Aksis I Episode Depresif. Mood yang depresif serta hilangnya minat atau kesenangan adalah kunci gejala depresi. Pasien dapat mengatakan bahwa mereka merasa sedih, tidak ada harapan, bersusah hati, atau tidak berharga. Untuk seorang pasien, mood yang depresif sering memiliki kualitas yang khas yang membedakannya dengan emosi normal kesedihan atau berkabung. Pasien sering menggambarkan gejala depresi sebagai satu penderitaan emosi yang sangat mendalam serta kadang-kadang mengeluh tidak dapat menangis, gejala yang pulih ketika pasien membaik. Skizofrenia. Sejumlah hal penting telah dipublikasikan mengenai kesulitan klinis dalam membedakan episode manik dengan skizofrenia. Walaupun sulit, diagnosis banding mungkin dapat ditegakkan dengan sediit pedoman klinis. Keriangan, elasi, dan mood yang dapat menular lebih lazim pada episode manik, bicara cepat dan dirasakan sebagai perubahan nyata perilaku pasien sebelumnya. Setengah dari pasien dengan gangguan bipolar I memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mood. Gejala manik pada orang- orang dari kelompok minoritas (terutama kulit hitam serta Hispanik) sering disalahdiagnosis sebagai gejala skizofrenik. Gangguan bipolar tipe depresi. Berdasarkan anamnesis diperoleh adanya gejala klinis yaitu pasien tampak perubahan tidur dan aktivitas, tidak ada energi, dan rasa bersalah .Keadaan ini dapat menimbulkan distress dan disabilitas dalam pekerjaan dan penggunaan waktu senggang, sehingga pasien menjadi sulit tidur dan berhenti melakukan aktivitas setiap hari, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Mood/Suasana Perasaan. Aksis II Tidak ada Aksis III Pasien memiliki riwayat suspek TB paru. Aksis IV Masalah dengan “primary support group” (keluarga) Aksis V 70-61 : beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik 2. Diagnosis banding dari kasus yang didapat Depresi organik Dua zat kimia di otak, serotonin dan norepinephrine, menjadi berantakan pada seseorang yang mengalami bipolar. Sedangkan depresi lebih dipengaruhi oleh beragam hal, mulai dari faktor genetik, perubahan hormon, penggunaan obat-obatan, hingga stress kronis. Gangguan bipolar menyebabkan seseorang mengalami dua fase berbeda, yaitu fase ‘’mania’’ dan ‘’depresi’’ yang bisa muncul bergantian. Gejolak perubahan mood ini bisa terjadi drastis, dan seringkali muncul tidak sesuai dengan situasi-kondisi yang sedang terjadi. Misalnya, pada saat sedang hangout hura-hura bersama teman, pengidap bipolar malah merasa sedih tanpa sebab. Ketika seseorang berada pada fase ‘’mania’’ maka seseorang akan berada pada puncak mood, sangat bersemangat, tidak bisa tidur, banyak bicara dibanding biasanya, berbicara sangat cepat, gampang teralihkan konsentrasinya, dan berpikir jangka pendek tanpa berpikir akibatnya. Fase ‘’mania’’ biasanya berlangsung selama 7 hari. Di antara fase ‘’mania’’ dan ‘’depresi’’, terdapat fase ‘’psychosis’’ yang merupakan suatu kondisi dimana seseorang akan merasa asing terhadap dunianya dan berhalusinasi –atau memiliki ide-ide yang tidak masuk akal. Sementara ketika seorang bipolar berada pada fase ‘’depresi’’, ia cenderung mengalami gejala yang sama seperti orang yang mengalami depresi. Depresi dapat ditandai dengan gejala fisik seperti munculnya perasaan sakit nyata di tubuhnya (baik yang dapat dijelaskan sebabnya ataupun tidak), munculnya perasaan sedih/cemas, putus asa, marah, kehilangan ketertarikan terhadap sesuatu hal atau kehilangan ketertarikan untuk berinteraksi dengan lingkungan, kehilangan nafsu makan, kesulitan untuk tidur atau insomnia, kesulitan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, mengingat, halusinasi, dan munculnya pikiran untuk melukai diri sendiri. Sedangkan ciri orang yang mengidap gangguan bipolar dapat diamati dengan kecenderungan untuk melukai diri sendiri, suasana hati yang tidak stabil atau berubah secara drastis, dan lebih sensitif terhadap sesuatu. Skizoafektif Gangguan afektif akibat penggunaan zat Penyalahgunaan Napza dapat berakibat GB dan sebaliknya. Penderita GB sangat sering melakukan tindakan berisiko tinggi salah satunya penggunaan Napza. Penderita bipolar menggunakan napza dengan tujuan mengobati diri sendiri untuk menghilangkan perasaan sedih, murung, hilangnya tenaga, dan tidak bisa tidur. Sedangkan ketika moodnya menunjukan mania, penggunaan napza terjadi karena keterlibatannya yang berlebihan terhadap terhadap aktivitas menyenangkan yang berpotensi merugikan. Misalnya berada di tempat hiburan yang rentan terhadap penyalahgunaan Napza, sembrono, dan impulsif. Terjadinya gejala yang bersamaan dari dua penyakit atau lebih antara GB dengan penyalahgunaan zat disebut juga dengan diagnosis ganda atau dual diagnosis. Paparan secara kronik dengan Napza dapat mencetuskan GB karena efek biologik yaitu terjadinya sensitidasi dan mekanisme kindling, yaitu berulangnya penggunaan penyalahgunaan zat menyebabkan gejala putus zat semakin berat sehingga semakin sulit berhenti dari zat. 3. Terapi dari kasus Terapi gangguan depresif berat yang efektif dan spesifik, seperti obat trisiklik, telah tersedia selama 40 tahun. Sejumlah pasien tidak memberikan respons terhadap terapi pertama; semua antidepresan yang saat ini tersedia membutuhkan 3 sampai 4 minggu hingga memberikan pengaruh terapeutik yang bermakna, walaupun obat tersebut dapat mulai menunjukkan pengaruhnya lebih dini, dan relatif sampai saat ini, semua antidepresan yang tersedia bersifat toksil bila overdosis serta memiliki efek simpang. Pengenalan SSRI, seperti fluoxetine, paroksetin (Paxil), dan sertralin (Zoloft), juga bupropion, venlafaksin (Paxil), dan sertralin (Zoloft), juga bupropion, venlafaksin (Effexor), nefazodon, dan mirtazapin (Remeron), menawarkan klinisi obat-obat yang sama efektif tetapi lebih aman dan lebih ditoleransi daripada obat-obat sebelumnya. Indikasi saat ini untuk obat antidepresan (contohnya, gangguan makan dan gangguan ansietas) membuat pengelompokan obat-obat ini dibawah satu label antidepresan yang membingungkan. Indikasi utama antidepresan adalah episode depresi berat. Gejala pertama yang akan membaik adalah pola tidur dan nafsu makan yang buruk. Agitasi, ansietas, episode depresif, dan rasa putus asa adalah gejala yang selanjutnya akan membaik. Gejala target lainnya adalah kurang tenaga, konsentrasi buruk, ketidakberdayaan, dan menurunnya libido. Kombinasi obat trisiklik atau tetrasiklik dengan MAOI kadang-kadang digunakan pada pasien yang belum memberikan respons terhadap beberapa terapi farmakologis lain. Dengan ketersediaan kisaran luas antidepresan, terapi kombinasi ini jarang digunakan. Karena insiden efek simpangnya tinggi, kombinasi ini bukanlah merupakan terapi pilihan pertama, kedua, atau bahkan ketiga. Jika kombinasi ini digunakan, klinisi harus memulai terapi dengan kedua obat ini dalam dosis rendah dan kemudian menaikkan dosis perlahan. Imipramin atau trimipramin (Surmontil) dan MAOI tidak boleh digunakan dalam kombinasi karena insiden efek toksiknya tinggi, termasuk gelisah, pusing, tremor, kedutan otot, berkeringat, kejang hiperpireksia dan kadang-kadang kematian. Ketika pasien telah mendapatkan obat trisiklik atau tetrasiklik, dokter harus membagi empat dosis tersebut selama 5 sampai 7 hari dan kemudian dengan perlahan menambahkan MAOI pada regimen tersebut. Ketika pasien telah mendapatkan MAOI, dokter harus menghentikan obat tersebut selama 2 minggu dan kemudian memulai kedua obat secara bersamaan. Alasan strategi ini adalah bahwa MAOI secara ireversibel menghambat monoamin oksidase sehingga membutuhkan sekitar 2 minggu untuk memperoleh kadar aktivitas MAOI normal setelah penggunaan MAOI. Psikoterapi Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega. Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan 4. Prognosis dari pasien Dubia ad bonam Gangguan afektif bipolar merupakan gangguan bersifat episode berulang (sekurang- kurangnya 2 episode) dimana afek pasien dan tingkat aktifitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai dengan penambahan energi dan aktifitas (mania atau hipomania) dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktifitas (depresi) Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4 sampai 5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskpun jarang jarang lebih 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu sering kali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental atau trauma lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis). 