Anda di halaman 1dari 22

Kanker Leher Rahim

1.1 Pengertian Kanker Leher Rahim

Kanker leher rahim adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-
sel epitelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan
metastasis. Kanker Leher rahim atau serviks adalah kanker primer yang berasal
dari serviks. Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk
silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri
eksternum.
Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi progresif. Proses
terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu berkembang
menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut sel displastik
sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia
ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya dan akhirnya menjadi
karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif.
Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia
menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-
situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
Kanker serviks adalah kanker terbanyak kelima pada wanita di seluruh
dunia. Penyakit ini banyak terdapat pada wanita Amerika Latin, Afrika, dan negara-
negara berkembang lainnya di Asia, termasuk Indonesia. Pada wanita-wanita
Suriname keturunan Jawa, terdapat insidensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan keturunan etnis lainnya.
Pada tahun 2009, Kanker serviks di negara- negara maju menempati
urutan keempat setelah kanker payudara, kolorektum, dan endometrium.
Sedangkan di negara-negara sedang berkembang menempati urutan pertama. Di
negara Amerika Serikat kanker serviks memiliki Age Spesific Incidence Rate
(ASR) yang khas, kurang lebih 20 kasus per 100.000 penduduk wanita per tahun.
Gambar 1. Lokasi Kanker Leher Rahim

1.2 Etiologi
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model
karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis
awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-
studi epidemiologi menunjukkan bahwa lebih dari 90% kanker serviks
dihubungkan dengan jenis human pailoma virus (HPV). HPV merupakan anggota
famili Papovirida yang mempunyai diameter 55 µm dan virus ini ditularkan secara
seksual. HPV memiliki kapsul isohedral yang telanjang dengan 72 kapsomer,
serta mengandung DNA circular double stranded dengan panjang kira-kira 8000
pasang basa.
Berdasarkan penelitian dari Sjamsuddin dalam jurnalnya yang berjudul
Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks, disimpukan bahwa terdapat 3
golognan tipe HPV dalam hubungannya dengan kanker serviks, yaitu : 1) HPV
resiko rendah, yaitu HPV tipe 6 dan 11, 46 jarang dotemukan pada karsinoma
invasif; 2) HPV resiko sedang, yaitu HPV 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58 ; 3) HPV
resiko tinggi, yaitu HPV tipe 16, 18, 31. Ketiga jenis HPV ini dapat menyebabkan
pertumbuhan sel yang abnormal, namun hanya tipe 2 dan 3 yang menyebabakan
kanker
Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada
wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. HPV
merupakan faktor inisiator kanker serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal
dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6
akan mengikat p53 sehingga TSG (Tumor Supressor Gene) p53 akan kehilangan
fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini
menyebabkan terlepasnya E2f yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus
sel berjalan tanpa kontrol.

1.3 Faktor Resiko

Hubungan Seksual
Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara
seksual. Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat
hubungan seksual dan risiko penyakit ini. Sesuai dengan etiologi infeksinya,
wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang memulai
hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker
serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia
dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan
berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat
pertama berhubungan maupun jumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat
untuk terjadinya kanker serviks.

Karakteristik Partner
Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi
sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus
kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering
menjalani seks aktif dengan partner yang melakukan seks berulang kali. Selain
itu, partner dari pria dengan kanker penis atau partner dari pria yang istrinya
meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan risiko kanker serviks.
ss
Riwayat Ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko
kanker serviks, hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen
persalinan yang tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko. Dietilstilbesterol
(DES) Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in
utero telah dibuktikan.

Agen Infeksius
Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui
hubungan seksual seperti Human Papilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks
Virus Tipe 2 (HSV 2) (Benedet 1998; Nuranna 2005).

Human Papilloma Virus (HPV)


Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus
(HPV) sebagai penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada kanker serviks
sudah dimulai sejak seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari
kanker serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks.
Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus papiloma hewan; hubungan infeksi
HPV serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukkan displasia
ringan atau sedang; serta deteksi antigen HPV dan DNA dengan lesi servikal.
HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan diplasia ringan yang sering
regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubung- kan dengan diplasia berat yang
jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu. Infeksi
Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang menjadi neoplasia
intraepitel serviks (NIS).
Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi
dan 80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS. HPV
akan hilang dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini, respons antibodi terhadap HPV
risiko-tinggi yang berperan. Dua puluh persen sisanya berkembang menjadi NID
dan sebagian besar, yaitu 80%, virus menghilang, kemudian lesi juga
menghilang. Oleh karena itu, yang berperan adalah cytotoxic T-cell. Sebanyak
20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang persisten.
NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS 3, dan pada
akhirnya sebagiannya lagi menjadi kanker invasif. HPV risiko rendah tidak
berkembang menjadi NIS 3 atau kanker invasif, tetapi menjadi NIS 1 dan
beberapa menjadi NIS 2. Infeksi HPV risiko-rendah sendirian tidak pernah
ditemukan pada NIS 3 atau karsinoma invasif.
Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda, interval
antara NIS 1 dan kanker invasif diperkirakan 12,7 tahun dan kalau dihitung dari
infeksi HPV risiko-tinggi sampai terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu yang
panjang ini, di samping terkait dengan infeksi HPV risiko-tinggi persisten dan
faktor imunologi (respons HPV-specific T-cell, presentasi antigen), juga
diperlukan untuk terjadinya perubahan genom dari sel yang terinfeksi. Dalam hal,
ini faktor onkogen E6 dan E7 dari HPV berperan dalam ketidakstabilan genetik
sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas.
Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan
penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Oncoprotein E6 akan mengikat
p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sementara itu, oncoprotein
E7 akan mengikat TSG Rb. Ikatan ini menyebabkan ter- lepasnya E2F yang
merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.

Virus Herpes Simpleks


Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 (HPV-2) belum
didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan
bahwa terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan
displasia serviks. DNA sekuens juga telah diidentifikasi pada sel tumor dengan
menggunakan DNA rekombinan. Diperkirakan, 90% pasien dengan kanker
serviks invasif dan lebih dari 60% pasien dengan neoplasia intraepitelial serviks
(CIN) mempunyai antibodi terhadap virus.

Lain-lain
Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan dengan
kanker serviks. Namun, infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual
dengan multipel partner dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker
serviks secara langsung.

Merokok
Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab
kanker serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada
serviks (bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanis- me kerja bisa
langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau
melalui efek imunosupresif dari merokok. Bahan karsinogenik spesifik dari
tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulut rahim pada wanita perokok.
Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama
infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi keganasan.

Faktor Risiko yang Diperkirakan


Kontrasepsi Oral
Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan
hubungan dengan kontrasepsi oral. Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya
tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan
risiko dengan mengontrol pengaruh kegiatan seksual. Beberapa studi gagal
dalam menunjukkan beberapa hubungan dari salah satu studi, bahkan
melaporkan proteksi terhadap penyakit yang invasif.
Hubungan yang terakhir ini mungkin palsu dan menun- jukkan deteksi
adanya bias karena peningkatan skrining terhadap pengguna kontrasepsi.
Beberapa studi lebih lanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkal
observasi ini mengenai kontrasepsi oral.

Diet
Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam
faktor risiko kanker serviks.
Etnis dan Faktor Sosial
Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko
lima kali lebih besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini
mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan
kesehatan.
Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki insiden
kanker serviks yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini
mungkin mencerminkan pengaruh sosioekonomi.
Pekerjaan
Sekarang ini, ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya
menderita kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu
pekerjaan (debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor
risiko kanker serviks.

1.4 Patogenesis dan Patofisiologi

Karsinoma serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo-columnar


junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari
epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu
epitel kuboid/kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor
usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium
uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ
berada di dalam kanalis serviks. Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang
berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa
mutagen yang akan memicu displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan
aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau
retraksi otot oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel
serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar
menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh
pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada
masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik
terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan
antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua
SCJ ini disebut daerah transformasi.

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu


faktor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis
asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan
rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel. Sel yang mengalami
mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia
sedang, displasia berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang
menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga
sebagai tingkat pra-kanker.

Displasia mencakup pengertian berbagai gangguan maturasi epitel


skuamosa yang secara sitologik dan histologik berbeda dari epitel normal,
tetapi tidak memenuhi persyaratan sel karsinoma. Perbedaan derajat
displasia didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat
ringannya kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan
maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana
basalis masih utuh.

Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS)


untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari : 1) NIS 1,
untuk displasia ringan; 2) NIS 2, untuk displasia sedang; 3) NIS 3, untuk
dysplasia berat dan karsinoma in-situ.

Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai suatu spekrum penyakit yang


dimulai dari displasia ringan (NIS 1), dysplasia sedang (NIS 2), displasia berat
dan karsinoma in-situ (NIS 3) untuk kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif. Beberapa peneliti menemukan bahwa 30-35% NIS
mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari NIS 1/NIS 2. Karena tidak
dapat ditentukan lesi mana yang akan berkembang menjadi progesif dan mana
yang tidak, maka semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas
sehingga harus ditatalaksanai sebagaimana mestinya.

1.5 Manifestasi Klinik

Pada tahap permulaan kanker, sudah menimbulkan perdarahan melalui


vagina, misalnya :
1) Setelah melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih banyak
atau timbul perdarahan menstruasi lebih sering.

2) Timbul perdarahan diantara siklus menstruasi

3) Apabila kanker sudah berada pada stadium lanjut bisa terjadi


perdarahan spontan dan nyeri pada rongga panggul.

4) Keluhan dan gejala akibat bendungan kanker penderita mengalami


halangan air seni.

5) Sembab anggota tengah karena penekanan pembuluh darah balik

6) Nyeri pada pinggang bagian bawah

7) Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita

8) Perdarahan sesudah menopause

Untuk tumbuh menjadi kanker leher rahim dibutuhkan beberapa tahun sejak
sel-sel leher rahim mengalami perubahan. Sel-sel leher rahim abnormal yang
bukan merupakan sel kanker namun dapat berkembang menjadi kanker disebut
dengan cervical intra-epithelial neoplasia (CIN). CIN juga disebut sebagai sel-sel
prekanker yang jika tidak ditangani lebih lanjut akan berpotensi untuk berkembang
menjadi kanker. Namun tidak semua wanita yang memiliki CIN akan menderita
kanker. Keberadaan CIN identik dengan dysplasia.

Perkembangan kanker servik meliputi displasia ringan (5 tahun), displasia


sedang (3 tahun), displasia berat (1 tahun) sampai menjadi kanker stadium 0.
Tahap pra kanker ini sering tidak menimbulkan gejala (92%), selanjutnya masuk
tahap kanker invasif berupa kanker stadium I sampai stadium IV.

Menurut International Federation of Gynecologists and Obstetricians,


perkembangan kanker leher rahim dibagi menjadi 5 stadium berdasarkan ukuran
tumor, kedalaman penetrasi pada leher rahim dan penyebaran kanker di dalam
maupun diluar leher rahim. Stadium-stadium tersebut adalah sebagai berikut :

Stadiu 0 Terjadi pertumbuhan kanker (karsinoma) pada


m jaringan epitel leher rahim
Stadiu I Pertumbuhan kanker masih terbatas pada leher
m rahim
Ia Secara mikroskopis, kanker telah menginvasi
jaringan (terjadi penetrasi). Ukuran invasi sel
kanker : kedalaman < 5 mm, sedangkan
lebarnya < 7 mm
Ia1 Ukuran invasi mempunyai kedalaman < 3 mm
dan lebar < 7 mm
Ia2 Kedalaman invasi > 3 mm dan < 5 mm,
lebar < 7 mm
Ib Terjadi lesi yang ukurannya lebih besar dari lesi
yang terjadi pada stadium Ia
Ib1 Ukuran tumor < 4 cm
Ib2 Tumor > 4 cm
Stadiu II Karsinoma meluas sampai keluar leher rahim
m tetapi belum sampai dinding pelvis; karsinoma
menyerang vagina tapi belum mencapai 1/3
vagina bagian bawah
IIa Belum ada parameter yang jelas
IIb Parameter jelas
Stadiu III Karsinoma meluas ke dinding pelvis; pada
m pemeriksaan rektal, tidak terlihat adanya ruang
kosong antara tumor dan dinding pelvis; tumor
menyerang 1/3 vagina bagian bawah; pada
semua kasus juga ditemukan adanya
hidronefrosis atau ginjal tidak berfungsi
IIIa Kanker tidak menjalar ke dinding pelvis, tapi
menyerang 1/3 vagina bagian bawah
IIIb Menjalar ke dinding pelvis, terjadi hidronefrosis
atau kegagalan fungsi ginjal, atau keduanya
Stadiu IV Karsinoma meuas melewati pelvis atau mukosa
m kandung kemih atau rektal
IVa Menyebar ke organ yang berdekatan
IVb Menyebar ke organ yang jauh

Gambar 2. Progresivitas Kanker Serviks


Gambar 3. Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

1.6 Diagnosis Kanker Serviks


Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah
lanjut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk
mencegah kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan
pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi
dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan
yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan,
berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75 -80% gejala karsinoma serviks.
Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama
makin serin g terjadi diluar senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala -gejala yang timbul akibat metastase jauh.
Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa
kanker serviks adalah:
1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus
mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.

