Pembimbing:
Disusun Oleh :
Sahmia (01.211.6522)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. SA
Umur : 3 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsal : Nakula
2
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu penderita dilakukan pada tanggal 6 Januari 2016
pukul 14.00 WIB di Bangsal Nakula dan didukung catatan medis.
a. Keluhan Utama
Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari pasien batuk berdahak disertai pilek. Batuk tidak ngekel
tetapi berdahak dan dahak susah dikeluarkan. Pilek awalnya cair tidak
berwarna, lama kelaamaan berwarna kekuningan dan agak kental. Berak
dan kencing seperti biasa. Makan dan minum seperti biasa.
1 hari sebelum masuk RS, selain batuk dan pilek, pasien juga
panas semlenget. Tidak sesak, tidak mual dan tidak muntah. Berak dan
kencing seperti biasa. Makan dan minum seperti biasa.
Pagi hari sebelum masuk RS, sejak pagi demam dirasa meningkat
secara mendadak, dirasakan terus menerus. Karena khawatir, ibu pasien
membawa pasien ke mantri dan diberi obat, tetapi demam tetap tinggi.
Siang hari pasien mengalami kejang sebanyak 3 kali. Lama setiap
serangan berkisar ± 3 menit. Saat kejang mata melotot serta kedua tangan
kaku dan menggenggam. Sebelum kejang pasien sadar, dan setelah kejang
sadar dan menangis. Buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB)
tidak ada keluhan. Karena kejang tersebut, orang tua pasien kemudian
membawa anaknya ke IGD RSUD Semarang dan oleh dokter jaga IGD
pasien disarankan untuk mondok.
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah mimisan, tidak
pernah mengalami gusi berdarah dan tidak pernah BAB bercampur darah
atau berwarna hitam. Pasien dan anggota keluarga lainnya tidak berasal
dari daerah endemis malaria dan tidak pernah berpergian ke daerah
endemis malaria. Ibu pasien mengaku, anaknya kencing seperti biasa,
warna kuning jernih dan jumlah cukup.
Campak : 1x (9 bulan)
Anak perempuan usia 3 tahun, berat badan 11 kg, panjang badan 86 cm.
Kesan Umum : composmentis, tampak sakit ringan, gizi baik, ikterik (-),
perdarahan (-), tanda-tanda dehidrasi (-)
a. Tanda Vital
i. Tekanan darah : -
ii. Nadi : 130 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
iii. Suhu : 37,4 0C
iv. Pernapasan : 28 x/menit
b. Status Generalis
i. Kepala : kesan mesocephal
ii. Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-)
iii. Telinga : discharge (-)
iv. Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-)
v. Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis(-), lidah
tremor, pernapasan mulut (-)
vi. Kulit : hipopogmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
vii. Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
viii. Thorax
Jantung
Inspeksi : ictus codis tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea
midclavikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal (-),
pulsus epigastrium (-)
Perkusi :
Kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke
medial
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Kesan: Normal
Paru
Inspeksi : Pengembangan hemithoraks simetris
Palpasi : Sterm fremitus simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+), Ronki basah (-),
Wheezing(-)
ix. Abdomen
Inspeksi : Datar, gerakan peristaltik (+)
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : Tymphani di seluruh kuadran
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba besar
x. Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Pelebaran vena -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ht 30 34-39
4. Pemeriksaan Khusus
Data Antopometri
Anak perempuan, usia 3 tahun
Berat Badan : 11 kg
Tinggi Badan : 86 cm
SD 1,40
SD 3,60
SD 1
IV. RESUME
Data Anamnesis
1 hari panas semlenget
1 hari ini panas tinggi
Kejang 3x di rumah
Kejang 1 x di RS
Batuk berdahak
Pilek
Data Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum: tampak lemah
Suhu tertinggi 39,6 0C
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Observasi Kejang
DD:
i. Kejang serebral
a. Akut
- Infeksi
Infeksi intrakranial: meningitis, ensefalitis,
meningioensefalitis, abses otak
Infeksi ekstrakranial: kejang demam
- Gangguan metabolik
- Gangguan elektrolit
b. Kronik berulang: epilepsi
ii. Kejang non-serebral: tetanus
2. Observasi Febris
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Infus RL 15 tpm
Inj. Ampicilin 3x300
Diazepam* 4 mg iv pelan (*bila kejang)
PO. Paracetamol syr 3x1 cth
Fenobarbital 3x10mg
Program: Evaluasi KU dan TTV
VIII. USULAN
Pungsi lumbal
Elektroensefalografi (EEG)
IX. PROGNOSIS
Qua ad vitam = ad bonam
Qua ad sanam = dubia ad bonam
Qua ad fungsional = dubia ad bonam
X. EDUKASI
a. Menjelaskan pada orang tua tentang bagaimana tahapan penanganan
pertama kejang demam di rumah, yaitu:
- Saat anak kejang, dibawa ke tempat yang aman
- Longgarkan pakaian
- Kompres dengan air hangat seluruh badan untuk menurunkan panas
- Jika anak sadar, beri penurun panas
- Segera bawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat
b. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali jika anak
mengalami demam. Dan diberikan paracetamol jika panas.
c. Menjelaskan kepada orang tua efek samping dari terapi seperti
mengantuk, depresi pernapasan.
d. Menjelaskan kepada orang tua untuk tidak memberikan makanan yang
merangsang seperti berpengawet, berpemanis
e. Kompres hangat apabila anak panas
f. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
g. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
a. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal diatas 38% ) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan-5 tahun. Anak pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Apabila kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam.
b. Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam umumnya dibagi menjadi dua golongan.