5. Hubungan dari penyakit psikis sebelumnya dan sekarang Terdapat hubungan psikis sebelumnya dengan penyakit sekarang karena sebelumnya terdapat gangguan bipolar tipe manik dengan gejala psikotik dan belum remisi dengan sempurna karena tidak kepatuhannya dalam mengkonsumsi obat atau putus obat selama beberapa lama. Gangguan ini bersifat berulang (minimal dua episode). Dimana efek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu dari peningkatan efekk disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania) dan pada waktu lain berupa penurunan efek disertai pebgurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya ada penyembuhan sempurna dan berlangsung antara 2 minggu sampai sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode ini seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagmosis). Gangguan pasca traumatik biasanya berkembang pada suatu waktu setelah trauma, dapat sependek satu minggu atau selama 30 tahun. Gejala dapat berfluktuasi dengan berjalannya waktu dan mungkin paling kuat selama stres. Kira0kira 40 % trus menderita gejala ringan , 20 % terus menderita gejala , dan 10 % tetap berubah atau menjadi buruk. Prognosis yang baik diramalkan oleh onset gejala yang cepat, durasi gejala yang singkat, fungsi premorbide yang baik, dukungan sosial yang kuat dan tidak adanya gangguan psikiatrik atau berhubungan dengan zat lainya 6. Faktor resiko pada kasus Genetika dan riwayat keluarga. Penderita bipolar lebih sering dijumpai pada penderita yang mempunyai saudara atau orang tua dengan gangguan bipolar. Riwayat pada keluarga dengan penyakit bipolar bukan berarti anak atau saudara akan pasti menderita gangguan bipolar. Penelitian menunjukkan bahwa pada orang orang dengan riwayat keluarga penderita bipolar maka kemungkinannya terkena bipolar akan sedikit lebih besar dibandingkan masyarakat pada umumnya. Artinya ada factor predisposisi terhadap gangguan bipolar. Hanya saja, tanpa adanya factor pemicu, maka yang bersangkutan tidak akan terkena gangguan bipolar. Kerentanana psikologis(psychological vulnerability). Kepribadian dan cara seseorang menghadapi masalah hidup kemungkinan juga berperanan dalam mendorong munculnya gangguan bipolar. Lingkungan yang menekan (stressful) dan kejadian dalam hidup (live events). Riwayat pelecehan, pengalaman hidup yang menekan. Gangguan neurotransmitter di otak. Gangguan keseimbangan hormonal. Factor biologis. Ada beberapa perubahan kimia di otak yang diduga terkait dengan gangguan bipolar. Hal ini menunjukkan adanya factor biologis dalam masalah gangguan bipolar. 7. Patofisiologi neurotransmitter dari kasus dari kasus 8. Psikodinamik dari kasus serta teori perkembangan dan psikososial Menurut Sigmund Freud ada lima fase perkembangan : 1. Fase oral (oral stage): 0 sampai kira-kira 18 bulan Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral. Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku. 2. Fase anal (anal stage) : kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian. Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua melakukan pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif. Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa yang mengusir kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau merusak kepribadian berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat anal berkembang di mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif. 3. Fase falis (phallic stage) : kira-kira usia 3 sampai 6 tahun Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak- anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, anak juga khawatir bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan. 4. Fase laten (latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri. 5. Fase genital (genital stage): terjadi sejak individu memasuki pubertas dan selanjutnya Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal hanya fokus pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan. Berikut adalah beberapa tahap krisis perkembangan menurut Erik Erikson: 1. Kepercayaan vs ketidakpercayaan (trust versus mistrust) sejak lahir hingga usia 12-18 bulan Adalah suatu tahap psikososial pertama yang dialami dalam tahun pertama kehidupan. Suatu rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekuatiran akan masa depan. Kepercayaan pada masa bayi menentukan harapan bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik dan menyenangkan. 2. Autonomi vs rasa malu dan ragu (autonomy versus shame and doubt) usia 12-18 bulan hingga 3 tahun Adalah tahap perkembangan kedua yang berlangsung pada masa bayi dan baru mulai berjalan (1-3 tahun). Setelah memperoleh rasa percaya kepada pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah atas kehendaknya. Mereka menyadari kemauan mereka dengan rasa mandiri dan otonomi mereka. Bila bayi cenderung dibatasi maka mereka akan cenderung mengembangkan rasa malu dan keragu-raguan. 3. Inisiatif vs rasa bersalah (initiative versus guilt) usia 3-6 tahun Merupakan tahap ketiga yang berlangsung selama tahun-tahun sekolah. Ketika mereka masuk dunia sekolah mereka lebih tertantang dibanding ketika masih bayi. Anak-anak diharapkan aktif untuk menghadapi tantangan ini dengan rasa tanggung jawab atas perilaku mereka, mainan mereka, dan hewan peliharaan mereka. Anak- anak bertanggung jawab meningkatkan prakarsa. Namun, perasaan bersalah dapat muncul, bila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat mereka sangat cemas. 4. Indistri vs inferioritas (industry versus inferiority) usia 6 tahun-pubertas Berlangsung selama tahun-tahun sekolah dasar. Tidak ada masalah lain yang lebih antusias dari pada akhir periode masa awal anak-anak yang penuh imajinasi. Ketika anak-anak memasuki tahun sekolah dasar, mereka mengarahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Yang berbahaya pada tahap ini adalah perasaan tidak kompeten dan tidak produktif. 5. Identitas vs kekacauan identitas (identity versus identity confusion) pubertas- dewasa awal Adalah tahap kelima yang dialami individu selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini mereka dihadapkan oleh pencarian siapa mereka, bagaimana mereka nanti, dan ke mana mereka akan menuju masa depannya. Satu dimensi yang penting adalah penjajakan pilihan-pilihan alternatif terhadap peran. Penjajakan karir merupakan hal penting. Orangtua harus mengijinkan anak remaja menjajaki banyak peran dan berbagai jalan. Jika anak menjajaki berbagai peran dan menemukan peran positif maka ia akan mencapai identitas yang positif. Jika orangtua menolak identitas remaja sedangkan remaja tidak mengetahui banyak peran dan juga tidak dijelaskan tentang jalan masa depan yang positif maka ia akan mengalami kebingungan identitas. 6. Imitasi vs isolasi (intimacy versus isolation) dewasa awal Tahap keenam yang dialami pada masa-masa awal dewasa. Pada masa ini individu dihadapi tugas perkembangan pembentukan relasi intim dengan orang lain. Saat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan relasi akrab yang intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai, kalau tidak, isolasi akan terjadi. 7. Produktivitas vs stagnasi (generality versus stagnation) dewasa tengah Tahap ketujuh perkembangan yang dialami pada masa pertengahan dewasa. Persoalan utama adalah membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna (generality). Perasaan belum melakukan sesuatu untuk menolong generasi berikutnya adalah stagnation. 8. Integritas evo vs putus asa (integrity versus despair) dewasa akhir Tahap kedelapan yang dialami pada masa dewasa akhir. Pada tahun terakhir kehidupan, kita menoleh ke belakang dan mengevaluasi apa yang telah kita lakukan selama hidup. Jika ia telah melakukan sesuatu yang baik dalam kehidupan lalu maka integritas tercapai. Sebaliknya, jika ia menganggap selama kehidupan lalu dengan cara negatif maka akan cenderung merasa bersalah dan kecewa.
