Anda di halaman 1dari 3

Bintangku Juaraku

Butiran-butiran salju putih menyelimuti Kota Osaka, Jepang. Hawa dingin pun
menyelinap dalam benak Fauzan. Jarum jam menunjuk angka 5 am, hal itu tak sedikitpun
membuat Fauzan beranjak dari ranjangnya yang lembut dan empuk. Malah membuatnya
menyusup dalam selimut hingga menutupi ujung rambutnya.
Belum lama ini Fauzan lalai akan tujuan hidup yang haqiqi, mendekatkan diri pada
Yang Maha Kuasa, seperti halnya hamba yang slalu taat atas apa yang diperintahkan oleh
Tuhan-Nya. Bagaikan mengemban suatu problematika yang menyerang saraf otaknya.
Akhir-akhir ini ia lebih suka terdiam, dan menatap dengan mata kosong.
(Osaka, pukul 6)
“ Astaghfirullahal ‘Adziim.. Fauzan, bangun!! Lihat, jam berapa ini?” Azam berusaha
membangunkan. “Kau lupa, kita kan ada jadwal di gedung Osaka??” “Apa sih kamu ini,
mengganggu saja!! Aku nggak dateng. Berangkat sendiri sana!!” Azam langsung mengelak,
“Eits...,, jangan bilang kalau kamu belum sholat??” Fauzan malah menarik selimutnya
kembali, dan berkata kasar, “udah dehh, sana pergi!!”
“Aku bingung deh, sama kamu. Akhir-akhir ini sikapmu aneh. Gak kayak Fauzan
yang aku kenal dulu.” Sejenakpun suasana hening . “Kamu ada masalah?? Bilang aja sama
aku. Sahabat kan selalu ada kok.”
Fauzan pun terdiam, seperti mencoba untuk mengeluarkan sepatah kata. “sebenarnya,
aku bingung, apa yang harus aku lakukan sekarang.” “memangnya masalah apa
sih??kelihatannya serius banget?.”Azam berusaha mencoba memulai pembicaraan.
Fauzan pun memulai ceritanya.
“5 tahun yang lalu, aku memulai bergulat dalam ilmu agama di Islamic Boarding
School MAN3 MALANG. Saat aku berada di jenjang SMA, kelas XI tepatnya aku bertemu
dengan sosok gadis yang telah banyak merubah hidupku. Semua itu berawal saat tahun ajaran
baru.”
“lalu?” Azam menyahut, Fauzan menghela nafas, “ Namanya Churin. Saat awal aku
bertemu dengannya, seperti ada satu hal aneh yang aku rasakan. “
Sejak saat itu Fauzan selalu memperhatikan herak-gerik Churin. Sosok Churin begitu
berharga di mata Fauzan. Dia gadis yang cantik,cerdas, taat beribadah dan aktif dalam
kegiatan organisasi.
Suatu hari, saat Churin hendak pergi ke perpustakaan tak sengaja Fauzan melihatnya.
Dan Fauzan pun berniat mengikutinya untuk berkenalan. Fauzan mencari kondisi yang pas
untuk mengobrol dengan Churin. Hingga pada akhirnya, saat Churin mengambil buku tak
sengaja buku itu jatuh. Secepat kilat Fauzan langsung mengambil buku yang tergeletak di
lantai itu, lalu diberikannya pada Churin. Pada kesempatan itu, Fauzan memulai
pembicaraannya.
“Maaf, ini bukumu!” kata Fauzan.
“Oh, iya. Terima kasih.” Suara lembut Churin membekukan benak Fauzan. Senyuman
manis pun, Churin lontarkan kepada Fauzan. Alangkah senangnya Fauzan.Tanpa berpikir
panjang Fauzan mengenalkan dirinya, “Kenalin, namaku Fauzan! Namamu?” Churin
menjawab dengan singkat, “Churin.”
Sejak saat itu mereka berteman. Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka
semakin dekat. Mereka saling mensuport satu sama lain. Hingga pada akhirnya ada rasa yang
menyelinap di antara mereka berdua. Fauzan sangat menyayangi Churin, dan begitu juga
dengan Churin. Tapi mereka dapat menjaga perasaan tersebut.
You let me let you know, you’ve open my eyes I was always thinking that love was
wrong, but everything was changed when you came along,,,“Garampun terasa manis di
lidahku, saat aku teringat wajahmu!!!” itu merupakan untaian kalimat yang ingin aku
sampaikan padamu, churin. Sungguh, aku sangat tulus menyayangi engkau. Lantas apakah
kau memiliki pikiran yang sama terhadapku, yaa ukhti?. Kata Fauzan kepada Churin, dan
Churin pun menjawab dengan lembut, “Sungguh, Allah Maha Mengetahui dan Maha
Pemurah, tiada hal yang terindah melainkan aku dekat dengan-Nya. Hati ini tenang dan indah
apabila saat bersama diri-Nya. Kaki ini bersemangat menuju rumahmu untuk melaksanakan
perintahMu Ya Allah, karena cintaku hanya pada-Mu Ya Allah. Engkau telah memberikan
aku begitu banyak anugerah,dan Engkau telah mengizinkan aku untuk memiliki hatinya,
wahai tuhanku. Dan aku bahagia telah disayangi oleh hambaMu yang begitu indah di mataku
wahai Tuhanku.” Itu bukanlah sekedar kata-kata yang ingin aku sampaikan, melainkan tulus
dari hatiku mas fauzan .
Fauzan melanjutkan ceritanya, “Seiring dengan berjalannya waktu, dia banyak
mengubah hidupku. Dia jugalah yang mensuport ku saat aku menghadapi kompetisi, hingga
aku sampai pada tingkat internasional. Aku ingat ketika dulu aku mengikuti speach contest di
Jepang dengan judul “Pahlawan Bangsaku”, dia jugalah yang terus mengobarkan
semangatku, dia terus mendoakan ku hingga aku berhasil membawa nama Indonesia ke muka
dunia. Aku amat senang dan nggak sabar ingin segera bertemu Churin untuk
memberitahukan hal ini. Akan tetapi setelah itu, aku mendengar kabar buruk karena aku
dianjurkan untuk bekerja dan menetap di Jepang.”
“Uzan,, ceritamu dilanjutin ntar ajah ya? Kita hari ini ada jadwal nih. Mendingan,
sekarang kamu mandi, sarapan, lalu bersiap ke gedung Osaka. Aku tunggu dah,!!”, Azam
memotong pembicaraan yang serius itu. Fauzan langsung bangkit dan menuruti apa yang
dikatakan oleh Azam. Dia tak mengeluarkan sepatah kata apapun. Seperti anak kecil yang
penurut terhadap perintah ibunya. Dengan lekas dia mandi, sedangkan Azam menyiapkan
sarapan untuknya dan Fauzan.
Dua pemuda itu pergi meninggalkan sebuah apartemen yang sengaja diberikan
sebagai fasilitas untuk para mahasiswa-beasiswa di Jepang. Gedung itu terdiri atas 11 lantai.
Pemandangan yang tampak dari sisi jendela Fauzan amatlah menyejukkan jiwa. Terlihat
hamparan salju putih yang menutupi jalan raya.
