Anda di halaman 1dari 3

Pemuda, Keragaman dan Masa Depan Indonesia

oleh Hafidh Fadhillah Putra, Universitas Jambi

Bung Karno ketika akan merumuskan Pancasila, beliau memulai dari sebuah
pertanyaan pada dirinya sendiri, “Apakah mungkin ada sebuah ikatan yang menjadi
dasar Negara kita dikemudian hari yang bisa menyatukan semua ideology yang
beragam? “ pertanyaan ini selalu berulang-ulang kali ditanyanya pada dirinya sendiri,
hingga akgitnya melahirkan sebuah falsafah Negara yang disebut dengan Pancasila.

Dari sejak awal, bung Karno tidak pernah menganggap bahwa ini adalah sebuah
ideology, ini adalah semacam filosofi, yang mampu menggabungkan semua aliran
ideology yang ada di di Indonesia yang bisa menjadi platform dari bangunan kita
sebagai sebuah bangsa. Oleh karena itu Bung Karno kemudian mengatakan ketika
menjelaskan tentang pancasila ini “Seandainya pancasila ini, yang lima dasar ini, kita
ringkas, ringkas, ringkas dan kita peras, kita peras, kita peras, menjadi satu kata, maka
satu kata itu namanya Gotong Royong.” Atas dasar itulah kemudian, semua orang di
republic ini mendapatkan tempat yang terhormat, termasuk diantaranya adalah
kelompok-kelompok minoritas.

Kita hidup ditengah masyarakat Indonesia yang plural. Kita beruntung punya
prinsip pluralitas yang dibingkai dalam “Bhineka Tunggal Ika” yang merupakan
semboyan yang diambil oleh Mpu Tantular dari konsep teologi hindu yang berbunyi
bhina ika tunggal ika, tan hana dharma mengrawa. Artinya, berbeda beda dia, tapi satu
adanya tak ada ajaran yang menduakannya. Dalam hal ini semboyan Bhineka Tunggal
Ika dijadikan pedoman dari bangsa Indonesia untuk merangkul keberagaman yang
terdapat di Negara kita Indonesia.

Mantapnya kebhinekaan Indonesia dan kuatnya perekat kesatuan Negara kita


tidak hanya dapat dicapai dengan mematangkan pendidikan multikultur yang ideal
melalui desain kebhinekaan yang mengintegrasikan seluruh aspek pendidikan nilai,
pengetahuan dan keterampilan hidup manusia dalam masyarakat Indonesia yang
multikultur

Generasi Muda sebagai penerus sekaligus sebagai tulang punggung bangsa


harus mampu mengambil peran untuk tetap menanamkan semangat toleransi, pluralism
dan penghargaan antar kelompok agar tetap lestari dan menjadi dasar kehidupan
berbangsa. Persepsi generasi muda tentang persolan kebangsaan, pluralitas dan
kepemimpinan nasional sangatlah penting dalam rangka mengeksplorasi opini dan
sikap public tentang kebhinekaan di Indonesia.

Memahami bahwa Indonesia sebagai budaya merupakan sebuah kesadaran


berbangsa dengan latar belakang yang berbeda-beda ras dan kelompok masyarakat,
merupakan pemahaman terhadap kenyataan bahwa ia berangkat dari cara memahami
dan menilai yang berbeda-beda sebagai budaya lokal terberi yang kemudian disatukan
oleh kata Indonesia itu. Bahwa kenyataannya, masing-masing budaya terberi itu
memiliki tata keyakinan dan tata laku tersendiri, dan kemudian membaurkan diri
menjadi suatu bangsa yang satu, merupakan sebuah bukti bahwa ada semacam tarik
ulur penyesuaian terhadap nilai-nilai kelokalan sehingga ia bisa bertaut dan menyatu
dalam nasionalisme kebangsaan itu; mereka mengalami pergeseran dan penyesuaian
sehingga bisa diobyektifikasikan sebagai negara-bangsa Indonesia.

Kepemimpinan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh generasi
muda Indonesia di tengah keberagaman dan perbedaan yang ada di Indonesia.
Generasi muda yang tepat untuk memimpin negeri yang kompleks akan perbedaan ini
haruslah generasi muda yang adil, jujur, dan dewasa dalam membangun bangsa di
tengah perbedaan dan keberagaman ini. Untuk itu pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang dapat berpikir kritis, dapat menciptakan persatuan dan tentunya juga
kesatuan bangsa. Generasi muda yang hanya mementingkan diri sendiri dan golongan
tentu tidak cocok untuk memimpin Bangsa Indonesia. Pemimpin seperti ini akan
menyebabkan konflik baru lagi di negeri yang penuh akan perbedaan dan
keberagamannya.
Pernah terdengar sebuah lagu yang sangat menggambarkan kondisi perbedaan
agama yang ada di Indonesia. Lagu itu berjudul “Aku adalah kamu”. Salah satu liriknya
berbunyi seperi berikut :

Tanah yang kuinjak sama sepertimu. Langit yang kujunjung sama sepertimu. Aku tak
berbeda darimu. Udara yang kau hirup, kuhirup juga. Dingin yang kau rasa, kurasakan
sama. Aku tak berbeda darimu. Kendati doa terucap beda. Anugerah yang sama kita
terima…
Dari lirik lagu itu, memang para generasi muda Indonesia dilahirkan dengan
agama yang tidaklah selalu sama, dengan do’a yang juga beraneka ragam, kulit
beraneka warna, dan masih banyak yang lainnya. Generasi muda Indonesia sudah
sepantasnya memaklumi keberagaman dan perbedaan yang ada, dengan belajar
memaklumi para generasi muda Indonesia bisa belajar mencintai negara tercinta ini.
Generasi muda Indonesia lahir di tanah negara yang sama, di tanah Negara Indonesia.
Berbeda, generasi muda Indonesia tidak harus malu karena sesungguhnya berbeda itu
indah. Memang benar perbedaan dan keberagaman di Indonesia layaknya lumpur.
Lumpur yang terbentuk dari kubangan tanah dan kubangan air. Lumpur ini layaknya
perbedaan dan keberagaman yang banyak terdapat di Indonesia. Tapi para generasi
muda Indonesia harus tahu bahwa dengan lumpur inilah yang mampu merekatkan para
generasi muda sebagai rakyat Indonesia untuk terus hidup berdampingan selamanya.
Belajar mencintai perbedaan yang kotor ini, maka generasi muda Indonesia belajar
mencintai Negara Indonesia indah ini dan akan mampu menghadapai perbedaan dan
keberagaman di Indonesia yang bagaikan bom waktu yang dapat meledak setiap saat.

Semua berkah yang diberikan Tuhan itu, seperti sumber daya alam dan bonus
demografi, hanya akan punya makna jika dikelola secara baik. Jika tidak, berkah itu
akan hilang percuma dan kita kehilangan momentum untuk membuat lompatan menjadi
negara yang sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai