Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Hepatitis B merupakan penykit yang banyak ditemukan di dunia.
Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis B yang menyebabkan infeksi yang
mengancam jiwa, virus hepatitis B menyerang organ hati yang menyebabkan
seseorang mengalami pemyakit hati kronis dan menempatkan orang pada risiko
tinggi kematian dari sirosis hati dan kanker hati. Infeksi hepatitis B adalah
masalah kesehatan global utama.
Hepatitis B biasanya ditularkan dari individu ke individu lainnya melalui
darah/darah produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi,
melalui semen, melalui saliva, alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti
sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di
Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi
hepatitis kronik, sirosis hepatis dan hepatoma.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, lebih dari 2 miliar
penduduk di dunia terinfeksi hepatitis B dengan angka kematian 250.000 orang
pertahun dan lebih dari 350 juta memiliki infeksi hati kronik. Hepatitis B endemik
di China dan bagian lain di Asia. Kebanyakan orang di wilayah tersebut menjadi
terinfeksi hepatitis B selama masa anak-anak. Di wilayah ini, 8% sampai 10% dari
populasi dewasa terinfeksi hati kronis. Kanker hati disebabkan oleh hepatitis B
adalah antara tiga penyebab pertama kematian dari kanker pada pria, dan
penyebab utama kanker pada wanita.
Indonesia adalah negara dengan prevalensi hepatitis B dengan
endemisitas tinggi yaitu dari 8% yang sebanyak 1,5 juta orang Indonesia
berpotensi mengidap kanker hati, hal ini berarti bawha Indonesia termasuk daerah
endemis peyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk
melaksanakan upaya pencegahan yaitu imunisasi.
Virus hepatitis merupakan sebuah fenomena gunung es, dimana penderita
yang tercatat atau yang datang ke pelayanan kesehatan lebih sedikit dari jumlah
penderita sesungguhnya. Mengingat penyakit ini adalah penyakit kronis yang

1
menahun, dimana pada saat orang tersebut telah terinfeksi, kondisi masih sehat
dan belum menunjukkan gejala dan tanda yang khas, tetapi penularan ke individu
masih terus berjalan.
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 bahwa jumlah orang yang
didiagnosis hepatitis B di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala
yang ada, menunjukkan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data
tahun 2007 dan 2013, hal ini dapat memberikan petunjuk awal kepada semua
tentang upayan pengendalian di masa lalu, peningkatan akses, potensial maslah di
masa yang akan datang apabila tidak segera dilakukan upaya-upaya yang serius.
Riskesdas tahun 2007, lima provinsi di Indonesia dengan prevalensi hepatitis
tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (1,9%), Sulawesi Tengah (1,9%), Aceh
(1,6%), Gorontalo (1,%) dan Papua Barat (1,1%). Sedangkan pada tahun 2013
lima provinsi dengan prevalensi tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (4,3%),
Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%), dan Maluku
Utara (1,7%). Dilihat dari karakteristik prevalensi hepatitis ytertinggi terdapat
pada kelompok umur 45-54 tahun dan 65-74 tahun (1,4%). Penderita hepatitis
baik pada laki-laki(1,3%) maupun perempuan(1,1%), proporsinya tidak berbeda
secara bermakna. Jenis pekerjaan yang juga mempengaruhi prevalensi atau
kejadian hepatitis banyak ditemukan pada penduduk dengan pekerjaan
petani/nelayan/buruh yaitu 1,6% dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya.
Upaya yang telah dilakukan dalam pengendalian virus hepatitis B adalah
dengan melakukan vaksinasi dan imunisasi Hepatitis B pada bayi yang secara
nasional dimulai sejak tahun 1997 hingga saat ini. Sampai saat ini telah banyak
upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam pengendalian virus
hepatitis B ini antara lain dengan melakukan pengembangan pedoman tatalaksana
Hepatitis B, deteksi dini Hepatitis B dan penyakit menular lainnya (HIV-AIDS,
Syphilis) pada ibu hamil. Deteksi dini pada ibu hamil bertujuan untuk
memutuskan rantai penularan secara vertikal yang merupkan penyebab transimisi
terbesar pada negara dengan endemisitas tinggi seperti Indonesia. Sedangkan
deteksi dini pada petugas kesehatan untuk mencegah transmisi secara horizontal
dan mengetahui penderita yang tidak bergejala sehingga bisa menurunkan angka
komplikasi yang dapat timbul karena hepatitis B kronik.

2
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apakah definisi dan gejala dari penyakit Hepatitis B ?
1.2.2 Apakah penyebab penyakit Hepatitis B ?
1.2.3 Bagaimanakah cara penularan penyakit Hepatitis B?
1.2.4 Bagaimanakah cara pencegahan penyakit Hepatitis B ?
1.2.5 Apakah program pencegahan dan penularan Hepatitis B di Indonesia ?

1.1.TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dan gejala Hepatitis B
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab Hepatitis B
1.3.3 Untuk mengetahui cara penularan Hepatitis B
1.3.4 Unttuk mengetahui cara pencegahan penyakit Hepatitis B
1.3.5Untuk mengetahui program pencegahan dan penularan Hepatitis B di
Indonesia

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. DEFINISI DAN GEJALA HEPATITIS B


Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan
peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Awalnya dikenal sebagai serus
hepatitis dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B
telah menajdi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia. Hepatitis yang
berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut sedangkan hepatitis yang
berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis kronis (Mustofa &
Kurniawaty,2013).
Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh
Virus Hepatitis B (VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang tejadi pada
organ tubuh seperti hati (Liver). Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit
kuning. Padahal penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu gejala dari
penyakit Hepatitis tersebut (Misnadiarly,2007).
Gejala hepatitis B secara umum, mulai dari gejala ringan seperti flu
sampai yang fullminant dan terjadi kerusakan jaringan hati bahkan sampai
meninggal. Beberapa gejala dari hepatitis B antara lain :
a. Mual dan muntah yang disebabkan oleh tekanan hebat pada liver sehingga
membuat keseimbangan tubuh tidak terjaga.
b. Diare
c. Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya
rasa mual
d. Penyakit kuning (jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata dan
kulit.
e. Gejala yang mirip flu, misalnya nyeri pada tubuh, dan sakit kepala.
Tetapi gejala-gejala tersebut tidak langsun terasa dan bahkan ada yang
sama sekali tidak muncul. Karena itulah banyak orang yang tidak menyadari

4
bahwa dirinya telah terinfeksi. Masa inkubasi hepatitis B adalah 60-90 hari setelah
penderita terpajan atau kontak dengan virus hepatitis B.

2.2. PENYEBAB HEPATITIS B


Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB) yang merupakan
virus DNA terkecil berasal dari genus Orthohepahnavirus famili Hepadnaviridae
berdiameter 40-42 nm Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope
lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupaka nukleokapsid atau core (Hardjono,
2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari
(Sudoyo,2009).
Virus hepatitis B merusak fungsi liver dan terus berkembang biak di
dalam sel-sel hati (Hepatocytes). Akibatknya sistem kekebalan tubuh kemudian
memberi reaksi dan melawan dari serangan virus ini. Kalau berhasil maka virus
dapat terbasmi habis, tetapi jika gagal virus akan tetap tinggal dan menyebabkan
Hepatitis kronis dimana penderita menjadi carrier atau pembawa virus seumur
hidupnya. Dalam seluruh proses ini liver mengalami peradangan
(Misnadiarly,2007).
Virus hepatitis B mudah ditularkan kepada semua orang. Penularannya
dapat melalui darah atau bahan yang berasal dari darah, cairan semen (sperma),
lendir kemaluan wanita (sekret vagina), darah menstruasi. Dalam jumlah kecil
HbsAg juga ditemukan pada Asir Susu Ibu (ASI), air liur, air seni, keringat, tinja,
cairan amnion dan cairan lambung.