Usia Tahap Perilaku
Lahir -18 bln Sensorimotor · Belajar melalui perasaaN
· Belajar melalui refleks · Memanipulasi bahan
18 bln – 6 thn Praoperasional · Ide berdasarkan persepsinya
· Hanya dapat memfokuskan pada satu variabel pada satu waktu · Menyamaratakan berdasarkan pengalaman terbatas
6 thn – 12 thn Operasional Konkret · Ide berdasarkan pemikiran
· Membatasi pemikiran pada benda-benda dan kejadian yang akrab
12 thn atau Operasional formal · Bepikir secara konseptual
lebih · Berpikir secara hipotesis
9. Mekanisme pertahanan ego pada kasus
Mekanisme pertahanan diri dapat diartikan sebagai respon yang tidak disadari yang berkembang dalam kepribadian individu dan menjadi menetap, sebab dapat mereda ketegangan dan frustasi, dan dapat memuaskan tuntutan-tuntutan penyesuaian diri. Orang yang melakukan mekanisme pertahanan ini seolah-olah tidak mengalami kegagalan, menutupi kegagalan,atau menutupi kelemahan dirinya sendiri dengan cara-cara atau alasan-alasan tertentu. Mekanisme pertahanan diri ini muncul dlatarbelakangi oleh dasar-dasar psikologis, seperti : inferiority, inadequacy, failure, dan guilt. Masing-masing dasar psikologis akan dibahas dalam uraian berikut : 1. Perasaan Rendah Diri (Inferiority) Perasaan rendah diri dapat diartikan sebagai perasaan atau sikap yang pada umumnya tidak disadari yang berasal dari kekurangan diri, baik secara nyata maupun tidak nyata (imajinasi). Perasaan rendah diri menimbulkan sikap atau perilaku sebagai berikut : Peka (merasa tidak senang) terhadap kritikan orang lain Sangat senang terhadap pujian atau penghargaan Senang mengkritik atau mencela orang lain Kurang senang untuk berkompetisi Cenderung menyendiri, pemalu, dan penakut Berkembangnya sikap rendah diri ini dipengaruhi beberapa factor, yaitu : Kondisi fisik : lemah, kerdil, cacat, wajah tidak menarik, Psikologis : kecerdasan di bawah rata-rata, konsep diri yang negative sebagai dampak frustasi yang terus menerus dalam memenuhi kebutuhan dasar. Kondisi lingkungan yang tidak kondusif : hubungan interpersonal dalam keluarga kurang harmonis. 2. Perasaan Tidak Mampu (Inadequacy) Inadequasi atau perasaan tidak mampu merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari lingkungan. Misalnya seorang siswa yang mengeluh karena merasa tidak mampu memenuhi tuntutan akademik di sekolahnya. Sama halnya dengan perasaan rendah diri, factor penyebab perasaan tidak mampu juga frustasi dan konsep diri yang tidak sehat. 3. Perasaan Gagal (Failure) Perasaan gagal sangat dekat hubungannya dengan perasaan tidak mampu, karena jika seseorang sudah merasa bahwa dirinya tidak mampu, maka ia cenderung mengalami kegagalan untuk melakukan sesuatu atau mengatasi masalah yang dihadapinya. 4. Perasaan Bersalah (Guilt) Perasaan bersalah muncul setelah seseorang melakuakan perbuatan yang melanggar aturan moral atau sesuatu yang dianggap berdosa Mekanisme pertahanan diri memiliki beberapa bentuk yaitu : a. Kompensasi Kompensasi diartikan sebagai usaha-usaha psikis yang biasanya tidak disadari untuk menutupi keterbatasan atau kelemahan diri dengan cara mengembangkan respon-respon yang dapat mengurangi ketegangan dan frustasi sehingga dapat meningkatkan penyesuaian individu. Kompensasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : Mensubtitusi prestasi yang ada Mengalihkan perhatian dari ketidakmampuan Memelihara status, harga diri dan integritas Untuk mengetahui wujud kompensasi dapat dilihat dari gejala-gejala yang nampak dalam perilaku berikut : Over action (reaksi yang berlebihan) Identifikasi, misalnya orang tua yang senang membicarkan keberhasilan anaknya dalam rangka menutupi kelemahan dirinya mencapai hal itu. Bermain dan berfantasi Agar kompensasi dapat mendukung penyesuaian yang sehat, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut : Dalam mereduksi ketegangan jangan menimbulkan kerusakan pada diri sendiri Landasilah kompensasi dengan kesadaran yang jelas tentang keterbatasan atau kelemahan diri sendiri. Jangan menghindar untuk mencapai prestasi, tetapi tingkatkanlah usah untuk mencapainya. b. Sublimasi Sublimasi adalah pengerahan energy-energi drive atau motif secara tidak sadar ke dalam kegiatan-kegiatan yang dapat diterima secara moral maupun social. Contoh mekanisme sublimasi yaitu : Dorongan keibuan (maternal drive), atau dorongan cinta kasih disublimasikan