Anda di halaman 1dari 13

TATALAKSANA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

1. Riwayat Penyakit

 Anamnesis

Hampir selalu ditemukan riwayat trauma oleh karena kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja atau trauma lainnya. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di
rumah perlu dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena
keluarga kadang-kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya, apakah jatuh kemudian
tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh. Anamnesis yang lebih
terperinci meliputi sifat kecelakaan atau sebab-sebab trauma untuk estimasi berat ringannya
benturan, saat terjadi beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit, ada tidaknya
benturan kepala langsung dan keadaan penderita saat kecelakaan misalnya kejang,
kelemahan motorik, gangguan bicara dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa serta
adanya nyeri kepala, mual muntah.

Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwa sejak sebelum
terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan
adanya amnesia retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial.
Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang/turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan
bingung/disorientasi (kesadaran berubah).Riwayat Penyakit Sebelumya: perlu dianamnesis
lebih jauh tentang riwayat penyakit sebelum cedera kepala.

 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan di instalasi gawat darurat mengunakan pendekatan
survei primer dengan menilai jalan napas, pernapasan dan sirkulasi kemudian segera
melakukan tindakan life saving.

2. Penemuan Klinis
Kesan Umum : Pasien bisa compos mentis atau terdapat penurunan kesadaran
sampai dengan koma (kriteria kesadaran Alert Verbal Pain Unresponsiveness )
Survei primer dilakukan menilai ada tidaknya gangguan jalan napas dan stabilisasi servikal,
pernapasan dan sirkulasi kemudian segera melakukan tindakan resusitasi jika diperlukan. Survei
sekunder dilakukan pemeriksaan lengkap mulai ujung kepala sampai ujung kaki melakukan
anamnesis lengkap dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik lengkap meliputi:1) tanda vital, 2) tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma
Scale atau Pediatric Coma Scale, 3) ada tidaknya cedera luar yang terlihat: cedera pada kulit
kepala, perdarahan hidung ataupun telinga, hematom periorbital dan retroaurikuler, 4) tanda-
tanda neurologis fokal seperti ukuran pupil dan reaksi cahaya, gerakan mata, pola aktivitas
motorik dan fungsi batang otak, 5) reflek tendon, 6) fungsi sensorik dan serebeler perlu diperiksa
jika pasien sadar.

3. Kriteria Diagnosis

Cedera kepala ringan (CKR dengan GCS 13-15); Cedera kepala sedang (CKS dengan GCS 9-
12); Cedera kepala berat (CKB dengan GCS <= 8). Diagnosis morfologi: fraktur cranium,
perdarahan EDH; SDH; ICH, lesi intrakranial difus komosio ringan; komosio klasik; diffuse
axonal injury.

III. Pemeriksaan Penunjang

Rontgen foto tengkorak 3 posisi: menilai ada tidaknya fraktur

CT Scan kepala: menilai ada tidaknya perdarahan, edema serebri dan kelainan morfologi lain
(bila memungkinkan)

Darah rutin dan pemeriksaan lain sesuai indikasi

IV. Diagnosis

Masalah Aktif

Cedera kepala ringan

Cedera kepala sedang


Cedera kepala berat

Suspek fraktur basis craniii/fraktur…….

Diagnosis Kerja

Epidural hematom, subdural hematom, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intracranial atau


hematoma jaringan lunak

Diagnosis Banding

Stroke, tumor otak

Diagnosis Keperawatan

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler (penurunan
kesadaran)

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi/disfungsi


neuromuskuler (penurunan kesadaran)/cedera spinal.

Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral: trauma kepala

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

V. Standar Pengelolaan

Standar Terapi

Penatalaksanaan cedera kepala secara umum dengan memperbaiki jalan napas (airway),
pernapasan (breathing) dan sirkulasi pasien, mencegah tidak sampai terjadi hipoventilasi dan
hipovolemia yang dapat menyebabkan secondary brain damage.

