Anda di halaman 1dari 3

Efek samping yang sering terjadi yaitu ganguan penglihatan biasanya bilateral yang

merupakan neuritis retrobular yaitu penurunan ketajaman penglihatan,hilangnya kemampuan


membedakan warna merah-hijau terjadi pada beberapa penderita yang diberikan etambutol 25
mg/kg selama beberapa bulan. Kebanyakan perubahan-perubahan tersebut membaik bila
etambutol dihentikan. Namun demikian, uji ketajaman mata secara period
Efek toksik etambutol telah dibuktikan secara in vivo dan in vitro pada tikus, dimana terjadi
kematian sel-sel ganglion retina akibat jalur eksotoksik glutamate yang diinduksi etambutol
.Etambutol dapat mengikat Cu dan Zn di sel-sel ganglion retina dan serabut-serabut saraf
optik. Metabolit etambutol ,asam ethylenediiminodibutyric adalah pengikat Cu dan Zn yang
kuat. Cuprum dan Zn diperlukan sebagai kofaktor sitokrom c oksidase, enzim utama untuk
rantai transport dan untuk metabolism oksidase selular di dalam mitokondria. Selain
mengurangi kadar Cu dan Zn yang berguna untuk sitokrom oksidase, etambutol juga
mengurangi energy yang diperlukan untuk transport aksonal di sekitar saraf optik.
Insufisiensi mitokondria di serabut nervus optikus dapat menyebabkan kerusakan transport di
dalam nervus optikus sehingga terjadi neuropati optik. (Chung dkk, 2009)
Etambutol bersifat toksik pada saraf retina terutama akson sel ganglion retina. Toksisitas
akan akan lebih tampak dan makin memberat pada individu yang mempunyai kadar ion Zinc
serum yang rendah . Hal ini ik sebaiknya dilakukan selama pengobatan. Bila ada keluhan
penglihatan kabur, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lengkap. Bila pasien sudah menderita
kelainan mata sebelum menggunakan etambutol , perlu dilakukan pemeriksaan cermat
sebelum terapi dengan etambutol dimulai. Dengan dosis 15 mg/kg atau kurang, gangguan
visual sangat jarang terjadi (Katzung,1997).
karena kemampuan Etambutol dalam mengikat ion Zinc intraseluer menyebabkan konsentrasi
ion tersebut di serum menurun. Penelitian Hence ,penurunan konsentrasi ion Zinc
menimbulkan terjadinya atrofi optik toksik yang selektif . Sebaliknya, Heng melakukan
penelitian pada kultur retina tikus didapatkan glutamate neurotoksik sebagai mekanisme
selular dari etambutol yang menyebabkan kematian saraf ganglion ( Schield HS,Fox
BC,1991)
Gambaran hilangnya sel (khususnya sel ganglion retina) akibat toksisitas etambutol
menyerupai kerusakan yang diperantarai glumat. Penelitian pada sistem saraf pusat
menemukan bahwa kerusakan saraf akibat iskemik atau traumatik diperantarai oleh kadar
eksitatory asam amino yang berlebihan, khususnya glutamat. Lucas dan Newhouse
melaporkan efek toksik glutamat pada mata golongan mamalia ,dengan melakukan injeksi
glutamat sehingga menyebabkan kerusakan yang berat pada lapisan dalam retina . Penelitian
Lipton menyatakan bahwa bentuk predominan eksitotoksisk dari sel ganglion retina di
perantarai oleh stimulasi yang berlebihan reseptor glutamat yang dapat menimbulkan kadar
berlebihan dari Ca inraseluler ( Schield HS,Fox BC,1991)

Gambar 2: Skema Patogenesis Toksisitas Etambutol


(Kahana LM, 1990)
2.4 Manifestasi Klinis
Onset dari timbulnya gejala pada mata biasanya terlambat dan mungkin terjadi dalam
beberapa bulan setelah terapi dimulai. Meskipun jarang, kasus toksisitas beberapa hari setelah
terapi inisiasi pernah dilaporkan, satu pasien diresepkan dengan standar dosis 15 mg/kg per
hari, dan pasien lain diresepkan 25 mg/kg per hari. Tidak ada penelitian yang melaporkan
onset timbul setelah penghentian penggunaan etambutol ( Su-Ann lim,2006;
Zafar,Aftab,2008).
Gejala klinis pada mata bervariasi pada setiap individu. Pasien mungkin mengeluhkan
pandangan kabur yang progresif pada kedua mata atau menurunnya persepsi warna.
Penglihatan sentral merupakan merupakan gangguan yang paling sering terkena. Beberapa
individu asimtomatik dengan abnormalitas dan terdeteksi hanya saat tes penglihatan (Schield
HS,Fox BC,1991;Sivakumaran P,1998).
Universitas Sumatera Utara

Diskromatopsia (abnormalitas persepsi warna) biasanya menjadi tanda toksisitas yang paling
awal, secara klasik ditunjukkan dengan penurunan persepsi warna merah-hijau yang dinilai
dengan kartu ishiara. Berlawanan dengan ini, polak dkk melaporkan bahwa defek biru-kuning
adalah defek awal yang paling umum pada pasien tanpa gejala gangguan peglihatan. Namun
defek biru kuning hanya dapat dideteksi menggunakan panel desaturasi Lantony yang jarang
tersedia, bukan menggunakan ishiara. Pada pemeriksaan funduskopi biasanya tidak
ditemukan kelainan.Untuk melihat perubahan nerve fiber layer menggunakan OCT (Optical
Coherence Tomografy). ( Zafar,Aftab,2008)
Gangguan penglihatan jarang terjadi sampai pasien berobat selama 2 bulan. Umumnya gejala
timbul antara 4 bulan sampai 1 tahun setelah pengobatan. Efek samping dapat lebih cepat jika
pasien menderita penyakit ginjal karena berkurangnya ekskresi obat sehingga level serum
obat meningkat. Oleh karena itu dosis yang tepat pada pasien dengan kerusakan ginjal
sangatlah penting. Toksisitas obat ini tergantung pada dosis, pasien yang menerima dosis 25
mg/kgBB/hari atau lebih paling rentan terhadap kehilangan penglihatan. Namun, kasus
gangguan penglihatan dengan dosis yang jauh lebih rendah telah dilaporkan. Perbaikan tajam
penglihatan pada pengguna etambutol umumnya terjadi pada periode beberapa minggu
sampai beberapa bulan setelah obat dihentikan. Beberapa pasien dapat menerima etambutol
hidroklorida kembali setelah penyembuhan tanpa rekurensi dari penurunan tajam
Universitas Sumatera Utara
penglihatan. Follow up tajam penglihatan berkala tetap diperlukan pada setiap pengguna
etambutol ( Schield HS,Fox BC,1991).

Anda mungkin juga menyukai