Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Latar belakang diselenggarakannya study wisata menambah pengalaman


dan wawasan para siswa. Adapun latar belakang lain dari
diselenggarakannya study wisata ini yaitu memotivasi dalam kehidupan
bermasyarakat, sehingga akan muncul generasi-generasi muda yang
berkualitas dan generasi yang tangguh. Laporan ini juga merupakan
syarat untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia. Maka, dipilihlah dua
tempat tujuan untuk pembahasan dari laporan ini, yaitu Kota Yogyakarta
dan Jawa Tengah.
Dipilihnya Kota Yoyakarta karena Yogyakarta sebagai kota budaya,
kota sejarah, kota wisata dan kota pelajar. Dipilihnya Jawa Tengah
karena di daerah ini banyak terdapat bangunan-bangunan atau benda-
benda bersejarah.
Obyek study tour yang dijadikan sarana pengamatan adalah Candi
Borobudur, Candi Prambanan dan Keraton Yogyakarta.

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan
Pelaksaanan study wisata SMA Negeri 1 Rumbia bertujuan
untuk :
a. Menyusun karya tulis merupakan syarat dalam mengikuti
pelajaran Bahasa Indonesia.
b. Mengenakan hasil budaya bangsa yang bernilai tinggi.
c. Melatih siswa bertanggung jawad setelah melaksanaka suatu
kegiatan dengan laporan tertulis.
d. Agar siswa dapat berkolaborasi dengan sesamanya
membentuk karakter berwawasan kebangsaan.

1.2.2 Manfaat
Adapun manfaat dilaksanakannya study wisata ini sebagai
berikut.
a. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswa SMA
Negeri 1 Rumbia dalam menyusun laporan kegiatan.
b. Membuat siswa lebih menghargai peninggalan luhur budaya
bangsa.
c. Siswa akan memiliki tanggung jawab setelah melaksanakan
kegiatan dengan membuat laporan.
1.3 Ruang Lingkup Karya Wisata
Penulis membatasi laporan Karya Wisata ini pada obyek-obyek yang
telah dikunjungi antara lain :
- Candi Borobudur
- Candi Prambanan
- Keraton Yogyakarta

1
BAB II
METODE PENGUMPULAN DATA

Untuk memperoleh data dalam karya tulis ini kami menggunakan beberapa
metode :

2.1 Metode Wawancara


Yaitu mewawancarai langsung terhadap pembimbing obyek-obyek
wisata untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penyusunan karya
tulis.

2.2 Metode Dokumentasi


Yaitu pengumpulan data yang didapat dari dokumentasi yang
berkaitan dengan obyek yang diteliti, baik berupa tulisan maupun gambar
sehingga karya tulis akan lebih akurat.

2
BAB III
LAPORAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Laporan Hasil Dokumentasi di Jawa Tengah

3.1.1 Candi Borobudur

Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang,


Jawa Tengah, Indonesia. Candi ini berlokasi di kurang lebih 100 km di sebelah
barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana sekitar abad ke-8 masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus
salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.

Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya
terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel
relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief
Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah
sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72
stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila
dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra
(memutar roda dharma).

Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci
untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk
menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan
kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.[5] Para peziarah masuk melalui sisi timur
memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah
jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah
dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa
nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam
perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan
menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding
dan pagar langkan.

Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring


melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya
pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan
1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur
Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian
upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada
kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO,
kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.

Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun
umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di
Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata,
Borobudur adalah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak
dikunjungi wisatawan.

3
Borobudur dibangun dengan gaya Mandala yang mencerminkan alam semesta
dalam kepercayaan Buddha. Struktur bangunan ini berbentuk kotak dengan empat
pintu masuk dan titik pusat berbentuk lingkaran. Jika dilihat dari luar hingga ke
dalam terbagi menjadi dua bagian yaitu alam dunia yang terbagi menjadi tiga zona
di bagian luar, dan alam Nirwana di bagian pusat.

