Anda di halaman 1dari 6

4

buangan (Kamus Istilah Lingkungan, 1994). Pendapat lain mengatakan

bahwa sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari

sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki

nilai ekonomis (Ecolink, 1996 dalam Badan Penelitian dan

Pengembangan, 2009).

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah

berakhirnya suatu proses, dan sampah merupakan proses buatan

manusia. Di Negara-negara majubiasanya sampah sudah diperkenalkan

kepada anak-anak sekolah sejak dini. Pola itu meliputi reduce, reuse,

recycle, serta composting (3RC) yang merupakan dasar pengelolaan

sampah secara terpadu. Reduce (mengurangi) merupakan langkah

pertama untuk mencegah penimbunan sampah. Reuse (menggunakan

kembali) merupakan menghemat dan mengurangi sampah dengan

menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai, recycle

(mendaur ulang) merupakan kegiatan untuk mengolah kembali sampah

sehingga dapat mengurangi penumpukan sampah, dan composting yang

merupakan dasar dari pengelolaan sampah terpadu menjadi suatu pupuk

organik (kompos). (Sidarto, 2010)

Menurut Amos Noelaka (2008) sampah dibagi menjadi 3 bagian

yakni:

1. Sampah Organik,

Sampah Organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak

terpakai dan dibuang oleh pemilik atau pemakai sebelumnya, tetapi masih
5

bisa dipakai, dikelola dan dimanfaatkan dengan prosedur yang benar.

Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah

organik merupakan sampah yang mudah membusuk seperti, sisa daging,

sisa sayuran, daun-daun, sampah kebun dan lainnya

2. Sampah Nonorganik

Sampah nonorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-

bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses

teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah ini merupakan sampah

yang tidak mudah membusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu

gelas, bahan bangunan bekas dan lainnya. Menurut Gelbert (1996)

Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol

gelas, tas plastik, dan kaleng,

3. Sampah B3 (Bahan berbahaya beracun)

Pada sampah berbahaya atau bahan beracun (B3), sampah ini

terjadi dari zat kimia organik dan nonorganik serta logam-logam berat,

yang umunnya berasal dari buangan industri. Pengelolaan sampah B3

tidak dapat dicampurkan dengan sampah organik dan nonorganik.

Biasanya ada badan khusus yang dibentuk untuk mengelola sampah B3

sesuai peraturan berlaku.

C. Pengelolaan Sampah

Undang-undang RI nomor 18 tahun 2008 dalam (Faizah, 2008)

tentang Pengelolaan Sampah menegaskan bahwa pengelolaan sampah

harus dilakukan secara komprehensif sejak hulu sampai hilir. Pada tingkat
6

perumahan atau kelurahan, dilakukan kegiatan pengurangan sampah

melalui program 3R.

Dalam pengelolaan menuju zero waste, proses pemilahan dan

pengolahan harus dilaksanakan di sumber sampah, baik bersamaan

maupun secara berurutan dengan pewadahan sampah. Pengelolaan

sampah diawali dari lokasi timbulan sampah atau produsen sampah.

Sampah dipisah antara sampah organik dan sampah anorganik, dan

ditempatkan pada wadah sampah yang berbeda. Sampah organik untuk

diproses menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik biasanya

dimanfaatkan untuk didaur ulang maupun dimanfaatkan kembali. Proses

selanjutnya baik pengumpulan, pemindahan maupun pengangkutan

sampah yang telah terpilah diusahakan jangan tercampur kembali. Upaya

ini untuk meningkatkan efisiensi pengolahan sampah (Faizah, 2008).

Pengelolaan sampah juga semakin berkembang sejalan dengan

perkembangan jenis sampah yang akan dikelola. Beberapa cara

pengelolaan akhir sampah yang dilakukan masyarakat adalah :

1. Penimbunan

Sampah yang telah dikumpulkan pada penampungan sementara

diangkut kesuatu area tempat pembuangan sampah akhir (TPA),

kemudian sampah tersebut ditimbun dan diratakan. Penimbunan sampah

seperti ini menimbulkan bau busuk, tempat berkembangnya bibit penyakit,

serta dapat mengakibatkan terganggunya kualitas air tanah.


