Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh
perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah
suatu keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun


2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab
kematian. Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru
obstruksi kronis pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011).

Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat


inap RS.Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan
bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun.
Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua klien adalah bekas perokok yaitu 10
penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.

Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih


banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas
(Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak
62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang
merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di
dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian
sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.

1
BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN
 PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis
kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma (Bruner & Suddarth, 2014).
 PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner
& Suddarth, 2014).
 Penyakit Paru Obstruktif Kronis /PPOK (Chronic Obstructive Pulmonary
Disease/COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis (Bruner
& Suddarth, 2014).
 Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut
(Bruner & Suddarth, 2014).
 Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara
diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli (Bruner &
Suddarth, 2014).

1. Epidemiologi
 PPOK lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal.
PPOK juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada
faktor yang diturunkan (Bruner & Suddarth, 2014).
 Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang
tidak berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOK. Tetapi
kebiasaan merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan
pekerjaan seseorang, dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOK
(Bruner & Suddarth, 2014).

2
 Penyakit PPOK merupakan penyebab kematian kelima terbesar di
Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi
dewasa (Bruner & Suddarth, 2014).

2. Penyebab/Faktor Prediposisi
PPOK disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian
besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80
- 90% kasus PPOK. Faktor resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi
dan status pekerjaaan yang rendah, kondisi lingkungsn yang buruk karena
dekat lokasi pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi udara dan
konsumsi alkohol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga
40 tahun paling banyak menderita PPOK (Bruner & Suddarth, 2014).

3. Patologi/Patofisiologi Terjadinya Penyakit


Patofisiologi PPOK adalah sangat komplek dan komprehensif sehingga
mempengaruhi semua sistem tubuh yang artinya sama juga dengan
mempengaruhi gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bisa
menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi
pernafasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan.
 Patofisiologi Bronkitis Kronik
Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan
inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang
mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia
menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat
bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan
membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar
yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk
bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi
pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat
perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya

3
mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan
mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.
 Patofisiologi Emfisema
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas
yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang
berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan napas, dan kolaps bronkiolus
serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan
alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak
ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan
difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia.
Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami
kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam
darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring
kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan
ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang
tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah
kanan (cor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema.
Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada
region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu
untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi.
Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang
mengalami emfisema memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran
masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan
heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar
paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan
positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan

4
selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada
menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan
membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada
menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti
tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan
elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada
dinding dada untuk mengembang.

4. Gejala Klinis
Gejala-gejala awal dari PPOK, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun
merokok, adalah batuk dan adanya lendir. Batuk biasanya ringan dan sering
disalah-artikan sebagai batuk normal perokok, walaupun sebetulnya tidak
normal.
Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek, dahak menjadi
kuning atau hijau karena adanya nanah. Lama-lama gejala tersebut akan
semakin sering dirasakan. Bisa juga disertai mengi/bengek.
Pada umur sekitar 60 tahun, sering timbul sesak nafas waktu bekerja
dan bertambah parah secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan
pada saat melakukan kegiatan rutin sehari-hari, seperti di kamar mandi,
mencuci baju, berpakaian dan menyiapkan makanan. Sepertiga penderita
mengalami penurunan berat badan, karena setelah selesai makan mereka
sering mengalami sesak yang berat sehingga penderita menjadi malas
makan.
Pembengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung.
Pada stadium akhir dari penyakit, sesak nafas yang berat timbul bahkan pada
saat istirahat, yang merupakan petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut.
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri-ciri dari PPOK
adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya
adalah ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang
menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi
nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami

5
perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi
dahak yang semakin banyak.
Biasanya, pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan
kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien
tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas
rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien
mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu, pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat
badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh,
kehilangan selera makan, penurunan kemampuan pencernaan sekunder
karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien
PPOK, lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak
mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

 Tanda dan gejala Bronkitis Kronik


Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
 Tanda dan gejala Emfisema
a. Dispnea
b. Takipnea
c. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
d. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
e. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
f. Hipoksemia
g. Hiperkapnia
h. Anoreksia
i. Penurunan BB
j. Kelemahan

6
5. Pemeriksaan Fisik
Kondisi fisik yang bisa dijumpai pada pasien dengan PPOK, bisa
meliputi dyspnea, warna kulit pucat, pernafasan mulut yang dangkal dan
cepat, dan bernafas menggunakan otot tambahan.
PPOK menyebabkan peningkatan diameter anterior-posterior dada
sehingga dada tampak mengembung seperti tong. Karena mengalami
kesulitan dalam menghirup udara, maka pasien memiliki fase ekspirasi yang
diperpanjang (lebih dari empat detik). Tes fungsi paru digunakan untuk
mendiagnosa PPOK.
Ciri-ciri khusus pasien yang menderita PPOK adalah mengalami
penurunan aliran udara ekspirasi. Pemerikasaan Sinar X di dada tidak
digunakan untuk mendiagnosa PPOK tahap awal karena studi radiografik
biasanya normal dalam tahap yang masih awal. Bersamaan dengan makin
memburuknya kondisi pasien, maka dengan bantuan sinar X, akan tampak
diafragma yang makin mendatar dan gambaran lusens semakin meningkat.
Pada PPOK yang ringan, mungkin tidak ditemukan kelainan selama
pemeriksaan fisik, kecuali terdengarnya beberapa mengi pada pemeriksaan
dengan menggunakan stetoskop. Suara pernafasan pada stetoskop juga
terdengar lebih keras. Biasanya foto dada juga normal. Untuk menunjukkan
adanya sumbatan aliran udara dan untuk menegakkan diagnosis, dilakukan
pengukuran volume penghembusan nafas dalam 1 detik dengan
menggunakan spirometri.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Bronkitis Kronik
 Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia.
 Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma
normal/mendatar.
 Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas
paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.

7
 Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat.

b. Emfisema
 Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran
interkosta dan jantung normal.
 Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV,
penurunan VC dan FEV.