(Osaka, 1 pm)
Dentang waktu menunjukkan pukul 1, waktu bagi mahasiswa untuk breaktime. Kedua
sahabat karib itu bertemu di sebuah cafetaria. Sambil duduk, Azam memulai pembicaraan
yang pagi tadi sempat terpotong, “Fauzan, lalu apa yang menjadi permasalahanmu sehingga
membuat kau terdiam?” Fauzan berpikir sejenak, ia menerawang ke atas, mulutnya pun mulai
terbuka, “Dia bagaikan mawar merah yang telah mengakar dalam hatiku, belum dapat
kutepiskan wajahnya dari benakku, namun hingga detik ini aku belum dapat mendengar satu
kabar pun darinya, aku mulai khawatir. Ternyata kekhawatiran itu bukanlah kekhawatiran
biasa. Berselang 2 bulan lamanya, sebuah kabar angin bahwa dia telah tiada.” Suasana pun
mendadak sepi, tatapan mata Fauzan kosong. Dari sudut pelupuk matanya menderai setetes
air mata. “Tapi aku yakin, Churin masih ada, dan aku bisa merasakan itu. Bahwa dia ada di
sini, dekat denganku. Akuu yakin itu!”, Kata Fauzan seraya berusaha untuk bangkit dan
percaya bahwa sosok Churin berada di dekatnya.“ Sabarlah!!,, jangan buat kesedihanmu
berlarut-larut.” Azam memecah suasana hening itu dan sedikit shock mendengar cerita
Fauzan akan kematian Churin.”Churin pernah berkata padaku bahwa dia ingin mencapai
yang teratas dalam biologi dan ia ingin menjadi dokter”.
Obrolan mereka terus berlanjut hingga mereka sampai di sebuah papan reklame. Saat
Fauzan membaca papan reklame itu sejenak membuatnya teringat pada Churin. Bukan apa
yang membuatnya ingat, tapi penawaran olimpiade biologilah yang membuatnya mengingat.
Hari ini, merupakan pendaftaran terakhir dalam benaknya sesuatu yang bergejolak tiba-tiba
muncul, ia langsung berlari meninggalkan Azzam. “Hei, kemana?”.”Menemui Churin!!!”
jawab Fauzan, ia meninggalkan sahabatnya yang masih kebingungan. Fauzan sampai di
sebuah kantor, dengan langkah tegap ia masuk kedalamnya, ia tiba di sebuah tempat
pendaftaran, ia mendaftar sebagai peserta olimpiade biologi. Lomba diadakan besok pagi jam
07.00.
(Osaka, 7 am)
“Aku telaaaat!!!”. Teriak Fauzan sambil keluar dari rumah, ia berlari sedapat-
dapatnya. Ketika sampai di tempat perlombaan, perlombaan sudah dimulai, ia segera masuk
dan mengambil kertas soal, mengerjakan soal. Sekilas ia seperti melihat sesosok anggun
Churin di belakangnya, tapi ia ragu. 30 menit berlalu, ia sudah selesai mengerjakan soal dan
ia yakin ia pasti menang. Ia berjalan dengan percaya diri untuk mengumpulkan soal,
meninggalkan peserta lain. Di belakangnya ada wanita berkerudung, juga akan
mengumpulkan jawaban, sepertinya ia kenal.
“Pengumuman, akan diadakan minggu pukul 8 pm.”, gumam Fauzan.
Lima hari berselang sejak perlombaan berlangsung. Hari ini, Minggu hati Fauzan
berdebar-debar ingin tahu siapa yang menjadi pemenang nanti malam. Setiap apa yang
diperbuat tak pernah benar. Dalam benaknya pikiran semacam itu tak dapat di lepaskan.
(Osaka, 8pm, di Gedung perlombaan)
“Juara ke-3 adalah..... Albert Coinstley Marck dari Amerika”.
“Juara ke-2 adalah... Chu Jin Zhi dari Seoul”.
Hati Fauzan berdebar-debar mendengar pengumuman diberitakan. “...Dan juara
pertama adalah, Churin dan Fauzan dari Indonesia”. Kegirangan hatinya meluap-luap tak
dapat ditahan, ia berjingkrak-jingkrak, namun dengan tanda tanya besar di lubuknya
”Churin?”.
Tibalah waktunya para pemenang maju ke atas podium untuk menerima hadiah dan
penghargaan. Saat Fauzan maju ke atas podium dia memandang sesosok anggun, ia adalah
Churin. Impian yang lama terpendam di balut awan hitam. Keduanya saling beradu tatapan.
“Hai, Fauzan!! Selamat ya?”, Kata Churin. ”Kita disini, berjuang demi Indonesia”. Sahut
Fauzan.

Anda mungkin juga menyukai