Anda di halaman 1dari 23

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Kwashiorkor adalah sindrom klinis yang diakibatkan dari defisiensi protein berat dan

asupan kalori yang tidak adekuat. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang

berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi

vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut.

Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, dapat menjadi

jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sudah menyapih dari ASI.

Walaupun pertambahan tinggi dan berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah

sama dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik 3,4.

3.2 Epidemiologi

Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima

tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya di Indonesia

masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol diantaranya karena keadaan gizi yang

kurang baik atau gizi buruk 12.

Riskesdas 2010 menunjukkan jumlah wilayah yang memiliki persentase penderita gizi

kurang dan buruk, sekitar 8 provinsi telah mencapai presentase kurang dari 15% . Sementara 15

provinsi lainnya memiliki presentase lebih dari 20%. Secara umum, persentase penderita gizi

buruk mengalami penurunan dari 7,2 persen pada tahun 1989 menjadi 4,9 persen pada 2010.

Dengan tren peningkatan tersebut, angkanya dinilai sudah mendekati target yang ditetapkan

dalam MDGs 2015 yakni 3,6 persen 12.

13
14

3.3 Etiologi

Etiologi dari kwashiorkor adalah

1. Kekurangan intake protein

2. Gangguan penyerapan protein pada diare kronik

3. Kehilangan protein secara berlebihan seperti pada proteinuria dan infeksi kronik

4. Gangguan sintesis protein seperti pada penyakit hati kronis.

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlangsung

kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain 8:

1. Pola makan

Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan

berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan

mengandung protein / asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya

mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI

protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dll) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya

pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi

kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.

2. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan

politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah

berlangsung turun temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
15

3. Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga / penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan

berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat

mencukupi kebutuhan proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi

derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat

ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Seperti gejala malnutrisi protein

disebabkan oleh gangguan penyerapan protein, misalnya yang dijumpai pada keadaan diare

kronis, kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi saluran

pencernaan, serta kegagalan mensintesis protein akibat penyakit hati yang kronis.

3.4 Patofisiologi

MEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan

sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya

kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya 9.

Disebut malnutrisi primer bila kejadian MEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang

pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan

di bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti di atas disebabkan karena

adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan

metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun

dan/meningkatnya kehilangan nutrisi 10.

Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan

untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan
16

karbonhidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau

terjadi stress katabolik (infeksi) maka kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat

menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih

di atas -3 SD (-2SD- -3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut /”decompensated

malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres

katabolik ini terjadi pada saat status gizi di bawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-

kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai di bawah -3 SD maka

akan terjadilah marasmik (malnutrisi kronik / compensated malnutrition) 11.

Dengan demikian pada MEP dapat terjadi: gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan

kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan

berbagai sintesis enzim 9,11.

3.5 Manifestasi Klinis

Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan malnutrisi energi protein

kwashiorkor, antara lain 5,6:

1. Wujud Umum

Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas,

adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat

terjadinya edema. Penampilan anak kwashiorkor seperti anak gemuk (sugar baby).

2. Retardasi Pertumbuhan

Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga

kurang dibandingkan dengan anak sehat.


17

3. Perubahan Mental

Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa

menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif. Perubahan mental bisa

menjadi tanda anak mengalami dehidrasi. Gizi buruk dapat mempengaruhi perkembangan mental

anak. Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan hal tersebut: karakteristik perilaku anak yang

gizinya kurang menyebabkan penurunan interaksi dengan lingkungannya dan keadaan ini

selanjutnya akan menimbulkan outcome perkembangan yang buruk, hipotesis lain mengatakan

bahwa keadaan gizi buruk mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional pada otak.

4. Edema

Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat. Edemanya

bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan

hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.

Gambar 3.1 Edema pada kwashiokor


18

Gambar 3.2 Mekanisme edema pada kwashiorkor

5. Kelainan Rambut

Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun

warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut

tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering,

jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering bulu mata menjadi panjang. Rambut yang

mudah dicabut di daerah temporal (Signo de la bandera) terjadi karena kurangnya protein

menyebabkan degenerasi pada rambut dan kutikula rambut yang rusak. Rambut terdiri dari

keratin (senyawa protein) sehingga kurangnya protein akan menyebabkan kelainan pada rambut.

Warna rambut yang merah (seperti jagung) dapat diakibatkan karena kekurangan vitamin A, C,

E.
19

Gambar 3.3 Kelainan rambut pada kwashiorkor

6. Kelainan Kulit

Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih

mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit karena habisnya

cadangan energi maupun protein. Pada sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang

khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-

bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering

mendapat tekanan. Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh

keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan

sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam

waktu singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan

memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih

hitam oleh hiperpigmentasi. Kurangnya nicotinamide dan tryptophan menyebabkan gampang

terjadi radang pada kulit.


20

Gambar 3.4 Crazy pavement dermatosis

7. Kelainan Gigi dan Tulang

Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan

pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.

8. Kelainan Hati

Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang hampir

semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis,

dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik.

9. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang

Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain,

terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat.

Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah

seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari

hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun.

Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya

terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.


21

10. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain

Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus halus

terjadi perlemakan. Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga menurunkan produksi enzim

pankreas terutama lipase.

11. Kelainan Jantung

Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi

dan hipomagnesemia.

12. Kelainan Gastrointestinal

Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang

demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat

diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi

karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan

malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi

akibat defisiensi garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi

mukosa usus halus. Pada anak dengan gizi buruk dapat terjadi defisiensi enzim disakaridase.

13. Atrofi Otot

Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar untuk dijadikan

kalori demi penyelamatan hidup.

14. Kelainan Ginjal

Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus sehingga GFR

menurun.
22

3.6 Diagnosis

3.6.1 Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus, atau berat

badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering menderita sakit

yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh 6,7.

Klasifikasi MEP berdasarkan WHO-NCHS

Menurut pengukuran berat badan:

a. MEP Ringan  (BB/U) 70-80% atau (BB/TB) 80-90%

b. MEP Sedang  (BB/U) 60-70% atau (BB/TB) 70-80%

c. MEP Berat  (BB/U) <60% atau (BB/TB) <70%

Menurut bentuk klinis:

a. Marasmus

b. Kwashiorkor

c. Marasmus-Kwashiorkor

Tanpa melihat berat badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah

MEP berat/ gizi buruk tipe Kwashiorkor.

3.6.2 Pemeriksaan Fisik

1. Perubahan mental sampai apatis

2. Anemia

3. Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok

4. Gangguan sistem gastrointestinal

5. Pembesaran hati

6. Perubahan kulit (dermatosis)


23

7. Atrofi otot

8. Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh

3.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan:

1. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses lengkap, elektrolit

serum, protein serum (albumin, globulin), feritin.

Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik

normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum

tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati

dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun 4.

2. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk menemukan

adanya kelainan pada paru.

3. Tes mantoux

4. EKG

3.7 Diagnosis Banding

Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor perlu dibedakan dengan 4:

1. Trauma

2. Sindroma nefrotik

3. Payah jantung kongestif

4. Pellagra infantil

3.8 Tatalaksana

MEP berat ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) dengan 10

langkah tindakan seperti tabel di bawah ini 6,10,11:


24

Tabel 3.1 Sepuluh langkah tata laksana MEP berat


No Fase Stabilisasi Transisi Rehabilitasi

Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

1. Hipoglikemia

2. Hipotermia

3. Dehidrasi

4. Elektrolit

5. Infeksi

6. Mulai Pemberian
Makanan (F-75)

7. Pemberian
Makanan untuk
Tumbuh Kejar (F-
100)

8. Mikronutrien Tanpa Fe Dengan Fe

9. Stimulasi

10. Tindak Lanjut

Tabel 3.2 Komposisi F-75, F-100, dan F-135 beserta nilai gizi masing-masing formula
Bahan makanan Per 1000 ml F-75 F-100 F-135

Formula WHO

Susu skim bubuk g 25 85 90

Gula pasir g 100 50 65


25

Minyak sayur g 30 60 75

Larutan elektrolit ml 20 20 27

Air sampai ml 1000 1000 1000

Nilai gizi

Energi Kkal 750 1000 1350

Protein g 9 29 33

Laktosa g 13 42 48

Kalium mmol 36 59 63

Natrium mmol 6 19 22

Magnesium mmol 4,3 7,3 8

Seng mg 20 23 30

Tembaga (Cu) mg 2,5 2,5 3,4

% Energi protein - 5 12 10

% Energi lemak - 36 53 57

Osmolaritas mosm/l 413 419 508

3.8.1 Cara membuat formula WHO

Formula WHO 75

Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix,

kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel.

Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume

menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum. Masak selama 4 menit, bagi anak yang

disentri atau diare persisten.


26

Formula WHO 100

Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix,

kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel.

Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume

menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum atau dimasak dulu selama 4 menit.

3.8.2 Medikamentosa

1. Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Rehidrasi secara oral dengan Resomal, secara parenteral hanya pada dehidrasi berat atau

syok

2. Atasi/cegah hipoglikemi

GDA < 50 mg/dl 50 ml D10% bolus IV  evaluasi tiap 2 jam beri makanan tiap 2 jam

3. Atasi gangguan elektrolit

Beri cairan rendah Na (resomal)

Makanan rendah garam

4. Atasi/cegah dehidrasi

Penilaian dehidrasi  denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing, air mata.

