diperhatikan dapat mengganggu pecegahan
kecelakaan kerja jika sewaktu – waktu terjadi
kebakaran.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 dan 5R/5S.

63
d. Solution
- Meletakan alat pemadam kebakaran dalam jumlah
yang cukup di tempat-tempat yang strategis dan tidak
mengganggu kegiatan kerja.
- Melakukan perawatan rutin pada alat pemadam
kebakaran. Untuk alat pemadam kebakaran tabung
gas berupa busa dan jenis kering dilakukan
pemeriksaan minimal setiap 6 sampai 12 bulan sekali
dengan periode pengisian kembali selama 5 tahun dan
masa percobaan 5 tahun.
e. Implementasi
- Memasang cara penggunaan alat pemadam kebakaran
dan menempatkannya ditempat yang strategis seperti
berikut ini :

Gambar 20. Poster Cara Penggunaan APAR

64
f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan.
- Bekerja dengan disiplin K3..
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi

F. Penempatan Tanda Jalur Evakuasi


Penempatan jalur evakuasi belum dilakukan dengan baik
Kondisi Aktual

65
Kondisi Ideal

Analisis :
Keberadaan tanda jalur evakuasi belum ada di dalam bengkel
praktikum. Hal ini dapat menyebabkan gangguan evakuasi
semisal terjadi kebakaran ataupun bencana alam seperi gempa
bumi. Tanda jalur evakuasi berfungsi untuk memberi
informasi tentang jalan paling efektif saat terjadi gangguan di
dalam bengkel praktikum.

Zerosicks
a. Hazard
- Belum adanya tanda jalur evakuasi mengakibatkan
kebingungan ketika terjadi hal yang tidak diinginkan
di dalam bengkel praktikum.
- Dapat berakibat fatal ketika terjadi keadaan
emergency (kebakaran, bencana alam, dsb).
- Gangguan psikologi seperti kepanikan saat keadaan
darurat.

66
b. Environment
- Pemberian tanda jalur evakuasi harus di tempat
strategis dan bisa dilihat dengan mudah sehingga
dapat menciptakan rasa aman di lingkungan kerja.
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 .
d. Solution
- Penambahan pemasangan tanda-tanda jalur evakuasi,
emergency exit dan titik kumpul.
e. Implementasi
- Pemasangan tanda-tanda jalur evakuasi, emergency
exit dan titik kumpul.
f. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan. Melihat rambu – rambu atau tanda
peringatan bahaya..
- Bekerja dengan disiplin K3.
g. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi

67
G. Panel Listrik
Panel listrik di ruangan masih mudah dibuka dan belum
adanya peringatan bahaya listrik yang lengkap
Kondisi Aktual

Kondisi Ideal

68
Analisis :
Panel listrik di suatu ruangan sangat berbahaya jika tidak
terawat dengan baik. Kondisi panel harus tertutup setiap saat
agar tidak terjadi kecelakaan seperti tersengat listrik. Panel
listrik tersebut memiliki tegangan yang tinggi sehingga dapat
terjadi kebakaran jika terjadi konsleting listrik.

5S/5R
a. Tidak memenuhi persyaratan rawat dan rajin
- Kondisi panel listrik di bengkel masih mudah terbuka
sehingga dapat menimbulkan sumber bahaya
- Perlu dilakukan pengecekan sebelum bengkel
digunakan untuk praktikum

Zerosicks
a. Hazard
- Dapat menciptakan sumber bahaya listrik dari panel
listrik yang kurang perawatan.
- Dapat menyebabkan luka bakar bahkan kematian jika
tersengat listrik bertegangan tinggi
b. Environment
- Pemberian tanda peringatan mengenai bahaya
tegangan listrik dapat ditempel di panel listrik agar
tidak terjadi bahaya di dalam lingkungan
c. Occupational
- Masih kurangnya penerapan K3 .
d. Solution
- Penambahan tanda peringatan bahaya perlu
dilakukan.

69
- Pemberian kunci pada panel listrik agar tidak mudah
dibuka dengan sembarangan.
e. Implementasi
- 1 minggu sekali harus diadakan pemeriksaan pada
panel listrik.
h. Budaya kerja
- Perlu ada kebiasaan dengan standar K3 saat praktikum
berlangsung, baik diterapkan pada mahasiswa
praktikum ataupun dosen pengampu yang
bersangkutan. Melihat rambu – rambu atau tanda
peringatan bahaya..
- Bekerja dengan disiplin K3.
i. Knowledge
- Pengetahuan tentang K3 terkait
- Pengetahuan tentang ergonomi
- Menambah komunikasi

70
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Analisis mengenai K3 di bengkel pemakaian listrik
sangatlah beragam. Buku ini membahas tentang K3 yang baik
saat praktikum di bengkel dan potensi – potensi bahaya yang
dapat timbul di bengkel. Buku ini juga menawar solusi dalam
pecegahan bahaya yang dapat meminimalisir terjadinya
kecelakaan akibat kerja ataupun penyakit akibat kerja. Contoh
solusinya yaitu penggunaan alat pelindung diri

B. Saran
Buku ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu,
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang membangun.

72
DAFTAR PUSTAKA

Alat Pelindung Diri di Tempat Kerja diakses dari


http://mediak3.com/alat-pelindung-diri-di-tempat-kerja/ pada 28
Maret 2016 pukul 20.30 WIB

Apa itu 5S – 5R : Cara Menerapkan Sistem 5S diakses dari


http://rajapresentasi.com/2012/02/apa-itu-5s-5r-cara-
menerapkan-sistem-5s/ pada 28 Maret 2016 pukul 20.00 WIB

DikMenJur (2003).Mengikuti Prosedur Menjaga Kesehatan dan


Keselamatan Kerja.Yogyakarta: DepDikNas

DikMenJur (2004). Pemeliharaan/service engine dan komponen


- komponennya OPKR-30-001B.Jakarta: DepDikNas

Istilah-Istilah Danger Dalam K3LH diakses dari


http://mediak3.com/istilah-istilah-danger-dalam-k3lh/ pada 28
Maret pukul 20.25 WIB

OHSAS 18001 (2007). Occopational Helth and Safety


Management System-Requirements

Permenaker No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), Jakarta

Permenaker No 5 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen K3,


Jakarta

73
Pinnagoda, Chandra (1996).Ergonomic Checkpoint : Practical
and Easy-toomploment Solution for Improving Safety, Health,
and Working Conditions. Geneva: ILO

Rausand, M (2005).HAZOP:Hazard and Operability


Study.Norwegia:Department of Production and Qualty
Engineering

Silalahi, Bennet N.B, (1995). Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja.Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo

Undang - Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,


Jakarta

74
LAMPIRAN

1. Poster K3

75
2. Stiker K3

76
77

Anda mungkin juga menyukai