2.3. CARA PENULARAN HEPATITIS B


Ada dua macam penularan hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan
transmisi horizontal.
a. Transmisi vertikal
Penularan terjadi pada masa persalinan (perinatal). Vurus ditularkan dari
ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan Maternal Neonatal.
Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang
penyakit hepatitis B akut atau ibu memang pengidap Hepatitis kronis.
Risiko bayi terifeksi virus mencapai 50-60% dan bervariasi antar negara.

5
b. Transmisi Horizontal
Adalah penularan atau penyebaran virus dalam masyarakat. Penularan
terjadi akibat kontak erat dengan pengidap Hepatitis B atau penderita
Hepatitis B akut. Misalnya pada orang yang tinggal serumah atau
melakukan hubungan seksual dengan penderita hepatitis B. Selain lewat
hubungan seksual yang tidak aman, transmisi horizontal hepatitis B juga
bisa terjadi lewat penggunaan jarum suntik bekas penderita hepatitis B,
transfusi darah yang terkontaminasi virus hepatitis B, pembuatan tato,
penggunaan pisau cukur, sikat gigi, dan gunting kuku bekas penderita
hepatitis B. Sementara itu, berpelukan, berjabat tangan, atau berciuman
dengan penderita hepatitis B belum terbukti mampu menularkan virus
ini.

Cara penularan paling utama di dunia adalah dari ibu kepada bayinya saat
proses melahirkan. Kalau bayinya tidak divaksinasi saat lahir,maka bayi akan
menajdi carrier seumur hidup bahkan nantinya bisa menderita gagal hati dan
kanker hati. Selain itu, penularan juga dapat terjadi lewat darah ketika kontak
dengan darah penderita hepatitis B.

2.4. CARA PENCEGAHAN HEPATITIS B


Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan promosi kesehatan
(Health Promotion ) baik pada host maupun lingkungan dan perlindungan khusus
terhadap penularan.
a. Promosi Kesehatan terhadap host berupa pendidikan kesehatan,
peningkatan personal higine, perbaikan gizi, perbaikan sistem transfusi
darah dan mengurangi kontak erat dengan alat-alat yang berpotensi
menularkan virus hepatitis B.
b. Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui
upaya meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi
virushepatitis B melalui tindakan meluikai seperti tindik, akupuntur,
tatto. Perbaikan sarana kehidupan di kota dan di desa serta pengawasan

6
kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan makanan dan juru
masak serta pelayan rumah makan.
c. Perlindungan khusus terhadap penularan dapat dilakukan strelisasi
benda-benda yang terinfeksi dengan metode pemanasan dan
menggunakan sarung tangan. Bagi petugas kesehatan, petugas
laboratorium yang langsung bersentuhan langsung dengan darah, serum,
cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan,
penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita. Selain itu perlu
dilakukan pemeriksaan HbsAg petugas kesehatan untuk menghindari
kontak antara petugas kesehatan dengan penderita.
d. Upaya pecegahan yang dapat dilakukan adalam melalui program
imunisasi hepatitis B. Tujuan imunisasi adalah untuk meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap serangan virus hepatitis B sehingga dapat
terlindungi dari penularan virus.
e. Gunakan kondom jika melakukan hubungan seksual dengan paangan
seks yang terinfeksi hepatitis B
f. Pada ibu hamil harus menjalani tes darah untuk hepatitis B; bayi yang
dilahirkan dari ibu terinfeksi virus hepatitis B harus diberi imunoglobulin
hepatitis B (HBIG) dan vaksin dalam waktu 12 jam setelah lahir.
g. Tidak menggunakan alat suntik secara bersamaan atau bergantian. Dan
tidak menggunaka peralatan pribadi penderita hepatitis B karena dapat
menularkan dari penggunaan pisau cukur atau sikat gigi secara bersama-
sama.