Gambar 4. Pemeriksaan Pap Smear


Gambar 5. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher
Rahim

2. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop,
yaitu suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya
di dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila
ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi,
merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel
serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan
kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi
vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat
diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus
dilakukan.
Gambar 6. Colposcopy Untuk Mengambil Jaringan yang Abnormal
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan
kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.

Gambar 7. Biopsi Kerucut pada Serviks (Leher Rahim)

1.7 Pengobatan untuk Kanker Serviks


Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi
dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan
rencana penderita untuk hamil lagi.

1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau
bedah ataupun melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih
bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk
menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun
pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan.
2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif
yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar
berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
● Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
● Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam
serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1 -3 hari dan selama itu penderita
dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1
-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
● Iritasi rektum dan vagina
● Kerusakan kandung kemih dan rektum
● Ovarium berhenti berfungsi.
3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk
menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat -obatan
untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui
suntikan intravena atau melalui mulut. Kemoterapi diberikan dalam suatu
siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan,
lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.
4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem
kekebalan tubuh dalam mela wan penyakit. Terapi biologis dilakukan
kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering
digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

1.8 Pencegahan dan Penanganan Kanker Serviks


Pengendalian kinder serviks dengan pencegahan dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan prmer, pencegahan sek under, dan
pencegahan tersier Strategi kesehatan masyarakat dalam mencegah
kematian karena kanker serviks antara lain adalah dengan pencegahan
primer dan pencegaan sekunder.

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan kegiatan uang dapat dilakukan oleh
setiap orang untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya kanker serviks. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
menekankan perilaku hdup sehat untuk mengurangi atau menghindari faktor
resiko seperti kawin muda, pasangan seksual ganda dan lain -lain. Selain itu
juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan imuisasi HPV pada
kelompok masyarakat
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini
dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus -kasus
kanker serviks secara dibni sehingga kemungkinan penyembuhan dapat
ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang lama.
Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih.
Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitive untuk
mwndeteksi karsinoa pra invasive. Bila diobati dengan baik, karsinoma pra
invasive mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus
pada fase invasive hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35
Selain itu, terdapat juga tiga tingkatan pencegahan dan penanganan kanker
serviks, yaitu :
1. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Promosi Kesehatan Masyarakat misalnya :
1) Kampanye kesadaran masyarakat
2) Program pendidikan kesehatan masyarakat
3) Promosi kesehatan
b. Pencegahan khusus, misalnya :
1) Interfensi sumber keterpaparan
2) Kemopreventif
2. Pencegahan Tingkat Kedua
a. Diagnosis dini, misalnya screening
b. Pengobatan, misalnya :
l) Kemoterapi
2) Bedah
3. Pencegahan Tingkat Ketiga
Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan penanganan
kanker umumnya ialah secara pendekatan multidiscipline. Hasil pengobatan
radioterapi dan operasi radikal kurang lebih sama, meskipun sebenarnya
sukar untuk dibandingkan karena umumnya yang dioperasi penderita yang
masih muda dan umumnya baik.
Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa mencegahnya.
Anda dapat melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi
HPV dan akhirnya menderita kanker serviks. Beberapa cara praktis yang
dapat Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
1. Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal
untuk merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi
berbagai karotena, vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi
risiko terkena kanker leher rahim.
2. Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan
tembakau dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
3. Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau
belasan tahun.
4. Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk
mencegah dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya
kanker serviks.
5. Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
6. Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes
Pap smear
7. bahkan sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga
terjangkau.
8. Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih
murah dari Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi
HPV.
9. Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi
HPV.
10. Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah
vagina toilet. Ini dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan
bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk membersihkan organ intim
wanita dari kotoran dan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjidi, Imam. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian


Journal of Cancer Vol. III, No. 3
2. Sjamsuddin, Sjahrul. 2001. Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker
Serviks. Cermin Dunia Kedokteran No.133.
3. Canavan, T. P. dan Doshi, N. R. 2000. Cervical Cancer.
http://www.aafp.org, diakses 14 Mei 2017.
4. La Russo, L. 2004. Cervical Cancer (Cancer of The Cervix).
http://healthlibrary.epnet.com, diakses 14 Mei 2017.
5. Dolinsky, C. 2002. Breast Cancer : The Basic, Abramson Cancer
Center of The University of Pensylvania. http://www.oncolink.org,
diakses 14 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai