Krisis Air Kota Dan Pedesaan
Krisis Air Kota Dan Pedesaan
Dalam acara Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag (Maret, 2000) disebutkan bahwa
Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada 2025. Penyebabnya antara
lain kelemahan dalam pengelolaan air, seperti pemakaian air yang tidak efisien. Laju kebutuhan akan
sumber daya air dan potensi ketersediaannya sangat pincang dan semakin menekan kemampuan alam
dalam menyediakan air. Sumberdaya air secara kuantitatif akan semakin terbatas dan secara kualitatif
akan semakin menurun. Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang terbarui namun demikian kadang
ketersediaannya tidak selalu sesuai dengan waktu, ruang, jumlah dan mutu yang dibutuhkan.
Pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan kebutuhan air baik jumlahnya
maupun kualitasnya. Sebagai contoh : Keperluan air di daerah perkotaan khususnya, semakin meningkat
sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi. Air khususnya di daerah
perkotaan sekarang sudah merupakan komoditi yang “langka” dan relatif mahal. Untuk memenuhi
keperluan masyarakat yang berkembang tersebut, sumberdaya air disamping perlu tersedia dalam
kuantitas yang memadai, juga harus memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan untuk menjamin
kesehatan masyarakat pemakai. Untuk itu usaha-usaha pelestarian sumberdaya daya air, baik
sumberdaya air hujan, air permukaan maupun airtanah menjadi sangat perlu dilakukan. Kualitas air
disamping ditentukan oleh lingkungan alam darimana sumber air tersebut berasal, juga dipengaruhi
oleh aktivitas pemanfaatan dan pencemaran yang dihasilkan oleh kegiatan masyarakat yang
bersangkutan. Tulisan ini mencoba untuk memberikan pandangan mengenai permasalahan yang ada serta
upaya pemecahannya. Pendekatan dilakukan berdasarkan identifikasi jenis air, ketersediaannya serta
usulan pemecahan. Pendekatan lainnya adalah melihat upaya pemecahan yang dilakukan oleh Pemerintah
Jepang, negara tempat penulis pernah menuntut ilmu.
Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup semua makhluk hidup
termasuk manusia. Air juga sangat diperlukan oleh kegiatan komersial seperti kegiatan industri, pertanian,
perikanan dan usaha perkotaan lainnya. Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area (urban)
yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau
status hukum. Kekhasan lain dari Kota adalah kebutuhan air baku yang secara umum lebih digunakan
untuk :
1. Keperluan Air Minum
2. Keperluan Air Lainnya, berdasarkan besaran volumenya yang dapat dibagi menjadi :
Penyediaan air untuk masyarakat perkotaan haruslah memperhatikan kebutuhan dari komposisi ini secara
berimbang. Setiap kota akan memiliki cirri khas tersendiri, untuk komposisi kebutuhan jenis air yang
diperlukan. Kegagalan memahami kebutuhan yang nyata dalam penyediaan jenis sumberdaya air yang
diperlukan, dapat mengakibatkan manajemen sumberdaya air berjalan tidak optimal.
Secara umum kebutuhan untuk jenis air minum memerlukan air dengan kualitas yang lebih baik
dibandingkan kebutuhan untuk jenis air lainnya. Hal inilah yang mengakibatkan perlunya identifikasi
ketersediaan air yang ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota berdasarkan jenis air dan
ketersediaannya.
Saat ini berdasarkan siklus hidrologi dapat kita lihat ada beberapa jenis sumberdaya air yang dapat
digunakan: Sumberdaya air itu untuk di Indonesia, dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu : sumberdaya air
hujan, air permukaan dan airtanah. Untuk Jepang yang memiliki 4 musim sumberdaya air ini ditambah
dengan sumberdaya air yang berasal dari salju. Indonesia hanya memiliki sumberdaya air ini di puncak
Jayawijaya, Propinsi Papua yang jauh dari perkotaan. Sumberdaya air yang berasal dari salju tidak akan
dibahas dalam tulisan ini.
Indonesia memiliki curah hujan yang besar yaitu 1000-4000 mm/tahun atau dapat dikatakan 2 – 22
mm/hari. Angka ini merupakanlah suatu potensi yang sangat baik sebagai ketersediaan sumberdaya air.
Permasalahan utama di Indonesia adalah hujan ini tidak turun setiap hari. Indonesia mengenal 2 musim
yaitu musim kemarau dan musim hujan. Rata-rata musim ini akan berlangsung selama 6 bulan untuk
pulau-pulau besar di Indoensia. Untuk pulau kecil bisa mencapai 220 hari hujan dalam satu tahun (BMG,,
2006). Hal inilah yang menjadi penyebab utama ketidakseimbangan dalam ketersediaan air di Indonesia
(water imbalance). Kita mungkin sering mendengar istilah `Banjir di kala Hujan dan Kekeringan di Kala
Kemarau`.
Untuk masyarakat perkotaan Indonesia, ketersediaan air hujan sebagai salahsatu sumberdaya air
seringkali terlupakan. Hujan yang turun secara intensif lebih sering dianggap sebagai bahaya banjir yang
akan datang daripada sebagai sumber air yang sangat diharapkan.
Melihat masyarakat Jepang, mereka mempunyai suatu sistem pengumpulan air hujan yang disebut
”ROJISON” (???) sistem ini seringkali digambarkan sebagai simbol dari keamanan dan perlindungan
lingkungan. Air hujan yang berasal dari atap rumah dikumpulkan dalam suatu tangki di bawah permukaan
yang terletak di dekat rumah-rumah tersebut. Air ini dapat dipompa dengan menggunakan pompa tangan
dan digunakan untuk kasus-kasus darurat seperti kebakaran atau gempa bumi. Pada Musim panas dapat
digunakan anak-anak yang kepanasan untuk bermain air dan menyiram tanaman. Sistem Rojison ini dapat
kita lihat salahsatunya di daerah Mukojima, Tokyo (NPO People for rainwater
http://www.skywater.jp/case102_e.html)
Selain sistem penampungan atap rumah yang beragam, pemerintah Jepangpun mendayagunakan
bangunan-bangunan pemerintah sebagai pengumpul air hujan. Sebagai salahsatu contoh: gedung
Ryogoukan di kota Tokyo yang terkenal sebagai arena pertandingan olahraga nasional Jepang, Sumo.
Gedung ini juga digunakan sebagai pengumpul hujan. Desain atapnya yang unik selain didesain
berdasarkan desain khas Jepang juga digunakan sebagai pengumpul air hujan dengan luasan atap 8.400
m2. Air tampungan ini digunakan untuk keperluan perawatan gedung itu sendiri dan tidak digunakan
sebagai air minum
Atap Gedung Ryogoukan, Tokyo. Arena olahraga Sumo yang juga berfungsi sebagai pengumpul air hujan
sebagai cadangan air yang tidak diminum
Di Indonesia, teknologi pengumpulan air hujan sebenarnya bukanlah suatu ide yang baru. Masyarakat di
daerah transmigran dan pedesaan yang terletak jauh dari sungai, sudah lama memanfaatkan teknologi ini.
Di perkotaan, konsep sumur resapan pun menggunakan ide pengumpulan air hujan.
Usulan dalam tulisan ini : selain untuk sumur resapan, tampungan air hujan ini
digunakan untuk peruntukkan air baku perunit rumah di daerah perkotaan
< ![endif]-->
< ![endif]-->Kendala dalam pengumpulan air ini adalah kekhawatiran warga kota akan kualitas
air hujan. Hujan asam (hujan dengan pH dibawah 5,6) serta kualitas udara kota yang kurang baik
sering menjadi penyebab kekhawatiran warga kota untuk menggunakan air ini. Salahsatu upaya
pemecahan yang ditawarkan adalah memasang saringan alami sebelum air masuk ke bak
penampungan dan mengukur pH air tampungan sebelum digunakan dengan menggunakan pH
meter atau kertas lakmus. Jika memang kualitas tidak terlalu baik, air tampungan ini sebaiknya
digunakan untuk kebutuhan air baku saja dan tidak diminum (non pottable use). Salahsatu cara
untuk mengurangi keasaman air tampungan : Biasanya pada 2-5 menit pertama, air hujan akan
membawa kotoran pada atap dan berkondensasi mengandung asam yang tinggi. Upayakan untuk
menghindari air hujan ini memasuki bak tampungan. Sumberdaya Air Permukaan dan Airtanah
Indonesia, sebenarnya merupakan salah satu diantara negara-negara yang kaya air setelah Brasil, Rusia,
Cina, dan Kanada. Hal ini tercermin juga pada potensi ketersediaan air permukaan, terutama dari sungai,
yang menurut catatan Departemen Pekerjaan Umum?(2006), memiliki debit rata-rata 15.500 meter kubik
per kapita per tahun, jauh melebihi rata-rata dunia yang hanya 600 meter kubik per kapita per tahun.
Dalam sejarahnya air sungai memegang peranan penting dalam pengembangan kota-kota di Indonesia.
Hampir semua kota di Indonesia terkenal dengan sungainya. Jakarta dengan Ciliwungnya Palembang
dengan sungai Musinya, Samarinda dengan sungai Mahakamnya dan banyak lagi.
Permasalahan yang utama adalah debit sungai yang mengacu kepada ketersediaan curah hujan yang tetap
setiap tahunnya tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk yang luar biasa. Sebagai contoh : di
Pulau Jawa yang penduduknya mencapai 65 persen dari total penduduk Indonesia, hanya tersedia 4,5
persen potensi air permukaan nasional (Dep.PU, 2006). Faktanya, jumlah ketersediaan air sungai di Pulau
Jawa yang mencapai 30.569,2 juta meter kubik per tahun tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air
bagi seluruh penduduknya. Artinya, di pulau yang terpadat penduduknya itu selalu mengalami defisit,
paling tidak hingga 2015. Ini akan terus meningkat jika tidak ada upaya konservasi dan efisiensi
pemanfaatannya.
Permasalahan lainnya adalah ketersediaannya pun sangat fluktuatif antara musim hujan dan musim
kemarau. Catatan Departemen PU (2006) menunjukkan, pada musim hujan debit air di Sungai Cimanuk,
misalnya, mencapai 600 meter3/detik, tetapi pada musim kemarau hanya 20 meter3/detik.
Masyarakat Jepang menggunakan kombinasi air permukaan dan airtanah untuk
memenuhi kebutuhan air minum di daerah perkotaannya. Upaya ini sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah kota. Gambar dibawah ini menunjukkan skenario
penyediaan sumberdaya air di perkotaan Jepang.
< ![endif]-->
< ![endif]-->
Bendungan tua di tengah kota Mutsu, Propinsi Aomori dan Bendungan Ogouchi yang membendung
sungai Tama yang digunakan untuk pemenuhan air bersih kota Tokyo, selain sebagai sumber air baku
kota, bendungan inipun digunakan sebagai obyek wisata yang dikenal dengan nama Danau Okutama-ko
Hal yang menarik untuk penggunaan air baku bagi industri di perkotaan, pemerintah Jepang menyediakan
air yang hanya berasal dari air sungai atau air buangan yang didaur ulang (recycle water). Penggunaan
airtanah untuk industri sangatlah dihindari. Pemerintah Jepang berupaya untuk terus meningkatkan
penggunaan air daur ulang untuk kebutuhan indsutri sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
< ![endif]-->
Sumber : Water Resources Department, Ministry of Land Infrastructure, and Development research and Statistic
Department, Ministry of Economy, Trade and Industry (2004).
Catatan :
Volume penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga (domestic) berdasarkan hasil pengukuran meteran air.
Volume Pengukuran air pedesaan berdasrkan besar pengambilan terukur dari sungai.
Nilai presentasi daur ulang air adalah = penggunaan air daur ulang/ (pengambilan sungai + penggunaan air daur
ulang).
Total Kebutuhan Air adalah = Air kebutuhan rumah tangga (domestic) + Air Pedesaan + Air yang diambil dari
sungai.
< ![endif]-->
< ![endif]--> Di Indonesia, penggunaan air permukaan dengan cara dibendung ini ini menjadi sumber
utama penyediaan air kota oleh pemerintah (PDAM). Permasalahan yang muncul adalah perluasan kota
yang sangat cepat tidak dapat diimbangi oleh ketersediaan debit air yang memadai. Sudah menjadi rahasia
umum bagi masyarakat perkotaan, bahwa mereka yang tinggal jauh dari pusat distribusi air PDAM hanya
mendapatkan air baku di malam hari atau malah tidak sama sekali.
Sumberdaya Airtanah.
Peran airtanah sebagai sumber daya yang melengkapi air permukaan untuk pasokan air yang terus
meningkat dapat dipahami karena beberapa keuntungannya yaitu : kualitas air yang umumnya baik, biaya
investasi relatif rendah, dan pemanfaatannya dapat dilakukan di tempat yang membutuhkannya (insitu).
Namun pengambilan air tanah yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sumber daya
itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya seperti intrusi air laut, pencemaran akuifer, penurunan kualitas
airtanah akibat pemompaan yang berlebih dan amblesan tanah (land subsidence). Melihat hal ini,
penggunaan air tanah sebaiknya dilakukan apabila sumberdaya air lainnya tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan air untuk berbagai keperluan baik jumlah maupun mutunya.
Jepang pada masa awal perkembangan industri dan perkotaannya mengalami penurunan airtanah yang
sangat drastis dan mengakibatkan penurunan airtanah di berbagai kota besar di wilayahnya. Untuk
mengatasi masalah ini, pemerintah Jepang memberlakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan
airtanah ini. Upaya ini memetik hasil yang baik, saat ini muka airtanah diberbagai kota besar Jepang
mulai mendekati kondisi awal pada saat sebelum pengambilan airtanah secara besar-besaran, seperti pada
kota Tokyo (Gambar)
Penyediaan sumberdaya air di perkotaan bukanlah hal yang mudah. Pengelolaan (manajemen sumberdaya
air) yang baik memerlukan pemahaman yang detail mengenai karakteristik kebutuhan air tiap kota dan
inventaris yang akurat mengenai sumberdaya air yang tersedia. Pengelolaan inipun haruslah berjalan
konsisten dan tanggap terhadap masalah-masalah yang muncul untuk memperbaiki sistem ini sehingga
menjadi lebih baik. Secara garis besar beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam manajemen
sumberdaya air di perkotaan Indonesia adalah :
1. Pengembangan budaya penggunaan air yang baik (water use); Komsumsi air yang berlebihan dan tidak
proporsional akan semakin memperparah krisis air perkotaan yang telah dan akan terjadi.
2. Pengembangan teknologi daur ulang air (recyle water); Upaya konservasi tidak hanya dilakukan oleh
pemerintah tetapi juga oleh warga perkotaan ini sendiri.
3. Pemanfaatan sumberdaya air yang lebih maksimal, efektif dan terpadu untuk semua potensi
sumberdaya air yang ada baik air hujan (rain water harvesting), air permukaan (city dam), airtanah
(water supplement) maupun air laut (water purification).
Penutup
Data yang ada selama ini telah menunjukkan bahwa sebagian kota-kota di dunia, khususnya di Indonesia
sedang bergerak memasuki tahapan krisis sumberdaya air. Langkah-langkah persiapan dan pencegahan
permasalahan ini haruslah mulai difikirkan dan disiapkan. Langkah ini dilakukan sebagai upaya
mengantisipasi krisis air bersih dan dapat dikatakan, berbicara adanya cadangan lebih baik daripada
kekurangan air. Apalagi air bersih merupakan pemenuhan kebutuhan dasar di kota. Sebab, kebutuhan air
bersih di kota mutlak diperlukan. Tulisan ini mencoba menggugah pembaca untuk mulai memikirkan
masalah ini. Jika tidak dilakukan sejak sekarang, maka bisa berakibat krisis air di kota. (AR)
Berita Utama Kamis, 18 Agustus 2011 10:19 KETERSEDIAAN air bersih di Kabupaten Seruyan masih ter-
golong sangat minim. Kondisi tersebut menjadi salah satu permasalahan sosial yang terjadi di
kabupaten berjuluk Bumi Gawi Hatantiring. “Hanya beberapa wilayah saja yang sudah dibangun
PDAM,... di antaranya Kecamatan Seruyan Hilir, Danau Sembuluh, Hanau dan Kecamatan Seruyan Te-
ngah,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Seruyan Bahrun Abbas, kemarin.
Dari beberapa kecamatan itu, hanya masyarakat di perkotaan saja yang bisa menikmati fasilitas air
bersih dari PDAM. Sedangkan masyarakat yang berada di perdesaan masih mengandalkan air hujan,
sumur, dan sungai. “Bagi masyarakat yang masih mengandalkan air hujan, sumur, maupun sungai, akan
kesulitan pada saat kemarau seperti sekarang. Selain itu, pada saat kemarau kondisi air sungai juga
kurang bersih.”
Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan setiap Puskesmas untuk mengantisipasi terjadinya penyakit
akibat musim kemarau. “Menghadapi kemarau ini kami memberikan penyuluhan kepada masyarakat
dalam pengunaan air untuk kebutuhan sehari-hari. Salah satunya apabila memasak air harus benar-
benar matang.”
Selain itu, pihaknya juga memberitahukan kepada masyarakat bahwa air minum isi ulang tidak bisa
diminum secara langsung. Meskipun petugas Dinkes selalu melakukan pemeriksaan secara rutin, pihak-
nya tidak bisa menjamin air galon isi ulang bisa diminum secara langsung. Meskipun begitu, kata Abbas,
air isi ulang yang ada di Kabupaten Seruyan belum terindikasi adanya bakteri e-koli.
Pemeriksaan rutin
Hingga kini pihak Dinkes belum menerima laporan terjadinya diare karena kondisi air yang kurang
bersih, termasuk dari air minum isi ulang. “Meski kami belum mendapat laporan terkait terjadinya
penyakit diare, kami selalu mengantisipasi secara dini. Salah satunya melakukan pemeriksaan terhadap
PDAM maupun depot air minum isi ulang setiap tiga bulan sekali.”
Sementara itu, Amat, warga Kuala Pembuang, mengaku harus membeli air untuk keperluan sehari-hari.
Karena kondisi air di sekitar rumahnya yang tidak jauh dari muara laut berasa payau. “Saya memiliki
sumur, tapi airnya tidak bisa untuk makan dan minum.” Untuk memenuhi keperluan makan dan minum
ia harus membeli air dari pedagang keliling dengan harga Rp5.000 untuk tiga jeriken. Setiap jeriken
berisi 30 liter. (B-4)
Pesatnya perkembangan penduduk dunia memberikan pengaruh terhadap kebutuhan air. Didalam
tubuh manusia terkandung 71% air. dan, dunia ini mempunyai air bersih yang tersimpan di
dalam tanah, permukaan bumi dan atmosfera. Air juga merupakan hal yanh diperlukan bagi
kelangsungan hidup dari semua bentuk kehidupan di bumi, baik manusia, hewan dan tumbuhan.
Perkembangan daerah memberikan pengaruh dan dampak pada lingkungan sekitarnya. Apabila
tidak direncanakan dengan baik, akan berkibat pada penurunan kualitas perairan yang ada di
permukaan bumi. Oleh karena itu, tidak heran jika saat ini marak masyarakat yang mengalami
kekurangan air, terutama air bersih.
Air permukaan merupakan salah satu stok air yang dimiliki oleh manusia. Seperti sumberdaya air
laut. 2/3 dari permukaan bumi merupakan lautan, ini bisa dijadikan sebagai sumber kehidupan.
Selain air laut, tentu saja kita juga bisa memanfaat sumber daya laut lainnya seperti hayati dan
non hayati.
Laut juga dinilai mempunyai prospek ekonomi dimasa yang akan datang. Dimana selain
kekayaan alamya yang tak ternilai, laut juga bisa dijadikan stok air yang potensial dan banyak.
Tentu saja apabila dilestarikan dengan baik secara bersama-sama.
Namun, bagaimanapun juga laut bukanlah sumber daya air yang tidak akan pernah habis.
Kondisi pemanasan global yang menyebabkan penguapan air laut semakin kuat, tidak menutup
kemungkinan air laut juga akan menyusut.
Selain itu, pemakaian air permukaan serta air tanah yang terlalu berlebihan akan menyebabkan
persediaan air di planet kita akan menjadi terkuras. Untuk itu, demi mengurangi jumlah
konsumsi air secara nyata, umat manusia memerlukan pendekatan baru. berikut sepuluh prinsip
solusi krisis air :
1. kita harus menyadari bahwa air adalah sumber segala kehidupan. Bayangkan jikaa air
menghilang, apa yang akan dilakukan oleh manusia? imajinasi ini akan membuat kita
semakin berhati-hati dalam memperlakukan sumberdaya air.
2. air adalah milik bumi san seluruh makhluk hidup. Oleh karena itu jangan rakus dengan
sumberdaya air.
3. jagalah air untuk tetap mengalir dari sumbernya. ini berarti kita harus menjaga
lingkungan tempat air mengalir.
4. konservasi air.
5. air yang tercemar harus segera dibersihkan kembali.
6. melindungi air secara khusus. cara ini dipraktekkan dengan prinsip bahwa pelestarian
hutan atau kawasan tertentu demi menjaga air di sekitarnya.
7. menanamkan rasa bahwa setiap manusia memiliki hak untk mendapatkan air bersih, jadi
jangan pernah mencemari air.
8. penjaga air yang terbaik adalah masyarakat atau warga tempatan. Beri kepercayaan dan
binaan kepada masyarakat di dekat sumber air, bahwa daerah atau lokasi tempat tinggal
mereka merupakan sumber bagi kehidupan manusia.
9. masyarakat umum harus berpartisipasi dengan pemerintah untuk melindungi air. kapan
perlu dianggap sebagai mitra sejajar. sebab upaya pemerintah dalam menjaga air akan
sia-sia tanpa dukungan dari masyarakatnya.
10. kebijakan-kebijakan globalisasi ekonomi harus mendukung keberlanjutan air (water
sustainable)
Gampangkan? intinya adalah menetapkan dalam diri sendiri bahwa air merupakan kebutuhan
vital. dan setiap orang berhak untuk mendapatkan sumber air bersih. bebas dari polutan dan
pencemaran. jika prinsip ini telah ditanamkan dalam jiwa manusia, maka krisis air tidak akan
terjadi kecuali jika alam berkehendak lain.
BAB I
PENDAHULUAN
Dari bagan diatas, dapat dilihat bahwa volume air di udara yang jatuh sebagai hujan cukup
berlimpah. Namun ketika hujan mencapai bumi yang menjadi aliran mantap hanya 25% hampir
tiga perempat terbuang percuma ke laut. Ini menunjukkan bahwa sumber daya air perlu dikelola
dengan cara-cara yang benar. (Koedatie dan Sjarief, 2005)
BAB III
PEMBAHASAN
Tabel
Status Pencapaian MDGs Indonesia Tahun 2007
Indikator 1990 2007 Target Catatan Status
Proporsi Penduduk terhadap Air Bersih 38,2% 52,1% 67% Naik dengan stabil Sesuai Target
Air Minum Perpipaan Kota 30,8% 67,7% Terus menurun Perlu usaha keras
Air Minum Perpipaan Desa 9,0% 52,8% Naik perlahan Perlu usaha keras
Sumber Air terlindungi – Perkotaan 87,6% 76,1% Telah tercapai
Sumber Air terlindungi – Perdesaan 52,1% 65,5% Banyak kemajuan Sesuai Target
Sanitasi yang baik 30,9% 68,0% 65,5% Telah tercapai
Rumah Tangga di Perkotaan 81,8% 78,8% Kualitas kurang baik Telah tercapai
Rumah Tangga di Perdesaan 60,0% 59,6% Kualitas kurang baik Telah tercapai
Tabel
Jenis Penyakit & Langkah Perbaikan yang Perlu Dilakukan
Jenis Penyakit Langkah Perbaikan yang Perlu Dilakukan
Cholera, Hepatitis, Polimearitis Peningkatan kualitas air bersih
Typoid, Disentrin Trachoma, Scabies Peningkatan kuantitas dan kualitas air bersih
Malaria, Yellow-fever Peningkatan kualitas air bersih
Penyakit Cacing Perbaikan sanitasi
Di Indonesia terdapat empat dampak kesehatan besar disebabkan oleh pengelolaan air dan
sanitasi yang buruk, yakni diare, tipus, polio dan cacingan. Hasil survei pada tahun 2006
menunjukkan bahwa kejadiaan diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000
penduduk dan terjadi satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah lima tahun.