Cairan resomal peroral 5 ml/kgbb

5. Atasi/cegah hipotermi

Suhu < 36°  hangatkan, berikan makanan tiap 2 jam

6. Antibiotika sebagai pengobatan pencegahan infeksi:

a. Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kotrimoksasol selama 5 hari

b. Bila infeksi nyata: Ampisilin IV selama 2 hari, dilanjutkan dengan oral sampai 7

hari, ditambah dengan gentamisin IM selama 7 hari


27

7. Mulai pemberian makanan

Fase awal  faali hemostasis kurang jadi harus hati-hati

Pemberian porsi kecil, sering, rendah laktosa  oral nasogastrik

Kalori 80-100 kal?Kgbb/ hari, cairan 130 ml/hari

8. Atasi penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman

a. Bila ada ulkus di mata diberikan:

i. Tetes mata chloramphenicol atau salep mata tetracycline, setiap 2-3 jam

selama 7-10 hari

ii. Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari

iii. Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

b. Dermatosis

Dermatosis ditandai adanya hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit

mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai

infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.

Tatalaksana:

i. Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO (kalium-

permanganat) 1% selama 10 menit

ii. Beri salep atau krim (Zn dengan minyak katsor)

iii. Usahakan agar daerah perineum tetap kering

iv. Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn): beri preparat Zn peroral

c. Parasit/cacing

Beri Mebendazole 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat

antelmintik.
28

d. Diare melanjut

Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.

Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan

Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin,

lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri: Metronidazole 7,5 mg/kgBB setiap

8 jam selama 7 hari.

e. Tuberkulosis

Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/mantoux (seringkali alergi)

dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman

pengobatan TB.

9. Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan : 50.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI, >1

tahun : 200.000 SI) pada awal perawatan dan hari ke-15 atau sebelum pulang

10. Multivitamin-mineral, khusus asam folat hari pertama 5 mg, selanjutnya 1 mg per hari.

11. Tindakan kegawatan

a. Syok (renjatan)

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit

membedakan keduanya secara klinis saja.

Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan

intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak akan membaik dengan

cepat. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.

Pedoman pemberian cairan:

Berikan larutan dextrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan ringer dengan kadar

dextrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.


29

Evaluasi setelah 1 jam:

i. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernafasan) dan

status hidrasi, maka syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan

seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan

pemberian Resomal/penggantil, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam

selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (-75/pengganti).

ii. Bila tidak ada perbaikan klinis maka anak menderita syok septik. Dalam

hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan

transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3

jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti).

b. Anemia berat

Tranfusi darah diperlukan bila:

i. Hb < 4 g/dl

ii. Hb 4-6 g/dl disertai distress pernafasan atau tanda gagal jantung

Tranfusi darah:

1. Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ‘packed red cells’ untuk transfusi

dengan jumlah yang sama.

2. Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.

Perhatikan adanya reaksi tranfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada

anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-

6 g/dl, jangan ulangi pemberian darah 4.


30

12. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional

Kasih sayang, lingkungan yang ceria, bermain

13. Tindak lanjut di rumah

Beri makanan sering  energi dan protein padat

Tabel 3.3 Cara membuat Resomal


Terdiri dari:
Bubuk WHO-ORS* /Oralit untuk 200 ml : 1 pak
Gula pasir : 10 gram
Larutan elektrolit/mineral mix** : 8 ml
Ditambah air sampai larutan menjadi : 400 ml
Setiap 1 liter cairan Resomal ini mengandung 37,5 mEq Na, 40 mEq, dan 1,5 mEq Mg
*Bubuk WHO-ORS untuk 1 liter mengandung 2,6 g NaCl, 2,9 g trisodium citrat sesuai formula
baru, 1,5 g KCl dan 13,5 gram glukosa.
**Lihat Tabel 3.4
Tabel 3.4. Komposisi larutan mineral mix
Kandungan Jumlah

Kalium klorida 89,5 g

Trikalium sitrat 32,4 g

Magnesium klorida (MgCl2.6H2O) 30,5 g

Seng asetat 3,3 g

Tembaga sulfat 0,56 g

Natrium selenate 10 mg

Kalium iodide 5 mg

Air sampai volume mencapai 1000 ml


31

3.8.3 Suportif / Dietetik

1. Oral (enteral): sesuai kebutuhan energi, protein dan cairan sesuai fase-fase tata laksana

gizi buruk

2. Intravena (parenteral): hanya atas indikasi tepat

Tabel 3.5 Kebutuhan energi, protein dan cairan sesuai fase-fase tata laksana gizi buruk
Stabilisasi (F75) Transisi (F75 F100) Rehabilitasi (F100)

