Anda di halaman 1dari 8

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Padang

Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial


dan Metastasis ke Paru
M. Abduh Firdaus, Sukri Rahman

ABSTRAK
Keganasan hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan tumor yang jarang ditemukan,
hanya merupakan 1% dari seluruh tumor ganas di tubuh dan 3 % dari keganasan di kepala dan leher.
Diagnosis secara dini dan pengobatan sampai saat ini masih merupakan tantangan. Pasien dengan tumor
sinonasal biasanya datang pada stadium yang sudah lanjut, dan umumnya sudah meluas ke jaringan
sekitarnya. Tidak jarang keluhan utama pasien justru akibat perluasan tumor seperti keluhan mata dan
kepala dan bahkan gejala akibat metastsis jauh. Prognosis keganasan ini umumnya buruk. Hal ini karena
anatomi sinus yang merupakan rongga yang tersembunyi dalam tulang, yang tidak akan dapat dideteksi
dengan pemeriksaan fisik biasa dan sering asimptomatik pada stadium dini serta lokasinya yang
berhubungan erat dengan struktur vital.
Dilaporkan satu kasus tumor sinus paranasal pada seorang lali-laki berusia 52 tahun yang
telah mengalami perluasan ke intrakranial dan metastasis ke paru.

Kata kunci : tumor sinonasal, perluasan intrakranial, metastasis paru.

ABSTRACT
Malignancies of the nasal cavity and paranasal sinuses (sinonasal) are rare, comprising only 1 % of
all human malignancies and only 3 % of those arising in the head and neck. Early diagnosis and treatment
are still a challenge. A patient with sinonasal tumors usually comes at the advanced stage, and generally has
spread to surrounding tissue. Not infrequently the patient's main complaint due to the expansion of the
tumors such as eye or head complaints and sometimes even result of distant metastases. It has been
associated with a poor prognosis. This is because the anatomy of the sinuses, which is a hidden cavity in the
bone, which can not be detected by regular physical examination, tend to be asymptomatic at early stages,
and located close anatomic proximity to vital structures.
A case of paranasal sinus tumors in a 52-year-old man who has experienced intracranial expansion
and pulmonary metastases is reported.

Keywords: sinonasal tumor, intracranial expansion, pulmonary metastases.

PENDAHULUAN 1%),1,2 dengan perbandingan laki-laki dan


perempuan 2:1.2
Tumor hidung dan sinus paranasal
Data di bagian THT FKUI/RSCM
(sinonasal) merupakan tumor yang jarang
selama 10 tahun, keganasan ini menduduki
ditemukan dan sampai saat ini diagnosis secara
urutan ke tiga terbanyak setelah karsinoma
dini dan pengobatan masih merupakan tantangan.
nasofaring dan limfoma malignum non
Gejala dan tandanya hampir sama dengan proses
Hodgkins di kepala leher,2 sedangkan di
inflamasi daerah hidung dan sinus, sehingga
RS.Dr.M. Djamil belum ada penelitian, namun
pasien biasanya datang sudah dalam stadium
dari penelusuran rekam medis pasien, selama
lanjut. Keganasan ini juga merupakan tumor yang
6 bulan sejak 1 Januari 2006 bagian THT-KL
sulit untuk diobati sehingga prognosisnya sering
RS.Dr. M. Djamil telah merawat 10 kasus baru
buruk. Keadaan ini disebabkan lokasi anatomi
keganasan hidung dan sinus paranasal, selama
hidung dan sinus paranasal yang berdekatan
tahun 2004 dan 2005 merawat 37 kasus baru
dengan struktur-struktur vital seperti dasar
keganasan hidung dan sinus paranasal.
tengkorak, otak, mata dan arteri karotis.1,2,3,4,5
Beberapa penelitian epidemiologi
Kegansan hidung dan sinus paranasal
menunjukkan adanya hubungan antara
hanya merupakan 1% dari seluruh tumor ganas di
tingginya insiden keganasan ini dengan
tubuh, dan 3 % dari keganasan di kepala dan
terpapar bahan-bahan kimia karsinogen dan
leher, sinus maksila merukan tempat tersering
serbuk kayu.1,2,6
(60-80%) diikuti kavum nasi 20-30% dan sinus
etmoid ±15%, sedangkan sinus frontal dan EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
sfenoid sangat jarang dijumpai (kurang dari
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