Data dari Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan menyebutkan, pada tahun
2001 angka kematian rata-rata yang diakibatkan diare adalah 23 per 100.000 penduduk,
sedangkan angka tersebut lebih tinggi pada anak-anak berusia di bawah lima tahun, yaitu 75 per
100.000 penduduk. Kematian anak berusia di bawah tiga tahun 19 per 100.000 anak meninggal
karena diare setiap tahunnya-salah satu penyebab kematian anak (lainnya karena ISPA/infeksi
saluran penapasan akut, dan komplikasi sebelum kelahiran) -data dari Profil Kesehatan
Indonesia, 2003. Sedangkan untuk kejadian tipus di Indonesia adalah 350-810 per 100.000
penduduk. Studi klinis rumah sakit menunjukkan bahwa angka kesakitan tipus adalah 500 per
100.000 penduduk dan laju kematian adalah 0,6%-5%. Kematian akibat polio telah terjadi di
Indonesia (di Provinsi Jawa Barat) pada seorang anak laki-laki berusia di bawah dua tahun.
Selain itu, prevalensi cacingan di Indonesia adalah 35,3 %. Kerugian ekonomi sekitar 2,4 % dari
GDP atau 13 dollar AS per bulan per rumah tangga (studi Asian Development Bank 1998).
Penyakit yang paling sering menyerang saat krisis air bersih melanda adalah diare. Penyakit yang
juga populer dengan nama muntah berak (muntaber) ini bisa dikatakan sebagai penyakit endemis
di Indonesia, artinya terjadi terus-menerus di semua daerah, baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Diare yang disertai gejala buang air terus menerus, muntah dan kejang perut sering
dianggap bisa sembuh dengan sendirinya tanpa perlu pertolongan medis. Diare memang jarang
sekali yang mengakibatkan kematian, namun tidak boleh dianggap remeh. Kelangkaan air bersih
dan gaya hidup yang jorok adalah penyebab dari penyakit ini. Gaya hidup yang tidak higienis &
tidak memperhatikan sanitasi menyebabkan usus rentan terhadap serangan virus diare. Kasus
diare yang tidak cepat ditangani dapat menyebabkan dehidrasi yang jika dibiarkan dapat
berujung pada kematian. Tanda seseorang menderita diare adalah apabila frekuensi buang air
besarnya lebih sering dari normal. Kotoran yang keluar encer dan terdiri dari banyak cairan. Dan
gejala seperti ini bisa jadi hanya gejala penyakit yang lebih parah, yakni tipus dan kanker usus.
Sebenarnya pencegahan penyakit ini sangat mudah, yakni dengan menjaga kebersihan tubuh,
makanan dan minuman. Namun bagi penduduk di mana air bersih sangat sulit mengalir, tindakan
tersebut tidak bisa dengan mudah dilakukan.
Sebenarnya ada empat intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah diare, yaitu pengolahan
air dan penyimpanan di tingkat rumah tangga, melakukan praktik cuci tangan, meningkatkan
sanitasi, mengingkatkan penyediaan air. Setiap intervensi memiliki memiliki dampak yang
berbeda-beda terhadap diare. Data tahun 2006 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan bahwa:
No. Intervensi Penurunan Angka Kejadian Diare
1 Berbagai intervensi perilaku melalui modifikasi lingkungan 94%
2 Pengolahan air yang aman dan penyimpanan di tingkat rumah tangga 39%
3 Melakukan praktik cuci tangan yang efektif 45%
4 Meningkatkan sanitasi 32%
5 Meningkatkan penyediaan air 25%
Selain diare, daerah yang terkena krisis air bersih juga rentan terhadap penyakit kulit menular.
Penyakit gatal-gatal tersebut dikarenakan para warga yang jarang mandi karena terbatasnya
pasokan air bersih yang mereka miliki. Air bersih yang mereka miliki hanya cukup digunakan
untuk kebutuhan dapur.