2.5. PROGRAM PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS B DI


INDONESIA
Penanganan Hepatitis B di Indonesia adalah maslaah yang rumit dan
membutuhkan koordinasi dari banyak pihak. Sulitnya penanganan ini antara lain
disebabkan karena tingginya prevalensi hepatitis B di Indonesia, sifat virus
hepatitis B yang sangat infeksius, dan kurangnya pengetahuan dan kepedulian
masyarakat tentang hepatitis B. Penanganan hepatitis B di Indonesia secara umum

7
dapat dibagi menjadi upaya memutus rantai penularan virus hepatitis B dan
penanganan secara tepat penderita hepatitis B. Peutusan rantai penularan hepatitis
B bisa dilakukan secara vertikel maupun horizontal. Penanganan penderita
hepatitis B secara tepat, selain berguna untuk menekan angka kejadian sirosis dan
kanker hati, juga berguna untuk mencegah penularan dengan cara mengurangi
tingkat infeksiusitas penderita.
2.5.1 Penapisan Hepatitis B Pada Ibu Hamil
a. Penanganan anak dan ibu dengan HBsAg (+)
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, penularan virus hepatitis B
secara vertikal masih memegang peranan penting dalam penyebaran
virus hepatitis B. Selain itu, 90% anak yang terular secara vertikal dari
ibu dengan HBsAg (+) akan berkembang mengalami hepatitis B kronis.
Maka pencegahan penularan secara vertikal merupakan salah satu aspek
yang paling penting dalam memutus rantai penularan hepatitis B.
Langkah awal pencegahan penularan secara vertikal adalah dengan
mengetahui status HBsAg ibu hamil. Langkah ini bisa dilakukan
dengan melakukan penapisan HBsAg pada setiap ibu hamil. Metode
penapisan HBsAg bisa menggunakan pemeriksaan cepat (rapd test).
Penapisan ini sebaiknya diikuti oleh semua wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan. Hal ini dimaksudkan agar ibu, keluarga, dan tenaga
medis memiliki kesempatan untuk mempersiapkan tindakan yang
diperlukan apabila ibu memiliki status HBsAg (+). Pelayanan
pemeriksaan penapisan hepatitis B dapat dilaksanakan dan disediakan
pada sarana pelayanan kesehatan leh tenaga kesehatan yang telah
dilatih.
Apabila ibu yang akan melahirkan memiliki status HBsAg (+) dan
HBeAg (+), maka persalinan ibu tersebut wajib dilakukan/didampingi
oleh tenaga medis yang terlatih. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg
(+) dan HBeAg (+) disarankan segera mendapat suntikan HBIG 0,5mL
dan vaksin hepatitis B. Kedua suntikan ini diberikan segera setelah bayi
dilahirkan (kurang dari usia 12 jam). Pemberian imunisasi selanjutnya
sesuai Program Imunisasi Hepatitis B Nasional (pada bulan ke-2, 3 dan

8
4). Selanjutnya perlu diketahui status HbsAg dan anti Hbsnya pada saat
bayi berusia 9-12 bulan.
Ibu dengan HBsAg (+) dan HBeAg (+) harus dirujuk ke dokter ahli
untuk berkonsultasi mengenai kemungkinan terapi penyakitnya.
Penderitajuga sebaiknya diperiksa status, anti HBe, DNA VHB, dan
ALTnya. Ibu yang positif hepatitis B disarankan untuk tetap menyusui
bayinya.
Apabila ibu yang akan melahirkan memiliki status HBsAg (+) dan
HBeAg (-), maka persalinan ibu tersebut wajib dilakukan/didampingi
oleh tenaga medis yang terlatih. Sesuai anjuran program imunisasi, bayi
segera mendapatkan imunisasi HB0, sedangkan ibunya sebaiknya
mendapat konseling dari dokter ahli Penyakit Dalam atau dokter yang
telah dilatih tentang virus hepatitis B.
b. Imunisasi pada anak yang lahir pada ibu HBsAg (+)
Seorang bayi yang lahir dari ibu dengan status GbsAg (-) maka wajib
mengikuti Program Imunisasi Hepatitis B Nasional karena Indonesia
merupakan negara dengan endemisitas tinggi.