7. Diagnosis
a. Anamnesa dan Riwayat Penyakit
Mengingat penyakit berjalan dengan sangat lambat, sehingga penderita
tetap asimtomatis bertahun sebelum gejala manifestasi, perku diteliti
benar adanya sifat batuk-batuk, adanya dahak, sehat nafas yang tidak
wajar, “wheeze yang merupakan tanda-tanda dini dari penyakit ini.
b. Pemeriksaan Jasmani
Pada tingkat penyakit yang dini mungkin tidak ditemukan kelainan apa-
apa. Kemungkinan kelainan dini yang perlu diperhatikan yaitu ekspirasi
yang memajang pada auskultasi di trakea yang dapat dipakai sebahgai
petunjuk adanya obstruksi jalan nafas yang dibuktikan dengan
pemerikasaan spirometri.

8. Terapi / Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan PPOK adalah :
a. Mobilisasi dahak
Ditujukan untuk mengurangi keluhan, batuk-batuk, ekspektorasi,sesak
dengan cara memberikan obat-obat yang memudahkan pengeluaran
sputum dan yang melebarkan saluran nafas.
1. Ekspektoran
Pengenceran dan mobilisasi dahak merupakan tujuan pengobatan
yang penting pada keadaan eksaserbasi dan juga pada keadaan-
keadaan menahun dan stabil yang disertai jalan nafas yang berat.

8
Ekspektoran oral kecuali glyseril guaicolat dalam dosis tinggi hanya
mempunyai nilai sedikit saja. Obat ini yang mengandung antihistamin
malahan menyebabkan pengentalan dahak. Antitusif tidak dianjurkan
pada penderita ini.
2. Obat-obat mukolitik
Dua jenis mukolitik yang paling banyak dipakai adalah Asetil cystein
dan Bromhexin. Asetil cystein yang diberikan pada oral, memberikan
efek mukolitik yang cukup banyak efek sampng dibandingkan aerosol
yang sering menimbulkan bronkospasme. Bromhexin sangat populer
oleh penggunanya yang mudah (tablet, elixir,sirup).
3. Nebulisasi
Inhalasi uap air atau dengan aerosol melalui nebuliser, dan juga
ditambahkan dengan obat-obat bronkodilator dan mukolitik dengan
atau tanpa Intermittent Positive Pressure Breathing (IPPB).
b. Obat-obat bronkodilator
Merupakan obat utama dalam mengatasi obstruksi jalan nafas. Adanya
respon terhadap bronkodilator yang dinilai dengan spirometri merupakan
petunjuk yang dapat digunakan untuk pemakaian obat tersebut.
 Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid masih dalam perdebatan pada pengobatan
terhadap obstruksi jalan nafas pada PPOK namun mengingat banyak
penderita bronkitis yang juga menunjukkan gejala, seperti asma
disertai hipertrofi otot polos bronkus Snider, menganjurkan percobaan
dengan obat steroid oral dapat dilakukan pada setiap penderita PPOK
terutama dengan obstruksi yang berat apabila menunjukkan tanda-
tanda sebagai berikut : Riwayat sesak dan wheezing yang berubah-
ubah, baik spontan maupun setelah pengobatan. Riwayat adanya
atopi, sendiri maupun keluarga. Polip hidung.
Respon terhadap volume ekspirasi paksa satu detik pada
spirometri lebih dari 25% setelah uji bronkodilator. Eosinofil perifer
lebih dari 5%. Eosinofil sputum lebih dari 10%. Prednison diberikan

9
dalam dosis 30 mg selama 2 sampai 4 minggu. Obat-obat dihentikan
bila tidak ada respons. Methylprednisolon memberikan manfaat pada
bronkitis menahun yang disertai kegagalan pernafasan mendadak.
c. Antibiotika
Peranan infeksi sebagai faktor penyebab timbulnya PPOK terutama
pada bronkitis menahun masih dalam perdebatan namun jelas infeksi
berpengaruh terhadap perjalanan penyakit bronkitis menahun dan
terutama pada keadaan-keadaan dengan eksaserbasi. Penyebab
eksaserbasi tersering adalah virus, yang sering diikuti infeksi bakterial.
S. pneumonia dan H. influensa merupakan kuman yang paling sering
ditemukan pada penderita bronkitis menahun terutama pada masa
eksaserbasi. Antibiotika yang efektif terhadap eksaserbasi infeksi
ampicillin, tetracyclin, cotrimoxazole, erythromycin, diberikan 1 - 2
minggu. Antibiotik profilaksik pemah dianjurkan oleh karena dapat
mengurangi eksaserbasi, tidak dapat dibuktikan kegunaannya dalam
pemakaian yang luas. Pengobatan antibiotik sebagai profilasi, hanya
bermanfaat pada mereka yang sering eksaserbasi harus pada musim
dingin/hujan. Perubahan dari sifat dahak merupakan petunjuk penting
ada tidaknya infeksi, dahak menjadi hijau atau kuning.
d. Pengobatan tehadap komplikasi
Komplikasi yang sering ialah Hipoksemia dan Cor pulmonale. Pada
penderita PPOK dengan tingkat yang lanjut, telah terjadi gangguan
terhadap fungsi pernapasan dengan manifestasi hipoksemia dengan atau
tanpa hiperkapnia. Pemberian oksigen dosis rendah 1 - 2 liter/menit
selama 12 - 18 jam sering dianjurkan, karena dapat memperbaiki
hipoksemia tanpa terlalu menaikkan tekanan CO2 darah akibat depresi
pernapasan. Diuretik merupakan pilihan utama pada penderita dengan
cor pulmonale yang disertai gagal jantung kanan. Pemberian digitalis
harus hati-hati oleh karena efek toksis mudah terjadi akibat hipoksemia
dan gangguan elektrolit.