Keganasan sinonasal merupakan


keganasan yang jarang terjadi, hanya 1% (0,2 -
1%) dari seluruh keganasan di tubuh, dan 3% dari
keganasan di kepala dan leher.5,7 Keganasan
sinonasal lebih sering pada laki-laki dengan
perbandingan laki-laki dengan perempuan 2:1.
Keganasan ini sering terdiagnosis pada usia 50
sampai 70 tahun.2,5
Lebih kurang 60% keganasan ini berasal
dari sinus maksila, dikuti kavum nasi 20-30%,
sinus etmoid 10-15% dan sinus sfenoid dan sinus
frontal 1%. Bila tumor kavum nasi tidak
dimasukkan maka, 77% berasal dari sinus
maksila, 22% dari sinus etmoid dan 1% dari
sfenoid dan frontal. Keganasan ini dengan angka
yang tinggi ditemukan di Jepang, China dan India.7
Penyebab pasti belum diketahui, namun
kontak dengan debu kayu diketahui merupakan
faktor risiko utama yang berhubungan dengan
keganasan ini. Mulculnya keganasan biasanya
sekitar 40 tahun setelah kontak pertama.
Peningkatan risiko keganasan ini juga didapatkan
pada pekerja pemurnian nikel dan pabrik pigmen
kromat. Disamping itu, dilaporkan bahwa kontak
dengan formaldehid, diisoprofil sulfat, dikloroetil
sulfide dan merokok juga meningkatkan risiko
timbulnya keganasan ini.7
ANATOMI
Gambar 1. Anatomi rongga hidung dan sinus
Sinus paranasal dan rongga hidung paranasal.9
berbatasan dengan struktur-struktur vital yang
akan terlibat apabila tumor telah meluas. Kavum Sinus maksila dibagi menjadi dua
nasi merupakan saluran nafas yang terletak bagian oleh garis imajiner yang ditarik dari
paling atas dan mukosanya terdiri dari kombinasi kantus medial ke angulus mandibula (Öhngren
epitel kubik dan epitel bertingkat toraks bersilia. line) menjadi suprastruktur dan infrastruktur.
Mukosa hidung terdiri dari kelenjar mukus, Tumor yang berasal superior dari garis ini
kelenjar ludah minor, melanosit dan epitel berhubungan dengan prognosis yang lebih
penghidu di bagian superior. Rongga hidung di buruk karena berdekatan dengan mata, fossa
garis tengah dibagi oleh septum. Batas superior pterigopalatina dan fossa infratemporal,
dari kavum nasi adalah sinus etmoid dan bagian sehingga penyebarannya ke fossa kranial dan
inferior berbatasan dengan palatum durum. organ sekitar lebih mudah.9 (gambar 2).
Dinding lateral rongga hidung juga merupakan
dinding medial sinus maksila. Sinus sfenoid
berada di superior dan posterior dari rongga
hidung.5,8 (gambar 1)
Kompleks etmoid terdiri dari 3-18 sel
yang berada diantara orbita. Sisi kanan dan sisi
kiri dihubungkan oleh fossa kribriformis. Fossa
kribriformis merupakan salah satu landmark
pada penentuan stadium tumor. Kerusakan fossa
ini akan menyebabkan perluasan langsung tumor
ke fossa kranial anterior. Lamina papirasea
merupakan dinding lateral etmoid, yang
membatasinya dengan orbita. Kerusakan dinding
ini akan menyebabkan perluasan tumor ke orbita, Gambar 2. Ohngren line.5
dan harus menjadi pertimbangan pada saat
dilakukan tindakan operasi. Atap etmoid dibentuk Keganasan pada sinus sphenoid
oleh fovea etmoidalis, yang merupakan bagian biasanya unresectable karena letak
dasar terkorak yang tipis.7 anatominya yang rumit. Nervus optikus, arteri

2
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

karotis dan sinus kavernosus sangat dekat dengan Rongga hidung dan sinus etmoid
sinus ini, bahkan kadang-kadang mengalami T1 Tumor terbatas pada satu sisi dengan
dehiscent.9 atau tanpa invasi ke tulang.
Meskipun tumor di rongga hidung dan T2 Tumor telah mengenai dua sisi dengan
sinus paranasal memiliki pertumbuhan lokal yang atau tanpa perluasan ke jaringan sekitar
ekstensif, namun penyebaran melalui aliran limfe di kompleks nasoetmoid dengan atau
dan darah jarang terjadi.9 Tumor yang lanjut tanpa invasi tulang.
dapat meluas ke kelenjar getah bening T3 Tumor telah meluas ke dinding medial
retrofaring, buccinator, submandibula dan jugular atau lantai orbita, sinus maksila,
superior. Metastasis jauh paling sering ke paru.10 palatum atau fossa kribriformis.
T4a Tumor telah mengenai orbita anterior,
STADIUM
kulit hidung atau pipi, perluasan
Penilaian stadium tumor menggunakan minimal ke fossa kranial anterior,
klasifikasi AJCC (American Joint Committee on pterygoid plates, sinus sfenoid atau sinus
Cancer) edisi ke-6 tahun 2002, yang frontal.
mengklasifikasikan tumor berdasarkan ukuran T4b Tumor telah mengenai apeks orbita,
tumor primer (T), metastasis kelenjar getah dura, otak, fossa kranial media, saraf
bening regional (N) dan metastasis jauh (M).11 kranial selain N.V2, nasofaring atau
Penentuan tumor primer bersadarkan clivus.
inspeksi, palpasi dan pemeriksaan neurologi saraf Metastasis ke kelenjar getah bening
kranial. Pemeriksaan dengan endoskopi regional (N)
dianjurkan. Pemeriksaan pencitraan baik NX Pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
Computed Tomography scan (CT scan) atau regional tidak dapat dinilai.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) diperlukan N0 Tidak terdapat pembesaran KGB
untuk mendapatkan stadium yang akurat sebelum N1 Metastasis ke KGB singel ipsilateral
pengobatan.11 dengan diameter terpanjang ≤3 cm.
Penilaian pembesaran kelenjar getah N2 Metastasis ke KGB singel ipsilateral lebih
bening leher dilakukan dengan palpasi dan dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm,
pencitraan, sedangkan metastasis jauh ditentukan atau multiple ipsilateral ≤6 cm atau
dengan berbagai pemeriksaan seperti radiologi, bilateral atau kontralateral ≤6 cm.
kimia darah dan pemeriksaan lain sesuai N2a Metastasis ke KGB singel ipsilateral lebih
indikasi.11 dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.
Klasifikasi menurut AJCC 2002 sebagai berikut: N2b Metastasis ke KGB multipel ipsilateral ≤
Tumor Primer (T) 6 cm.
TX Tumor primer tidak dapat dinilai N2c Metastasis ke KGB bilateral atau
T0 Tidak terdapat tumor primer kontralateral ≤6 cm.
Tis Carcinoma in situ N3 Metastasis ke KGB dengan diameter
Sinus maksila terpanjang > 6 cm.
T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksila, Metastasis jauh(M)
tidak terdapat erosi atau destruksi tulang. MX Metastasis jauh tidak dapat ditentukan.
T2 Tumor menyebabkan erosi atau destruksi M0 Tidak terdapat metastasis jauh.
tulang termasuk perluasan ke palatum M1 Terdapat metastasis jauh.
durum, dan/ atau meatus medius namun Stadium tumor
tidak terdapat perluasan ke dinding Stadium 0 Tis N0 M0
posterior sinus maksila dan fossa pterigoid. Stadium I T1 N0 M0
T3 Tumor telah mengenai tulang dinding Stadium II T2 N0 M0
posterior sinus maksila, jaringan subkutan, Stadium III T3 N0 M0
dinding medial atau lantai orbita, fossa T1 N1 M0
pterigoid, sinus etmoid. T2 N1 M0
T4a Tumor telah mengenai orbita anterior, kulit T3 N1 M0
pipi, pterygoid plates, fossa Stadium IVA T4a N0 M0
infratemporal, fossa kribriformis, sinus T4a N1 M0
sfenoid atau sinus frontal. T1 N2 M0
T4b Tumor telah mengenai apeks orbita, dura, T2 N2 M0
otak, fossa kranial media, saraf kranial T3 N2 M0
selain N. Maksilaris (V2), nasofaring atau T4a N2 M0
clivus. Stadium IVB T4b setiap N M0
Setiap T N3 M0
Stadium IVC Setiap T setiap N M1

3
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

DIAGNOSIS Meskipun jarang ditemukan,


pemeriksaan kelenjar getah bening harus
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
dilakukan. Cantù G dkk14 melaporkan dari 305
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
kasus tumor ganas sinus etmoid dan 399 kasus
Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat
tumor ganas sinus maksila mendapatkan
menemukan tumor dalam stadium dini. CT Scan
pembesaran KGB leher masing-masing 1,6 %
merupakan sarana terbaik dalam melihat
dan 8,3%.
perluasan tumor dan destruksi tulang. 12 Foto
Tidak jarang pasien datang dengan
polos paru diperlukan untuk melihat metastasis
keluhan akibat metastasis jauh, sehingga
tumor ke paru. Diagnosis pasti ditegakkan
pemeriksaan adanya metastasis jauh
berdasarkan pemeriksaan histopatologi. 1,12
diperlukan. Salem L dkk seperti dikutip Smith
Gejala Klinis GA dkk15 mendapatkan metastasis ke paru
2,6% dan metastasis ke tulang 1,94%. New GB
Gejala tergantung asal tumor primer dan
seperti dikutip Smith GA dkk15 juga
arah perluasannya, tumor dalam sinus maksila
melaporkan bahwa paru merupakan lokasi
biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor
metastasis jauh yang paling sering. Metastasis
telah mendestruksi tulang dan meluas ke kavum
jauh juga dapat terjadi ke pleura, hepar,
nasi, rongga mulut, pipi atau orbita.12
perikardium, ginjal, limpa dan tulang
Berdasarkan perluasan tumor gejala
belakang.15
dapat dikategorikan sebagai :12
1. Gejala nasal, berupa obstruksi hidung Pemeriksaan Radiologi
unilateral dan rinore, kadang disertai darah
Pemeriksaan radiologi merupakan
atau epistaksis. Desakan pada hidung
bagian yang sangat penting pada diagnosis,
menyebabkan deformitas.
staging dan follow up keganasan sinonasal.
2. Gejala orbital, perluasan ke arah orbita dapat
Pemeriksaan CT scan memberikan gambaran
menimbulkan gejala diplopia, proptosis,
yang baik mengenai lokasi dan perluasan
oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.
tumor, CT scan dapat menentukan adanya
Sabharwal KK dkk13 yang mengevaluasi CT
erosi atau destruksi tulang. CT scan dengan
scan pasien dengan proptosis, mendapatkan
kontras akan memberikan gambaran
sebagian besar proptosis akibat keganasan.
perluasan tumor ke organ sekitarnya.5
Keganasan pada sinus maksila merupakan
Di sisi lain MRI, memberikan
penyebab terbanyak di luar tumor mata.
gambaran yang lebih jelas batas tumor dengan
3. Gejala oral, menimbulkan penonjolan atau
jaringan lunak di sekitarnya. MRI sangat
ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris,
membantu dalam menentukan perluasan
sering nyeri gigi sebagai gejala awal yang
tumor ke orbita, dura, otak, arteri karotis dan
membawa pasien ke dokter
sinus kavernosus.5
4. Gejala fasial, perluasan tumor ke anterior
Satu laporan yang membandingkan CT
menimbulkan penonjolan pada pipi, disertai
scan dengan MRI, medapatkan bahwa MRI
nyeri, anestesia atau parastesia.
lebih superior untuk menilai perluasan tumor
5. Gejala intrakranial, perluasan ke intrakranial
disamping juga dapat membedakan massa
menyebabkan sakit kepala yang hebat,
tumor dari sekret atau mukosa yang
oftalmoplegi, gangguan visus, kadang dapat
mengalami inflamasi.16
timbul liquore serta mengenai saraf-saraf
kranial. Biopsi
Pemeriksaan Fisik Apabila lokasi tumor telah dapat
diidentifikasi, selanjutnya dibutuhkan
Pemeriksaan kepala dan leher yang
pemeriksaan histopatologi jaringan. Biopsi
lengkap harus dilakukan. Pemeriksaan dilakukan
jaringan dilakukan dengan teknik yang paling
meliputi daerah sinonasal, mata, saraf kranial dan
tidak invasif tetapi mendapatkan jaringan
nasoendoskopi untuk menilai adanya masa tumor.
yang cukup representatif untuk diperiksa.
Meskipun tidak patognomonis, kebas atau
Menghindari biopsi terbuka dengan alasan 1)
hipostesia di infraorbita (N.V2) atau supraorbita
akan menyebabkan gangguan keutuhan
(N.V3) harus dicurigai adanya perluasan suatu
struktur anatomi dan batas tumor, 2)
keganasan. Selain itu tanda lain yang dapat
kemungkinan sel tumor mengkontaminasi
ditemukan berupa proptosis, kemosis, gangguan
jaringan normal dan 3) menyebabkan
fungsi otot ektraokuler, penonjolan massa di pipi,
lokalisasi tumor dan batas-batas tumor
massa di ginggiva atau ginggivobukal serta
terganggu yang menyulitkan pada saat
kelainan pada gigi atas.1
operasi.5