2.5.2 Penapisan dan Penanganan Penularan Hepatitis B Pada Keluarga


atau Orang yang Tinggal Serumah dengan Penderita Hepatitis B
Keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan penderita hepatitis B
merupakan salah satu kelompok yang paling berisiko tertular hepatitis
B. Pemakaian alat-alat rumah tangga bersama, seperti gunting kuku,
pisau cukur, atau sikat gigi terbukti bisa menjadi sumber penularan
dengan penderita hepatitis B. Keluarga atau orang yang tinggal serumah
dengan penderita hepatitis B harus mendapatkan edukasi yang memadai
untuk meminimalisir risiko penularan.
Edukasi yang diberikan harus mencakup hal-hal berikut :
a. Penjelasan umum mengenai penyebab, cara penularan, perjalanan
penyakit, gejala umum, terapi, dan komplikasi hepatitis B.
b. Cara-cara pencegahan umum infeksi hepatitis B antara lain :

9
1) Menghindari kontak cairan tubuh yang tidak aman dengan tidak
melakukan hubungan seksual yang tidak aman dan
menggunakan jarum suntik atau alat yang mungkin
menimbulkan luka secara bergantian.
2) Selalu membersihkan dengan baik alat-alat yang mungkin
menimbulkan luka pada orang lain, seperti pisau cukur, sikat
gigi, peralatan perawatan kuku, atau alat tato. Lebih baik lagi
bila alat-alat ini bisa digunakan untuk sekali pakai saja atau
hanya digunakan oleh satu orang saja.
c. Pengetahuan tentang di mana dan cara memeriksakan diri untuk
statur hepatitis B dan kemungkinan terapi serta jaminan yang ada.
d. Saran untuk tidak mendiskriminasikan orang yang menderita
hepatitis . perlu juga dilakukan edukasi bahwa penyakit ini tidak
menular lewat penggunaan alat makan bersama, berjabat tangan,
berciuman, atau berpelukan dengan penderita hepatitis B.
Setiap anggota keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan
penderita hepatitis B juga harus disarankan untuk selalu melakukan
pemeriksaan penapisan dan kekebala hepatitis B. Apabila orang trsebut
belum memiliki kekebalan terhadap hepatitis B, disarankan pemberian
imunisasi hepatitis B. Apabila yang bersangkutan belum pernah
mendapat imunisasi sebelumnya, vaksin harus diberikan dari awal
sebanyak 3 kali suntikan. Apabila yang bersangkutan ternyata memiliki
status HbsAg (+), maka segera dirujuk ke dokter untuk berkonsultasi
lebih lanjut.

2.5.3. Penapisan dan Pencegahan Penularan Hepatitis B Pada Tenaga


Medis
Tenaga medis merupakan salah satu kelompok paling berisiko tertular
hepatitis B karena dalam melaksanakan pekerjaannya terjadi kontak
dengan cairan tubuh penderita. Petugas medis bila tidak menerapkan
prinsip-prinsip pencegahan universal yang baik, halini bisa memacu
penularan virus antar penderita atau ke dirinya sendiri.

