Anda di halaman 1dari 17

A.

Bank Indonesia

1. Kapan Bank Indonesia didirikan?

Saat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17

Agustus 1950, struktur perekonomian Indonesia, masih didominasi oleh struktur

kolonial. Meskipun saat itu struktur perbankan Indonesia boleh dikatakan merupakan

komponen sarana moneter yang tidak banyak berperan dalam operasi perbankan, tetapi

kondisi semacam ini menimbulkan keinginan kuat masyarakat untuk memasukkan

lebih banyak unsur nasional dalam struktur ekonomi Indonesia.

Bank Indonesia lahir setelah berlakunya Undang-Undang (UU) Pokok Bank

Indonesia pada 1 Juli 1953. Sesuai dengan UU tersebut, Bank Indonesia sebagai Bank

Sentral bertugas untuk mengawasi bank-bank. Namun demikian, aturan pelaksanaan

ketentuan pengawasan tersebut baru ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.

1/1955 yang menyatakan bahwa Bank Indonesia, atas nama Dewan Moneter,

melakukan pengawasan bank terhadap semua bank yang beroperasi di Indonesia, guna

kepentingan solvabilitas dan likuiditas badan-badan kredit tersebut dan pemberian

kredit secara sehat yang berdasarkan asas-asas kebijakan bank yang tepat. Dari

pengawasan dan pemeriksaan BI, terungkap berbagai praktik yang tidak wajar yang

dilakukan, seperti penyetoran modal fiktif atau bahkan praktik bank dalam bank. Untuk

mengatasi kondisi perbankan itu, dikeluarkan Keputusan Dewan Moneter No. 25/1957

yang melarang bank-bank untuk melakukan kegiatan di luar kegiatan perbankan.

1
2. Bagaimana riwayat Bank Indonesia dahulu?

Perjalanan sejarah Bank Indonesia amatlah panjang dan berliku-liku, namun

secara singkat dapatlah kita lihat bahwa Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, lahir

pada 1 Juli 1953. Kelahiran Bank Indonesia ini didasarkan pada UU Pokok Bank

Indonesia atau UU No 11 Tahun 1953, hampir delapan tahun sesudah proklamasi

kemerdekaan Republik Indonesia. Lahirnya Bank Indonesia ini merupakan hasil

nasionalisasi dari De Javasche Bank, sebuah bank Belanda yang pada masa kolonial

diberi tugas oleh pemerintah Belandasebagai bank sirkulasi di Hindia Belanda. Jadi,

dapat dikatakan, De Javasche Bank inilah yang menjadi cikal bakal dari lahirnya Bank

Indonesia. Jika dilihat dari usia De Javasche Bank sudah lebih dari 172 tahun, karena

didirikan pada tahun 1828 dan dahulu berfungsi sebagai bank sirkulasi selain juga

melakukan kegiatan komersial.

De Javasche Bank kemudian ditetapkan menjadi bank sentral pada tahun 1949

berdasarkan hasil Konperensi Meja Bundar. Namun sebagai Bank Sentral saat itu, De

Javasche Bank juga tetap melakukankegiatan komersial. Pada tahun 1953. De Javasche

Bank dinasionalisasi menjadi BANK INDONESIA yang juga ditetapkan sebagai Bank

Sentral. Tapi, seperti juga sebelumnya, Bank Indonesia juga tetap melakukan kegiatan

komersial. Dengan peran ganda yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada masa itu

tentu sajamengakibatkan perkembangan moneter yang tidak sehat bagi

perkembangan perekonomian.

Atas dasar keadaan tersebut, pada tahun 1968 melalui UU No 13 tahun 1968

tentang Bank Sentral, peran Bank Indonesia diubah lagi dan didudukkan secara murni

2
sebagai Bank Sentral. Hal ini berarti Bank Indonesia tidak melakukan kegiatan

komersial lagi selain menjalankan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan.