10
e. Fisioterapi dan inhalasi terapi
Prinsip fisioterapi dan terapi inhalasi adalah :
 mengencerkan dahak
 memobilisasi dahak
 melakukan pernafasan yang efektif
 mengembalikan kemampuan fisik penderita ketingkat yang optimal

9. Prognosis
30% penderita PPOK dengan sumbatan yang berat akan meninggal dalam
waktu 1 tahun, dan 95% meninggal dalam waktu 10 tahun. Kematian bisa
disebabkan oleh kegagalan pernafasan, pneumonia, pneumotoraks
(masuknya udara ke dalam rongga paru), aritmia jantung atau emboli paru
(penyumbatan arteri yang menuju ke paru-paru). Penderita PPOK juga
memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya kanker paru.

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


 Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
 Keletihan, kelelahan, malaise
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas
 Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
 Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
 Keletihan
 Gelisah, insomnia
 Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala :
 Pembengkakan pada ekstremitas bawah

11
Tanda :
 Peningkatan tekanan darah
 Peningkatan frekuensi jantung
 Distensi vena leher
 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada)
 Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku
tabuh dan sianosis perifer
 Pucat dapat menunjukkan anemia
3. Integritas Ego
Gejala :
 Peningkatan faktor resiko
 Perubahan pola hidup
Tanda :
 Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan/Cairan
Gejala :
 Mual/muntah
 Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
 Ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
 Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat
badan meninjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
 Turgor kulit buruk
 Edema dependen
 Berkeringat
 Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema)
 Papitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)

12
5. Hygiene
Gejala :
 Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tanda :
 Kebersihan buruk, bau badan
6. Pernafasan
Gejala :
 Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode
berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan
untuk bernafas (asma)
 Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat
banyak sekali (bronchitis kronis)
 Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
 Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasan dalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau
debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji)
 Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus
Tanda :
 Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang
dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
 Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. meninggikan bahu,
melebarkan hidung
 Dada : gerakan diafragma minimal
 Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);
menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki,
mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama

13
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas
(asma)
 Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. jebakan udara dengan
emfisema), bunyi pekak pada area paru (mis. konsolidasi, cairan,
mukosa)
 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus
 Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu
keseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”).
Pasien dengan emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena
warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan
frekuensi pernafasan cepat
 Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7. Keamanan
Gejala :
 Riwayat reaksi alergi atau sensitife terhadap zat/faktor lingkungan
 Adanya/berulang infeksi
 Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala :
 Penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :
 Hubungan ketergantungan kurang sistem penndukung
 Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
 Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
 Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena
distress pernafasan
 Keterbatasan mobilitas fisik
 Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

14
B. PATWAY
Polusi bahan iritan(asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA)

Iritasi jalan nafas

Hipereksresi lendir dan inflamasi peradangan

Peningkatan sel – sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

PPOK

Bronkiolus menyempit dan tersumbat Penurunan nafsu makan

Penurunan BB drastis
Obstruktif (kerusakan) alveoli
Nafas Pendek
Penumpukan
Perubahan nutrisi
sekret Alveoli
Rentan terhadap kurang dari
Gangguan pola nafas infeksi pernafasan mengalami kebutuhan tubuh
kolaps

Bersihan jalan Pola nafas tidak Resiko tinggi


nafas efektif infeksi Penurunan ventilasi
paru

Kerusakkan campuran gas

Ketidaksamaan Kelemahan
ventilasi perfusi

Sumber : Herdman, T. ADL dibantu


Hipoksemia
Heath Price, Sylvia.
2015 . Patofisiologi
er. 2015 Gangguan Intoleransi aktivitas
pertukaran gas

15
C. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kontriksi
bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi
bronkopulmonal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi.
3. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek dan
produksi sputum.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
produksi sputum berlebih.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, pola napas
tidak efektif.
6. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruktif/kerusakan alveoli.

16
D. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
(NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan  Status respirasi : jalan nafas paten/lancar Manajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas  Status respirasi : ventilasi efektif 1. Jaga kepatenan jalan nafas : buka jalan nafas,
 Status respirasi : pertukaran gas efektif suction, fisioterapi dada sesuai indikasi

 Tidak terjadi aspirasi 2. Identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas buatan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 3. Monitor pemberian oksigen, vital sign

jam tiap........jam

 Klien mampu mengidentifikasi dan mencegah 4. Monitor status respirasi : adanya suara nafas
faktor yang dapat menghambat jalan nafas tambahan

 Menunjukkan jalan nafas yang paten : klien tidak 5. Identifikasi sumber alergi : obat, makanan, dll, dan
merasa tercekik, tidak terjadi aspirasi, frekuensi reaksi yang biasa terjadi

pernafasan dalam rentang normal : 6. Monitor respon alergi selama 24 jam

 Bayi : 30-50 x/menit 7. Ajarkan / diskusikan dengan klien/keluarga untuk


menghindari alergen
 Balita : 30-40 x/menit
8. Ajarkan tehnik nafas dalam dan batuk efektif
 Anak : 20-30 x/menit
9. Pertahankan status hidrasi untuk menurunkan
 Dewasa : 16-20 x/menit
viskositas sekresi
 Tidak ada suara nafas abnormal
 Mampu mengeluarkan sputum dari jalan nafas

17
 Menunjukkan pertukaran gas efektif : 10. Kolaborasi dengan tim medis : pemberian O2, obat
 pH : 7,35-7,45 bronkhodilator, obat anti alergi, terapi nebulizer,
 PaCO2 : 35-45% insersi jalan nafas, dan pemeriksaan laboratorium