Dampak Bagi Ekonomi
Krisis air bersih memberikan dampak pada bidang ekonomi. Sekitar 65 persen penduduk
Indonesia menetap di pulau jawa yang luasnya hanya tujuh persen dari seluruh luas daratan
Indonesia sementara potensi air yang dimiliki hanyalah 4,5 persen dari total potensi air di
Indonesia. Dalam dua dasawarsa berikutnya diperkirakan air yang dipergunakan manusia akan
meningkat 40 persen dan 17 persen lebih pasokan air dipergunakan untuk meningkatkan pangan
dan populasi. Disisi lain kondisi sumber-sumber air semakin parah, khususnya di negara-negara
miskin karena masalah pencemaran dan limbah. Oleh karena itu telah diserukan investasi dalam
pengadaan air oleh AS dan membiarkan sektor swasta untuk menyediakan air atau privatisasi air.
Permasalahan privatisasi air di Indonesia sekarang menjadi lebih rumit karena hampir semua
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) saat ini dalam kondisi tidak mampu membayar utang-
utangnya. Dalam situasi seperti inilah, maka privatisasi air seolah-olah merupakan obat mujarab
untuk membereskan masalah air bersih. Sekarang ini UU RI No.7 Tahun 2004 tentang sumber
daya air yang didalamnya mengandung semangat privatisasi pengelolaan air telah disahkan.
Pemerintah Daerah diminta mengupayakan sendiri pembiayaan pengelolaan air tersebut, atau
dengan jalan mencari investor.
Di Jakarta, 95 persen saham perusahaan pengelolaan air minum dimiliki dua perusahaan asing,
RWE Thames dari Inggris dan Ondeo Suez asal Perancis. Di daerah lain pun sejumlah
perusahaan besar dunia di sektor air telah beroperasi. Misalnya, Biwater di Batam dan
Palembang; Ondo Suez di Medan, Semarang, dan Tangerang; Thames Water di Sidoarjo; dan
Vivendi yang juga beroperasi di Sidoarjo. Pemberlukan UU Nomor 7 Tahun 2004 dimana sektor
swasta diperbolehkan untuk mengelola sumber daya air di Indonesia dianggap pemerintah
sebagai solusi untuk pengelolaan sumber daya air. dengan harapan jika masyarakat diberi nilai
air secara ekonomis tinggi, maka perlakukan masyarakat terhadap air menjadi berbeda: lebih
hemat, menjaga dan mensyukuri.
Sebenarnya, privatisasi tersebut akan membuat akses masyarakat terhadap air menjadi terbatas
dan mahal. Karena seluruh biaya pengelolaan dan perawatan jaringan air dan sumber air lainnya
bergantung semata pada pemakai dalam bentuk tarif. Sebenarnya dengan komersialisasi air,
mereka yang memiliki uang paling banyaklah yang akan mendapat air paling banyak.
Masyarakat miskin yang tidak punya uang justru makin sulit mendapat air sehingga banyak
orang yang tidak mampu mendapat air sehat untuk minum. Contoh kasus yang terjadi di Jakarta
Utara menurut pengakuan seorang warga yang dikutip dari www.kompas.com mengatakan
bahwa ”Uang yang semula disimpan untuk belanja kebutuhan lain, seperti beras dan minyak
tanah, diambil buat membeli air. Kami terbebani.”
KESIMPULAN
Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu
melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum
sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya lima persen saja yang tersedia sebagai air
minum, sedangkan sisanya adalah air laut. Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini
adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya
populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun
semakin berkurang. Potensi air permukaan Di Indonesia sendiri lebih kurang 1.789 milyar
m3/tahun. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih (Suara
Pembaruan – 23 Maret 2007). Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk
kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang
dominan adalah akses untuk perkotaaan Penyebab dari terjadinya krisis air bersih ini antara lain:
perilaku manusia yang kurang, Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak
merata, kerusakan lingkungan, manajemen pengelolaan air yang buruk, global warming,
anggaran yang tidak mencukupi, serta buruknya kinerja PAM PDAM. Kemudian krisis air bersih
ini juga memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat diantaranya
dampak bagi kesehatan yaitu timbulnya berbagai macam penyakit dan dampak ekonomi yaitu
sulitnya air bersih didapatkan terutama bagi rakyat miskin.
Adapun upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, yaitu…
Daftar Pustaka
http://www.ampl.or.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/Air
http://distarkim.sundanet.com/index.php?a=7
http://diglib.ampl.or.id/detail/detail/php
http://www.kompasonline.com
http://katamaki.wordpress.com/2007/10/15/hemat-oksigen-mulai-saat-in