Dalam perkembangan selanjutnya, UU No. 13 Tahun 1968 dirasakan sudah

tidak sesuai lagi denganperkembangan yang terjadi. Beberapa ketentuan dalam

undang-undang tersebut dalam kenyataannya belummemberikan jaminan yang cukup

untuk terselenggaranya fungsi suatu bank sentral yang independen. Penetapan status

dan kedudukan Bank Indonesia sebagai pembantu Pemerintah misalnya, membuka

peluang terjadinya campur tangan dari pihak luar yang pada gilirannya menyebabkan

kebijakan yang diambil menjadi kurang bahkan tidak efektif.

Dengan latar belakang tersebut, maka pada tanggal 17 Mei 2000 lahirlah

Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1968 yang

memberikan status dan kedudukan kepada Bank Indonesia sebagai suatu bank sentral

yang independen dan bebas dari campur tangan pihak luar termasukPemerintah.

3. Apa saja tugas dan peranan Bank Indonesia, apa saja alat yang dimiliki untuk

melakukan tugas-tugasnya tersebut, serta apa perbedaan Bank Indonesia dengan

bank lainnya?

Tiga pilar yang merupakan 3 bidang tugas utama dari Bank Indonesia selaku

Bank Sentral adalah:

(1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan

kebijakan moneter untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah

3
kebijakan didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dengan

memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik dalam jangka pendek,

menengah, maupun panjang.

Implementasi kebijakan moneter ini dilakukan dengan menetapkan sasaran

operasional, yaitu uang primer (base money). Sebagaimana kita melakukan suatu

pekerjaan, pasti kita membutuhkan alat untuk mempermudah terlaksananya pekeriaan

tersebut.

Demikian pula dengan Bank Indonesia. Untuk melaksanakan tugas di bidang

moneter, Bank Indonesia punya alat-alat canggih yang dikenal dengan piranti moneter,

Piranti moneter tersebut adalah, Operasi Pasar Terbuka, penentuan tingkat diskonto,

dan penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan (reserve requirements).

Berkaitan dengan peranannya di bidang moneter ini, Bank Indonesia juga

menentukan kebijakan nilai tukar, mengelola cadangan devisa, dan berperan

sebagai lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai lender of the

last resort, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan kepada bank

yang mengalami kesulitan likuditas jangka pendek yang disebabkan oleh

terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana dengan tetap memperhatikan kriteria-

kriteria yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU No. 23

Tahun 1999.

(2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

4
Selain tugasnya di bidang moneter dan perbankan, tugas Bank Indonesia lain

yang tidak kalah pentingnya adalah menyelenggarakan sistem pembayaran. Antara lain

dengan jalan memperluas, memperlancar, dan mengatur lalu lintas pembayaran giral

dan menyelenggarakan kliring antar bank.

Program pengembangan sistem pembayaran nasional yang telah

dikembangkan, antara lain, Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ), Penetapan

Jadwal Kliring T + 0, Bank Indonesia Layanan Informasi dan Transaksi antar Bank

secara Elektronis (BILINE), Sistem Real Time Gross Settlement (RTGS), dan Sistem

Transfer Dana dalam US dollar di Indonesia.

Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan efisiensi sistem pembayaran

nasional dan memperkuat sistem pengawasan (oversight) sistem pengawasan dengan

mewujudkan perlindungan konsumen sistem pembayaran di Indonesia.

Di samping itu, terkait dengan tugasnya dalam bidang sistem pembayaran,

Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan dan

mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik uang tersebut dari peredaran. Di

sini Bank Indonesia memiliki hak tunggal dalam mengeluarkan uang kertas dan uang

logam. Bank Indonesia harus tetap menjaga uang selalu tersedia dalam jumlah yang

cukup, dalam komposisi pecahan yang sesuai, pada waktu yang tepat, dan dalam

kondisi yang baik sesuai dengan kebutuhan.

(3) Mengembangkan sistem perbankan dan sistem perkreditan yang sehat dengan

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan.