10
Untuk mencegah penularan hepatitis B dari penderita (pencegahan
primer), setiap tenaga medis diwajibkan untuk menerapkan prinsip-
prinsip universal. Edukasi dan kontrol penerapan prinsip-prinsip
pencegahan universal harus dilakukan oleh penanggung jawab pusal
pelayanan kesehatan tempat tenaga medis tersebut bekerja dan
dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan setempat.
Prinsip-prinsip ini mencakup:
a. Mencuci tangan setiap sesudah melakukan kontak langsung dengan
penderita
b. Tidak melakukan recapping jarum suntik dengan 2 tangan
c. Prosedur yang aman untuk mengumpulkan dan membuang jarum
dan benda tajam lainnya dengan menggunakan kotak yang tembus
dan tahan cairan.
d. Mengenakan sarung tangan untuk setiap kontak dengan cairan
tubuh, kulit yang tidak intak, dan mukosa.
e. Mengenakan masker, pelindung mata, dan gawn (dan kadang apron
plastik) bila ada kemungkinan cipratan darah atau cairan tubuh
lainya.
f. Menutupi semua luka dan abrasi dengan penutup tahan air
g. Membersihkan tumpahan darah dan cairan tubuh lainnya secara
segera dan hati-hati
h. Menggunakan sistem yang aman untuk penanganan dan
pembuangan limbah
i. Menggunakan prinsip sekali pakai untuk alat-alat yang bisa
digunakan sekali pakai (jarum suntik, scalpel, atau kassa) atau
melakukan sterilisasi yang adekuat untuk setiap alat yang mungkin
kontak dengan cairan tubuh penderita dan akan dipakai kembali
(alat-alat hecting, set partus, atau alat bedah lainnya).
Mengingat tingginya risiko penularan hepatitis B pada tenaga medis,
setiap tenaga medis juga diwajibkan untuk menjalani pemeriksaan
penapisan hepatitis B dengan disertai pemeriksaan status kekebalan.
Metode penapisan HbsAg bisa menggunakan pemeriksaan tes cepat

11
sederhana/rapid test. Tenaga medis yang memiliki status HbsAg (-) dan
kekebalan kurang terhadap hepatitis B wajib menjalani imunisasi
hepatitis B. Apabila tenaga medis/paramedis yang bersangkutan belum
pernah mendapat imunisasi sebelumnya, vaksin harus diberikan dari
awal sebanyak 3 kali suntikan pada bulan 0 (pada saat datang), suntikan
ke 2 satu bulan kemudian dan suntikan ke 3 pada bulan ke-6.
Tenaga medis yang terdiagnosis memiliki status HbsAg (+_ harus
dirujuk ke dokter ahli untuk berkonsultasi mengenai kemungkinan
terapi penyakitnya. Penderita juga sebaiknya diperiksa status HbeAg,
anti-Hbe, DNA HBV, SGOT dan SGPT nya secara periodik sebagai
upaya memantau perkembangan penyakitnya. Sementara tenaga medis,
paramedis dan tenaga kesehatan yang memiliki status HbsAG (-) perlu
melakukan imunisasi.

2.5.4.Penapisan dan Pencegahan Penularan Hepatitis B Pada PSK,


Orang dengan Pasangan Seksual Multipel, dan IVDU
Kelompok Pekerja Seks Komersil (PSK), orang dengan
pasanganseksual multipel, dan Intra Venous Drug User (IVDU)
merupakankelompok berisiko tinggi tertular dan menularkan hepatitis
B. Hal ini disebabkan sifat virus hepatitis B yang menular lewat kontak
dengan cairan tubuh penderita. Penularan pada PSK dan orang yang
memiliki pasangan seksual multipel sebenarnya dapat dicegah dengan
mengurangi perilaki seksual tersebut atau menggunakan kondom.
Penularan pada kelompok IVDU juga sebenarnya bisa dicegah dengan
menghentikan kebiasaan tersebut atau dengan tidak menggunakan
jarum suntik berkali-kali secara bergantian. Penularan pada kelompok
ini umumnya disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan
kepedulian terhadap hepatitis B maka sebaiknya pemberian edukasi dan
pembinaan terhadap kelompok ini perlu dilakukan. Edukasi yang
diberikan harus mencakup hal-hal berikut :
a. Penjelasan umum mengenai penyebab, cara penularan, perjalanan
penyakit, gejala umum, terapi, dan komplikasi hepatitis B

