Anda di halaman 1dari 26

Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus mastoideus, dan tuba
eustachius.

1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga
luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter
antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membran timpani
tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke
muka dalam dan membuat sudut 45 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani
berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang
dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya ( none of ligt). Membran
timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :


a. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang
dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus
timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
b. Pars flaksida atau membran Shrapnell
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi
oleh 2 lipatan yaitu :
 Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
 Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).

1
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus
timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut
incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari membrane timpani disarafi oleh cabang nervus
aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh
nervus timpani cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-
pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris interna.
Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri
maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.

2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf,
atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding
lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
(muskulus stapedius).

2
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.

3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.

4. Tuba eustachius.
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti
huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring.
Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga
tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

3
2.2. Otitis Media Supuratif Kronik

2.2.1. Definisi

Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat
keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
2.2.2. Epidemiologi

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada
orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika
Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-
negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi
penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita
kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8%
dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah
sakit di Indonesia.

2.2.3. Etiologi

Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai
setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah
defisiensi immun sistemik. Penyebab OMSK antara lain:

1. Lingkungan

4
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.

2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel
udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer
atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya


Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.

4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa
organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas


Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan
tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.

5
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.


Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga
yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal.

2.2.4. Patofisiologi

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan
bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di
belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab
utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM).
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang
belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang
datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah
menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui
tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada
saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang
dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas
pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya

6
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena
stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan,
epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak
lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang
bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai
dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.

2.2.5. Klasifikasi

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :


a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan
biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau
pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa,
serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret
mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah
pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
• Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk
melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi
bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa.

• Fase tidak aktif / fase tenang


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai
seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.

Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :


 Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis
7
 Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
 Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi
 Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
 Otitis media supuratif akut yang berulang

b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya
marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini
adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan
kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan
pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun local sehingga akan mencetuskan pelepasan
mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah
interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini
dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif,
destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak
organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:1


1) Kongenital
2) Didapat.
1. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah:
 Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
 Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.Pada mulanya dari jaringan embrional dari
epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous
selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga
tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis
parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

8
2. Didapat.
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi. Jika telah
terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan komponen telinga tengah,
kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali
normal. Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa pada
mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau adanya suatu
pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi
marginal.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang dapat terjadi
akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel.

Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:


 Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada daerah
atik atau pars flasida.

 Secondary acquired cholesteatoma.


Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani. Kolesteatom
terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi
membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum
timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia)

Perforasi Membran Tympani

9
Definisi
Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membrane timpani yang menyebabkan
hilanggnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani. Membran timpani adalah organ
pada telinga yang berbentuk seperti diafragma, tembus pandang dan fleksibel sesuai dengan
fungsinya yang menghantarkan energy berupa suara dan dihantarkan melalui saraf pendengaran
berupa getaran dan impuls-impuls ke otak. Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian,
seperti infeksi, trauma fisik atau pengobatan sebelumnya yang diberikan. 8
Klasifikasi
1. Menurut letaknya :1
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada
pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
4. Perforasi postero-superior

2. Menurut luasnya perforasi :


1. Perforasi kecil
2. Perforasi sedang
3. Perforasi luas ( subtotal - total)

2.2.6. Gejala Klinis

1. Telinga berair (otorrhoe)


Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau
berenang.

10
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat
bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya.
Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer
berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan
dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30
db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas system pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena
penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya
labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi

11
mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada
kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

12
13
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :


1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga
tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli
sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas
14
kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang,
sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test
berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas
pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala
ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea.
Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian
tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan
evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-
50 dB apabila disertai perforasi.
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih
utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan
menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan masking adalah dianjurkan,
terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2. Pemeriksaan Radiologi.

15
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya
terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi
biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih
sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah
atik memberi kesan kolesteatom.
Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah
lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi
sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang sklerotik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan
tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang
lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga
dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan
dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak
tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan
hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus
lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.
o Cholesteatoma.
Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida. Banyak teori yang diajukan
sebagai penyebab cholesteatoma didapat primer, tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa
menunjukan penyebab yang sebenarnya.
o Secondary acquired cholesteatoma.
Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya
bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior.
16
Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi
membran timpani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa.