Zona 1: Kamadhatu

Alam dunia yang terlihat dan sedang dialami oleh manusia sekarang.

Kamadhatu terdiri dari 160 relief yang menjelaskan Karmawibhangga Sutra, yaitu
hukum sebab akibat. Menggambarkan mengenai sifat dan nafsu manusia, seperti
merampok, membunuh, memperkosa, penyiksaan, dan fitnah.

Tudung penutup pada bagian dasar telah dibuka secara permanen agar pengunjung
dapat melihat relief yang tersembunyi di bagian bawah. Koleksi foto seluruh 160
foto relief dapat dilihat di Museum Candi Borobudur yang terdapat di Borobudur
Archaeological Park.

Zona 2: Rupadhatu

Alam peralihan, dimana manusia telah dibebaskan dari urusan dunia.

Rapadhatu terdiri dari galeri ukiran relief batu dan patung buddha. Secara
keseluruhan ada 328 patung Buddha yang juga memiliki hiasan relief pada
ukirannya. Menurut manuskrip Sansekerta pada bagian ini terdiri dari 1300 relief
yang berupa Gandhawyuha, Lalitawistara, Jataka dan Awadana. Seluruhnya
membentang sejauh 2,5 km dengan 1212 panel.

Zona 3: Arupadhatu

Alam tertinggi, rumah Tuhan.

Tiga serambi berbentuk lingkaran mengarah ke kubah di bagian pusat atau stupa
yang menggambarkan kebangkitan dari dunia. Pada bagian ini tidak ada ornamen
maupun hiasan, yang berarti menggambarkan kemurnian tertinggi.

Serambi pada bagian ini terdiri dari stupa berbentuk lingkaran yang berlubang,
lonceng terbalik, berisi patung Buddha yang mengarah ke bagian luar candi.
Terdapat 72 stupa secara keseluruhan. Stupa terbesar yang berada di tengah tidak
setinggi versi aslinya yang memiliki tinggi 42m diatas tanah dengan diameter 9.9m.
Berbeda dengan stupa yang mengelilinginya, stupa pusat kosong dan menimbulkan
perdebatan bahwa sebenarnya terdapat isi namun juga ada yang berpendapat
bahwa stupa tersebut memang kosong.

3.1.2 Candi prambanan

Candi Prambanan terletak di lingkungan Taman Wisata Prambanan, kurang lebih


17 km ke arah timur dari Yogyakarta, tepatnya di Desa Prambanan Kecamatan
Bokoharjo. Lokasinya hanya sekitar 100 m dari jalan raya Yogya-Solo, sehingga
tidak sulit untuk menemukannya. Sebagian dari kawasan wisata yang yang terletak
pada ketinggian 154 m di atas permukaan laut ini termasuk dalam wilayah

4
Kabupaten Sleman. Sedangkan, sebagian lagi masuk dalam wilayah Klaten.

Candi Prambanan merupakan candi Hindu yang terbesar di Indonesia. Sampai saat
ini, belum dapat dipastikan kapan candi ini dibangun dan atas perintah siapa,
namun kuat dugaan bahwa Candi Prambanan dibangun sekitar pertengahan abad
ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya, yaitu Raja Balitung Maha Sambu. Dugaan
tersebut didasarkan pada isi Prasasti Syiwagrha yang ditemukan di sekitar
Prambanan dan saat ini tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti
berangka tahun 778 Saka (856 M) ini ditulis pada masa pemerintahan Rakai
Pikatan.

Pemugaran Candi Prambanan memakan waktu yang sangat panjang, seakan tak
pernah selesai. Penemuan kembali reruntuhan bangunan yang terbesar, yaitu Candi
Syiwa, dilaporkan oleh C.A. Lons pada tahun 1733. Upaya penggalian dan
pencatatan pertama dilaksanakan di bawah pengawasan Groneman. Penggalian
diselesaikan pada tahun 1885, meliputi pembersihan semak belukar dan
pengelompokan batu-batu reruntuhan candi.

Pada tahun 1902, upaya tersebut dilanjutkan kembali oleh van Erp.
Pengelompokan dan identifikasi batu-batu reruntuhan dilaksanakan secara lebih
rinci. Pada tahun 1918, pemugaran terhadap Candi Prambanan dilanjutkan kembali
di bawah pengawasan Dinas Purbakala (Oudheidkundige Dienst) yang dipimpin
oleh P.J. Perquin. Melalui upaya ini, sebagian dari reruntuhan Candi Syiwa dapat
direkonstruksi kembali.
Pada tahun 1926, dibentuk sebuah panitia pemugaran di bawah pimpinan De Haan
untuk melanjutkan upaya yang telah dilaksanakan Perquin. Di bawah pengawasan
panitia ini, selain pembangunan kembali Candi Syiwa semakin disempurnakan
hasilnya, dimulai juga persiapan pembangunan Candi Apit.

Pada tahun 1931, De Haan meninggal dan digantikan oleh V.R. van Romondt.
Pada tahun 1932, pemugaran kedua Candi Apit berhasil dirampungkan. Pemugaran
terpaksa dihentikan pada tahun 1942, ketika Jepang mengambil alih pemerintahan
di Indonesia. Setelah melalui proses panjang dan tersendat-sendat akibat perang
dan peralihan pemerintahan, pada tahun 1953 pemugaran Candi Syiwa dan dua
Candi Apit dinyatakan selesai. Sampai saat ini, pemugaran Candi Prambanan
masih terus dilaksanakan secara bertahap.

Denah asli Candi Prambanan berbentuk persegi panjang, terdiri atas halaman luar
dan tiga pelataran, yaitu Jaba (pelataran luar), Tengahan (pelataran tengah) dan
Njeron (pelataran dalam). Halaman luar merupakan areal terbuka yang
mengelilingi pelataran luar. Pelataran luar berbentuk bujur dengan luas 390 m2.
Pelataran ini dahulu dikelilingi oleh pagar batu yang kini sudah tinggal reruntuhan.
Pelataran luar saat ini hanya merupakan pelataran kosong. Belum diketahui apakah
semula terdapat bangunan atau hiasan lain di pelataran ini.

Di tengah pelataran luar, terdapat pelataran kedua, yaitu pelataran tengah yang
berbentuk persegi panjang seluas 222 m2. Pelataran tengah dahulu juga dikelilingi
pagar batu yang saat ini juga sudah runtuh. Pelataran ini terdiri atas empat teras
berundak, makin ke dalam makin tinggi. Di teras pertama, yaitu teras yang
terbawah, terdapat 68 candi kecil yang berderet berkeliling, terbagi dalam empat
baris oleh jalan penghubung antarpintu pelataran. Di teras kedua terdapat 60 candi,
di teras ketiga terdapat 52 candi, dan di teras keempat, atau teras teratas, terdapat
44 candi. Seluruh candi di pelataran tengah ini mempunyai bentuk dan ukuran

5
yang sama, yaitu luas denah dasar 6 m2 dan tinggi 14 m. Hampir semua candi di
pelataran tengah tersebut saat ini dalam keadaan hancur. Yang tersisa hanya
reruntuhannya saja.

Pelataran dalam, merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan yang
dianggap sebagai tempat yang paling suci. Pelataran ini berdenah persegi empat
seluas 110 m2, dengan tinggi sekitar 1,5 m dari permukaan teras teratas pelataran
tengah. Pelataran ini dikelilingi oleh turap dan pagar batu. Di keempat sisinya
terdapat gerbang berbentuk gapura paduraksa. Saat ini hanya gapura di sisi selatan
yang masih utuh. Di depan masing-masing gerbang pelataran teratas terdapat
sepasang candi kecil, berdenah dasar bujur sangkar seluas 1, 5 m2 dengan tinggi 4
m.