4
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

Pendekatan endoskopi melalui hidung Untuk tujuan ini radioterapi dan/ atau
(nasoendoskopi) merupakan teknik yang optimal kemoterapi merupakan modalitas yang sering
untuk biopsi tumor sinonasal. Kelebihan teknik digunakan untuk mengurangi morbiditas
ini adalah visualisasi yang lebih baik, morbiditas lokal.5,17,18
yang minimal, perubahan pada jaringan tumor Berbagai teknik pembedahan
dan organ sekitar minimal. Tumor kecil di dinding dilakukan untuk pengangkatan tumor
lateral sinus maksila dapat dicapai dengan sinonasal. Jenis operasi yang dilakukan
melakukan antrostomi meatus medius dan tergantung pada lokasi dan perluasan tumor.
visualisasi dengan endoskop 300 atau 700, biopsi Tumor yang berasal dari sinus maksila
dilakukan dengan forseps jerapah.5 diangkat dengan maksilektomi. Beberapa jenis
Apabila tumor terbatas pada kavum nasi, maksilektomi dengan terminologi yang
biopsi lokal di poliklinik dapat dilakukan dengan beragam telah dilaporkan, namun secara
memastikan sebelumnya bahwa tidak ada umum dapat dikelompokkan menjadi
hubungan dengan cairan serebrospinal dan tidak maksilektomi terbatas, maksilektomi subtotal
mengandung vaskularisasi yang banyak. Pada dan maksilektomi total.5
tumor dengan vaskularisasi yang banyak, Maksilektomi terbatas merupakan
diperlukan pemeriksaan pencitraan tambahan teknik yang paling sering dilakukan.
sebelum dilakukan biopsi.5 Maksilektomi terbatas adalah pengangkatan
Pada kasus tumor sinus maksila yang satu dinding dari sinus maksila, biasanya
tidak dapat dicapai melalui hidung, biopsi dinding medial atau lantai sinus maksila.
dilakukan dengan punksi fossa kanina dan dengan Maksilektomi medial salah satu bagian dari
bantuan endoskop.5 teknik ini dilakukan pada tumor yang terbatas
pada dinding medial sinus maksila, tumor
HISTOPATOLOGI
kavum nasi dan sinus etmoid. Pada teknik ini
Karsinoma sel skuamosa merupakan semua dinding medial sinus maksila, lamina
gambaran histopatologi yang paling sering pada papirasea dan sinus etmoid diangkat.5
keganasan sinonasal (lebih dari 80% kasus). Tumor yang lebih luas diangkat
Disamping karsinoma sel skuamosa, keganasan dengan maksilektomi subtotal yaitu tindakan
sinonasal juga dapat berupa adenokarsinoma, mengangkat paling tidak dua dinding sinus
adenoid sistik karsinoma, melanoma maligna, maksila termasuk palatum durum. Sedangkan
neuroblastoma olfaktori, karsinoma tidak maksilektomi total merupakan tindakan yang
berdiferensiasi dan limfoma serta sarkoma.5,7 jarang dilakukan yaitu pengangkatan semua
sinus maksila. Eksenterasi orbita sering
PENATALAKSANAN
dilakukan pada maksilektomi total, yaitu pada
Pilihan terapi pada keganasan sinonasal 71% kasus.5
bersifat individual. Ada beberapa hal yang harus
PROGNOSIS
dipertimbangkan pada pemilihan terapi yaitu 1)
histopatologi tumor, 2) stadium tumor, 3) Prognosis keganasan sinus paranasal
kemungkinan dapat direseksi secara komplit, 4) pada umumnya kurang baik, karena sebagian
keadaan umum pasien, 5) morbiditas yang besar pasien datang pada stadium lanjut.
ditimbulkan dan risiko yang mungkin terjadi, 6) Sampai beberapa dekade terakhir belum
kemungkinan rekonstruksi dan fungsi setelah tampak peningkatan yang bermakna terhadap
operasi, 7) keadaan sosioekonomi pasien, 8) angka bertahan hidup pada seluruh keganasan
kemampuan ahli bedah dan 10) harapan pasien.5 hidung dan sinus paranasal. Angka bertahan
Usaha kuratif hanya memungkinkan pada hidup 5 tahun rata-rata untuk seluruh
tumor yang dapat diangkat secara komplit. Pada keganasan sinus maksila antara 20-50%, hal
kasus ini pengobatan dilakukan dengan yang sama juga berlaku untuk sinus paranasal
pengangkatan tumor secara lengkap tanpa terapi yang lain.2,5
tambahan. Namun kasus keganasan sinonasal Popović D dkk18 melaporkan angka
umumnya datang dengan stadium yang lanjut, bertahan hidup 5 tahun untuk keganasan
sehingga membutuhkan terapi multi modalitas.5 hidung, sinus maksila dan etmoid berturut-
Operasi pengangkatan tumor dan turut 45, 38, dan 13 %.
radioterapi masih merupakan modalitas utama. Terdapatnya metastasis ke KGB dan
Namun demikian beberapa penulis melaporkan metastasis jauh merupakan faktor yang
penggunaan kemoterapi dan radiasi memberi memperburuk prognosis pasien.14,19,20
manfaat pada keganasan yang lebih lanjut. Terapi
LAPORAN KASUS
paliatif merupakan tujuan utama pada kasus yang
sudah mengalami perluasan, unresectable, Seorang pasien laki-laki umur 52
metastasis jauh dan keadaan fisik yang buruk. tahun pada tanggal 6 Maret 2006 dikonsulkan