 PaO2 : 85-100% AGD

 BE : + 2 s/d -2 meq/L Penghisapan jalan nafas

 SaO2 : 96-97% (perifer) 1. Tentukan kebutuhan penghisapan sekret melalui

 Tidak ada dyspnea dan sianosis, mampu bernafas oral maupun tracheal

dengan mudah 2. Monitor saturasi oksigen klien dan status


hemodinamik selama dan setelah penghisapan
 Menunjukkan ventilasi adekuat
3. Catat tipe dan jumlah sekresi
 Ekspansi dinding dada simetris, tidak ada :
Pencegahan aspirasi
penggunaan otot-otot nafas tambahan, retraksi
1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, muntah,
dinding dada, nafas cuping hidung, dyspnea
dan kemampuan menelan
2. Tinggikan posisi kepala tempat tidur 30-45 derajat
setelah makan, untuk mencegah aspirasi dan
mengurangi dyspnea
2. Gangguan pertukaran  Status respirasi : pertukaran gas adekuat Manajemen jalan nafas
gas  Status respirasi : ventilasi efektif 1. Kaji bunyi paru, frekuensi, kedalaman, usaha nafas
 Keseimbangan elektrolit dan asam basa

18
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 2. Identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas, dan
jam siapkan klien untuk tindakan ventilasi mekanik
 Menunjukkan pertukaran gas efektif : sesuai indikasi
 pH : 7,35-7,45 3. Monitor vital sign tiap ........ jam, adanya sianosis,
 PaCO2 : 35-45% dan efektifitas pemberian oksigen

 PaO2 : 85-100% 4. Jelaskan penggunaan alat bantu yang dipakai klien

 BE : + 2 s/d -2 meq/L : oksigen, mesin penghisap, dan alat bantu nafas

 SaO2 : 96-97% (perifer) 5. Ajarkan tehnik nafas dalam, batuk efektif

 Tidak ada dyspnea dan sianosis, mampu bernafas 6. Lakukan tindakan untuk mengurangi konsumsi
dengan mudah oksigen : kendalikan demam, nyeri, ansietas, dan
tingkatkan periode istirahat yang adekuat
 Menunjukkan ventilasi adekuat, ekspansi dinding
7. Kolaborasi dengan tim medis : pemberian O2, obat
dada simetris, suara nafas bersih, tidak ada :
bronchodilator, terapi nebulizer/inhaler, insersi
penggunaan otot-otot nafas tambahan, retraksi
jalan nafas
dinding dada, nafas cuping hidung, dyspnea
Manajemen elektrolit & asam basa
 TTV dalam batas normal
1. Pertahankan kepatenan IV line, dan balance cairan
 Menunjukkan orientasi kognitif baik, dan status
2. Monitor status mental, elektrolit, dan abnormalitas
mental adekuat
serum
 Menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam
3. Monitor tanda-tanda gagal nafas : hasil AGD
basa :
abnormal, kelelahan
 Na : 135-145 meq/L

19
 Cl : 100-106 meq/L 4. Beri terapi oksigen sesuai indikasi
 K : 3,5-5,5 meq/L 5. Monitor status neurologi dan atau neuromuskular :
 Mg : 1,5-2,5 meq/L tingkat kesadaran dan adanya kebingungan,

 Ca : 8,5-10,5 meq/L parestesia, kejang

 BUN : 10-20 mg/dl 6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemeriksaan


AGD, pencegahan dan penanganan asidosis dan
alkalosis : respiratorik dan metabolik
Hemodynamic regulation
1. Monitor status hemodinamik : saturasi oksigen,
nadi perifer, capillary refill, suhu dan warna
ekstremitas, edema, distensi JVP
2. Kolaborasi dengan tim medis untuk obat
vasodilator dan atau vasokonstriktor
3. Ketidakefektifan pola  Status pernafasan : ventilasi adekuat Manajemen jalan nafas
nafas  Status tanda vital stabil 1. Atur posisi tidur untuk memaksimalkan ventilasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 2. Jaga kepatenan jalan nafas : suction, batuk efektif
jam 3. Kaji TTV dan adanya sianosis
 Sesak nafas berkurang sampai dengan hilang 4. Pertahankan pemberian O2 sesuai kebutuhan

 Ekspirasi dada simetris 5. Kaji adanya penurunan ventilasi dan bunyi nafas
tambahan, kebutuhan insersi jalan nafas : ET, TT

20
 Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, tidak 6. Monitor pola dan tipe pernafasan (bradipnea,
ada nafas pendek takipnea, hiperventilasi) : kecepatan, irama,
 Bunyi nafas tambahan tidak ada (wheezing, kedalaman, dan usaha respirasi, kusmaul, cheyne
ronchi,.......) stokes, biot
 Tidak ada nyeri dan cemas 7. Ajarkan tehnik relaksasi kepada klien dan keluarga

 TTV dalam batas normal : 8. Kolaborasi tim medis : untuk program terapi,

 Suhu Badan : 36.0-37,5ºC pemberian oksigen, obat bronchodilator,

 Nadi : 60-90 x/menit nebulizer, tindakan/pemeriksaan medis,

 TD : 110/70-120/80 mmHg pemasangan alat bantu nafas, dan fisioterapi

 R : 16-20 x/menit
4. Perubahan nutrisi kurang  Status nutrisi : makanan dan cairan adekuat Manajemen nutrisi
dari kebutuhan tubuh  Berat badan seimbang 1. Kaji kemampuan klien untuk memenuhi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 kebutuhan nutrisi
jam 2. Informasikan kepada klien / keluarga faktor yang
 Intake nutrisi adekuat dapat menimbulkan mual dan muntah

 Tidak terjadi kram perut 3. Lakukan/tawarkan oral hygiene sebelum makan

 Nafsu makan meningkat 4. Ajarkan pada klien/keluarga tentang pentingnya

 Tidak ada luka, inflamasi pada rongga mulut kebutuhan nutrisi

 Bising usus dalam batas normal 5-35 x/menit


 Berat badan meningkat

21
 Klien mandiri dan mampu mengidentifikasi 5. Informasikan kepada klien untuk menghindari
kebutuhan nutrisi mengunyah makanan pada bagian mulut yang
sakit/luka
6. Monitor asupan nutrisi, dan intake-output cairan
7. Kolaborasi dengan medis dan ahli gizi untuk :
 Program terapi dan diet
 Pemasangan NGT
 Pemberian nutrisi parenteral
Dukungan kenaikkan berat badan
1. Monitor berat badan klien sesuai indikasi
2. Sediakan makanan sesuai dengan kesukaan klien
dan program diet
3. Bantu klien dalam makan dan libatkan keluarga
dalam pemberian makanan
5. Intoleransi aktivitas  Toleransi daya tahan adekuat Manajemen energi
 Penghematan energi efektif 1. Tentukan penyebab keletihan, nyeri, aktifitas,
 Perawatan diri optimal perawatan, pengobatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap
jam aktifitas