Di pelataran dalam terdapat 2 barisan candi yang membujur arah utara selatan. Di
barisan barat terdapat 3 buah candi yang menghadap ke timur. Candi yang letaknya
paling utara adalah Candi Wisnu, di tengah adalah Candi Syiwa, dan di selatan
adalah Candi Brahma. Di barisan timur juga terdapat 3 buah candi yang
menghadap ke barat. Ketiga candi ini disebut candi wahana (wahana = kendaraan),
karena masing-masing candi diberi nama sesuai dengan binatang yang merupakan
tunggangan dewa yang candinya terletak di hadapannya.

Candi yang berhadapan dengan Candi Wisnu adalah Candi Garuda, yang
berhadapan dengan Candi Syiwa adalah Candi Nandi (lembu), dan yang
berhadapan dengan Candi Brahma adalah Candi Angsa. Dengan demikian, keenam
candi ini saling berhadapan membentuk lorong. Candi Wisnu, Brahma, Angsa,
Garuda dan Nandi mempunyai bentuk dan ukuran yang sama, yaitu berdenah dasar
bujur sangkar seluas 15 m2 dengan tinggi 25 m. Di ujung utara dan selatan lorong
masing-masing terdapat sebuah candi kecil yang saling berhadapan, yang disebut
Candi Apit.

Legenda Rara Jonggrang.

Dahulu kala di P. Jawa bagian tengah terdapat dua kerajaan yang saling
bertetangga, yaitu Kerajaan Pengging, yang diperintah oleh Raja Pengging, dan
Kerajaan Prambanan, yang diperintah oleh Prabu Baka. Prabu Baka berwujud
raksasa yang bertubuh besar dan mempunyai kesaktian luar biasa. Prabu Baka
terkenal kejam karena, untuk mempertahankan kesaktiannya, ia secara rutin
melaksanakan upacara persembahan dengan mengurbankan manusia. Walaupun
wujudnya menyeramkan dan hatinya kejam, Prabu Baka mempunyai seorang putri
yang sangat cantik, bernama Rara Jonggrang.

Raja Pengging sudah lama merasa sedih karena rakyatnya sering mendapat
gangguan dari bala tentara Kerajaan Prambanan. Ia ingin sekali menumpas para
penguasa Kerajaan Prambanan, namun mereka terlalu kuat baginya. Untuk
mencapai keinginannya, Raja Pengging kemudian memerintahkan putranya, Raden
Bandung, untuk bertapa dan memohon kekuatan dari para dewa. Raden Bandung
berhasil mendapatkan kesaktian berupa jin, bernama Bandawasa, yang selalu patuh
pada perintahnya. Sejak itu namanya diubah menjadi Raden Bandung Bandawasa.
Berbekal kesaktiannya itu, Raden Bandung berangkat ke Prambanan bersama bala
tentara Pengging. Setelah mengalami pertempuran yang sengit, Raden Bandung
berhasil membunuh Prabu Baka. Dengan seizin ayahandanya, Raden Bandung
bermaksud mendirikan pemerintahan yang baru di Prambanan. Ketika memasuki
istana, ia bertemu dengan Rara Jonggrang. Tak pelak lagi, Raden Bandung jatuh

6
cinta kepada sang putri dan meminangnya.

Rara Jonggrang tidak ingin diperistri oleh pemuda pembunuh ayahnya, namun ia
tidak berani menolak secara terang-terangan. Secara halus ia mengajukan syarat
bahwa, untuk dapat memperistrinya, Raden Bandung harus sanggup membuatkan
1000 buah candi dalam waktu semalam. Raden Bandung menyanggupi permintaan
Rara Jonggrang. Segera setelah matahari terbenam, ia pergi ke sebuah tanah lapang
yang tidak jauh dari Prambanan. Ia bersemadi memanggil Bandawasa, jin
peliharaannya, dan memerintahkan jin itu untuk membangun 1000 candi seperti
yang diminta oleh Rara Jonggrang.