dalam kegiatan mengajar, kerja social atau kegiatan lain yang dapat mengekspresikan keciantaan kepada anak. Dorongan rasa ingin tahu (curiocity) yang sering diekspresiakan ke dalam cara- cara yang tidak diinginkan seperti menggosip (ghibah). c. Rasionalisasi Rasionalisasi dapat diartikan sebagai upaya mereka-reka alasan untuk menutupi suasana emosi yang tidak nyaman, tidak dapat diterima atau merusak keutuhan pribadi (ego) atau status. Contoh mekanisme rasionalisasi yaitu : Seorang siswa terlambat masuk kelas dengan alasan kendaraannya terjebak macet Seorang siswa tidak lulus ujian dengan alasan saat mengerjakan ujian ia sakit Setiap kasus rasionalisasi memiliki persamaan sumber penyebab yaitu ketidakmampuan menghadapi kegagalan secara wajar, mengahdapi kelemahan, dan ketidakmampuan dalam menerima dan menjalankan tanggung jawab. Para ahli psikologi sepakat bahwa rasionalisasi dapat merusak integritas pribadi dan penyesuaian diri yang sehat. Rasionalisasi tidak ada bedanya dengan berbohong karena keduanya menunjukkan gejala tidak konsisten, kontradiksi pribadi dan inkoherensi. d. Sour Grape (Anggur Masam) Mekanisme pertahanan diri ini sama dengan rasionalisasi yaitu suka menipu diri sendiri (self-deception). Sikap sour-grape ini merupakan indikator ketidakmampuan dan kelemahan kepribadian karena mendistorsi kemampuan. Oleh karena itu sikap ini merupakan penyesuaian diri yang tidak normal. e. Egosentrisme dan Superioritas Egosentrisme dan superioritas merupakan sikap-sikap yang dipandang efektif untuk melindungi dampak-dampak buruk dari perasaan inferioritas dan perasaan gagal dalam mencapai sesuatu yang disenangi. Factor-faktor yang menyebabkan berkembangnya sikap egosentris adalah perasaan tidak aman (pada umumnya berasal dari persaan rendah diri) dan perlakuan orang tua yang sangat memanjakan atau yang selalu memberikan pujain yang berlebihan. f. Intrijeksi dan identifikasi Kedua mekanisme pertahanan diri ini sama-sama berusaha memelihara atau melindungi ego dari kelemahannya introjeksi merupakan mekanisme dengan cara individu berusaha mengasimilasi kualitas-kualitas yang diingini atau disenangi dari orang lain atau kelompok. Identifikasi diartikan sebagai suatu proses diman seseorang membanngun persamaan psikologis dengan orang lain baik dalam aspek kapasitas maupun sifat-sifat. g. Proyeksi dan Sikap Mencela (Blaming) Proyeksi merupakan mekanisme pertahanan diri dimana individu melepas dirinya sendiri dari kualitas atau keadaan yang tidak diinginkan dengan cara mengambinghitamkan orang lain atau sesuatu sebagai penyebabnya. Misalnya seorang remaja memproyeksikan penyebab kenakalannya kepada orang tuanya, bukan kepada dirinya sendiri. Reaksi proyeksi sering dihubungkan dengan reaksi blaming dan merefleksikan perasaan tidak mampu dan bersalah yang mendalam. h. Represi Represi merupakan proses penekanan pengalaman, dorongan, keinginan, atau pikiran yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan social ke alam bawah sadar karena hal itu mengancam keamanan egonya. Represi melindungi individu dari ketegangan, konflik, frustasi, perusakan ego dan juga dapat mengembangkan motif- motif yang tidak disadari yang mengarah kepada pembentukan gejala-gejala gangguan tingkah laku. 10. Menjelaskan anatomi dan fisiologi yang dipengaruhi oleh neurotransmitter yang terganggu? Regulasi Neuroendokrin Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin dan juga menerima berbagai input saraf melalu neurotransmitter amin biogenik. Berbagai disregulasi neuroendokrin dilaporkan pada pasien dengan gangguan mood sehingga regulasi aksis neuroendokrin yang abnormal merupakan akibat fungsi neuron yang mengandung amin biogenik yang abnormal pula. Walaupun secara teoretis disregulasi aksis neuroendokrin secara khusus (seperti aksis adrenal atau tiroid) mungkin menyebabkan gangguan mood, disregulasi cenderung merupakan cerminan adanya gangguan otak fundamental yang mendasari. Aksis neuroendokrin utama yang dimaksud disini adalah aksis adrenal, tiroid, serta hormon pertumbuhan. Kelainan neuroendokrin lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood mencakup berkurangnya sekresi melatonin nokturnal, pelepasan prolaktin pada pemberian triptofan, kadar basal follicle stimulating hormon (FSH) dan luteinizing hormon (LH), serta kadar testoteron pada laki-laki.