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN (GCS 13–15)


Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan abnormal, semua cedera
tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedang–berat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-
obatan, fraktur tengkorak, rinorea-otorea, cedera penyerta yang bermakna, tidak ada keluarga yang di
rumah, tidak mungkin kembali ke rumah sakit dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak memenuhi
kriteria rawat maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian kemungkinan kembali ke rumah
sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan.

Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap ½- 2 jam.

Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali memang sama sekali asimtomatik
dan pemeriksaan neurologis normal.

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA SEDANG (GCS 9-12)

Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara periodik.

Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi memburuk dilakukan CT Scan
ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat.

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA BERAT (GCS <= 8)

Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan jangan banyak memanipulasi
gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan.

Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban agar tetap
normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl.

Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan pemeriksaan batang
otak secara periodik.

Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada penderita dengan ancaman
herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.

Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1, furosemide diuretik 1 mg/kg BB
tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti perdarahan.

Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika penderita kejang,
berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka, rhinorea, otorea.

Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan gastrointestinal.

Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.

Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.


Fisioterapi dan rehabilitasi.

Standar Tindakan

Bila perlu dilakukan pembedahan (craniotomy), bila terjadi kegawatan dilakukan resusitasi sesuai SOP
resusitasi jantung paru.

Standar Edukasi dan Rehabilitasi

Edukasi:

Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan

Dipuasakan dulu bila perlu.

Standar Asuhan Keperawatan

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler (penurunan kesadaran)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai kondisi pasien (maksimal dua jam) seperti berikut, maka
bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil suara nafas bersih atau tidak ada suara tambahan.

NIC : Suction jalan nafas

Pastikan kebutuhan suction mulut/trakea, auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suksion,
informasikan pada klien dan keluarga tentang suksion, berikan oksigen dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal, lakukan suction, monitor status oksigen pasien, hentikan
suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi oksigen.

NIC : Manajemen jalan nafas

Buka jalan nafas gunakan teknik manuver chin lift atau jaw thrust bila perlu, posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan, pasang mayo
bila perlu, berikan bronkodilator bila perlu, monitor saturasi oksigen.

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi/disfungsi neuromuskuler


(penurunan kesadaran)/cedera spinal.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai kondisi pasien (maksimal 2 jam), pola nafas efektif
dengan kriteria hasil: frekuensi nafas dalam batas normal, kedalaman inspirasi dan ekspansi paru
simetris, tidak tampak adanya penggunaan otot pernafasan tambahan, tidak tampak adanya retraksi
dinding dada, tidak tampak adanya nafas melalui mulut.

NIC : Terapi Oksigen

Atur peralatan oksigenasi, monitor aliran oksigen, pertahankan posisi pasien, berikan oksigen sesuai
dengan yang diresepkan, observasi adanya. tanda tanda hipoventilasi/hiperventilasi.

NIC : Monitor Tanda-tanda Vital

Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi nafas, catat adanya fluktuasi tekanan darah, monitor
pola pemapasan abnormal, monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit, monitor sianosis perifer,
monitor adanya cushing triad (tekanan nadi melebar, bradikardi, peningkatan sistolik).

Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral: trauma kepala

Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai keadaan pasien maksimal dua jam, perfusi jaringan
serebral efektif dengan kriteria hasil: tingkat kesadaran membaik, tidak ada tanda-tanda peningkatan
TIK (edema papil, muntah proyektil)

NIC : Cerebral Perfussion Promotion

Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik yang diperlukan, pertahankan
posisi kepala pasien lebih tinggi 15 derajat, hindari aktivitas secara tiba-tiba, pertahankan serum glukosa
pada rentang normal, monitor tanda-tanda perdarahan, monitor status neurologi

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi pasien maksimal 2 jam, nyeri teratasi
dengan criteria hasil : mampu mengontrol nyeri, mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)

NIC : Manajemen Nyeri

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan factor presipitasi, observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan, kurangi faktor presipitasi
nyeri, kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.

