Artinya: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging
yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada
kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang
sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang
diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah
diketahuinya……..”. (Q.S. Al-Hajj:5).
Adapun lukisan tentang kejadian manusia secara umum yang lebih terperinci
terdapat pada Q.S. al-Mukminun [23]: 12-14.
طفَةَ َعلَقَةا فَ َخلَ ْقنَا ْ ُّ ث ُ َّم َخلَ ْقنَا الن.طفَةا فِ ْي قَ َر ٍار َم ِكي ٍْنْ ُ ث ُ َّم َج َع ْلنَاهُ ن.س ََللَ ٍة ِم ْن ِطي ٍْن ُ سانَ ِم ْن َ َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإل ْن
َسنُ الخَا ِل ِقيْنَ ْاركَ هللاُ أح َ ام لَحْ اما ث ُ َّم أ ْنشَأْنَهُ خ َْلقاا أخ ََر فَت َ َب
َ ظَ س ْونَا ال ِع َ ضغَةَ ْع
َ ظا اما فَ َك ْ ضغَةا فَ َخلَ ْقنَا ْال ُم
ْ ْال َعلَقَةَ ُم
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging
itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. (Q.S. Al-Mukminun : 12-14).
Ayat di atas sudah cukup jelas menerangkan proses penciptaan manusia, yaitu
diawali dari air mani (sperma dan ovum) yang berasal dari saripati tanah, kemudian
air mani ini disimpan dalam rahim. Kemudian Allah menjadikan air mani tersebut
menjadi segumpal darah, kemudian segumpal darah ini menjadi segumpal daging,
kemudian daging yang segumpal tadi dijadikan tulang belulang, lalu tulang tadi
dibungkus oleh daging, kemudian menjadikan makhluk yang berbentuk lain. Melihat
kenyataan ini, tentu tidak berlebih-lebihan jika kita menyebut penciptaan manusia ini
adalah hal yang spektakuler, apalagi proses penciptaan manusia yang ada dalam al-
Qur’an ini telah diakui dan dibenarkan dalam ilmu embriologi.
Proses penciptaan manusia menurut pandangan Ilmuan
(Saintis)
Secara garis besar terdapat dua pandangan utama ilmuan tentang penciptaan
manusia, yaitun penciptaan melalui perkembangan (teori evolusi), penciptaan kreasi
(teori revolusi). Teori Eevolusi: yaitu menyatakan bahwa manusia berasal dari
makhluk yang paling sederhana kemudian berkembang menuju makhluk sempurna
secara evolusif dalam jangka waktu yang lama. Pertama-tama pandangan ini di
kemukakan oleh J.B. Lamarck (1774-1829), seorang sarjana perancis. Menurutnya
kehidupan berkembang dari tumbuh-tumbuhan menuju binatang Kemudian menuju
manusia. Teori Revolusi menyatakan bahwa segala sesuatu berubah secara cepat dan
sesuatu itu berasal dari tidak ada kemudian menjadi ada. Teori atau pandangan separti
ini merupakan kebalikan dari teori evolusi. Teori revolusi tentang asal kejadian
manusia banyak dipengaruhi oleh interpretasi umat beragama tentang proses kejadian
Adam yang dihubungkan dengan kemahakuasaan Tuhan.
Allah berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku.” (Qs. Adz-Dzaariyat[51): 56)
Allah berfirman:
ِ َما َخلَ ْقنَا ُه َما إِالَّ ِب ْال َح. َض َو َما بَ ْي َن ُه َما ال ِع ِبين
َق َولَ ِك َّن أ َ ْكثَ َر ُه ْم ال يَ ْعلَ ُمون َ ت َواأل َ ْر َّ َو َما َخلَ ْقنَا ال
ِ س َم َاوا
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang di antara
keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptkan keduanya melainkan dengan
kebenaran. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Qs. Ad-Dukhan[44]: 38-
39)
Allah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya
termasuk manusia untuk menegakkan keadilan dan untuk menegakkan kebenaran.
Allah tidak menciptkan langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya untuk
dijadikan sebagai bahan permainan, penelantaran, dan penindasan. Ibnu Katsir ketika
menafsirkan ayat ini berkata, “Allah memberitahukan tentang keadilan dan pensucian
diri-Nya dari permainan, kesia-siaan dan kebatilan.”
Allah tidak main-main dalam menciptakan manusia, maka Allah
memerintahkan mereka untuk beribadah, Allah tidak bergurau dalam menciptakan
manusia, maka Allah memerintahkan mereka untuk mengerjakan ibadah, memberikan
pahala yang baik kepada orang yang beribadah, dan menghukum dengan hukuman
yang berat bagi orang yang tidak mau beribadah. Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di
berkata ketika menafsirkan ayat ini, “Allah mengabarkan tentang kesempurnaan
kekuasan-Nya, dan kesempurnaan kebijaksanaan-Nya. Bahwa Allah tidak
menciptakan langit dan bumi dengan main-main, sia-sia, dan hampa tanpa berguna.
Allah menciptakan keduanya adalah dengan kebenaran, yaitu penciptaan itu sendiri
adalah bentuk kebenaran, dan penciptaan itu sendiri mengandung kebenaran. Dia
menciptakan keduanya adalah untuk menyembah-Nya semata, tidak ada sekutu
baginya, Dia menciptakan keduanya adalah untuk memberikan perintah kepada
hamba-hamba, untuk melarang hamba-hamba, dan untuk memberikan hukuman
kepada mereka.”
Jadi, menurut saya dapat kita simpulkan bahwa Allah Maha Kuasa
menciptakan apa saja yang Dia kehendaki. Dia menciptakan manusia pertama (Adam
‘Alaihis Salam) dari tanah, sedangkan anak-anak Adam berketurunan dengan nuthfah
hingga akhir kehidupan nanti. Dia tempatkan nuthfah dalam rahim ibu dan dijaga oleh
seorang Malaikat. Nuthfah ini kemudian pada akhirnya menjadi segumpal daging dan
dari segumpal daging terus berkembang hingga menjadi sosok anak manusia kecil
yang bernyawa lengkap dengan pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki.
Bersamaan dengan itu telah ditulis ketentuan takdir untuknya, apakah rezkinya lapang
ataukah sempit, apakah amalnya baik atau sebaliknya, kapan datang ajalnya dan
apakah ia termasuk hamba Allah yang beruntung ataukah yang sengsara. Manusia
diciptakan bukanlah untuk bersenang-senang, tetapi manusia diciptakan hanya untuk
beribadah kepada Allah SWT.
2. Apakah Tuhan itu maha adil atau maha berkehendak? Jelaskan dan kemukakan
alasannya!
Jawab :
Allah itu maha adil
a. Dalam hal niat yang merupakan penentu dari arah amalan-amalan yang kita
perbuat karena niat tersebut berfungsi sebagai lentera atau cahaya yang akan
menuntun dan menerangi perjalanan seorang hamba dalam bertemu Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah saw : “Sesungguhnya setiap
amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan
mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada
Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya dan barangsiapa
yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang
hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HR.
Bukhary-Muslim dari ‘Umar bin Khoththob radhiallahu ‘anhu).
Bukti yang menunjukkan bahwasanya Allah Maha Adil di sini adalah segaimana
disebutkan dalam dua hadist di bawah ini :”…..Barangsiapa berniat akan berbuat
kebaikan tanpa sempat mengerjakannya, maka Allah mencatat untuknya satu
kebaikan…..”.(HR. Bukhari – Muslim)
“…..Jika orang berniat melakukan kejahatan, tetapi tidak dikerjakan, maka Allah
memberinya satu kebaikan”. (HR. Bukhari – Muslim)
Dari dua hadist tersebut kita tahu betapa Allah Maha Adil. Bagaimana tidak,
andai saja jika kita berniat melakukan kejahatan kemudian Allah ‘Azza wa Jalla
mencatat bagi kita satu kejahatan meskipun kita tidak mengerjakannya seperti
halnya Allah mencatat satu kebaikan bagi yang berniat berbuat kebaikan
meskipun tidak mengerjakannya, bisa dibayangkan berapa kejahatan yang sudah
tercatat hanya karena niat buruk kita.
b. Dalam hal perbuatan yang tentunya tidak terlepas dari catatan Allah lewat dua
malaikat-Nya (Rakib – ‘Atid) yang senantiasa menemani kita di setiap langkah
kita, apapun dan bagaimanapun bentuknya. Allah berfirman : “Barang siapa
berbuat kebaikan mendapat sepuluh kali lipat amalnya.. Dan barang siapa berbuat
kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak
dirugikan (dizalimi). (al-An’am: 160).
“……Jika orang berniat jahat, kemudian dia laksanakan, maka dicatat baginya
satu kejahatan”. (HR. Bukhari – Muslim)
Dari ayat dan hadist tadi kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya Allah
Maha Adil, buktiya Allah memberi dispensasi bagi yang melakukan kejahatan
dengan mendapat balasan yang seimbang atau setara dengan apa yang diperbuat,
beda halnya dengan jika kita berbuat kebaikan yang dihadiahkan dengan sepuluh
kebaikan. Di sini karena Allah SWT lebih faham akan kekurangan kita atau
kelemahan kita yaitu dorongan untuk melakukan kejahatan dalam diri kita
cendrung lebih besar daripada dorongan untuk melakukan kebaikan yang
disebabkan oleh godaan syetan yang terkutuk.
c. Dalam hal keutamaan kaum hawa dalam berbakti kepada suaminya yang
merupakan kewajiban sebagai seorang istri, sebagaimana sabda Rasulullah saw
:“perkara yang pertama kali ditanyakan kepada seorang wanita pada hari kiamat
nanti, adalah mengenai sholat lima waktu dan ketaatannya terhadap suami.”
(HR.Ibnu Hibbab dari Abu Hurairah). Jadi, berikut adalah bentuk keadilan Allah
terhadap kaum wanita yang mungkin tidak dapat melakukan sebagian pekerjaan
mulia yang dapat dikerjakan oleh kaum lelaki, tetapi dengan wujud keadilah Allah
Yang Maha Adil kaum wanita memiliki porsi pahala yang sama besarnya dengan
kaum lelaki meskipun dengan amalan-amalan yang berbeda seperti amalan-
amalan yang telah Rasulullah saw wasiatkan kepada putrinya Fathimah az-Zahra
dan seluruh kaum wanita diwaktu itu dan sesudahnya. Bukti lain adalah ketika
para mujahid berjihad melawan musuh dan gugur, maka dia mati syahid. Begitu
pula dengan perempuan yang berjihad melahirkan anaknya yang rasanya seperti
antara hidup dan mati kemudian dia meninggal seketika itu atau setelah ia
melahirkan makan dia bisa dikatakan mati syahid tanpa harus terjun ke medan
perang. Wallahu A’lam.
d. Dalam hal warisan yang memberikan porsi lebih banyak kepada lelaki daripada
perempuan yaitu bagian laki-laki dua kali bagian perempuan sebagaiman firman
Allah SWT: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan…..”(an-Nisa’ : 11).
Bukti akan kebenaran sifat Allah SWT Yang Maha Adil di sini adalah
bahwasanya Allah SWT melebihkan bagian lelaki atas wanita dalam hal warisan,
karena kenyataannya lelakilah yang oleh syari’at dibebankan tanggung jawab
untuk memberi nafkah keluarga dan membebaskan perempuan dari kewajiban
tersebut meskipun perempuan boleh saja ikut mencari nafkah. Para laki-laki juga
diwajibkan oleh ajaran Islam untuk mengeluarkan mas kawin untuk diberikan
kepada istrinya sebagai cerminan cinta kasih sayangnya ketika keduanya menikah,
sedangkan perempuan tidak dibebani apa-apa.
“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di
langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang
yang melata dan sebagian besar daripada manusia?” (QS. Al-Hajj [22] : 18)
3. Karena kita ingin dengan sukarela berserah diri kepada Allah. Kita sangat sadar
bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan dikembalikan kepada Allah sebagai
akhir perjalanan hidup.
Allah berfirman :
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-
Nya-lah berserah diri (aslama) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan
suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (QS. Ali
Imran [3] : 83).
4. Karena ingin dikumpulkan bersama orang-orang terbaik sepanjang zaman. Para
Nabi dan Rasul Allah merupakan manusia-manusia terbaik sepanjang zaman. Kita
ingin dikumpulkan bersama mereka kelak di Akhirat nanti. Oleh karena itu kita
menganut Islam.
Allah berfirman :
َّ ِيم َعلَى أ ُ ْن ِز َل َو َما َعلَ ْينَا أ ُ ْن ِز َل َو َما ِب
اَللِ آ َمنَّا قُ ْل َ ُاط َو َي ْعق
َ وب َو ِإ ْس َحاقَ َو ِإ ْس َما ِعي َل ِإب َْراه ِ ي َو َما َواأل ْس َب ُ َ ُمو
َ ِسى أوت
سى َ ُم ْس ِل ُمونَ لَهُ َونَحْ نُ ِم ْن ُه ْم أ َ َح ٍد بَيْنَ نُفَ ِر ُق ال َر ِب ِه ْم ِم ْن َوالنَّبِيُّونَ َو ِعي
“Katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada
kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak-anaknya,
dan apa yang diberikan kepada Musa, ‘Isa dan para nabi dari Rabb mereka’. Kami
tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah
kami menjadi kaum muslimun (menyerahkan diri).” (QS. Ali Imran [3] : 84).
5. Karena ingin mati sebagai Muslim yaitu sebagai orang yang berserah diri kepada
Allah تعالى و سبحانه. Kita tidak mau mati sebagai seorang yang kafir kepada Allah
تعالى و سبحانه. Demikian pula, kita tidak ingin mati sebagai orang yang berpura-
pura atau bermain-main menjadi seorang yang beriman alias menjadi seperti kaum
munafik. Begitu pula, kita tidak mau mati dalam keadaan sebagai seorang yang
murtad. Mengapa? Karena Allah تعالى و سبحانهmenyuruh kita untuk tidak mati
kecuali dalam keadaan sebagai seorang Muslim.
س ْلنَاكَ َو َما
َ ِل ْل َعالَ ِمينَ َرحْ َمةا ِإال أ َ ْر
Seorang manusia yang menjalani kehidupan mengikuti agama Islam, berarti ia telah
mengambil peranan sebagai rahmat bagi sekelilingnya. Sebab hakikat menjadi rahmat
bagi sekelilingnya ialah ketika seseorang loyal dan istiqomah di dalam menganut
agama Islam.
7. Karena ingin kehidupan yang baik di Dunia dan kehidupan yang jauh lebih baik
lagi di akhirat kelak nanti. Sebab seorang Muslim yakin bahwa hidupnya belum
berakhir ketika ia meninggal dunia. Ia sangat yakin bahwa kehidupan Dunia ini
fana dan masih ada kehidupan Akhirat yang menantinya.
Allah berfirman :
َ طيِبَةا َحيَاة ا فَلَنُحْ ِييَنَّهُ ُمؤْ ِمن َوه َُو أ ُ ْنثَى أَ ْو ذَك ٍَر ِم ْن
صا ِل احا َع ِم َل َم ْن َ س ِن أَجْ َر ُه ْم َو َلنَجْ ِزيَ َّن ُه ْم
َ َْي ْع َملُونَ كَانُوا َما بِأَح
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16] : 97)
8. Karena tidak mau menjadi orang yang berdusta sesudah mengaku beriman.
Kita sadar bahwa sekedar berikrar syahadatain tidak serta-merta memastikan
diri menjadi seorang yang benar imannya. Bahkan berpeluang masuk ke dalam
golongan kaum munafik. Wa na’udzubillaahi min dzaalika…!
Allah berfirfan :
َ اس أ َ َحس
ِب ُ ََّللاُ فَلَيَ ْعلَ َم َّن قَ ْب ِل ِه ْم ِم ْن الَّذِينَ فَتَنَّا َولَقَدْ يُ ْفتَنُونَ ال َو ُه ْم آ َمنَّا يَقُولُوا أ َ ْن يُتْ َر ُكوا أ َ ْن الن
َّ َصدَقُوا الَّذِين َ
ْالكَا ِذبِينَ َولَيَ ْع َل َم َّن
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami
telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
(QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)
Hidup seorang yang mengaku beriman pasti dipenuhi dengan ujian demi ujian dari
Allah تعالى و سبحانهuntuk menyingkap apakah dirinya seorang mukmin yang benar
ucapannya ataukah seorang munafik yang terbiasa berdusta. Allah تعالى و سبحانهsecara
tegas menggolongkan kaum munafik yang suka berdusta sebagai orang-orang yang
pada hakikatnya tidak beriman walau lisannya mengaku dirinya beriman.
“Di antara manusia ada yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”
(QS. Al-Baqarah [2] : 8).
9. Karena menyadari bahwa iman tidak bisa diwarisi dari orangtua atau nenek
moyang kita.
Iman dan Islam bukanlah perkara yang secara otomatis diwariskan dari orang-
tua kepada anak-keturunannya. Menjadi orang beriman harus melalui sebuah
perjuangan memelihara iman dan tauhid serta kesungguhan doa kepada Allah
تعالى و سبحانهagar senantiasa menunjuki kita jalan hidayah dan keselamatan di
Dunia dan di Akhirat. Seorang ustadz yang alim dan sholeh tidak serta-merta
mempunyai anak-keturunan yang juga alim dan sholeh. Jangankan seorang ustadz,
bahkan seorang Nabiyullah-pun tidak selalu anaknya pasti menjadi orang beriman.
Hal ini kita dapati di dalam kisah Nabiyullah Nuh ‘alaihis-salam.
ب فَقَا َل َربَّهُ نُوح َونَادَى ِ ْس ِإنَّهُ نُو ُح يَا قَا َل ْال َحا ِك ِمينَ أَحْ َك ُم َوأَ ْنتَ ْال َح ُّق َو ْعدَكَ َو ِإ َّن أ َ ْه ِلي ِم ْن ا ْبنِي ِإ َّن َر
َ ِم ْن لَي
َ ْس َما ت َ ْسأ َ ْلنِي فََل
َصا ِلحٍ َغي ُْر َع َمل ِإنَّهُ أ َ ْهلِك َ ظكَ ِإنِي ِع ْلم ِب ِه لَكَ لَي ُ ْال َجا ِهلِينَ ِمنَ ت َ ُكونَ أ َ ْن أَ ِع
“Dan Nuh berseru kepada Rabbnya sambil berkata, ‘Ya Rabbku, sesungguhnya
anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan
Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya’. Allah berfirman, ‘Hai Nuh, sesungguhnya
dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan),
sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu
memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat) nya.
Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-
orang yang tidak berpengetahuan’.” (QS. Huud [11] : 45-46).
10. Karena faham bahwa zaman yang sedang berlangsung dewasa ini merupakan era
penuh fitnah dimana ancaman utama ialah munculnya gejala “Murtad Tanpa
Sadar”. Sehingga Nabi Muhammad سلم و عليه هللا صلىmenggambarkannya seperti
sepenggal malam yang gelap-gulita.
Nabi سلم و عليه هللا صلىbersabda :
طعِ فِتَناا بِ ْاأل َ ْع َما ِل بَاد ُِروا ْ صبِ ُح ْال ُم
َ ظ ِل ِم اللَّ ْي ِل َك ِق َّ صبِ ُح ُمؤْ ِمناا يُ ْمسِي أ َ ْو كَافِ ارا َويُ ْم ِسي ُمؤْ ِمناا
ْ ُالر ُج ُل ي ْ ُيَبِي ُع كَافِ ارا َوي
ٍ الدُّ ْنيَا ِم ْن ِب َع َر
ُض دِينَه
“Segeralah kalian beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti malam yang gelap
gulita. Di pagi hari seorang laki-laki masih dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir
di sore harinya. Di sore hari seorang laki-laki masih dalam keadaan mukmin, lalu
menjadi kafir di pagi harinya. Dia menjual agamanya dengan barang kenikmatan
dunia.” (Hadits Shahih Riwayat Muslim).
11. Karena sadar bahwa saat ini kaum Muslimin sedang hidup di babak keempat
perjalanan sejarah ummat Islam. Dan babak ini merupakan “The Darkest Ages of
The Islamic Era” (babak paling kelam dalam sejarah Islam). Di babak ini kaum
muslimin hidup di bawah dominasi kepemimpinan mulkan jabbriyyan (para
penguasa yang memaksakan kehendak dan mengabaikan kehendak Allah dan
Rasul-Nya). Belum pernah di dalam sejarah ummat Islam kita mengalami babak
yang lebih kelam daripada babak ini. Simak hadits Nabi سلم و عليه هللا صلىberikut
ini:
“Masa (1) kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian
Allah mengangkatnya, setelah itu datang masa (2) Kekhalifahan mengikuti pola
(Manhaj) Kenabian, selama beberapa masa hingga Allah mengangkatnya, kemudian
datang masa (3) Raja-raja yang Menggigit selama beberapa masa, selanjutnya datang
masa (4) Raja-raja/para penguasa yang Memaksakan kehendak (diktator) dalam
beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah, setelah itu akan terulang kembali
(5) Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian. Kemudian Rasul SAW
terdiam.” (Hadits Shahih Riwayat Ahmad).
Jadi, saya memilih agama islam karena agama islam itu dianggap sebagai
agama yang paling benar. Agama yang diridhai oleh Allah SWT, allah berfirman
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya
kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3). Islam
mengajarkan kebaikan dan kebenaran akan apa yang ada di dunia dan di akhirat.
Islam mempunyai kitab yang disebut Al-Qur’an, Al-Qur’an merupakan pedoman atau
petuntuk bagi umat manusia yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Agama
Islam adalah seperangkat ajaran sebagai pedoman untuk menundukkan akal pikiran,
perasaan, hawa nafsu para jin dan manusia agar senantiasa berbakti kepada Allah
SWT. Agama Islam juga bersifat universal yaitu dapat dianut untuk semua orang,
agama Islam adalah agama yang tellah final dan sempurna di masa Rasul Muhammad
SAW dan merupakan agama yang abadi serta agama Islam diturunkan sebagai
rakhmat (penebar kasih sayang) bagi alam semesta.
6. Apakah tujuan Allah menurunkan wahyu dan mengutus Rasul kepada umat manusia?
Jawab :
Tujuan Allah menurunkan wahyu adalah sebagai:
1. Memberi petunjuk
Al-Quran adalah wahyu terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
terakhrir, Nabi Muhammad Saw. Sebagai petunjuk dan pedoman bagi
manusia yang bertakwa ( QS Al Baqarah:1)
2. Memberi penjelasan
Al-Quran diturunkan Allah untuk memberi penjelasan kepada orang-orang
yang berselisih (QS An Nahl: 64) Sebagai pedoman hidup bagi manusia
dan rahmat bagi kaum yang yakin ( QS.Al Jatsiyah:20)
3. Memberi ancaman azab pedih kepada orang yang maksiyat kepada Allah
dan kabar gembira berupa jannah kepada orang yang beriman dan beramal
sholeh ( QS. Al Kahfi: 2 )
4. Memberi pelajaran kepada orang-orang yang takut (akan kedudukan Allah
) (QS An Nazi'at:26)
5. Merupakan nikmat karena dengannya orang beriman dikeluarkan dari
kegelapan menuju cahaya terang (Islam) (QS. Ibrahim:1)
Tujuan Allah mengutus Rasul kepada manusia
Allah SWT mengutus Rasul yaitu untuk menyebarkan agama islam karena agama
islam dia anggap sebagai agama pembawa kebenaran. Beliau diutus Allah untuk
menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid. Dalilnya, firman
Allah Ta’ala.
Beliaupun melaksanakan perintah ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun,
mengajak kepada tauhid. Setelah sepuluh tahun itu beliau di mi’rajkan (diangkat naik) ke atas
langit dan disyari’atkan kepada beliau shalat lima waktu. Beliau melakukan shalat di Makkah
selama tiga tahun. Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah.
Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan umat Islam. Dan kewajiban
tersebut hukumnya tetap berlaku sampai hari kiamat. Dalil yang menunjukkan kewajiban
hijrah, yaitu firman Allah Ta’ala :
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan zhalim terhadap
diri mereka sendiri [1], kepada mereka malaikat bertanya :’Dalam keadaan bagaimana kamu
ini .? ‘Mereka menjawab : Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah). Para
malaikat berkata : ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (kemana
saja) di bumi ini ?. Maka mereka itulah tempat tinggalnya neraka Jahannam dan Jahannam itu
adalah seburuk-buruk tempat kembali. Akan tetapi orang-orang yang tertindas di antara
mereka, seperti kaum lelaki dan wanita serta anak-anak yang mereka itu dalam keadaan tidak
mampu menyelamatkan diri dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), maka mudah-
mudahan Allah memaafkan mereka. Dan Allah adalah Maha Pema’af lagi Maha
Pengampun”. [An-Nisaa : 97-99]
Jadi, menurut saya tujuan Allah nenurunkan wahyu misalnya Al-Qur’an adalah
sebagai petunjuk atau pedoman bagi kita sebagai umat manusia bagimana semestinya hidup
di dunia dan di akhirat. Wahyu memberikan pengetahuan dan pemecahan. Selamanya Tuhan
menurunkan Wahyu untuk membawa solusi bagi keselamatan manusia. Akan tetapi
sebagaimana telah disampaikan tentang kehendak-Nya yang menganugerahkan tubuh dan
akal kepada manusia, maka Wahyu tidak akan menyelesaikan masalah manusia manakala
tidak diiringi dengan penggunaan tubuh dan akal secara seharusnya. Allah mengutus para
rasul salah satunya adalah untuh menyebarkan akan kebenaran agama Islam dengan
peringatan menjauhi kesyirikan dan mendekat pada tauhid.
DAFTAR PUSTAKA