5
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

dari ruang rawat mata RS. Dr. M. Djamil Padang 14500 /mm3 , Trombosit 499000 /mm3,
dengan diagnosis protusio bulbi ec suspek tumor Hitung Jenis 0/2/4/70/20/4, Ureum 19 mg%,
retroorbita dengan diagnosis banding tumor sinus Kreatinin 0,7 mg%, SGOT 18 mg%, SGPT 11
paranasal. mg%.
Dari anamnesis diketahui bahwa Pada pemeriksaan CT scan orbita
penonjolan mata kanan yang dirasakan sejak 2 didapatkan hasil dengan kesan tumor (ganas)
bulan yang membawa pasien berobat ke bagian sinus maksilaris dektra dengan perluasan dan
mata. Disamping itu pasien juga mengeluh infiltrasi ke intrakranial. (gambar 3). Pada
penglihatan ganda sejak 1 bulan terakhir. Hidung röntgen toraks postero anterior didapatkan
kanan tersumbat sejak 2 bulan, tidak terdapat kesan metastase (lympoid type) (gambar 4).
riwayat keluar darah dari hidung dan mulut. sejak
satu bulan sebelumnya pasien sering merasakan
nyeri kepala yang berat yang tidak hilang dengan
obat nyeri kepala yang dijual bebas. Rasa kebas di
pipi kanan sebenarnya sudah dirasakan pasien
sejak 3 bulan.
Sesak nafas tidak menciut dan tidak
dipengaruhi posisi tidur dan batuk-batuk
dirasakan terutama sejak 3 bulan terakhir,
kadang-kadang disertai batuk berdahak
bercampur darah. Suara serak tidak ada, telinga
berdenging tidak ada, benjolan di leher tidak ada,
gigi kanan atas sering dirasakan nyeri terutama
sejak 1 bulan terakhir. Berat badan mengalami
penurunan terutama 6 bulan terakhir.
Pasien adalah seorang petani, tidak
pernah bekerja pada pekerjaan yang behubungan
dengan serbuk kayu, logam atau cat. Pasien
merokok sejak remaja lebih kurang satu bungkus
perhari dan sudah berhenti sejak 18 tahun yang
lalu. Pernah mendapat pengobatan tuberkulosis Gambar 3. CT Scan potongan koronal
paru 18 tahun yang lalu dan sudah dinyatakan
sembuh, tidak ada riwayat penyakit lain. Dalam
keluarga tidak ada riwayat penyakit keganasan.
Pada pemeriksaan didapatkan keadaan
umum lemah, kesadaran komposmentis,
kooperatif, tidak demam.
Pada pemeriksaan hidung luar, tidak ditemukan
deformitas, tidak tampak massa dan tidak
terdapat penonjolan di pipi. Pada pemeriksaan
rinoskopi anterior dan nasoendoskopi, kavum
nasi sempit, tampak pendorongan dinding lateral
hidung kanan ke arah septum, sehingga tidak ada
celah antara konka dengan septum, tidak tampak
massa tumor. Pemeriksaan rinoskopi posterior
ditemukan adanya massa tumor pada koana
kanan dan dinding lateral hidung kanan. Hidung
Gambar 4. Rontgen toraks PA
kiri dalam batas normal. Tidak terdapat
penonjolan di palatum dan rongga mulut.
Saat itu ditegakkan diagnosis kerja
Pemeriksaan Telinga dan tenggorok tidak
tumor sinus paranasal dekstra dengan
didapatkan kelainan. Tidak terdapat gangguan
perluasan intrakranial dan metastasis ke paru,
buka mulut. Tidak terdapat pembesaran kelenjar
direncanakan untuk dilakukan biopsi.
getah bening leher.
Dilakukan konsultasi dengan bagian
Pada pemeriksaan mata didapatkan Visus
Penyakit dalam untuk toleransi tindakan
OD : 6/12, OS : 6/20, terdapat protusio bulbus
biopsi. Dari konsultasi ini selain diagnosis
okuli dekstra, gerak bulbus okuli dekstra terbatas
awal, juga ditemukan adanya
dan terdapat diplopia.
bronkopneumonia dupleks dan VES frekuens,
Pada pemeriksaan laboratorium darah
serta dianjurkan untuk menunda tindakan
didapatkan Hemoglobin 13,4 gr/dl, Leukosit
sampai keadaan jantung paru baik,

6
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

pemberian Oksigen 2 liter/menit, Cefotaksim 2x wajah harus dicurigai adanya perluasan suatu
1 gr IV minimal 10 hari, kordaron 2x200 mg, keganasan. Selain itu pada pasien ini juga
ambroxol sirup 3 kali 30 mg dan parasetamol bila terdapat gangguan visus dan fungsi otot
demam. Konsultasi juga dilakukan dengan bagian ektraokuler serta nyeri pada gigi atas.1
paru, dan pasien dirawat bersama bagian mata, Keganasan sinus paranasal jarang
paru dan penyakit dalam. bermetastsis baik ke kelenjar getah bening
Selama perawatan keadaan umum maupun metastasis jauh, karena tumor berada
semakin lemah, sesak nafas bertambah, nyeri pada suatu struktur tulang yang kokoh, kecuali
kepala semakin berat, demam disertai adanya telah mendestruksi organ sekitarnya. Tumor
hemoptisis masif. Pada tanggal 13 Maret 2006 di sinus paranasal juga dapat sebagai
pasien meninggal setelah mengalami hemoptisis metastasis dari tumor primer di tempat lain,
masif dan syok. Kontrol dan penatalaksanaan meskipun ini jarang, dilaporkan dapat
intensif telah dilakukan sejak dua hari metastasis dari keganasan di ginjal, payudara
sebelumnya. dan paru.1
Pada pasien ini dicurigai terdapat
DISKUSI
metastasis jauh ke paru, yang menyebabkan
Telah dilaporkan satu kasus Tumor sinus gejala hemoptisis massif . Salem L dkk seperti
paranasal dekstra dengan perluasan intrakranial dikutip Smith GA dkk melaporkan kejadian
dan metastasis ke paru pada seorang pasien laki- metastasis ke paru sebanyak 2,6% dan
laki umur 52 tahun yang datang dengan keluhan metastasis ke tulang 1,94% pada keganasan
utama mata kanan menonjol dirasakan sejak 2 sinonasal. New GB seperti dikutip Smith GA
bulan sebelum kunjungan ke rumah sakit. Karena dkk15 juga melaporkan bahwa paru
alasan ini pasien dirawat pertama kali di bagian merupakan lokasi metastasis jauh yang paling
mata, dengan diagnosis saat itu kecurigaan tumor sering selain juga dapat ke pleura, hepar,
retrobulber. Proptosis sering merupakan gejala perikardium, ginjal, limpa dan tulang
dari keganasan, selain akibat keganasan di mata, belakang.15 metastasis ke paru dapat berupa
perluasan dari tumor di sinus maksila merupakan endotracheal/endobronchial metastases (EEM).
merupakan penyebab terbanyak proptosis di luar Pada kasus adanya EEM sering juga disertai
tumor mata.13 dengan metastasis jauh pada tempat lain,
Sering keluhan utama pasien justru seperti dilaporkan Kiryu T dkk21 yang
akibat perluasan tumor seperti keluhan mata dan menemukan 9 dari 16 kasus (56.3%) juga
kepala dan bahkan kadang-kadang gejala akibat terdapat metastasis jauh ekstra bronkial.
metastsis jauhlah yang membawa pasien berobat, Setiap keganasan hidung dan sinus
sedangkan keberadaan tumor sering terabaikan, paranasal harus dilakukan biopsi untuk
bahkan oleh petugas kesehatan.2 Ini terjadi menegakkan diagnosis definitif. 2,3,6

karena anatomi sinus yang merupakan rongga Dilanjutkan dengan penetuan sadium (staging)
yang tersembunyi dalam tulang, yang tidak akan tumor. Pada kasus ini biopsi tertunda karena
dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik biasa. keadaan fisik pasien yang lemah dan penyulit
Keadan ini juga menyebabkan tumor stadium dini lain yang tidak memungkinkan untuk
akan bersifat asimptomatik. Hal ini juga yang dilakukan biopsi segera.
membuat diagnosis ditegakkan setelah tumor Penatalaksanaan tumor tergantung
mendestruksi struktur sekitarnya.2,3 beberapa faktor seperti stadium tumor,
Setelah dilakukan pemeriksaan CT Scan histopatologi, lokasi dan perluasan, kedaan
orbita, tampak massa pada sinus paranasal kanan umum pasien. Pembedahan dan radioterapi
yang telah meluas ke orbita dan intrakranial. masih merupakan modalitas utama pada
Pasien dengan tumor sinus paranasal biasanya keganasan hidung dan sinus paranasal.
datang berobat pada stadium yang sudah lanjut, Sedangkan kemoterapi umumnya digunakan
dan umumnya sudah meluas ke jaringan sebagai terapi paliatif.1,2,17
sekitarnya. Kedaan ini merupakan faktor Prognosis keganasan sinus paranasal
penyebab buruknya prognosis keganasan sampai saat ini masih buruk, karena umumnya
sinonasal. Secara anatomi sinus paranasal pasien datang pada stadium lanjut, sampai
merupakan struktur dan rongga yang sangat erat beberapa dekade terakhir belum tampak
hubungannya dengan struktur vital di sekitarnya peningkatan yang bermakna terhadap angka
seperti otakotis dan arteri kar.2,3 bertahan hidup pada seluruh keganasan
Hidung tersumbat merupakan keluhan hidung dan sinus paranasal.2, 14,19,20
yang sering, dan menandakan tumor telah keluar Masih dibutuhkan konfirmasi
ke kavum nasi atau mendorong dinding medial histopatologi tumor dan konfirmasi adanya
sinus. Rasa kebas di wajah sudah dirasakan metastasis paru, meskipun secara klinis sudah
pasien selama tiga bulan. Kebas atau hipostesia di jelas terdapat tanda keganasan. Apabila

7
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang

histopatologi menunjukkan suatu keganasan dan adanya riwayat tuberkulosis paru,


lesi di paru sudah dikonfirmasi sebagi metastasis bronkopneumoni, Ventrikular Ekstra Sistole
jauh dari tumor, maka kasus ini sudah berada (VES) dan massa tumor yang telah
pada stadium IVC, dengan ukuran tumor yang mendestruksi organ sekitarnya dan bahkan
telah meluas ke intrakranial (T4b) dan adanya sudah sampai ke serebral serta kecurigaan
metastasi jauh ke paru (M1). metastasis ke paru yang menyebabkan
Pada pasien ini juga terdapat berbagai hemoptisis massif.
penyulit yang memperburuk keadaan diantaranya

DAFTAR KEPUSTAKAAN 10 Lund PJ. Distant Metastases from Sinonasal


Cancer. ORL 2001;63:212–3.
1 Carrau RL, Myers EN. Neoplasms of the Nose and 11 Greene FL, Page DL, Fleming ID. AJCC Cancer
Paranasal Sinuses. In : Bayley BJ, Calhoun KH, Staging Handbook 6th Ed. Springer Verlag;2002.
eds. Head and Neck Surgery-Otolaryngology,
12 Averdi R, Endang M, Damayanti S. Tumor
3thed, Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams &
Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam :Efiaty AS,
Wilkins; 2001.p.1247-65.
Nurbaiti I. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT
2 Armiyanto. Keganasan Hidung dan Sinus Kepala Leher. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI;
Paranasal. In: THT FKUI. Penanganan Mutakhir 2003.p.143-5
Kasus Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta: THT
13 Sabharwal KK, Chouhan AL, Jain S. CT
FKUI; 2003.p. 60-78.
Evaluation Of roptosis. Ind J Radiol Imag 2006
3 Domanowski G. Malignant tumors of the Sinuses. 16:4:683-8.
Diakses dari :
14 Cantù G, Bimbi G, Miceli R, Mariani L, Colombo
http://www.emedicine.com/ent/topic254.htm,
S. Lymph Node Metastases in Malignant Tumors
last updated May 30, 2006.
of the Paranasal Sinuses. Arch Otolaryngol Head
4 Fadil M. Diagnosis Dini Tumor Hidung dan Sinus Neck Surg. 2008;134(2):170-7.
Paranasal. Dalam : FK UKI. Penatalaksanaan
15 Smith Ga, Goldberg S. Bone Metastases in
Penyakit Hidung Masa Kini. Jakarta: FK UKI,
Carcinoma of the Maxillary Antrum. S. Afr Med J
2004: 1-5
1972;46:1676-8.
5 Wong RJ, Kraus DH. Cancer of the nasal cavity
16 Lloyd GAS, Lund VJ, Phelps PD, Howard DJ.
and paranasal sinuses. In: Shah JP, Patel SG, eds.
Magnetic resonance imaging in the evaluation of
Cancer of the Head and Neck. London: BC Decker
nose and paranasal sinus disease. British J Rad
Inc;2001.p.204-22
1987; 6:, 957-68
6 Shao W. Malignant tumors of the Nasal Cavity.
17 Giri SPG, Reddy EK, Gerner LS, Krishnan L,
Diakses dari :
Smailey SR, Evans RG. Management of advanced
http://www.emedicine.com/ent/topic252.htm,
Squamous Cell Carcinomas of the Maxillary
last updated June 5, 2006
Sinus. Cancer 1992; 69:657-61.
7 Barnes L, Tse LLY, Hunt JL, Gensler MB, Curtin
18 Popović D, Milisavljević D. Malignant tumors of
HD, Boffeta P. Tumours of the Nasal cavity and
the maxillary sinus. A ten-year experience. Med
paranasal sinuses: Introduction. In: Barnes L,
and Biol 2004;11: 31-4.
Eveson JW, Reichart P, Sidransky D. Patology
and Genetics of Head and Neck Tumours. Lyon: 19 Le QT, Fu KK, Kaplan M, Terris DJ, Fee WE,
IARC Press;2005.p.12-7 Goffinet DR. Treatment of Maxillary Sinus
Carcinoma. Cancer 1999;86: 1700–11.
8 Schantz S, Harrison LB, Forastiere AA. Tumors of
the nasal cavity and paranasal sinuses, 20 Lee CH, Hur DG, Roh HJ, Rha KS, Jin HR, Rhee
Nasopharynx, oral cavity and oropharynx. In: CS, Min YG. Survival Rates of Sinonasal
Devita VT, Hellman S, Rosenberg SA. Cancer: Squamous Cell Carcinoma With the New AJCC
Principles and Practice Oncology, 6th ed. Staging System. Arch Otolaryngol Head Neck
Philadelphia: Lippincott William&Wilkins;2001 Surg. 2007;133:131-4
9 . Chaboki H, Wanna GB, Westreich R, Kao J, 21 Kiryu T, Hoshi H, Matsui E, Iwata H, Kokubo M
Packer SH. Carcinoma of the Nasal Cavity and Shimokawa K, Kawaguchi S.
Paranasal sinus. In: Genden EM, varvares MA. Endotracheal/Endobronchial Metastases. Chest
Head and neck Cancer. New York: 2001; 119:768–75.
Thieme;2008.p.118-36

Anda mungkin juga menyukai