Penanganan Syok
POSTED BY YUSUF WEMPIE POSTED ON 03:23 WITH 2 COMMENTS

Pengertian :

1. Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi
jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular.
Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan
syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok.
Penyebab syok harus ditentukan (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik
syok).(Bruner & Suddarth,2002).
2. Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel
maupun jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya
aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung),
volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
3. Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang melalui
tubuh. Ada kegagalan sistem peredaran darah untuk mempertahankan aliran darah yang
memadai sehingga pengiriman oksigen dan nutrisi ke organ vital terhambat. Kondisi ini juga
mengganggu ginjal sehingga membatasi pembuangan llimbah dari tubuh.

Macam-macam Syok :

1. Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)


2. Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
3. Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
4. Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
5. Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).

Patofisiologi Syok :

Penyebab :

1. Perdarahan (syok hipovolemik)


2. Dehidrasi (syok hipovolemik)
3. Gagal jantung (syok kardiogenik)
4. Trauma atau cedera berat
5. Serangan jantung (syok kardiogenik)
6. Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
7. Infeksi (syok septik)
8. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
9. Sindroma syok toksik.

Tanda-tanda syok :

1. Gelisah, pucat, keringat berlebihan dan kulit lembab


2. Bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan
3. Nyeri dada
4. Kulit Lembab Dan Dingin
5. Pembentukan Air Kemih Berkurang Atau Sama Sekali Tidak Terbentuk Air Kemih
6. Pusing
7. Pingsan
8. Tekanan Darah Rendah (Hipotensi), tapi Tidak semua hipotensi adalah syok
9. Denyut nadi yang cepat,pernafasan dangkal , Lemah dan sampai tidak sadarkan diri

Penanganan Syok

1. Secara umum yaitu sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang pertama-
tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok adalah :
2. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong maupun yang
ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
3. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
4. Periksa pernafasan korban (Breathing)
5. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
6. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
7. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)
8. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan medis tiba.

Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari hipotermi) setiap 5 menit.

Pengobatan :

1. Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk mempermudah
kembalinya darah ke jantung.
2. Setiap perdarahan segera dihentikan dan pernafasan penderita diperiksa.
3. Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya muntahan.
4. Jangan diberikan apapun melalui mulut.
5. Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.
6. Obat-obatan diberikan secara intravena.
7. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat penenang biasanya tidak diberikan karena
cenderung menurunkan tekanan darah.
8. Cairan diberikan melalui infus. Bila perlu, diberikan transfusi darah.
9. Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika perdarahan
atau hilangnya cairan terus berlanjut atau jika syok disebabkan oleh serangan jantung atau
keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan volume darah.
10. Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang mengkerutkan
pembuluh darah.

Kasus intoksikasi alkohol, semakin sering dijumpai di Indonesia sejak marak minuman keras (miras)
oplosan. Dahulu intoksikasi alkohol identik dengan orang kaya yang hobi "mabuk-mabukan". Harga
alkohol yang mahal memang menjadi alasan mengapa kasus ini dulu hanya terbatas pada "orang kaya"
saja.

Namun, pergeseran sosial budaya membuat budaya "mabuk-mabukan" juga mulai dilakukan oleh
masyarakat dengan penghasilan rendah. Untuk mengatasi harga minuman alkohol yang mahal, akhirnya
marak miras oplosan, campuran alkohol dan metanol dengan perbandingan yang bervariasi. Semakin
sedikit kadar alkohol, semakin murah, namun sekaligus semakin "mematikan".

Dokter di Faskes primer dan Instalasi Gawat Darurat harus mewaspadai betul trend ini. Penatalaksanaan
intoksikasi alkohol secara umum sebaiknya dikuasai. Sehingga jika suatu saat menemui kasus tersebut,
pasien dapat diterapi dengan adekuat. Artikel dibawah ini kami ringkas dari buku EIMED
Kegawatdaruratan PAPDI. Bagi sejawat yang berminat membaca lebih lanjut, dapat merujuk pada buku
EIMED Kegawatdaruratan PAPDI.