22
 Klien mampu mengidentifikasi aktifitas dan situasi 3. Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk
yang menimbulkan kecemasan yang berkontribusi meningkatkan aktifitas
pada intoleransi aktivitas 4. Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas :
 Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas fisik takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis, pucat
tanpa disertai peningkatan TD, N, R, dan 5. Monitor asupan nutrisi untuk memastikan
perubahan EKG keadekuatan sumber energi
 Klien mengungkapkan secara verbal, pemahaman 6. Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi,
tentang kebutuhan oksigen, pengobatan dan atau irama jantung, frekuensi respirasi terhadap
alat yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktifitas perawatan diri
aktifitas 7. Letakkan benda-benda yang sering digunakan
 Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri pada tempat yang mudah dijangkau
tanpa bantuan atau dengan bantuan minimal tanpa 8. Kelola energi pada klien dengan pemenuhan
menunjukkan kelelahan kebutuhan makanan, cairan, kenyamanan.
9. Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
Terapi aktivitas
1. Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat
ditoleransi
2. Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat

23
3. Bantu dengan aktifitas fisik teratur, misalnya :
ambulasi, berubah posisi, perawatan personal,
sesuai kebutuhan
4. Minimalkan ansietas dan stress, dan berikan
istirahat yang adekuat
5. Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi,
sesuai indikasi
6. Resiko infeksi  Status immune adekuat Imunisasi/vaksinasi
 Pengetahuan pengendalian infeksi efektif 1. Kaji faktor yang meningkatkan resiko infeksi :
 Pengendalian resiko adekuat lanjut usia, respon imun rendah, dan malnutrisi

 Penyembuhan luka optimal 2. Anjurkan klien dan keluarga untuk meningkatkan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ....x 24 pertahanan tubuh dengan imunisasi/vaksinasi

jam Pengetahuan : pengendalian infeksi

 Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi 1. Ajarkan pada klien dan keluarga cara menjaga

 Klien mampu mendeskripsikan proses penularan personal hygiene untuk melindungi tubuh dari

penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan infeksi : cara mencuci tangan yang benar

serta penatalaksanaannya 2. Anjurkan kepada keluarga /pengunjung untuk

 Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan

timbulnya infeksi ruang klien

24
 Jumlah leukosit dalam batas normal (5.000- 3. Jelaskan kepada klien dan keluarga tanda dan
10.000) gejala infeksi
4. Ajarkan metode aman cara penyediaan,
pengelolaan, dan penyimpanan makanan/susu
kepada klien dan keluarga
5. Kolaborasi dengan ahli gizi : asupan nutrisi TKTP
Pengendalian resiko infeksi
1. Pantau tanda dan gejala infeksi, peningkatan suhu
tubuh, nadi, perubahan kondisi luka, sekresi,
penampilan urine, penurunan BB, keletihan, dan
malaise
2. Pertahankan tehnik aseptik pada klien yang
beresiko
3. Bersihkan alat/lingkungan dengan benar setelah
dipergunakan klien
4. Pertahankan tehnik isolasi bila diperlukan
5. Batasi jumlah pengunjung bila diperlukan, dan
anjurkan penggunaan APD pada klien dengan
autoimun

25
6. Anjurkan kepada klien minum obat antibiotika
sesuai indikasi
7. Berikan penkes kepada klien dan keluarga tentang
cara program
8. Dorong klien untuk mengkonsumsi nutrisi dan
cairan yang adekuat. Penularan penyakit infeksi :
transmisi secara seksual, oral, fekal, sekresi tubuh,
kontak langsung, dan trankutaneus
9. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
terapi sesuai indikasi, dan pemeriksaan
laboratorium yang sesuai

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta :

EGC

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan : Definisi &

Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta : EGC

Price, Sylvia. 2015 . Patofisiologi Volume 2. Jakarta : EGC

Sarwono, W. 2015 .Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

27
BAB III
TINJAUN KASUS
I. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian: 27-06-2018
Jam pengkajian: 08.10 WIB
A. BIODATA
1. Klien
Nama : Ny. S
Umur : 52 tahun
Alamat : Harjowinangun ¾ Triyagan Karanganyar
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Status Pernikahan : Menikah
Tanggalmasuk RS : 25-06-2018
No. RekamMedis : 23-90-05
DiagnosaMedis : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2. PenanggungJawab
Nama : Tn. S
Umur : 54 tahun
Alamat : Harjowinangun ¾ Triyagan Karanganyar
Hubungandenganklien : Suami

B. AlasanUtama MRS
Klien mengatakan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu

28
C. KeluhanUtama
Klien mengatakan sesak nafas
D. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, batuk berdahak, lemas, tidak
mau makan sehingga keluarga membawa klien ke IGD RSUD Karanganyar pada
tanggal 26-06-2018, di IGD klien mendapatkan infus RL 15 tpm, injk Ranitidin
50mg/12 jam, injk Santagesik 1000mg/8 jam, dan injk Ceptriaxone 1gr/12 jam
kemudian dari IGD disarankan untuk rawat inap di bangsal Cempaka 3. TTV TD:
240/100 mmHg, N : 112x/menit, R 28x/menit, S: 370 C dan mendapat terapi Nasal
Canul 3 LPM.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan pernah berobat karena penyakit hipertensi
3. RiwayatPenyakitKeluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami sakit seperti klien dan tidak ada keluarga yang
mempunyai penyakit keturunan atau penyakit menular.

4. Genogram

29
Keterangan :

klien perempuan tinggal serumah klien perempuan meninggal

klien laki-laki Pasien klien meninggal laki2

30
E. Psikososial dan Spiritual
 Respon klien terhadap masalah yang dihadapi saat ini :
Klien merasa cemas dengan sakitnya apakah akan biasa melakukan aktivitas
seperti biasa
 Rencana klien untuk mengatasi masalah saat ini
Klien mengatakan akan berobat rutin ke RS atau puskesmas terdekat
 Pengetahuan klien tentang penyakit yang ada
Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya sehingga masih sempat
minum obat sendiri
 Peran klien dalam masyarakat dan keluarga
Sebagai ibu rumah tangga dan sebagai anggota masyarakat
 Pandangan klien terhadap aktifitas dimasyarakat
Aktivitas dimasyarakat memiliki nilai positif untuk kemajuan masyarakat
 Aktifitas ibadah sehari-hari
Klien rajin beribadah 5waktu,rajin mengikuti pengajian di mesjid
 Kegiatan keagamaan yang sering diikuti
pengajian
 Keyakinan tentang masalah kesehatan yang sedang dihadapi
Klien mengatakan yakin akan kesembuhannya kalau klien menjaga kesehatan

F. Basic Promoting Physiology of Health


1. Aktifitas dan Latihan
a. Olahraga rutin : tidak pernah olaraga
Frekuensi : -
b. Kemampuan melakukan ROM dibantu sebagian, kekuatan otot 5/5
c. Kemampuan ambulasi dan ADL dibantu sebagian
d. Alat bantu : tidak ada alat bantu
2. Tidur dan istirahat
a. Lama tidur : malam + 4 jam
Tidur siang: + 1 jam
b. Kesulitan/gangguantidur : klien mengatakan tidak bisa tidur karena batuk terus
menerus
c. Gangguan tidur : sering terbangun
d. Alasan : karena batuk

31
3. Kenyamanan dan nyeri
ProfokatifdanPaliatif :-
Quality :-
Region :-
Scale :-
Time :-
4. Nutrisi dan Metabolik
Frekuensi makan dan jenis makanan : 3x/hari, nasi, sayur, lauk, tahu dan tempe
Status gizi (IMT) BB/TB = 52/2,25 = 23,1 ( NORMAL)
Makanan yang disukai: semua makanan sama ,apa yang disajikan di makan
Makanan yang dipantang / allergi: tidak ada pantangan
Keluhan dalam pemenuhan nutrisi : tidak ada keluhan
Riwayat operasi / penyakit gastrointestinal saat ini baru pertama kali operasi
prostat
5. Cairan dan Elektrolit
Frekuensi minum 4 - 5 gelas air/hari air putih dan teh hangat
Turgor kulit : Elastis
Support via IV line : RL 15 Tpm NGT : tidak ada
Jumlah intake cairan
air putih : 1000 cc
teh : 200 cc
obat injeksi : 50 cc
parenteral : 1500 +
2,750
Makan : habis ½ porsi
6. Oksigenasi
Keluhan sesak nafas : ada
Waktu terjadi : ketika aktivitas
Batuk : ada, sputum: ada tapi susah keluar
Riwayat penyakit pernafasan : Tidak ada
Nyeri dada : Tidak ada
Riwayat merokok : Tidak merokok
7. Eliminasi

32
a. BAB
- Sebelum MRS
Frekuensi :1x sehari, waktu: pagi hari
Konsistensi : lunak
Gangguan bowel : Tidak ada gangguan bowel
- Saat MRS
Sejak masuk klien mengatakan belum BAB
b. BAK :
- Sebelum MRS
Frekuensi : 3 – 4 kali sehari (500 cc)
karakteristik urine: warna : kuning terang,bau urine khas amoniak, konsisten
encer .
Keluhan dalam berkemih : tidak ada
Riwayat penyakit saluran kemih : tidak ada
- Saat MRS
Frekuensi : 2 – 3 kali sehari ( 400 cc)
8. Sensori, persepsi dan kognitif
 Gangguan panca indra : tidak ada
 Gangguandalam isi pikir : tidak ada gangguan isi pikir
 Orientasi terhadap lingkungan / waktu / tempat : tidak ada gangguan, klien
mengetahuan kalau sementara di rumah sakit, pada hari senin.

G. PemeriksaanFisik
1. Keadaan Umum: Lemah
Kesadaran: compos mentis
GCS : E : 4, V : 5 M : 6 = 15
Vital Sign : TD: 140/90 mmHg, N: 112x/menit, S : 37OC, RR : 28x/menit
2. Kepala
Kulit:
Inspeksi : Berketombe, beruban
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Mata:

33
Inspeksi : tidak ada strabismus, sclera putih, konjungtiva tidak anemis , pupil
isokor, tidak ada katarak, palpebra tidak ada eodem dan tampak ada lingkaran
hitam disekitar mata
Muka
Inspeksi : bentuk simetris, Kulit lembab, tidak oedema, tidak ada bekas luka
Hidung
Inspeksi : Simetris ka /ki, tidak ada polip scret, tidak ada cairan, terpasang Nasal
Canul 3 LPM.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : gigi Kotor, gigi tidak lengkap, bibir kering, lidah agak kotor tidak ada
gigi palsu, tidak ada stomotitis
Telinga
Inspeksi : Simetris ka /ki, , cahaya polister (+) serumen ada, tidak ada cairan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada tragus
Leher
Inspeksi : tidak ada bekas operasi, tidak ada peningkatan vena juguralis
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
Tenggorokan
Tidak ada nyeri menelan, deviasi ka /ki (-) tonsil tidak membesar
3. Dada
Penampilan umum dari dada : simetris, pernafasaan dada
Pulmo
Inspeksi : Tidak ada rektrasi dinding dada, tidak ada bekas operasi, RR:
14x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
Perkusi : Suara paru sonor, batas paru hepar di ics 4 – ics 5
Auskultasi : Ronchi
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Hipertrofi ventikel kiri ( -) murmur / bising tidak ada
palpasi ictus kordis teraba di ICS 5 sinistra media clavikula.
Perkusi : Batas kiri jantung di ICS 4-7, terdengar bunyi dullness ( batas
jantung normal )