5
Hingga akhir September 2000 terdapat 153 bank umum dan 7771 Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi di Indonesia. Sebagai pembina dan

pengawas perbankan, Bank Indonesia bertindak seperti layaknya seorang "bapak"

kepada "anak"nya.

Dalam melaksanakan tugas pembinaan dan pengawasan perbankan, tugas

Bank Indonesia sebagai "Bapak" adalah mengarahkan bagaimana agar

tercipta perbankan yang sehat serta bermanfaat bagi perekonomian masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menetapkan

peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha

tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi

terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Di bidang

pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung (on site supervision)

maupun taklangsung (off-site supervision).

Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara

berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung

dilakukan melalui penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan

oleh bank.

Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap

sistem keuangan dan perekonomian Indonesia setelah terjadinya krisis, Pemerintah

dan Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan

yang komprehensif sejak tahun 1998.

6
Bank Indonesia selaku bank sentral berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun

1999 adalah lembaga negara yang independen. Dalam kapasitasnya sebagai bank

sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan

memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuannya tersebut, tentu saja

kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia tidak sama dengan yang dilakukan oleh bank

pada umumnya.

Jadi, walaupun ada kata "Bank" pada Bank Indonesia, Bank Indonesia tidak

melakukan kegiatan komersial seperti yang dilakukan oleh bank pada umumnya baik

itu Bank Umum ataupun Bank Perkreditan Rakyat. Hal ini berarti, Bank Indonesia

tidak bisa menerima tabungan, giro, dan deposito dari masyarakat umum. Selain itu

masyarakat umum juga tidak bisa secara langsung meminta kredit ke Bank Indonesia.

4. Siapa saja pimpinan Bank Indonesia dan siapa yang mengangkat?

Sebagaimana layaknya sebuah lembaga, maka dalam menjalankan tugasnya

Bank Indonesia juga memiliki pimpinan. Pimpinannya pun tentu berbeda dengan bank-

bank pada urnumnya. Sesuai denga UU No. 23 Tahun 1999 pimpinan Bank Indonesia

disebut dengan Dewan Gubernur. Dewan Gubernur ini terdiri dari seorang Gubernur,

seorang Deputi Gubernur Senior, dan sekurang-kurangnya 4 (empat) dan sebanyak

banyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi

Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-

banyaknya dua kali masa tugas. Yang menarik di sini adalah sesuai dengan

independensi yang dimiliknya, maka Bank Indonesia tidak lagi memberikan laporan

7
pertanggungjawabannya kepada Presiden sebagaimana undang-undang terdahulu,

melainkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dan Gubernur Bank Indonesia bukan

anggota kabinet.

Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat

oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh

Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan

Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila

mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.

Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai

berikut:

· 1953 – 1958 : Mr. Sjafruddin Prawiranegara

· 1958 – 1959 : Mr. Loekman Hakim

· 1959 – 1960 : Mr. Soetikno Slamet

· 1960 – 1963 : Mr. Soemarno

· 1963 – 1966 : T. Jusuf Muda Dalam

· 1966 – 1973 : Radius Prawiro

· 1973 – 1983 : Rachmat Saleh

· 1983 – 1988 : Arifin Siregar

· 1988 – 1993 : Adrianus Mooy

· 1993 – 1998 : Sudrajad Djiwandono

· 1998 – 2003 : Syahril Sabirin

· 2003 – 2008 : Burhanuddin Abdullah

8
· 2008 – 2009 : Boediono

· 2009 : Miranda Gultom (Pelaksana tugas)

· 2009 – 2010 : Darmin Nasution (Pelaksana tugas)

· 2010 – 2013 : Darmin Nasution

· 2013 – sekarang : Agus Martowardojo

5. Berapa jumlah kantor Bank Indonesia di seluruh Indonesia?

Organisasi Bank Indonesia secara keseluruhan terdiri dari 25 direktorat/biro, 37

Kantor Bank Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia.