Penyebab Intoksikasi Alhkohol

Alkohol adalah kelompok cairan organik yang memiliki gugus (OH) dalam struktur kimianya. Alkohol
dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasar panjangnya rantai karbon dalam tiap struktur
dasarnya. Methanol (methyl-alcohol), Ethanol (ethyl-alcohol), Propanol (propyl-alcohol), Butanol (Butyl-
alcohol). Etanol merupakan golongan alkohol yang paling populer, dan "resmi" diperdagangkan sebagai
minuman keras di Indonesia.

Data SEARO menunjukkan bahwa konsumsi minuman alkohol di Indonesia rata-rata 0,1 L/tahun per
orang. Di Negara maju konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan kecelakaan lalu lintas, namun di negara
berkembang seperti Indonesia konsumsi alkohol lebih sering diberitakan kasus intoksikasi (terutama
metanol). Di Amerika Serikat, konsumsi alkohol diduga "bertanggungjawab" terhadap 15.000 kematian
karena kecelakaan lalu lintas setiap tahun.

Patofisiologi Intoksikasi Alkohol


Alkohol dapat larut sempurna dalam air, dan dapat masuk ke dalam hampir semua sel, kecuali adiposit,
& bersifat toksik pada semua jenis sel. Metabolisme alkohol menghasilkan aldehid, yang juga bersifat
larut dalam air dan sangat toksik. Alkohol dan aldehid menyebabkan gangguan pada hampir semua
proses biokimia dalam tubuh.

Penyebab kematian pada intoksikasi alkohol akut adalah depresi napas, aspirasi, hipotensi dan depresi
kardiovaskular. Semua jenis alkohol dapat menyebabkan intoksikasi bila diminum dalam julah yang
cukup banyak, namun yang paling sering menyebabkan intoksikasi adalah isopropanol ethylene glycol
dan metanol.

Intoksikasi alkohol sering bermanifestasi sebagai depresi glutamat yang merupakan suatu
neurotransmiter eksitator susunan saraf pusat, dan alkohol juga meningkatkan aktivitas inhibisi dari
Gama amino butric (GABA) dan glisin. Alkohol juga mempengaruhi fosforilasi protein yang berperan
dalam fungsi signaling sel melalui kanal yang diatur oleh ligand.

Efek utama keracunan alkohol adalah depresi susunan saraf pusat. Gejala yang timbul sangat tergantung
pada kadar alkohol dalam darah (BAC = Blood alcohol concentration). Pada kadar alkohol darah > 300
mg/dl, risiko depresi napas dan henti jantung meningkat. Kematian dapat terjadi pada kadar alkohol >
500mg/dl.

Setelah ingesti peroral, metanol, etanol dan etilen glikol diserap secara cepat oleh mukosa saluran cerna
dan mecapai kadar puncak dalam plasma setelah 30-60 menit. Selanjutnya akan mengalami
metabolisme di hepar dan kemudian dieksresi terutama melalui ginjal.

Oksidasi alkohol terjadi di hepar dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase (ADH), yang merupakan
titik kunci dari metabolsime alkohol. Metanol akan dimetabolisme menjadi formaldehid yang oleh enzim
fornmaldehid dehidrogenase menjadi formic acid, yang akan diubah menjadi CO2 dan H2O yang
tergantung oleh konsentrasi tetrahidrofolat.

Proses metabolisme ini sangat mudah menjadi jenuh dan menyebabkan akumulasi formic acid di dalam
darah. Etilen glikol di ubah menjadi glikoaldehid dan etanol diubah menjadi asetaldehid. Glikoaldehid
kemudian diubah menjadi asam glikolik yang selanjutnya oleh enzim ALDH diubah menjadi L-lactic acid
dan d-lactic acid.

L-lactic acid kemudian diubah menjadi methylglyoxal, yang kemudian masuk ke dalam jalur
glukoneogenesis, sedangkan D-laktat akan dimetabolisme menjadi piruvat dan CO2. Aston biasanya
dieksresi lewat ginjal. Asetaldehid akan dimetabolisme oleh ALDH menjadi asam astat yang kemudian
diubah menjadi asetil koenzim A, yang aka masuk dalam siklus asam sitrat.