Bandawasa kemudian mengerahkan teman-temannya, para jin, untuk


membantunya membangun candi yang diinginkan majikannya. Lewat tengah, Rara
Jonggrang mengendap-endap mendekati lapangan untuk melihat hasil kerja Raden
bandung. Betapa kagetnya sang putri melihat bahwa pekerjaan tersebut sudah
hampir selesai. Secepatnya ia berlari ke desa terdekat untuk membangunkan para
gadis di desa itu. Beramai-ramai mereka memukul-mukulkan alu (penumbuk padi)
ke lesung, seolah-olah sedang menumbuk padi. Mendengar suara orang menumbuk
padi, ayam jantan di desa itu terbangun dan mulai berkokok bersahutan.

Pada saat itu Bandawasa telah berhasil membuat 999 candi dan sedang
menyelesaikan pembangunan candi yang terakhir. Mendengar suara ayam
berkokok, Bandawasa dan kawan-kawannya segera menghentikan pekerjaannya
dan menghilang karena mereka mengira fajar telah tiba. Raden Bandung yang
melihat Bandawasa dan kawan-awannya berlarian langsung bangkit dari
semadinya dan bersiap-siap menyampaikan kegagalannya kepada rara Jonggrang.
Setelah beberapa lama menunggu, Raden Bandung merasa heran karena fajar tak
kunjung tiba. Ia lalu menyelidiki keanehan yang terjadi itu.

Raden Bandung sangat marah setelah mengetahui kecurangan Rara Jonggrang. Ia


lalu mengutuk gadis itu menjadi arca. Sampai saat ini Arca Rara Jonggrang masih
dapat ditemui di Candi Rara Jonggrang yang berada di kompleks Candi Prambanan.
Raden Bandung juga mengutuk para gadis di Prambanan menjadi perawan tua
karena tidak seorangpun yang mau memperistri mereka.

3.1.3 Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa


bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah
bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini
digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan
Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi
keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan
Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I
berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.

Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti
Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri
Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan
Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton
Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara

7
maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga
merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi
menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs
Warisan Dunia UNESCO. Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan,
dimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai di Plengkung Nirboyo di selatan.
Kini, Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah:
Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan
Masjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti
Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks
Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks
Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul
(Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing .

Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan


simetris. Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah
utara dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah
Kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun
demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.

Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki


bagian yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono,
Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan
Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di Dalem
Mangkubumen). Di sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan
yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut
ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih,
Gedhong Krapyak, Ndalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar
Beringharjo.

8
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Mengunjungi obyek wisata merupakan suatu pengalaman dan dapat


menambah wawasan bagi para siswa mengenai sejarah Indonesia. Dengan
mengunjungi obyek wisata tersebut, kita dapat menambah rasa cinta tanah air dan
dapat lebih menghargai hasil karya orang lain. Setelah mengikuti karya wisata ke
Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Keraton Yogyakarta, kami selaku
penyusun karya tulis ini dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Borobudur di Magelang, Jawa Tengah merupakan salah satu
peninggalan kebudayaan bangsa yang menjadi kebudayaan warisan
dunia.
2. Daerah Istimewa Yogyakarta layak menyandang predikat sebagai kota
budaya dan sejarah, karena memiliki budaya dan sejarah serta
peninggalannya seperti Candi Prambanan dan Keraton Yogyakarta.

4.2 Saran

1. Sebaiknya dalam setiap karya wisata para siswa diberikan buku panduan
secara berkelompok sehingga memudahkan siswa dalam menyusun
laporan sebagian bentuk tanggung jawab siswa setelah pulang dari karya
wisata.
2. Sekolah mengabadikan karya wisata yang dilakukan dalam bentuk video
atau flim dokumentasi, sehingga bisa diputar untuk adik kelas yang akan
melakukan karya wisata pada tahun berikutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
http://borobudurpark.com
candi.perpunas.go.id/temples/deskripsi-jawa-tengah-candi_prambanan
Rifai, Ahmad dkk. 2014. Karya Tulis Laporan Hasil Karya Wisata di
Daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Rumbia: SMA N 1 Rumbia.

10
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar Borobudur

2. Gambar Prambanan

11
3. Gambar Keraton Yogyakarta

12

Anda mungkin juga menyukai