34
Auskuktasi : bunyi jantung normal, S1 dan S2 Reguler
4. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada bekas luka
Auskuktasi : bising usus (+) 15 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi
Perkusi : terdengar bunyi timpani
5. Genetalia
Tidak terpasang DC
6. Rektum
Tidak ada hemorroid
7. Ektrmitas
Atas
Kekuatan otot tanganka / ki: baik 5/5, tangan kanan terpasang infus RL 15 Tpm
ROM : ada nyeri di persendian
CRT < 3 detik
Edema : tidak ada oedema, tidak ada sianosis
Reflek-reflek patologi : tidak ada
Bawah
Kekuatan otot kaki ka / ki: baik 5/5, kanan imobilisasi sementara
ROM : tidak ada nyeri persendian
CRT : < 3 detik
Edema: tidak ada oedema
Refleks : tidak ada reflek patologi
8. Pengkajian neurologis secaras pesifik
Respon nyeri (+), fungsi sensorik (+), sensasi taktil (+) sensasi superficial (+)
sensasi suhu (+) sensasi tekan (+) reflek biceps (+) triceps (+) reflek patella (+)
reflek aciles (+)

35
H. Pemeriksaanpenunjang
PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,6 14,0 -17, 5 9/dl
Hematokrit 39,1 40 – 52 %
Lekosit 11,35 4,9 – 11,3 10^3/ul
Trombosit 236 150 - 362 10^3/ul
Eritrosit 5,03 6,5 -12,00 10^3/ul
MPV 9.3 9,0 -17,0 Fe
PDW 16,3
INDEX
MCV 77.8 82,0 -92,0 FL
MCH 23.0 38- 33 Pg
MCHC 29.5 32 – 37,0 9/de
HITUNG JENIS
Gran% 76,0 50,0 -70,0 %
Limfosit% 16,9 25,0 – 40,0 %
Monosit% 3,8 3,0 - 9,0 %
Eosinofil% 3,1 0,5 -50 %
Basofil% 0,2 2,0 – 7,00 %
Masa Pembekuan (CT) - - -
Masa Perdarahan (BT) - - -
Golongan Darah - - -
KIMIA
GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu 122 70 – 1500 Mg/100ml
GINJAL
Creatinin 15 <1,0 Ul
Ureum 0.91 10 - 50 Mg/100ml
Hbsag nonreaktif

36
I. Teraphy Medis
- RL 15 TPM
- Injeksi :
Injk Ceftriaxon 1gr/12 jam
Injk Santagesik 1000mg /8jam
Injk Ranitidine 50 mg/12jam
Nebulizer Ventolin : Flexotid (1:1) / 8 jam

37
II. ANALISA DATA
Nama Klien : Ny. S No. Register : 32-90-05
Umur : 52 tahun DiagnosaMedis : PPOK
DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1.) Ds: klen mengatakan sesak nafas Penumpukan sekret Bersihan jalan nafas kurang efektif
- Klien mengatakan batuk berdahak
- Klien mengatakan dahak susah keluar
Do: Ku : lemah
- Klien tampak sesak
- Suara nafas ronchi
- Terpasang Nasal Canul 3 LPM
- Td: 140/90 mmHg
- N: 112x/menit
- S: 37Oc
- RR: 28x/ menit
Sesak nafas Intoleransi aktivitas
2.) DS: klien mengatakan selama sakit
gerakannya terbatas hanya berada ditempat
tidurdan beraktifitas dibantu keluarga

38
Do: Klien tampak berbaring lemah
- Terpasang Nasal Canul 3 LPM
- Terpasang infus RL 15 TPM di TAKI
- TD: 140/ 80 mmHg
- N: 112x/ menit
- S: 37Oc
- RR: 28x/menit
Sering terbangun malam Gangguan pola tidur
3) Ds:
- klien mengatakan tidak bisa tidur, tidur + 4
jam dan sering terbangun karena batuk.
DO : Tampak lingkaran hitam disekitar mata
- Klien tampak gelisah
- Tidur malam : + 4 jam
- Tidur siang: ½ jam
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan sesak nafas
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun malam

39
IV. INTERVENSI
NO DX NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. kaji TTV
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan masalah 2. berikan posisi semi fowler
penumpukan sekret bersihan jalan nafas dapat teratasi,dengan 3. berikan O2 sesuai kebutuhan
kliteria hasil: 4. ajarkan teknik distraksi relaksasi nafas
- Frekuensi nafas dalam batas normal dalam
(16-20x/menit) 5. kolaborasi dengan dokter dalam
- Klien tidak batuk lagi pemberian therapi
- Klien tidak mengeluh sesak nafas

2. Dx : intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji tanda – tanda vital


aktivitas berhubungan selama 3x 24 jam intoleransi aktivitas dapat 2. Kaji tingkat ketergantungan klien
dengan sesak nafas teratasi dengan keriteri hasil: 3. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan
ADL

40
- Klien dapat melakukan aktivitas 4. Bantu klien memilih aktivitas sesuai
secara bertahap kemampuan
- Klien dapat beraktifitas tanpa 5. Kolaborasi dengan keluarga
bantuan orang lain 6. Kolaborasi dengan tim medis

3. Gangguan pola tidur Setalah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji faktor yang menyebabkan gangguan
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur
sering terbangun mala tidur dapat teratasi dengan kriteria hasil: 2. Ciptakan suasana yang nyaman
- Klien dapat tidur 3. Ajarkan distraksi relaksasi nafas dalam
- Klien mendapatkan jam istirahat 4. Batasi pengunjung selama periode
tidur yang berkualitas istirahat
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi

41
V. IMPLEMENTASI
TGL JAM NO.DX IMPLEMENTASI RESPON TTD

H1 08:15 1, 2, 3 1. Mengkaji TTV, mengkaji faktor S : klien mengatakan sesak nafas, batuk, jika
27-6- penyebab gangguan istirahat malam klien tidak bisa tidur karena batuk terus
2018 tidur, mengkaji tingkat menerus, semua aktivitas dibantu oleh keluarga.
ketergantungan klien O : TTV: TD: 140/90mmHG
N : 80x/menit
R: 28x/menit
S : 360C

08:20 1 2. Memposisikan semi fowler S : Klien mengatakan ya


O : Klien berposisi semi fowler

08:25 1 3. Memasang O2 dengan Nasal S:-


Canul O : pasien terpasang O2 dengan nasal canul

42
4. Menginjeksi ceftriaxone 1gr,
ranitidin 50 mg, santagesik
08:30 1,2,3 1000mg. S : klien mengatakan ya
O : obat masuk lewat IV
S : klien mengatakan ya
5. Mengajarkan teknik distraksi
O : klien tampak mengikuti intruksi tarik nafas
relaksasi nafas dalam
tahan selama 5 detik hembuskan ulangi 3 kali
08:50 1

6. Memberikan terapi nebulizer


S : klien mengatakan ya
ventolin : flexotid (1:1)
O : klien tampak kooperatif
08:55 1

7. Menciptakan suasana nyaman


S:-
O : lingkungan kamar klien tampak nyaman
8. Membantu memenuhi kebutuhan
10:00 3 dan bersih
ADL

12:00 3 S:-
O : klien tampak terbantu

43
H2 08.15 1,2,3 1. Mengkaji TTV, mengkaji faktor S : klien mengatakan masih sedikit sesak nafas,
28-6-18 penyebab gangguan istirahat batuk berkurang, tidur hanya terjaga sebentar,
tidur, mengkaji tingkat aktivitas dibantu oleh keluarga.
ketergantungan klien O : TTV: TD: 130/80mmHG
N : 80x/menit
R: 24x/menit
S : 36,40C

08:20 1 2. Memposisikan semi fowler S : Klien mengatakan ya


O : Klien berposisi semi fowler

08:25 1 3. Memasang O2 dengan Nasal S:-


Canul O : pasien terpasang O2 dengan nasal canul

08:30 1,2,3 4. Menginjeksi ceftriaxone 1gr, S : klien mengatakan ya


ranitidin 50 mg, santagesik O : obat masuk lewat IV
1000mg.

44
5. Mengajarkan teknik distraksi
10:00 relaksasi nafas dalam S : klien mengatakan ya
O : klien tampak kooperatif mengikuti perawat

6. Memberikan terapi nebulizer


10:10 S : klien mengatakan ya
ventolin : flexotid (1:1)
O : klien tampak kooperatif

7. Menciptakan suasana nyaman


11:00 S:-
O : lingkungan kamar klien tampak nyaman
dan bersih

8. Membantu memenuhi kebutuhan


12:00 S:-
ADL
O : klien tampak terbantu
H3 14:00 1,2,3 1. Mengkaji TTV, mengkaji S : klien mengatakan sesak nafas berkurang,
29-2018 penyebab gangguan istirahat tidur batuk berkurang, sudah bisa tidur.
klien, mengkaji tingkat O : TTV : TD: 130/80 mmHg
ketergantungan klien N : 80x/menit
R : 22x/menit S : 36,20C

45
16:00 1,2,3 2. Memberi injek Ceftriaxone 1gr, S:-
Ranitidin 50 mg, Santagesik O : obat masuk lewat IV
1000mg

16:30 1 3. Memberikan Nebulizer S : klien mengatakan ya


Ventolin:flexotid (1:1) O : klien tampak kooperatif

4. Memberikan lingkungan yang


18:00 3 S:-
nyaman
O : lingkungan kamar klien tampak nyaman
dan bersih

46
VI. EVALUASI

TGL/JAM DIAGNOSA EVALUASI TTD


30/6/2018 1. Bersihan jalan nafas tidakefektif S : Klien mengatakan sesak nafas berkurang
10:00 berhubungan dengan penumpukan - Klien mengatakan batuk berkurang
sekret O : Klien tampak segar
- Klien tidak memakai alat bantu pernafasan
TTV : TD : 130/80 mmHg
N : 80x/menit
R : 22x/menit
S : 36,20C
A : Masalah bersihan jalan nafas teratasi
P : intervensi dihentikan

30/6/2018 2. Intoleransi aktivitas berhubungan S : klien mengatakan aktivitasnya sudah bisa dilakukan
10:00 dengan sesak nafas mandiri
O : klien tampak rileks
A : masalah intoleransi aktivitas teratasi
P : intervensi dihentikan

47
30/6/2018 3. Gangguan pola tidur berhubungan S : klien mengatakan sudah bisa tidur + 7 jam
10:00 dengan sering terbangun malam - Klien mengatakan tidur sudah nyenyak
O : klien tidur + 7 jam dengan nyenyak
- Klien tampak rileks
- Klien tampak nyaman
A : Masalah gangguan pola tidur teratasi
P : Intervensi dihentikan

48
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 27 juni 2018
pada Ny. S dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruang
Cempaka 3 RSUD Karanganyar, maka didapat 3 masalah keperawatan
yang muncul yaitu :
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
 Frekuensi nafas dalam batas normal (16-20x/menit)
 Klien tidak batuk lagi
 Klien tidak mengeluh sesak nafas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan sesak nafas
 Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap
 Klien dapat beraktifitas tanpa bantuan orang lain

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun malam


dengan kriteria hasil :
 Klien dapat tidur
 Klien mendapatkan jam istirahat tidur yang berkualitas

B. Saran
1. Mahasiswa
Mampu meningkatkan mutu pendidikan dan pengetahuan mahasiswa dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan bagi pasien.
2. Ruangan
Sebagai tenaga keperawatan hendaknya memberikan pelayanan asuhan
keperawatan secara maksimal mungkin agar klien mendapatkan perawatan
yang baik dan profesional.
3. Akademik
Sebagai pedoman dalam meningkatkan kualitas pendidikan

49

Anda mungkin juga menyukai