Sebagian besar golongan alkohol akan diekresi lewat ginjal, etilen glikol sebesar 20%, etanol sebesar 2-
5% dan metanol sebesar 2%, sedangan 3% metanol dieksresi lewat paru.
Prinsip Umum Penatalaksanaan Intoksikasi Alkohol

Penatalaksanaan dasar intoksikasi alkohol secara umum dapat dilihat pada di atas. Alkohol diabsorbsi
secara cepat melalui saluran cerna, karena itu kumbah lambung, induksi emesis atau karbon aktif sangat
bermanfaat dan harus diberikan segera 30-60 menit setelah minum.

Pemberian Etanol atau Fomepizol untuk meningkatkan metabolisme alkohol merupakan bahan yang tak
terpisahkan dari terapi intoksikasi alkohol. Etanol memiliki affinitas terhadap enzim alkohol
dehidrogenase (ADH) 10-20 kali lebih kuat dibanding golongan alkohol yang lain, pada konsentrasi 100
mg/dl, etanol menginhibisi secara lengkap enzim ADH.

Femopizole (4-metilprazol) memiliki affinitas terhadap ADH 500-1000 kali lebih besar dibandingkan
etanol, dan dapat menginhibisi ADH secara komplit dengan konsentrasi yang lebih rendah.

Semua golongan alkohol memiliki berat molekul yang rendah dan memiliki affinitas yang lemah
terhadap protein, dengan volume distribusi yang rendah sehingga dapat dieliminasi secara efektif
dengan dialisa.
Dialisa juga dapat membuang berbagai anion organik seperti format, glikolat & glikoksalat. Hemodialis
intermiten merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan kadar alkohol darah dan eliminasi
onion organik, walaupun hemodialisis kontinua juga dapat digunakan.

Sedangkan cara peritoneal dialisis jarang sekali digunakan karena rendahnya kliren alkohol dan onion
organik. Efektifitas hemodialisis dalam eliminasi alkohol dapat dimonitor melalui pengukuran kadar
alkohol darah, monitor osmolalitas dapat digunakan.

Kadar serum format dan glikolat juga dapat digunakan untuk monitor respon terapi intoksikasi alkohol,
tetapi bila tidak tersedia, penghitungan anion gap juga dapat digunakan untuk menilai respon terapi dan
estimasi kadar metabolit toksis yang masih berada dalam darah.

Koreksi asidosis metabolik pada kasus intoksikasi alkohol direkomendasikn oleh beberapa ahli.
Pemberian larutan basa diduga dapat meningkatkan ekskresi format dan glikolat. Pemberian larutan
basa selama dialisa lebih disarankan, karena akan meminimalisir komplikasi akibat pemberian larutan
basa.

Asam folat akan meningkatkan metabolisme format, sedangkan piridoksin atau tiamin akan
meningkatkan konversi glioksilat menjadi glisin.

Pada dasarnya, tugas seorang dokter umum adalah melakukan tatalaksana gawat darurat dalam 30
menit pertama: kumbah lambung, induksi emesis dan karbon aktif. Detail teknik melakukan upaya
eliminasi dapat sejawat pelajari dalam buku EIMED Kegawatdaruratan PAPDI.

Setelah upaya eleminasi kadar alkohol toksik dilakukan dan klinis pasien stabil, sejawat dapat melakukan
rujukan ke dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD) atau fasilitas kesehatan dengan sarana-prasarana
yang lebih lengkap. Jangan lupa melakukan informed consent dan edukasi kepada keluarga pasien
tentang prognosis yang kurang baik dan resiko kematian yang cukup tinggi.

1. PPK Penatalaksanaan PAPDI

2. EIMED Kegawatdaruratan Biru PAPDI

3. Diagnosis Klinis Macleod

Anda mungkin juga menyukai