Anda di halaman 1dari 20

DEFINISI

Batu saluran kemih dapat ditemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini
mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya
stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentuk di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis
serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000).
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Hassan, 1985)
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut
urolitiasis, dan
dapat terbentuk pada :
1. Ginjal (Nefrolithiasis)
2. Ureter (Ureterolithiasis)
3. Vesica urinaria (Vesicolithiasis)
4. Uretra (Urethrolithiasis). (Hassan, 1985)

ETIOLOGI
Menurut Williams (2012) Penyebab dari batu terdiri daripada beberapa hal yang sangat kompleks dan dijelaskan seperti berikut :
 Diet
Defisiensi vitamin A menyebabkan terjadinya deskuamasi lapisan epitel sehingga terbentuknya nidus yang terdeposisi menjadi batu. Mekanisme ini
biasanya aktif terjadi pada pembentukan batu bulu-bulu (vesikolithiasis) (Williams, 2012).
 Gangguan pengendapan urin dan koloid
Dehidrasi mengakibatkan larutan urin terkonsentrasi sehingga terbentuk persipitat. Kurangnya koloid urin yang berfungsi menyerap bahan larut,
atau mukoprotein, yang memecahkan kalsium, akan terkristalisasi sehingga membentuk batu (Williams, 2012).
 Kekurangan sitrat pada urin
Adanya sitrat pada urin, sekitar 300 – 900 mg per 24 jam (1, 6 – 4, 7 mmol per 24 jam) yang terdiri dari asam sitrus menyebabkan kalsium fosfat
tidak larut dan mempertahankan sitrat dalam larutan (Purnomo, 2003 dan Williams, 2012).
 Infeksi pada ginjal
Infeksi rentan menyebabkan pembentukan batu saluran kemih. Baik secara klinis maupun eksperimental sudah membuktikan bahwa batu sangat
sering terjadi apaila air kemih terinfeksi dengan adanya streptococci pemecah-urea, staphylococci dan terutamanya Proteus spp (Purnomo, 2003
dan Williams, 2012).
 Stasis Urin dan Inadequasi Drainase Urin
Secara teoritis batu dapat terbentuk di saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada sistem pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika
kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu (Purnomo, 2003 dan Williams, 2012).
 Immobilisasi yang Lama
Immobilisasi sangat rentan untuk menyebabkan dekalsifikasi tulang dan meningkatkan ekskresi kalsium pada urin sehingga memicu pembentukan
batu kalsium fosfat (Purnomo, 2003 dan Williams, 2012).
 Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme yang mengakibatkan terjadinya hiperkalsemia dan hiperkalsuria ditemukan pada 5 persen atau kurang penderita BSK dengan
gambaran batu radiopak pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada kasus-kasus batu rekuren atau batu multipel, penyebab ini harus
disingkirkan dengan pemeriksaan yang tertentu (Purnomo, 2003 dan Williams, 2012).

FAKTOR RISIKO
Menurut Purnomo (2003) terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik,
infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
a. Faktor intrinsic
1. Herediter (keturunan)
Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan. Untuk jenis batu umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu
memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih tinggi mungkin karena kombinasi dari predisposisi genetik dan
eksposur lingkungan yang sama (misalnya, diet). Meskipun beberapa faktor genetik telah jelas berhubungan dengan bentuk yang jarang dari
nefrolisiasis, (misalnya, cystinuria), informasi masih terbatas pada gen yang berkontribusi terhadap risiko bentuk umum dari penyakit batu
(Pearle, 2009).
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk pria, insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan
60 tahun. Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an pada usia 50, sisa yang relatif konstan selama beberapa dekade
berikutnya (Purnomo, 2003 dan Pearle, 2009).
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
b. Faktor Ekstrinsik
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpaipenyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang aktifitas atau sedentary life.