6. Dimana saja perwakilan Bank Indonesia di luar negeri?

4 Kantor Perwakilan yang ada di New York, London, Tokyo, dan Singapura.

B. OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU

nomor 21 tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan

pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga

9
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,

tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK

didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan

pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam

pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa

keuangan.

Tugas dan Wewenang

· OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;

2. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan,

dan lembaga jasa keuangan lainnya.

· Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:

1. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;

2. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

3. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

4. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

5. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

6. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap

Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

10
7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga

Jasa Keuangan;

8. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan

menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

· Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:

1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala eksekutif;

3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan

tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan

jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor

jasa keuangan;

4. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertentu;

5. Melakukan penunjukan pengelola statuter;

6. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

7. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

8. Memberikan dan/atau mencabut:

a. Izin usaha;

b. Izin orang perseorangan;

c. Efektifnya pernyataan pendaftaran;

11
d. Surat tanda terdaftar;

e. Persetujuan melakukan kegiatan usaha;

f. Pengesahan;

g. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan

h. Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor

jasa keuangan.

Pengalihan Fungsi Perbankan dari BI ke OJK

1. Latar Belakang Pengalihan Fungsi Pengaturan dan Pengawasan Perbankan

Untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara

berkelanjutan dan stabil diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang

terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan

sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat, sehingga diperlukan OJK yang memiliki

fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam

sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel.

Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan

pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana

Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan - Kementerian Keuangan ke

OJK.Sejak 31 Desember 2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan

pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari BI ke

12
OJK.Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-

hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan

microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan

dan pengawasan macroprudential merupakan tugas dan wewenang BI. Dalam rangka

pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK berkoordinasi dengan BI untuk

melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.

2. Kerjasama dan Koordinasi dalam rangka Pelaksanaan Tugas BI dan OJK

Keputusan Bersama BI dan OJKKerjasama dan koordinasi dalam rangka

pelaksanaan tugas BI dan OJK guna mewujudkan sistem keuangan yang stabil dan

berkesinambungan tertuang dalam Keputusan Bersama tanggal 18 Oktober 2013

dengan prinsip dasar bersifat kolaboratif, meningkatkan efisiensi danefektifitas,

menghindari duplikasi, melengkapi pengaturan sektor keuangan, dan memastikan

kelancaran pelaksanaan tugas BI dan OJK.

Ruang lingkup bentuk kerjasama dan koordinasi dalam rangka mendukung

pelaksanaan tugas dan wewenang BI dan OJK yang sejalan dengan UU BI dan UU

OJK, meliputi:

a. Bekerjasama dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas sesuai kewenangan masing-

masing.

b. Pertukaran informasi Lembaga Jasa Keuangan serta pengelolaan sistem pelaporan

bank dan perusahaan pembiayaan oleh BI dan OJK;.

13
c. Penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan BI oleh OJK,

dan

d. Pengelolaan pejabat dan pegawai BI yang dialihkan atau dipekerjakan pada OJK.

3. Pembentukan Tim Transisi Dewan Komisioner OJK membentuk Tim Transisi

Berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Gubernur BI. Tim Transisi

tersebut bertugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Komisioner dengan

wewenang untuk mengidentifikasi dan memverifikasi kekayaan, infrastruktur,

informasi, dokumen dan hal lain yang terkait dengan pengaturan dan pengawasan

Lembaga Jasa Keuangan dan mempersiapkan pengalihan penggunaannya ke OJK.

4. Pengawasan Terintegrasi

Perkembangan sektor keuangan yang terintegrasi menuntut OJK untuk

melakukan pengawasan secara terintegrasi dengan tujuan meningkatkan efektivitas

pengawasan atas lembaga jasa keuangan secara terintegrasi antar sub sektor keuangan.

Pelaksanaan pengawasan terintegrasi diharapkan dapat menurunkan potensi risiko

sistemik kelompok jasa keuangan, mengurangi potensi moral hazard, mengoptimalkan

perlindungan konsumen jasa keuangan dan mewujudkan stabilitas sistem keuangan.