12
b. Konseling untuk meninggalkan gaya hidup berisiko tersebut
c. Selalu menggunakan kondom apabila berhubungan seksual dengan
pasanan yang tidak diketahui status HbsAg-nya
d. Pada IVDU, dianjurkan untuk tidak menggunakan jarum suntik
berkali-kali dan secara bergantian. IVDU juga disarankan untuk
membuang jarum suntik bekas di wadah yang tertutup dan tahan
tembus.
Setiap orang yang memiliki pasangan seksual multipel atau PSK dan
IVDU disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan penapisan dan
kekebalan hepatitis B. Apabila orang tersebut belum memiliki
kekebalan yang mencukupi terhadap hepatitis B, disarankan untuk
imunisasi hepatitis B. Apabila yang bersangkutan belum pernah
mendapat imunisasi sebelumnya, vaksin harus diberikan dari awal
sebanyak 3 kali suntikan pada bulan 0 (kunjungan pertama), 1 (satu
bulan kemudian), 6 (enam bulan kemudian). Apabila yang
bersangkutan ternyata memiliki status HbsAg (+), maka dirujuk ke
dokter ahli untuk berkonsultasi mengenai kemungkinan terapi
penyakitnya dan melanjutkan pemeriksaan status HbeAg, anti-Hbe,
DNA HBV, SGOT dan SGPT-nya. Setiap orang yang memiliki
pasangan seksual multipel, PSK dan IVDU yang ternyata positif
menderita hepatitis B agar berkonsultasi dengan tenaga medis dan
meninggalkan kebiasaan untuk mencegah penularan hepatitis B ke
orang lain. Kelompok ini juga sebaiknya diedukasi mengenai penyakit
lain yang ditularkan lewat cairan tubuh seperti HIV dan hepatitis C.

2.5.5. Penapisan dan Pencegahan Penularan Hepatitis B Pada Populasi


Umum
Indonesia termasuk negara endemis tinggi hepatitis B, sehingga setiap
penduduk Indonesia memiliki risiko yang cukup besar untuk terinfeksi
hepatitis B. Tetapi karena berbagai pertimbangan, seperti efektivitas,
kemampulaksanaan, dan biaya maka pemeriksaan penapisan pada
seluruh populasi umum di Indonesia sampat saat ini belum menjadi

13
rekomendasi. Tindakan pencegahan selain imunisasi pada bayi adallah
edukasi mengenai hepatitis B dan tindakan-tindakan pencegahan
penularan hepatitis B segera diberikan pada masyarakat. Edukasi ini
diberikan oleh tenaga kesehatan dengan melibatkan lintas sektor dan
berbasis pada pemberdayaan masyarakat baik di pusat maupun di
daerah.
Edukasi yang diberikan harus mencakup hal-hal berikut :
a. Penjelasan umum mengenai penyebab, cara penularan, perjalanan
penyakit, gejala umum, terapi, dan komplikasi hepatitis B. Cara-
cara pencegahan umum infeksi hepatitis B, antara lain :
1) Menghindari kontak cairan tubuh yang tidak aman dengan tidak
melakukan hubungan seksual yang tidak aman dan
menggunakan jarum suntik atau alat yang mungkin
menimbulkan luka secara bergantian
2) Selalu membersihkan dengan baik alat-alat yang mungkin
menimbulkan luka pada orang lain, seperti pisau cukur, sikat
gigi, peralatan perawatan kuku, atau alat tato. Lebih baik lagi
bila alat-alat ini bisa digunakan untuk sekali pakai saja atau
hanya digunakan oleh satu orang saja
3) Imunisasi dan pemeriksaan kekebalan terhadap hepatitis B
b. Pengetahuan tentang cara memeriksakan diri untuk status hepatitis
B dan kemungkinan terapi serta jaminan yang ada
c. Saran untuk tidak mendiskriminasikan orang yang menderita
hepatitis B. Perlu juga dilakukan edukasi bahwa penyakit ini tidak
menular lewat penggunaan alat makan bersama, berjabat tangan,
berciuman, atau berpelukan dengan penderita hepatitis B.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
3.1.1 Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh
Virus Hepatitis B (VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang
tejadi pada organ tubuh seperti hati (Liver). Penyakit ini banyak dikenal
sebagai penyakit kuning. Padahal penguningan (kuku, mata, kulit)
hanya salah satu gejala dari penyakit Hepatitis tersebut
3.1.2 Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB) yang merupakan
virus DNA terkecil berasal dari genus Orthohepahnavirus famili
Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm Bagian luar dari virus ini adalah
protein envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupaka
nukleokapsid atau core (HMasa inkubasi berkisar antara 15-180 hari
dengan rata-rata 60-90 hari.
3.1.3 Penularan virus Hepatitis B melalui dua transmisi yaitu transmisi
vertikal dari ibu ke bayi selama kehamilan dan pada saat proses
persalinan. Transmisi horizontal yaitu penularan atau penyebaran virus
dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak erat dengan
pengidap Hepatitis B atau penderita Hepatitis B akut. Misalnya pada
orang yang tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan
penderita hepatitis B. Selain lewat hubungan seksual yang tidak aman,
transmisi horizontal hepatitis B juga bisa terjadi lewat penggunaan
jarum suntik bekas penderita hepatitis B, transfusi darah yang
terkontaminasi virus hepatitis B, pembuatan tato, penggunaan pisau
cukur, sikat gigi, dan gunting kuku bekas penderita hepatitis B.
3.1.4 Pencegahan khusus terhadap penularan virus hepatitis B yaitu dengan
imunisasi hepatitis B dan memeriksakan kekebalan tubuh terhadap
virus Hepatitis. Jika seorang penderita dengan HbsAg (-) namun tidak
memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis B maka akan
dilakukan 3 kali penyuntikan, yaitu pada 0 bulan (pertama kali datang),
1 bulan kemudian, dan 6 bulan kemudian. Namun apabila ditemukan