KLASIFIKASI
1) Batu kalsium
Kalsium adalah batu yang paling banyak menyebabkan BSK (70%-80%). Dijumpai dalam bentuk batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau
campuran. Terbentuknya batu terkait kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi, overdosis vit D, gangguan kelenjar
paratiroid, kanker, penyakit ginjal. Batu kalsium terdiri dari dua tipe : (Purnomo, 2003).
 Whewellite (monohidrat): batu padat, konsentrasi as. oksalat tinggi pada air kemih.
 Kombinasi kalsium - magnesium menjadi weddllite (dehidrat): kuning, mudah hancur (Purnomo, 2003).
Faktor terjadinya batu oksalat adalah sebagi berikut: (Purnomo, 2003)

 Hiperkalsiuri : kenaikan kadar kalsium urin > 250-300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbs kalsium melalui usus, gangguan
reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan peningkatan reabsorbsi tulang karena hiperparatiroid atau tumor paratiroid.
 Hiperoksaluri : peningkatan ekskresi oksalat > 45 gram/ hari, banyak diderita oleh penderita yang mengalami kelainan usus karena post
operasi, diet kaya oksalat, (teh, kopi instant, minuman soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan sayuran hijau terutama bayam.)
 Hiperurikosuri : kadar asam urat urin > 850mg/ 24 jam. Asam urat urin yang berlebihan bertindak sebagai inti batu terhadap pembentukan batu
kalsium oksalat. Sumber asam urat urin berasal dari makanan kaya purin maupun berasal dari metabolisme endogen.
 Hipositraturia : sitrat berikatan dengan kalsium di dalam urin sehingga calsium tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat, karenanya
merupakan penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium sitrat mudah larut sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin.
 Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya sitrat. Penyebab tersering hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi
usus diikuti gangguan malabsorbsi (Purnomo, 2003).

2) Batu asam urat


Terjadi pada 5-10% penderita dengan komposisi asam urat. biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Gout
arthritis, mieloproliferative, penggunaan kemoterapi, obat urikosurik sulfinpirazone, thiazide, salisilat.pasien obesitas, alkoholik, diet tinggi protein,
hiperurikosurik dan dehidrasi berpeluang besar menderita BSK ini, karena meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah.
Ukuran batu bervariasi dari kecil, besar hingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah batu yang dapat dipecah dengan obat.
90% berhasil dengan kemolisis (Purnomo, 2003).

3) Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)


Batu struvit disebut juga batu infeksi, terbentuknya batu ini disebabkan adanya ISK. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman
pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan
Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK ditandai dengan kadar amoniak urin tinggi, sering terjadi pada wanita daripada laki-
laki. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat (Purnomo,
2003).

4) Batu Sistin
Batu Sistin terjadi saat kehamilan, disebabkan gangguan ginjal, kelainan metabolism sistin yaitu kelainan absorpsi sistin di mukosa usus..
Merupakan batu yang jarang dijumpai dengan insiden 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu
terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine asam (Pearl, 2012). Pembentukan batu dapat terjadi karena urine sangat jenuh, individu
yang memiliki riwayat batu sebelumnya, individu yang statis karena imobilitas. Batu lainnya : batu xantin (defisiensi enzim xantin oksidase), triamteren,
silikat

PATOFISIOLOGI
Terbentuknya batu biasanya terjadi air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan
penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin
dan mineral struvit.

Terdapat beberapa teori tentang pembentukan batu pada ginjal, yaitu:


a. Teori inti matrik
Terbentuknya batu ginjal, batu seperti pada saluran kemih atau ginjal memerlukan substansi organik sebagai inti pebentukan. Matrik organik
berasal dari serum dan protein urine yang memberikan kemungkinan pengendapan kristal sehingga akan menjadi pembentukan inti.
b. Teori saturasi
Teori ini berkaitan dengan terjadinya kejenuhan substansi bembentukan batu di ginjal, dalam urine seperti sistin, vantin, asam urat, kalsium
oksalat akan mengakibatkan pembentukan batu.
c. Teori presipitasi- kristal
Terjadinya perubahan pH urine mempengaruhi substansi dalam urine. Pada urine yang bersifatasam akan mengendap asam urat, garam urat,
sistin dan santin. Sedangkan urine yang bersifat basa akan mengendapkan garam-garam fosfat. Pengendapan ini baik urine yang bersifat
asam maupun basa akan menjadi inti pembentukan batu.
d. Teori berkurangnya faktor penghambat seperti peptisida fosfat, pirofosfat, sistrat, magnesium akan mempermudah terbentuknya batu pada
ginjal

MANIFESTASI KLINIS
Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi. Gejala dan
tanda yang dapat ditemukan pada penderita batu ginjal antara lain :

1. Tidak ada gejala atau tanda


2. Nyeri pinggang, sisi, atau sudut kostovertebral
3. Hematuria makroskopik atau mikroskopik
4. Pielonefritis dan/atau sistitis
5. Pernah mengeluarkan baru kecil ketika kencing
6. Nyeri tekan kostovertebral
7. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan
8. Gangguan faal ginjal.