Energi 80-100 kkal/kgbb/hr 100-150 kkal/kgbb/hr 15-220/kgbb/hr

Protein 1-1,5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hr

Cairan 100-130 ml/kgbb/hr Bebas sesuai kebutuhan


energi
Bila ada edema berat:
100 ml/kgbb/hr

Hal penting yang harus diperhatikan:

1. Jangan beri Fe sebelum minggu ke-2

2. Jangan berikan cairan IV, kecuali syok atau dehidrasi berat

3. Jangan beri protein terlalu tinggi

4. Jangan beri diuretik pada kwashiorkor

5. Jangan beri infus albumin pada kwashiorkor

3.8.3 Kriteria Pemulangan Balita Gizi Buruk dari Ruang Rawat Inap

1. Balita:

a. Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

b. Ada perbaikan kondisi mental

c. Balita sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan, sesuai

dengan umurnya
32

d. Suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,5 °C

e. Tidak ada muntah atau diare

f. Tidak ada edema

g. Terdapat kenaikan berat badan > 5 g/kgBB/hr selama 3 hari berturut-turut atau

kenaikan sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

h. Sudah berada di kondisi gizi kurang (sudah tidak gizi buruk)

2. Ibu / Pengasuh:

a. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah

b. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada balita

3. Institusi Lapangan:

Institusi lapangan telah siap untuk menerima rujukan pasca perawatan.

3.8.4 Pemantauan

1. Kriteria Sembuh: BB/TB > -2 SD

2. Tumbuh Kembang:

a. Memantau status gizi secara rutin dan berkala

b. Memantau perkembangan psikomotor

3. Edukasi

Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:

a. Pengetahuan gizi

b. Melatih ketaatan dalam pemberian diet

c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

3.8.5 Tindak Lanjut di Rumah Bagi Anak Gizi Buruk

1. Bila gejala klinis dan BB/TB-PB ≥-2 SD dapat dikatakan anak sembuh
33

2. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjukan di rumah setelah

penderita dipulangkan

Beri contoh kepada orang tua:

1. Menu dan cara membuat makanan dengan kandungan energi dan zat gizi yang padat,

sesuai dengan umur, berat badan anak.

2. Terapi bermain terstuktur

Sarankan:

1. Memberikan makanan dengan porsi kecil dan sering, sesuai dengan umur anak

2. Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:

Bulan I : 1x/minggu

Bulan II : 1x/2 minggu

Bulan III-IV : 1x/bulan

3. Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)

4. Pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan sekali (dosis sesuai umur)

3.8.6 Langkah Promotif/Preventif

Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakan

pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan angka kematian. Oleh karena

ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk

mencegahnya dapat dilakukan beberapa langkah, antara lain 6:

a. Pola Makan

Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah

karbonhidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan)
34

b. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala (sebulan sekali

pada tahun pertama)

c. Faktor sosial

Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu

yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat menyebabkan terjadinya MEP.

d. Faktor ekonomi

Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa

meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya

persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis

pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan

pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya.

e. Faktor infeksi

Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat

apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP, walaupun dalam derajat ringan,

menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

3.9 Komplikasi

Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya

sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat

dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa

kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ

secara permanen. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan dari kwashiorkor adalah 4,6:

1. Defisiensi zat besi

2. Hiperpigmentasi kulit
35

3. Edema anasarka

4. Imunitas menurun sehingga mudah infeksi

5. Diare karena terjadi atrofi epitel usus

6. Hipoglikemia, hipomagnesemia

Refeeding syndrome adalah salah satu komplikasi metabolik dari dukungan nutrisi pada

pasien malnutrisi berat yang ditandai oleh hipofosfatemia, hipokalemia, dan hipomagnesemia.

Hal ini terjadi sebagai akibat perubahan sumber energi utama metabolisme tubuh, dari lemak

pada saat kelaparan menjadi karbonhidrat yang diberikan sebagai bagian dari dukungan nutrisi,

sehingga terjadi peningkatan kadar insulin serta perpindahan elektrolit yang diperlukan untuk

metabolism intraseluler. Secara klinis pasien dapat mengalami disritmia, gagal jantung, gagal

napas akut, koma paralisis, nefropati, dan disfungsi hati. Oleh sebab itu dalam pemberian

dukungan nutrisi pada pasien malnutrisi berat perlu diberikan secara bertahap 6.

Anda mungkin juga menyukai