7

2. Pengomposan

Sampah-sampah organik diolah dengan cara pengomposan. Ada

beberapa keuntungan dari sistem pengomposan antara lain : pupuk yang

dihasilkan bersifat ekologis/tidak merusak lingkungan, masyarakat dapat

membuat sendiri, serta tidak memerlukan peralatan dan instalasi yang

mahal. (PPS IPB, 2003)

3. Pembakaran Sampah

Pembakaran sampah dapat dilakukan pada tempat pembuangan

sampah sementara, atau pembakaran dilakukan dengan insenerator.

Proses insenerator ini mampu mereduksi limbah hingga 90%, meskipun

panas yang ditimbulkannya dapat digunakan sebagai sumber energi,

namun penggunaannya dapat menimbulkan pencemaran udara tersendiri.

4. Penghancuran

Sampah yang telah dikumpulkan dipotong-potong menjadi ukuran

kecil-kecil sehingga volumenya bertambah kecil, penghancuran yang

demikian akan membantu proses pembusukan.

5. Pemanfaatan Ulang

Sampah-sampah yang telah dikumpulkan dipilih sesuai dengan

bahan pembuatnya seperti kertas, kaca, plastik, besi, karton, aluminium

dan dijual untuk dimanfaatkan kembali.

6. Dumping

Pengelolaan sampah secara dumping dengan menumpuk sampah

pada suatu area, pengelolaan yang demikian akan menimbulkan


8

penurunan estetika lingkungan. Jenis dumping yang lain dan sering

dilakukan masyarakat dalam mengelola sampah adalah dumping in water

dimana sampah dibuang ke dalam badan air misalnya sungai, laut,

saluran air lainnya (Naria, 1996). dalam (Badan Penelitian dan

Pengembangan, 2009.)

D. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mulyoagung Bersatu

Mulyoagung merupakan desa tujuan perpindahan penduduk dari

kota maupun luar daerah ataupun provinsi. Dengan tingginya arus migrasi

yang terjadi menyebabkan laju pertambahan penduduk yang cukup cepat,

sehingga mengakibatkan keberadaan masyarakat menjadi heterogen.

Hilangnya lahan kosong dan berubah menjadi areal pemukiman

mengakibatkan keterbatasan lahan sebagai Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) untuk menampung rata-rata 8-9 ton sampah masyarakat Desa

Mulyoagung perharinya. Pada tahun 1994 pemerintah Desa Mulyoagung

pernah megajukan kontainer sampah sebagai TPS (Tempat Pembuangan

Sampah), namun tidak pernah terealisasikan hingga TPST Mulyoagung

bersatu didirikan. Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 TPST adalah

Tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan

ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah

(Bayu, dkk, 2013)

Pada bulan Desember tahun 2010, TPST Mulyoagung Bersatu

mulai beroperasi dengan merekrut 44 tenaga pegawai. Dari keseluruhan

pegawai yang dipekerjakan, semuanya menggunakan tenaga kerja yang


9

berasal dari masyarakat Desa Mulyoagung itu sendiri, hal ini dikarenakan

TPST Mulyoagung Bersatu be-rusaha untuk memberdayakan masyarakat

sekitar yang secara tidak langsung akan mampu untuk mengurangi jumlah

pengangguran yang ada di Desa Mulyoagung (Kinasaih, dkk. 2012 dalam

Bayu, dkk, 2013). Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya yang oleh

TPST Mulyoagung untuk melibatkan peran masyarakat Desa Mulyoagung

untuk mencapai kondisi lingkungan yang lebih baik yang dianggap

sebagai tujuan bersama. Bahkan peran dari pemerintah dan pihak swasta

tak luput dari keberadaan dan keberlangsungan dari TPST Mulyoagung

Bersatu ini.

Anda mungkin juga menyukai