3.Pemeriksaan Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H.
influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid,
Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.

2.2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebab dan
pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila
didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat
digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
a. Konservatif
b. Operasi

OMSK Benigna Tenang


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan
pendengaran.5

OMSK Benigna Aktif


Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :

17
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
2. Pemberian antibiotika :
 antibiotika/antimikroba topikal
 antibiotika sistemik

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)


Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (aural toilet) :
 Aural toilet secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik
berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota
keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.

 Aural toilet secara basah (syringing).


Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan
kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk
membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan
ke mastoid. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan
Iodine.
Indikasi dilakukan irigasi telinga yaitu pada pasien:
a. Telinga yang tersumbat serumen atau benda asing lainnya (serangga, kacang-
kacangan, mainan kecil, baterai kecil, nanah atau darah yang mongering).
b. Otitis media purulenta.
Kontraindikasi dilakukannya irigasi telinga yaitu:
a. Klien dengan menggunakan pipa timpanotomi magnet dari logam dalam telinganya
(Grommet).
b. Adanya perforasi membrane timpani.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat tindakan irigasi telinga, adalah:
18
a. Jangan pernah menyumbat kanal auditori eksternal dengan spuit, penyemprotan
larutan dengan kuat dapat merusak membrane timpani.
b. Pancaran cairan tidak boleh terlalu deras dan jangan langsung ke dalam liang telinga,
harus diarahkan ke dinding telinga atas.
c. Bila klien mengeluh sakit, mual atau pusing, perasat dihentikan.
d. Suhu cairan harus tetap hangat.

 Aural toilet dengan pengisapan (suction toilet)


Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah
metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan
tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3%
akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotik topikal


Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika topical untuk
OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan secret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat
tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar
lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu
dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan
Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan
19
kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak
lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan
kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan topikal dapat tetes telinga yang biasanya
dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.

Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif,
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat
melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif
anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya
resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi
tidak efektif melawan organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan
Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang
efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison,
bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes
telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif
melawan basil gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif
melawan kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang
mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan
ototoksik.
Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media Supuratif
Kronik (OMSK) adalah:

20
Catatan:
Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik. Tujuannya untuk mendapatkan
konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan antibiotik yang memiliki aktifitas terhadap
bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan gram positif terutama Staphylococcus aureus.
Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan adanya debris selain juga akibat
resistensi kuman. Terapi sistemik diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika
fokus infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian
antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini
sebaiknya pasien di rawat di RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi
dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore hilang.
3. Pemberian antibiotika sistemik
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan factor penyebab kegagalan yang
ada pada penderita tersebut.
Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh antimikroba terhadap
masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing masing kuman
penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas obat
terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama antimikroba dengan daya
21
bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada
konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai aktifitas anti
pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan diberikan untuk anak dengan
umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan
seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini
sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi
OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat
diberikan pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2- 4 minggu.

OMSK Maligna

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
a. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
b. Mastoidektomi radikal

22
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
d. Miringoplasti
e. Timpanoplasti
f. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran


timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih
berat, serta memperbaiki pendengaran.

Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut4 :

23
2.2.9. Komplikasi
24
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :
a. Komplikasi otologik
o Mastoiditis koalesen
o Petrositis
o Paresis fasialis
o Labirinitis
b. Komplikasi intrakranial
o Abses ekstradural
o Trombosis sinus lateralis
o Abses subdural
o Meningitis
o Abses otak
o Hidrosefalus otitis
Cara penyebaran infeksi :
a. Penyebaran hematogen
b. Penyebaran melalui erosi tulang
c. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam
lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang
lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.

Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat


resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat
ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang
berdekatan.

3. Masuk ke jaringan otak.


25
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan
korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat
terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang
berakhir di daerah vaskular subkortek.

2.2.10. Prognosis

Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik
terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari
penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui
prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat menimbulkan
kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera.
Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi
intrakranial yaitu meningitis.

26

Anda mungkin juga menyukai