Efek Batu Pada Saluran Kemih :

Ukuran dan letak batu biasanya menentukan perubahan patologis yang terjadi pada traktus urinarius :

a. Pada ginjal yang terkena


- Obstruksi
- Infeksi
- Epitel pelvis dan calis ginja menjadi tipis dan rapuh.
- Iskemia parenkim.
- Metaplasia
b. Pada ginjal yang berlawanan
- Compensatory hypertrophy
- Dapat menjadi bilateral

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu digali dalam anamnesis adalah usia, ukuran batu, jumlah batu, ginjal yang dipengaruhi oleh batu, batu keluar spontan atau
dilakukan intervensi, infeksi terkait, gejala yang terjadi, penyakit penyerta Chrohn’s disease, colectomy, sarcoidosis, hyperparathyroidism,
hyperthyroidism, gout, riwayat keluarga yang mengalami batu saluran kemih, riwayat pemakaian obatAcetazolamide, asam askorbat, kortikosteroid,
antasida yang mengandung kalsium, triamterene, acyclovir, indinavir. Juga perlu ditanyakan pekerjaan dan gaya hidup (Pahira, J dan Pevzner, 2008).
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik antara lain (Stoller, 2013 dan Lingga, 2001):
a. Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.
b. Nyeri tekan/ketok pada pinggang.
c. Batu uretra anterior bisa di raba.
d.Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah ketegangan oto kelembutan dipinggul (flank tenderness), ini disebabkan oleh
hidronefrosis akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.
3. Laboratorium
Pada urin biasanya dijumpai hematuria dan kadang-kadang kristaluria. Hematuria biasanya terlihat secara mikroskopis, dan derajat hematuria
bukan merupakan ukuran untuk memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu. Tidak adanya hematuria dapat menyokong
adanya suatu obstruksi komplit, dan ketiadaan ini juga biasanya berhubungan dengan penyakit batu yang tidak aktif. Pada pemeriksaan sedimen urin,
jenis kristal yang ditemukan dapat memberi petunjuk jenis batu. Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong suatu batu asam urat, sedangkan bila terjadi
peningkatan pH (≥7) menyokong adanya organisme pemecah urea seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Pseudomonas spdan batu struvit (Purnomo, 2003
dan Sjamsuhidayat, 2003).
4. Radiologis
Ada beberapa jenis pemeriksaan radiologis yaitu menurut Purnomo (2003) dan Sjamsuhidayat (2003).:
a. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopaque. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat
radiopaque dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen.
b. Intravenous Pyelography(IVP)
IVP dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang Radiolusen dan untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat
mendeteksi adanya batu semi opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen.
c. CT Scan
CT Scan (Computerized Tomography)adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat membedakan batu dari tulang atau bahan radiopaque lain.
d. Retrograde Pielography (RPG)
Dilakukan bila pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras, dan IVP tidak mungkin dilakukan.
e. Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal
yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. USG ginjal merupakan pencitraan yang lebih peka untuk mendeteksi batu ginjal dan batu
radiolusen daripada foto polos abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK ialah dengan kombinasi USG dan foto polos abdomen. USG
dapat melihat bayangan batu baik di ginjal maupun di dalam kandung kemih dan adanya tanda-tanda obstruksi urin.
f. Radioisotop
Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya sumbatan pada gagal ginjal.
PENATALAKSANAAN
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat.
Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada BSK adalah apabila batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi atau harus diambil karena sesuatu
indikasi sosial (Purnomo, 2003).
BSK dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi ataupun
pembedahan terbuka (Purnomo, 2003).
a. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk BSK dengan ukuran kurang dari 5mm karena diharapkan batu dapat keluar spontan, terutama batu
pada ureter. Batu pada ureter dengan ukuran 4-5mm memiliki kemungkinan sekitar 40-50% untuk keluar spontan. Sedangkan batu ureter dengan
ukuran lebih dari 6mm memiliki kemungkinan sekiar 15% untuk keluar spontan. Terapi medikamentosa atau biasa disebut Medical Expulsive
Therapy (MET) ini bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, memperlancar aliran urin untuk membantu batu keluar spontan. Obat-obatan yang biasa
diberikan berupa alpha-blocker, obat anti inflamasi non-steroid (OAINS), agen diuretikum dan steroid dosis rendah (Purnomo, 2003 dan Stoller,
2013).
b. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
ESWL adalah alat pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Melalui gelombang kejut, batu dipecah menjadi fragmen-
fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Namun tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan
rasa nyeri kolik dan menyebabkan hematuria (Purnomo, 2003).
c. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu dan kemudian
mengeluarkannya melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara atau dengan
insersi laser. Beberapa tindakan endourologi menurut Purnomo (2003) dan Stoller (2013), antara lain :
a. PCNL (Percutaneous Nephro Lithotomy) yaitu usaha pengeluarkan batu yang berada di ginjal dan ureter proksimal dengan memasukkan alat
endoskopi kedalam sistem kalises melalui insisi pada kulit. PCNL biasanya dilakukan pada BSK dengan ukuran lebih dari 2,5cm, BSK yang
resisten terhadap ESWL, batu kaliks inferior dengan bentuk infundibulum yang sempit dan panjang serta adanya tanda-tanda obstruksi.
b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) kedalam buli-buli. Pecahan batu
dikeluarkan melalui evakuator Ellik.
c. Ureteroskopi atau Uretero-renoskopi adalah memasukkan alat ureteroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pelviokaliks
ginjal. Dengan menggunakan energi tertentu, batu dalam ureter atau sistem pelviokaliks ginjal dapat dipecah.
d. Bedah Terbuka
Di rumah sakit yang belum memiliki fasilitas untuk melakukan tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih
dilakukan melalui tindakan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka meliputi pielolitotomi atau nefrotomi untuk mengambil batu pada saluran
ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani nefrektomi atau pengangkatan ginjal karena ginjalnya sudah
tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat BSK yang menimbulkan
obstruksi dan infeksi menahun (Purnomo, 2003).