15
HbsAg (+) maka harus segera dirujuk untuk mendapatkan konsultasi
dengan dokter ahli untuk mendapat terapi lebih lanjut.
3.1.5 Pencegahan hepatitis B di Indonesia dilakukan dengan melakukan (1)
penapisan penularan hepatitis B pada ibu hamil; (2) penapisan
penularan pada keluarga dekat atau yang tinggal dengan penderita
hepatitis B; (3) penapisan penularan hepatitis B pada tenaga medis; (4)
penapisan penularan pada PSK, orang dengan pasangan seksual
multipel; (5) penapisan penularan hepatitis B pada masyarakat umum.

3.2 SARAN
Dari pembuatan makalah ini diharapakan kepada masyarakat untuk lebih
mengetahui dan meningkatkan pengetahuan tentang hepatitis B, bagaimana cara
penularan dan tanda dan gejala terinfeksi hepatitis B. Hal ini dikarenakan
Indonesia merupakan negara endemis hepatitis B. Dalam pencegahan hepatitis B
peran serta pemerintah, petugas kesehatan dan masyarakat sangat diperlukan
karena terkait hepatitis B merupakan penyakit menular yang dapat menular dari
individu penderita kepada individu yang lainnya. Serta diharapkan dari program
pencegahan yang sudah ada diharapkan mampu menurunkan angka kesakitan
akibat hepatitis B.

16
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014


Situasi dan Analisis Hepatitis, internet : http://www.depkes.go.id diakses
tanggal 02 November 2016 pukul 12.30 WIB
NSW Goverment, Health
Lembar Fakta Penyakit Menular Hepatitis B, internet :
http://www.mhcs.health.nsw.gov.au diakses tanggal 02 November 2016
pukul 13.00 WIIB
Utami, Virgian, 2010
Epidemiologi Penyakit Menular Hepatitis B, internet :
http://epidemiologiunsri.blogspot.co.id diakses tanggal 02 November 2016
pukul 11.30 WIB
Direktorat Jenderal PP & PL Kementerian Kesehatan RI, 2012
Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus, internet : http://pppl.depkes.go.id
diakses tanggal 02 November 2016 pukul 13.05 WIB

17

Anda mungkin juga menyukai