Road map pengembangan sistem pengawasan terintegrasi mencakup hal-hal

sebagai berikut :

a. Menyusun metodologi pengawasan konglomerasiyang mencakup siklus pengawasan,

metodologi perhitungan permodalan, dan metode rating terhadap konglomerasi;

14
b. Menyusun peraturan internal OJK untuk mendukung implementasi pengawasan

terintegrasi. Ketentuan tersebut terdiri dari ketentuan mengenai sistem pengawasan

terintegrasi, forum komunikasi dan koordinasi pengawasan terintegrasi, dan

mekanisme koordinasi pengawasan terintegrasi;

c. Menyiapkan organisasi dan SDM;

d. Menyiapkan sistem informasi dan pelaporan.OJK selaku otoritas pengaturan dan

pengawasan sektor jasa keuangan berupaya agar pelaksanaan tugas dan fungsinya

dapat membawa sektor jasa keuangan berjalan teratur, kredibel dan tumbuh

berkelanjutan.

OJK mencanangkan 8 program strategis:

1. Integrasi , pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan

2. Peningkatan kapasitas pengaturan dan pengawasan

3. Penguatan ketahanan dan kinerja sistem keuangan

4. Peningkatan stabilitas sistem keuangan

5. Peningkatan budaya tata kelola dan manajemen risiko di lembaga keuangan

6. Pembentukan perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi serta melaksanakan

edukasi dan sosialisasi yang massif dan komprehensif

7. Peningkatan profesionalisme sumber daya manusia,

8. Peningkatan tata kelola internal dan quality assurance. Selain kedelapan program

strategis tersebut, ada 3 kegiatan strategis lainnya yang juga menjadi garapan ojk

yaitu kerjasama domestik dan internasional, persiapan pengalihan fungsi pengawasan

15
dan pengaturan perbankan ke OJK dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dewan

Komisioner Ex-Officio.

Perbedaan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan

Sebagai masyarakat umum yang kurang paham dalam bidang keuangan banyak

yang tidak mengetahui apa perbedaan tugas Bank Indonesia (BI) dengan Otoritas Jasa

Keuangan (OJK). Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya berbagi

kewenangan dimana saat masa pengalihan pengawasan Bank dari Bank Indonesia ke

Otoritas Jasa Keuangan memerlukan kordinasi yang baik agar tidak saling mengambil

alih tugas, perbedaaan BI dengan OJK adalah BI berperan sebagai pengawas aspek

makroprudensial dan OJK berperan sebagai pengawas mikroprudensial.

Pada awal tahun 2014 oleh Agus Martowardojo selaku Gubernur BI di kantor

Presiden, Jakarta menyebutkan “Pada saat OJK menerima pengalihan pengawasan

perbankan dari BI, OJK akan lebih mengawasi aspek mikroprudensialnya, sedangkan

umum tetap ada di BI dari segi makroprudensial, namun tidak bisa betul-betul

dipisahkan karenanya perlu ada sinergi dimana implementasi pengawasan

mikroprudensial dan makroprudensial itu perlu dilakukan dengan baik”. Dari sini bisa

kita tangkap tugas BI berfokus menjaga stabilitas keuangan contohnya aturan batas

minimal uang muka kredit kendaraan bermotor, pemilikan rumah serta aturan giro

wajib minimum (GWM), sedangkan tugas OJK lebih kepada pengaturan dan

pengawasan individual perbankan atau lembaga keuangan. Contoh kasus yang

16
ditangani oleh OJK yakni kasus tindak pidana perbankan, baik dari sisi nominal,

kepengurusan bank,dan kualitas sumberdaya manusianya.

Sumber:

http://www.bi.go.id

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/bi-dan-

publik/kebanksentralan/Documents/4be5b38ff75b4cb2b4107fd20f047e0bBIApaSiap

adanBagaimana.pdf

www.ojk.go.id

17

Anda mungkin juga menyukai