KOMPLIKASI
a. Hidronefrosis
Adalah pelebaran pada ginjal, kondisi ini terjadi karena tekanan dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak mampu lagi
menampung urine. Sementara urine terus-menerus bertambah dan tidak bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang,
teraba benjolan basar didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal (Lingga, 2001).
b. Pyelonefritis
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul
panas yang tinggi disertai mengigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan nyeri ketok kosta vertebra (Lingga, 2001).
c. Gagal ginjal
Ini adalah akibat hidronefrosis yang terjadi karena batu saluran kemihdimana bisa mangganggu ginjal secara fungsi dan struktur (Lingga, 2001).
d. Hematuria atau kencing darah
e. Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu
f. Uremia
Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual
muntah, sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.

PENCEGAHAN
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya batu ginjal yaitu:4, 10
1. Obat diuretik thiazid (misalnya trichlormetazid) akan mengurangi pembentukan batu yang baru (Pearl, 2012).
2. Dianjurkan untuk banyak minum air putih (8-10 gelas per hari) (Pearl, 2012 dan Portis, 2001).
3. Diet rendah kalsium seperti ikan salam, sarden, keju, sayur kol. Makin tinggi kalsium, kian tinggi pula eskresinya yang menambah pembentukan
kristalisasi garam-garam kapur (Pearl, 2012)..
4. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentuk batu kalsium) di dalam air kemih, diberikan kalsium sitrat (Pearl, 2012)..
5. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat mengkonsumsi makanan yang kaya
oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh karena itu asupan makanan tersebut dikurangi (Pearl, 2012).
6. Pengobatan penyakit yang dapat menimbulkan batu ginjal seperti hyperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis
atau kanker.
7. Dianjurkan mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, jeroan karena makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam
air kemih.
8. Untuk mengurangi pembentukan asam urat biasa diberikan allopurinol.
9. Kurangi minuman bersoda dan es teh karena mengandung asam fosfat yang akan meningkatkan pembentukan batu dalam ginjal.
10. Mulailah berolahraga dan kurangi berat badan.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:

- Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk


- Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
- Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)
2. Sirkulasi
Tanda:

- Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)


- Kulit hangat dan kemerahan atau pucat
3. Eliminasi
Gejala:

- Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya


- Penrunan volume urine
- Rasa terbakar, dorongan berkemih
- Diare
Tanda:

- Oliguria, hematuria, piouria


- Perubahan pola berkemih
4. Makanan dan cairan:
Gejala:

- Mual/muntah, nyeri tekan abdomen


- Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
- Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda:

- Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus


- Muntah
5. Nyeri dan kenyamanan:
Gejala:

- Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda:
- Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
- Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
6. Keamanan:
Gejala:

- Penggunaan alkohol
- Demam/menggigil
7. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:

- Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis
- Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme
- Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri b.d. inflamasi, obstruksi dan abrasi traktus urinarius


b. Gangguan pola berkemih (BAK) b.d. terbentuknya batu
c. Resiko kurang volume cairan b.d. ketidakadekuatan intake cairan (mual/muntah) efek iritasi syaraf abdominal/pelvic karena batu ginjal/ureter
d. Kurang pengetahuan ttg kondisi, prognosa penyakit, program pengobatan dan pencegahan kekambuhan batu renal
e. Resiko komplikasi : infeksi, sepsis, gga, dll b.d. proses abrasi/iritasi sekunder pembentukan batu

3. Intervensi Keperawatan

PRE OPERATIF
a. Nyeri b.d. inflamasi, obstruksi dan abrasi traktus urinarius
Tujuan: Nyeri berkurang/teratasi
Criteria hasil:
- Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
- Ekspresi wajah tampak rileks
- Klien dapat mengontrol nyeri dengan melakukan teknik napas dalam.
Intervensi :
- Kaji karakteristik dan skala nyeri
- Beri pendampingan dan posisi nyaman
- Kaji TTV
- Cegah injury saat nyeri (kolik) timbul, spt aktivitas dapat mengurangi nyeri, bantu saat ambulasi
- Ajarkan/anjurkan tehnik relaksasi, distraksi
- Kolaborasi pemberian analgetik

b. Gangguan pola berkemih (BAK) : spesifik b.d. terbentuknya batu


Tujuan : Gangguan eliminasi urine, retensi urine berkurang/teratasi
Criteria hasil :
- Klien dapat BAK spontan
- Produksi urine kembali normal 30- 50 cc /jam
- Kandung kemih kosong saat di palpasi
Intervensi :
- Monitor Intake dan Output
- Monitor karakteristik, frekuensi & jumlah urine dlm 24 jam
- Anjurkan intake cairan adekuat (bila tdk ada kontraindikasi)
- Kolaborasi px penunjang dan persiapan pasien utk tindakan medis

c. Resiko kurang volume cairan b.d. ketidakadekuatan intake cairan (mual/muntah) efek iritasi syaraf abdominal/pelvic karena batu ginjal/ureter
Tujuan : intake dan output cairan seimbang.
Criteria hasil :
- Tidak mual, muntah.
- Berat badan normal
Intervensi :
- Monitor Intake dan outpur
- Kaji keluhan mual, muntah, observasi karakteristik muntah
- Observasi dan anjurkan keadekuatan intake cairan dalam batas toleransi jantung dan ginjal, k/p timbang BB
- Kolaborasi pemberian cairan infus, pemeriksaan lab, antiemetik

d. Kurang pengetahuan ttg kondisi, prognosa penyakit, program pengobatan dan pencegahan kekambuhan batu renal
Tujuan : Klien menunjukkan perubahan pengetahuan
Kriteria hasil :
- Klien tahu tentang penyakitnya dan tujuan tindakan/pengobatan
- Klien dan keluarga berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan
Intervensi :
- Kaji tingkat pengetahuan & latar belakang pendidikan pasien dan keluarga
- Beri pend kesehatan utk pencegahan kekambuhan batu renal, spt :
- Patuhi program diet
- Pertahankan intake cairan 3 – 4 l/hr, khususnya ap dlm jumlah cukup pd sore hari utk mencegah urine pekat pd malam hari
- Hindari kondisi dehidrasi (aktivitas >>, berjemur)
- Hindari menahan BAK
- Lapor bila timbul tanda2 infeksi
- Kolaborasi medik utk pemberian IC adekuat
- Beri reinforcement atas respon positif pasien dan keluarga

e. Resiko komplikasi : infeksi, sepsis, gga, dll b.d. proses abrasi/iritasi sekunder pembentukan batu di ……. (spesifik)
Tujuan : tidak terjadi infeksi atau sepsis
Criteria hasil :
- Tidak ada edema
- Tidak ada infeksi atau sepsis
Intervensi :
- Kaji tanda2 awal terjadinya infeksi atau sepsis (menggigil, demam, dsb)
- Kaji tanda2 terjadinya GGA (karakteristik dan jumlah urine / 24 jam, edema, px.penunjang, dsb)