Kriteria di bawah ini dikemukakan oleh berbagai pakar dimana terdapat
perbedaan kecil dalam hal penggolongan tersebut. Livingston membagi
kejang demam menjadi dua golongan yaitu :
a. Kejang demam sederhana
b. Epilepsi yang dicetuskan oleh demam
Ciri kejang demam sederhana menurut Livingston yaitu kejang bersifat
sederhana, lama kejang berlangsung singkat ( < 15 menit ), usia waktu kejang
demam pertama muncul < 6 tahun, frekuensi serangan 1 – 4 kali dalam satu
tahun, EEG normal. Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri-ciri
tersebut oleh Livingston disebut sebagai epilepsi yang dicetuskan oleh
demam.
Menurut Fukuyama, kejang demam dibagi menjadi :
a. Kejang demam sederhana
b. Kejang demam kompleks
Kejang demam sederhana menurut Fukuyama harus memenuhi semua kriteria
berikut yaitu :
1. Di keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6
tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau
abnormalitas perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
Bila tidak memenuhi kriteria di atas, maka digolongkan ke dalam kejang
demam komplek.
Menurut ILAE, Commision on Epidemiology and prognosis :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Berlangsung singkat (< 15 menit)
Umumnya akan berhenti sendiri
Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan
fokal
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
Merupakan 80% diantara seluruh kejang demam
2. Kejang demam komplek (complex fibrile seizure)
Kejang lama > 15 menit
Kejang fokal satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 x dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung > 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak sadar. Kejang
lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang dalah kejang 2 kali atau lebih dalam
1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada
16% di antara anak yang mengalami kejang demam
Perbedaan kejang demam dengan kejang disertai demam (Proses intrakranial)
Kejang demam Kejang disertai demam
Faktor predisposisi genetik Besar Kecil / tidak bermakna
Lama kejang 1-3 min, jarang kejang lama > 10 mnt
Manifestasi klinis pada saat Pada saat demam, Infeksi SSP
kejang sebagian besar krn ISPA (ensefalitis,meningitis)
c. Insiden
2-4% dari populasi anak 6 bulan - 4 tahun
80 – 90% merupakan kejang demam sederhana
20% kasus kejang demam kompleks
8% berlangsung > 15’
16% berulang dalam waktu 24 jam
2 – 4% berkembang menjadi epilepsy
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, tapi dapat dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti darah
perifer, elektrolit dan gula darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.Pada bayi kecil sering manifestasi
meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi >18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulang kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih
dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti CT atau MRI jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi, seperti
a. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. parese nervus VI
c. papiledema
f. Penatalaksanaan
Bagan Penghentian Kejang Demam
Antikonvulsan pada saat kejang demam
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Diazepam rektal diberikan segera saat kejang
berlangsung, dan dapat diberikan di rumah. Diazepam rektal yang dianjurkan
adalah 0,3-0,5mg/kgBB. Untuk memudahkan dapat digunakan dosis: 5 mg
untuk berat badan kurang dari 10 kg, 10 mg untuk berat badan lebih dari 10
kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.
Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali
dengan diazepam masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-05 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit
atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah
4-8 mg/kgBB/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang intensif (ICU).
mg/kg 10menit
Maks 10
mg
Lorazepa IV, SL, 0,1 mg/kg 2x tiap 10 Harus
g. Edukasi
- Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya dapat teratasi
- Memberikan cara penanganan kejang
* Tetap tenang dan tidak panik
* Kendorkan pakaian yang ketat terutama sekitar leher
* Bila tidak sadar posisikan terlentang dengan kepala miring, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung, jangan masukkan sesuatu ke
dalam mulut
* Ukur suhu, catat berapa lama dan bentuk kejang
* Tetap bersama pasien selama kejang
* Beri diazepam rektal hanya saat kejang
* Bawa ke dokter atau pelayanan kesehatan lain
- Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
h. Prognosis
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama/ kejang berulang baik
umum/ fokal
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
c. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Factor resiko berulangnya kejang demam adalah
1. Riwayat kejang demam pada keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperature yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh factor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80% sedangkan bila tidak terdapat factor tersebut diatas
hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.
Factor risiko terjadinya epilepsy:
1. Kelainan neurologis/ perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
2. Kejang demam komplek
3. Riwayat epilepsy pada orang tua/ saudara kandung
Masing-masing factor resiko meningkatkan kemungkinan terjadiya
epilepsy 4-6%, kombinasi factor resiko dapat meningkatkan kemungkinan
epilepsy menjadi 10-49%. Kemunginan menjadi epilepsy tidak dapat
dicegah dengan pemberian obat rumatan kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA
Berg AT, dkk. Predictors of recurrent febrile seizure: a prospective study of the
circumstances surrounding the initial febrile seizure, NEJM 1992;
327:1122-7