POST OPERASI
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya/rusaknya kontinuitas jaringan
DS :
- Klien mengatakan nyeri pada daerah bekas operasi
DO :
- Klien tampak gelisah
- Ekspresi wajah klien tampak meringis
- Klien tampak berhati-hati dengan daerah bekas operasi
- TTV dalam keadaan abnormal
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang dalam jangka waktu 3 hari perawatan
Criteria hasil :
- Nyeri berkurang/hilang
- Klien tampak rileks
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10).
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Berikan tindakan kenyamanan seperti perubahan posisi.
4. Ajarkan teknik latihan napas dalam, pedoman imajinasi.
5. Penatalaksanaan analgetik sesuai indikasi.
b. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang pengobatan dan perawatan selanjutnya.
DS :
- Klien mengatakan merasa cemas dengan kondisi/keadaan penyakitnya.
DO :
- Klien tampak gelisah, cemas
- Ekspresi wajah nampak tegang
- Tanda-tanda vital dalam keadaan abnormal
Tujuan : Ansietas teratasi dalam jangka waktu 3 hari perawatan.
Kriteria Hasil :
- Cemas berkurang/hilang
- Klien nampak tenang

Intervensi :
1. Buat hubungan saling percaya dengan klien/orang terdekat.
2. Berikan informasi tentang penyakitnya dan teknik pengobatannya.
3. Bantu pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan.
4. Beri penguatan informasi klien yang telah diberikan sebelumnya.
c. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan insisi bedah/ adanya luka operasi dan prosedur invasive.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi dan mencapai waktu penyembuhan
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernafasan cepat, gelisah.
2. Observasi daerah luka operasi.
3. Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik aseptik dan septic.
4. Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang masa penyembuhan.
5. Kolaborasikan pemberian antibiotik sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Hassan, Rusepno. 1985.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Penerbit UI, 1985. 840-843.

Lingga, Suparlan. 2001. Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. USU

Pearle, S, Margaret. 2009.Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA Informa healthcare, 2009. 1-6.

Penn Clinical Manual of Urology. 2008. Urinary Stone Disease. Pahira, J dan Pevzner, M;8:24

Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC

Purnomo, BB, 2003. Dasar-Dasar Urologi. Penerbit CV Sagung Seto, Jakarta.

Sjamsuhidayat, R., dan Jong W. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. (Edisi Kedua). Jakarta : EGC

Stoller, ML. 2013.Urinary Stone Disease. In: Smith & Tanagho's General Urologi. 18th Ed. USA: Mc Graw Hill,
PATOFISIOLOGI

Hiper Kerusakan Imobilisasi yang Intake cairan Iklim yang Aktivitas yang Makanan tinggi
Idiopatik ISK
paratiroidisme nefron lama yang kurang panas/dingin kurang kalsium, oksalat,
purin
Hiperkalsemia Bakteri pemecah
urea Pengendapan urin 
Statis urin Kelebihan kalsium
Kalsifikasi oksalat, purin
Sedimentasi dan pH urin Asam
Kristalisasi

Proses Kristalisasi

Terbentuknya calculi

UROLITHIASIS

Pasien dilakukan tindakan Kurang paparan informasi


pembedahan Obstruksi saluran kemih

Pasien banyak bertanya


tentang penyakitnya
Pasien cemas dan takut

KURANG
ANSIETAS PENGETAHUAN
LANJUTAN

Batu pada Ginjal

Nyeri mendadak Mengiritasi endotel dan PD Statis urin


dan menyebar pada ginjal

Kompensasi ginjal: Dilatasi


Episode kolik renal ginjal
Terjadi perlukaaan Pelepasan mediator
inflamasi (Pirogen) Retensi urin
Timbul gejala Hidronefrosis
gastrointestinal
Darah keluar
Aktivasi asam GANGGUAN
bersama urin Tekanan pada struktur ginjal
Arachidonat ELIMINASI
NAUSEA
URIN
Hematuria Merangsang Dilatasi tubulus ginjal
thermostat di
Sering kencing
Hipotalamus
NYERI AKUT Port de entry Kerusakan fungsi ginjal
mikroorganisme Mengganggu tidur
 suhu tubuh

RESIKO GGK
INFEKSI HIPERTERMIA Gangguan pola tidur
Peningkatan ureum dan
Edema
kreatinin

Kelebihan volume
cairan

Anda mungkin juga menyukai